Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84379 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Krishna Kumara Dewi
"Timbunan jaringan lemak pada obesitas menyebabkan inflamasi kronis lokal dan sistemik, memicu stres oksidatif berkepanjangan, menyebabkan senescence dan penyakit degeneratif di berbagai organ. Agen fitofarmaka natural dengan efek antioksidan, antiinflamasi, dan antilipidemik banyak diteliti sebagai modalitas terapi obesitas dan efeknya. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi efek ekstrak ethanol biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) sebagai neuroprotektan, dan efeknya pada keadaan stres oksidatif dan cellular senescence otak tikus obes diinduksi diet tinggi lemak. Sampel otak berasal dari tikus eksperimen yang diinduksi diet tinggi lemak dan diberi 100mg/kgBB/hari ekstrak ketumbar selama 12 minggu. Konsentrasi MDA, total gluthatione (GSH), aktivitas SA-β-Gal, konsentrasi p16INK4a, konsentrasi protein proBDNF, matureBDNF, rasio konsetrasi matur/proBDNF dan ekspresi relatif mRNA BDNF diperiksa untuk mengetahui efek ekstrak biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) pada keadaan stres oksidatif, dan cellular senescence otak akibat obesitas, dan efeknya meningkatkan kemampuan neuroprotektif otak. Ekstrak ethanol biji ketumbar menurunkan konsentrasi MDA (p < 0,001), menurunkan aktivitas SA-β-Gal (p ≤ 0,05), dan meningkatkan konsentrasi total GSH (p ≤ 0,05). Ekstrak biji ketumbar 100mg/kgBB/hari tidak menurunkan konsentrasi p16INK4a dan tidak meningkatkan ekspresi mRNA dan protein BDNF. Ekstrak ethanol biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) 100mg/kgBB/hari mampu memperbaiki keadaan stress oksidatif dan cellular senescence namun belum mampu menimbulkan efek neuroprotektif pada otak tikus obes

Obesity causes chronic inflammation, prolonged oxidative stress, cellular senescence, and degenerative diseases in various organs. Natural phytochemical agents with antioxidant, anti-inflammatory, and antilipidemic activities are extensively studied as therapeutic modalities for obesity and its various adverse effects. This study explores the ability of coriander seeds (Coriandrum sativum L.) ethanolic extract as a neuroprotectant agent and its effect on oxidative stress and cellular senescence in the brain of high-fat diet-induced obese rats. Brain samples from experimental HFD-induced obese rats were given 100 mg/kgBW/day of coriander extract for 12 weeks. MDA concentration, total glutathione (GSH), SA-β-Gal activity, p16INK4a concentration, the concentration of proBDNF, matureBDNF, mature/proBDNF ratio and relative mRNA expression of BDNF gene were examined to determine the effect of coriander seeds extract on oxidative stress, cellular senescence, and increasing brain’s neuroprotective ability. Coriander seeds ethanolic extract is shown to reduce MDA concentration (p < 0.001), decrease SA-β-Gal activity (p ≤ 0.05), and increase total GSH concentration (p ≤ 0.05). Coriander seed extract at 100 mg/kgBW/day did not decrease p16INK4a concentration or increase BDNF mRNA and protein expression. Daily intake of 100 mg/kgBW Coriandrum sativum seeds ethanolic extract improved the state of oxidative stress and cellular senescence but failed to assert a neuroprotective effect on the brains of obese rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Marcio Edbert Rompies
"Stres oksidatif yang meningkat pada obesitas mempengaruhi jantung dengan kenaikan terjadinya penyakit jantung setiap tahunnya. Biji ketumbar memiliki antioksidant alami yang dapat mengurangi stress oksidatif. Studi ini bertujuan untuk menilai efek pemberian ekstrak biji ketumbar terhadap stress oksidatif pada jantung tikus yang diinduksi obes. Penelitian ini menggunakan jaringan jantung tersimpan dari tikus Wistar yang telah diinduksi obesitas menggunakan pakan tinggi lemak yang dilakukan selama 12 minggu. Selama 12 minggu pasca induksi diberikan 100 mg/kgBB ekstrak biji ketumbar. Terdapat 5 kelompok tikus yaitu kelompok kontrol normal, kelompok pakan normal + ketumbar, kelompok preventif (pakan tinggi lemak + ketumbar), kelompok kontrol obes, kelompok tikus obes + ketumbar. Aktivitas spesifik katalase jantung diukur menggunakan spektrofotometer. Analisis statistik menggunakan One-way ANOVA apabila diperoleh distribusi data yang normal. Pemberian ekstrak biji ketumbar meningkatkan  aktivitas spesifik katalase secara signifikan pada kelompok tikus dengan pakan  normal dibandingkan dengan kontrol, juga meningkat bermakna pada kelompok preventif dibandingkan dengan kontrol tikus obes. Pada tikus obes yang diberikan ketumbar, aktivitas spesifik katalase meningkat dibandingkan dengan kontrol tikus obes namun tidak bermakna secara statistik. Ekstrak biji ketumbar dapat meningkatkan aktivitas spesifik katalase pada jantung tikus yang diberikan diet normal dan diet tinggi lemak. Dengan demikian ekstrak biji ketumbar berperan dalam mencegah status stres oksidatif pada jantung terutama ketika mengkonsumsi diet tinggi lemak.

Increased oxidative stress in obesity affects the heart with the increase of cardiovascular disease likelihood every year. Coriander seeds (Coriandrum sativum L) have natural antioxidants that can reduce oxidative stress. This research aims to assess the effect of coriander seed extract on oxidative stress in the heart of obesity induced rats. This experiment uses stored heart tissue of Wistar rat that were induced with obesity using high fat diet for 12 weeks. For 12 weeks post induction, the rats are given 100 mg/kgBW of coriander seed extract. There are 5 groups of rats namely normal control group, normal fed + coriander, preventive group (high fat diet + coriander), obese control group, obese rat + coriander group. Catalase specific activity of the heart is measured using spectrophotometer. Statistical analysis using One-way ANOVA is performed if the data distribution is normal. Coriander seed extract significantly increased the catalase specific activity in normal control compared to the control group, also increased significantly in the preventive group compared to the obese control group. In obese rat given coriander, the catalase specific activity is increased compared to the obese control group but is not statistically significant. The coriander seed extract can increase the catalase specific activity in the heart of normal diet and high fat diet rats. Thus, coriander seed extract plays a role in preventing oxidative stress in the heart particularly when consuming a high fat diet.  "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafly Atthariq
"Latar Belakang Prevalensi obesitas dunia maupun Indonesia terus meningkat. Pada obesitas, terjadi peningkatan sintesis kolesterol hati dan dislipidemia yang berisiko menyebabkan kematian. Ketumbar diduga memiliki efek anti dislipidemia dengan menginhibisi enzim HMG-KoA reduktase. Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti pengaruh ekstrak biji ketumbar pada ekspresi HMG-KoA reduktase dalam sintesis kolesterol hati tikus obesitas. Metode Studi eksperimental melibatkan 29 tikus Wistar yang dibagi menjadi 5 kelompok: pakan standar, pakan standar yang diberi ekstrak ketumbar, pakan standar yang setelahnya diberi pakan tinggi lemak sekaligus ekstrak ketumbar, pakan tinggi lemak, dan pakan tinggi lemak yang diberi ekstrak ketumbar. Ketumbar diberi dengan dosis 100 mg/kgBB selama 12 minggu. Selajutnya, jaringan hati dinekropsi dan RNA diekstraksi. Kemudian, dilakukan analisis RNA menggunakan quantitative real time reverse transcriptase polymerse chain reaction (qRT-PCR) dan ekspresi relatif HMG-KoA reduktase dihitung dengan metode Livak. Hasil Tidak terdapat peningkatan signifikan (p > 0.05) ekspresi relatif mRNA HMG-KoA reduktase pada hati kelompok kontrol obes dibandingkan kontrol normal. Penurunan tidak signifikan (p > 0.05) dari ekspresi relatif enzim juga terlihat pada kelompok normal yang diberi ekstrak ketumbar (dibanding kontrol normal) maupun obes yang diberi ekstrak ketumbar (dibanding kontrol obes). Kesimpulan Efek ekstrak etanol biji ketumbar dosis 100 mg/kgBB selama 12 minggu tidak memiliki dampak signifikan kuratif maupun preventif) dalam menurunkan sintesis kolesterol de novo hati melalui inhibisi ekspresi mRNA HMG-KoA reduktase pada tikus obesitas pasca pemberian pakan tinggi lemak.

Introduction The global prevalence of obesity, including in Indonesia, continues to increase. In obesity, there is an increase in hepatic cholesterol synthesis and dyslipidemia which carries the risk of causing death. Coriander is thought to have anti-dyslipidemic effects by inhibiting the HMG-CoA reductase enzyme. Therefore, researcher wants to analyze the effect of coriander seed extract on HMG-CoA reductase expression in liver cholesterol synthesis in obese rats. Method 29 Wistar rats are involved in this experimental study and divided into 5 groups: standard feed, standard feed given coriander extract, standard feed which was then changed to a high-fat diet and simultaneously given coriander extract, high-fat feed, and high-fat diet given coriander extract. Coriander was given at a dose of 100 mg/kgBW for 12 weeks. Next, the liver tissue was necropsied and RNA was extracted. RNA analysis was carried out using quantitative real time reverse transcriptase polymerse chain reaction (qRT-PCR). The relative expression of HMG-CoA reductase was calculated by the Livak method. Results There is no significant increase (p > 0.05) in the relative expression of HMG-CoA reductase mRNA in the liver of obese controls compared to normal controls. Non-significant decrease (p > 0.05) in the enzyme relative expression was also observed in the normal group given coriander extract (100 mg/kgBW) when compared to normal controls, as well as in the obese group given coriander extract when compared to obese controls. Conclusion The effect of coriander seed ethanol extract at a dose of 100 mg/kgBW for 12 weeks does not have a significant impact (curative or preventive) to reduce hepatic de novo cholesterol synthesis, particularly through the inhibition of HMG-CoA reductase mRNA expression in obese mice following the consumption of a high-fat diet."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Octa Handayani
"Pada keadaan obesitas akan memicu penumpukan lemak di berbagai jaringan dan salah satunya adalah hati. Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) merupakan tanaman yang mengandung falavonoid dan minyak esensial yang memiliki efek antioksidan, antidiabetes, antimutagenik, anthelmintic, dan antilipidemik. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi efek ekstrak etanol biji ketumbar terhadap sintesis dan kadar triasilgliserol pada jaringan hati tikus obese. Sampel jaringan hati berasal dari tikus yang diinduksi diet tinggi lemak dan diberi 100mg/KgBB/hari Ekstrak etanol biji ketumbar selama 12 minggu. Parameter yang diuji adalah kadar triasilgliserol hati, ekspresi protein dari faktor transkripsi PPAR-γ, ekspresi mRNA DGAT-2 dan PLIN-2, serta pemeriksaan histopatologi pada jaringan hati. Hasil yang didapatkan adalah Ekstrak etanol biji ketumbar dengan dosis 100 mg/kgBB/hari menurunkan kadar triasilgliserol dan ekspresi protein PPAR-γ namun tidak bermakna secara statistik (P > 0,05). Namun, Ekstrak etanol biji ketumbar dengan dosis yaitu 100 mg/kgBB/hari menurunkan ekspresi mRNA secara bermakna (P < 0,001) pada DGAT-2 dan PLIN-2 dan juga memberi efek pemulihan terhadap penumpukan droplet lipid yang ada pada jaringan hati tikus obese.

In a state of obesity, it will trigger the occurrence of fat in various tissues, one of which is the liver. Coriander seeds (Coriandrum sativum L.) are plants that contain flavonoids and essential oils which have antioxidant, antidiabetic, antimutagenic, anthelmintic and antilipidemic effects. This study aims to explore the effect of coriander seed extract on the synthesis and levels of triacylglycerol in the liver tissue of obese mice. Liver tissue samples came from mice that were induced on a high-fat diet and given 100mg/KgBW/day of coriander seed extract for 12 weeks. The parameters tested were liver triacylglycerol levels, protein expression of the transcription factor PPAR-γ, DGAT-2 and PLIN-2 mRNA expression, as well as histopathological examination of liver tissue. The results obtained were that coriander seed extract at a dose of 100 mg/kgBW/day was not able to reduce triacylglycerol levels and PPAR-γ protein expression was not statistically significant (P > 0.05). However, coriander seed extract at a dose of 100 mg/kgBW/day reduced mRNA expression significantly (P < 0.001) in DGAT-2 and PLIN-2 and also had a restorative effect on the accumulation of lipid droplets in the liver tissue of obese mice."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivelino Dewanto Cittra
"Latar Belakang Jumlah penduduk dengan obesitas semakin meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Obesitas dikaitkan dengan banyak gangguan kesehatan seperti inflamasi, gangguan metabolik, jantung dan menimbulkan stres oksidatif. Karbonil merupakan salah satu penanda biologis yang digunakan untuk mengukur tingkat stres oksidatif. Ketumbar diduga memiliki efek antioksidan dan berpotensi menjadi terapi dalam stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak ketumbar (Coriandrum sativum L.) terhadap kadar karbonilasi protein pada jaringan jantung tikus Rattus norvegicus dengan obesitas. Metode Studi ini merupakan studi eksperimental. Tikus wistar diberikan pakan tinggi lemak selama 12 minggu pertama. Selanjutnya tikus diberikan 100 mg/kgBB ketumbar 12 minggu berikutnya. Jaringan jantung tikus diambil dan dihomogenasi. Pengukuran karbonil menggunakan reagen 2,4-dinitrofenilhidrazin dan dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 390 nm. Data kemudian dianalisis dengan IBM SPSS dengan nilai acuan p=0,05. Hasil Terdapat peningkatan tidak signifikan (p>0,999) kadar karbonil pada kelompok diet normal dengan ketumbar dibanding kelompok kontrol. Terdapat penurunan tidak signifikan (p>0,999) kadar karbonil pada kelompok diet tinggi lemak dengan ketumbar dibandingkan kelompok diet tinggi lemak. Penurunan signifikan (p=0,009) tampak pada kadar karbonil kelompok diet tinggi lemak dengan ketumbar dibandingkan kelompok diet normal dengan ketumbar. Kesimpulan Pemberian ketumbar tidak memberikan perbedaan signifikan pada kadar karbonilasi protein baik pada kondisi diet normal maupun diet tinggi lemak. Diet tinggi lemak mungkin mampu meningkatkan efektivitas kerja ketumbar sebagai antioksidan.

Introduction
The number of people with obesity is increasing every year throughout the world, including Indonesia. Obesity is associated with many health disorders such as inflammation, metabolic disorders, heart disease and oxidative stress. Carbonyl is a biomarker of oxidative stress. Coriander (Coriandrum sativum L.) is thought to have antioxidant effects and potentially therapeutic to oxidative stress. This study aims to determine the effect of administering coriander extract on protein carbonylation levels in the heart tissue of obese rats.
Method
This study was an experimental study. Wistar rats were given a high-fat diet for the first 12 weeks. Next, rats were given 100 mg/kgBW of coriander for the next 12 weeks. Rat heart tissue was acquired and homogenized. Carbonyl were measured with 2,4-dinitrophenylhydrazine reagent and read on a spectrophotometer at a wavelength of 390 nm. The data was then analyzed using IBM SPSS using p=0.05.
Results
Carbonyl levels increased non-significantly (p>0.999) in the normal diet group fed with coriander compared to the control group. Carbonyl levels decreased non-significantly (p>0.999) in the high-fat diet group fed with coriander compared to the high-fat diet group. A significant decrease (p=0.009) was seen in the carbonyl levels of the high fat diet group fed with coriander compared to the normal diet group fed with coriander.
Conclusion
Coriander consumption did not make a significant difference in protein carbonylation levels either under normal diet or high fat diet conditions. A high-fat diet might increase the effectiveness of coriander as an antioxidant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emma Kamelia
"Terhambatnya perkembangan otak dan saraf merupakan problem kesehatan, diperkirakan mencapai 17% dari seluruh populasi. Dampaknya dapat menurunkan fungsi kognitif/daya ingat. Dasar patologi penurunan fungsi kognitif antara lain disebabkan oleh berkurangnya sinaps, neuron, neurotransmitter dan jejaring saraf. Hal ini berkaitan dengan sinyal-sinyal penting seperti faktor neurotrofik, neurotransmitter dan hormon.
Pegagan (Centella asiatica) telah lama digunakan secara empiris untuk memperbaiki daya ingat. Hasil penelitian secara in vivo pemberian pegagan dapat meningkatkan level GABA(Gamma aminobutyric acid) di otak. Pengaruh pegagan pada BDNF(Brain derived neurotrophic factor) belum pemah diteliti, namun menurut Obrietan dkk stimulasi GABA dapat meningkatkan ekspresi BDNF melalui jalur MAPK-CREB (mirogen ocrivated prorein kinase-cyclic AMP response element binding protein).
Brain derived neurotrophic factor (BDNF) merupakani salah satu substansi dalam pengaturan neurogenesis. Penelitian ini merupakan studi eksperimental untuk meneliti kadar BDNF dan jumlah sel saraf pada kultur jaringan hipokampus tikus muda. Pengukuran kadar BDNF dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm dengan kit BDNF dari Chemicon. Data dianalisis dengan ANOVA (anabrsis of varions), dan sebelumnya diuji normalitas data dengan Lavene, serta post Hoc Test.
Dari penelitian ini diperoleh hasil (1) jumlah sel saraf lebih besar pada kultur sel jaringan hipokampus tikus muda yang diberi ekstrak pegagan 0,50 ug/ml dibandingkan 0,25 ug/ml dan kontrol sebagai pembanding (p<0,05). (2) Untuk kadar BDNF terlihat hasil kadar BDNF pada kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan perlakuan ekstrak pegagan 0,25 ug/ml dan 0,50 ug/ml (p>0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidiarto Kusumoputro
"Perkenankan pula saya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia, kepada Bapak Presiden serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk bertugas sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Neurologi. Pada kesempatan ini saya memilrh judul pidato:
"Peranan Stimulasi yang Berdasarkan Konsep Spesialisasi Dua Belahan dan Plastisitas Otak pada Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia"
Pembangunan Jangka Panjang Tabap II berlandaskan pembangunan ekonomi dan bertumpu pada peningkatan kualitas hidup dan sumber daya manusia (SDM). Faktor-faktor peningkatan sumber daya manusia terletak antara lain pada aspek ekonomi, kesehatan, pendidikan dan iptek. Peningkatan kesehatan dan pendidikan berarti pula peningkatan kemampuan otak, baik otak yang mengalami gangguan maupun otak yang sehat dan normal.
Dua prestasi manusia yang paling menonjol dalam abad ini adalah "Quantum Cosmology" (sains tentang semesta) dan "Neuroscience" (sains tentang otak). Yang pertama adalah studi tentang awal hidup manusia dan yang kedua tentang perjalanan nasib hidup manusia. Neurosains menjadi begitu pentingnya hingga mantan Presiden Bush dari Amerika Serikat mencanangkan tahun 1990-2000 sebagai "The Decade of the Brain".
Dalam era globalisasi ini -mau tidak mau- Indonesia harus menengok ke dunia luar, antara lain terhadap dekade otak tersebut. Betapa pentingnya otak dapat disimak dari banyaknya masalah yang dapat ditimbulkannya, yaitu sekitar 650 jenis masalah, mulai dari masalah yang berat dan fatal seperti stroke, trauma susunan saraf, dan sebagainya sampai pada masalah pembelajaran dan kesulitan belajar. Semua itu menyebabkan kerugian besar secara sosial dan, ekonomis.
Para pakar neurosains dari berbagai disiplin ilmu mempelajari otak dan masalahnya karena menyadari bahwa otak manusia merupakan struktur hidup yang paling kompleks dalam jagad raya ini. Bayangkan bahwa otak dikemas oleh milyaran sel neuron dan bahwa setiap sel neuron saling berkomunikasi rata-rata dengan 10.000 sel lainnya. Komunikasi itu dilakukan melalui sinyal biolistrik dan kimiawi, dan sampai sekarang telah ditemukan paling sedikit 40 jenis zat kimiawi yang disebut sebagai neurotransmiter (3).
Teknik dan pendekatan canggih yang memungkinkan adanya penelitian langsung tentang mekanisme otak telah membuka cakrawala baru tentang hubungan di antara perilaku (behavior) dan struktur serta fungsi otak manusia. Pengetahuan yang berawal pada tahun 1910 dan disebut sebagai "behaviorism" berkembang pesat dan kini disebut dengan berbagai istilah, seperti Behavioral Neurology, Clinical Neuropsychology, dan Higher Corti-cal Functions. Dalam pada itu Bagian Neurologi FKUI/RSCM menggunakan nama Fungsi Luhur (Fungsi Kortikal Luhur)(10,14,23,25). PeriIaku dalam konteks ini mencakup fungsi bahasa, memori, visuospasial, emosi, dan kognisi (6)."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0101
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Harsya Pradana Loeis
"Otak adalah sebuah organ yang sangat peka terhadap perubahan oksigenasi jaringan. Latihan fisik aerobik memiliki banyak manfaat, diantaranya meningkatkan cardiac output yang secara tidak langsung akan meningkatkan oksigenasi jaringan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal pada gyrus dentatus tikus. Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan mengamati persentase sel saraf normal pada setiap sediaan otak tikus yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kontrol, latihan fisik (training) dan detrain.
Hasil rata-rata persentase sel normal perkelompok sebagai berikut, kontrol 24,8%, training 41,1%, dan detrain 25,2% Hasil dari uji Post Hoc LSD menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol terhadap training (p<0,001) dan training terhadap detrain (p< 0,001) namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kontrol terhadap detrain (p< 0,853). Hasil penelitian ini mendukung teori tentang peningkatan oksigenasi jaringan ke otak akan meningkatkan jumlah sel saraf yang normal pada daerah gyrus dentatus otak tikus.

Brain is an organ which is very sensitive to changes in tissue oxygenation. On the other hand, aerobic exercise has many benefits, including increased cardiac output which will indirectly increase tissue oxygenation. The purpose of this study was to determine the effect of aerobic exercise and detrain on the gyrus dentatus number of normal neuron. This study used experimental design to observe the percentage of normal nerve cells in each mouse brain. The mice were divided into three groups, control, physical exercise (training) and detrain.
Average percentage of normal cells per group as follows, controls 24.8%, 41.1% training and detrain 25.2% Results of Post Hoc test of LSD showed significant difference between the control group of the training (p <0.001 ) and training to detrain (p <0.001) but no significant difference between the control detrain (p <0.853). The results supported the theory of increased tissue oxygenation to the brain will increase the number of nerve cells in the area of ​​gyrus dentatus rat brain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soemarmo Markam
"Otak dan Fungsinya
Otak yang saya maksud ialah otak Homo Sapiens, manusia yang sekarang hidup menguasai permukaan sebuah planet dalam salah satu tata surya galaksi Bima Sakti yang disebut bumi. Menurut teori evolusi, di bumi ini sepuluh juta tahun yang lalu telah ada, makhluk golongan Antropoid yang kemudian berkembang bercabang dua, golongan Hominoid dan golongan kera. Kurang lebih satu juta tahun yang lalu, Hominoid terpecah lagi menjadi dua golongan yaitu. Hominid dan Pongid. Dari golongan Pongid berkembang kera-kera besar seperti gorilla, simpanse, orang utan, gibon. Golongan Hominid berkembang menjadi Homo dengan cabang-cabangnya Homo Makapan, Swartkrans, Java, Peking dan lain-lain. Kira-kira 100.000 tahun yang lalu berkembang cabang Neanderthal dan Cromagnon dan kemudian Homo Sapiens.
Pengetahuan mengenai makhluk-makhluk pra Homo Sapiens ini didapat dan penelitian sisa rangkanya yang ditemukan. Tengkorak kepala makhluk-makhluk purba ini berbeda bentuknya dari tengkorak '' Homo Sapiens. Makin purba makhluknya;. makin banyak kemiripannya dengan tengkorak golongan kera, antara lain bagian dahinya lebih rendah,. Volume tengkorak pada umumnya lebih kecil, Volume tengkorak Homo Java, Homo Erectus yang didapatkan di Trinil misalnya ialah 815 cm3. Volume tengkorak Horrid-Sapiens, 1300-1500 cm3: (18).
Tengkorak berisi otak yang rnerupakan jaringan yang terurai bila makhluknya mati. Bagaimana bentuk dan besar otak makhluk purba hanya dapat diperkirakan dengan membuat cetakan isi tengkorak. Studi perbandingan otak manusia dilakukam dengan menggunakan otak hewan yang terdapat saat ini."
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB 0128
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufiq Dardjat
"Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian tersebut. Dari kepustakaan yang ada, saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-tanda dan gejala setelah kematian sangat bervariasi. Hal ini karena tanda atau gejala yang ditunjukan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya, umur, kondisi fisik pasien, penyakit sebelumnya, keadaan lingkungan mayat, sebelumnya makanan maupun penyebab kematian itu sendiri. Dalam era ini dibutuhan penentuan saat kematian secara tepat.Untuk itu akan telah dilakukan suatu penelitian dasar untuk mendapat suatu indikator bebas. Indikator ini akan dipakai untuk dasar kerja sebuah slat banal yang mampu mendeteksi perubahan yang hanya objektif dan akurat setelah kematian terjadi. Otak sebagai organ yang relatif terlindung maksimal dengan batok kepala diperkirakan mengalami proses kimiawi yang relatif cepat dan tidak dipengaruhi lingkungan. Proses kimiawi akibat terhentinya suplai zat asam/oksigen mengakibatkan jaringan otak yang sangat sensitif terhadap kekurangan zat asam itu akan lebih cepat mengalami disintegrasi kimiawi, yang diamati melalui perubahan konduktivitas listrikyang terjadi.
Dengan penelitian ini diamati korelasi waktu dengan perubahan konduktivitas jaringan otak setelah kematian asfiksia dan perdarahan pada tikus. Telah didapatkan data bahwa konduktivitas berubah terhadap waktu dalam 24 jam pertama menurut fungsi quadratik dan atau kubik. Penurunan konduktivitas ini diperkirakan terjadi berhubungan dengan denaturasi protein atau asam aminino intra dan ekstraseluler. Mulai terjadinya pengrusakan atau perubahan semipermeabilitas dinding sel yang terdiri dari fosfo lipid yang terurai menjadi asam lemak dan protein yang bersifat elektrolit menunjukan meningkatnya larutan elektrolit secara umum sehingga akan meningkatkan konduktivitas aliran listrik tersebut. Secara sepintas tidak terdapat berbedaan yang bermakna antara cara kematian secara asfiksia atau perdarahan/potong. Konduktivitas mencapai minimum sekitar 12 - 15 jam kematian untuk kedua perlakuan. Dari data deskriptif ini perlu kiranya dilakukan analisis statistik lebih lanjut, untuk mendapatkan informasi sehingga bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Untuk itu penelitian ini perlu dilajutkan secara terintegrasi dengan disiplin terkait untuk memantau baik secara biokimia atau histopatologis dan lainnya, untuk menjelaskan perubahan fisika listrik yang terjadi ini."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>