Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113285 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prima Dienta Putra
"Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membuat Akta Jual Beli Tanah harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Didalam Akta Jual Beli Tanah terdapat penjelasan mengenai luas, letak, dan batas-batas tanah sesuai dengan Surat Ukur Kantor Pertanahan yang dicantumkan dalam Akta Jual Beli Tanah. Namun terdapat kasus Akta Jual Beli Tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak menggunakan Surat Ukur Kantor Pertanahan melainkan menggunakan Surat Ukur yang dikeluarkan oleh Staf Kelurahan. Penelitian doktrinal ini menggunakan bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data yang digunakan didalam penelitian ini adalah menggunakan studi dokumen yang dianalisis secara mendalam untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat. Hasil analisis didalam penelitian ini terbagi menjadi dua. Hasil penelitian yang pertama adalah Akta Jual Beli Tanah yang Surat Ukur nya tidak memakai Surat Ukur yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Surabaya menjadi cacat hukum dan akta tersebut menjadi batal demi hukum. Kelurahan Buntaran yang merupakan bagian dari wilayah Kota Surabaya tidak memiliki fungsi untuk melakukan pengukuran dan pemetaan suatu tanah yang maka dari itu Staf Kelurahan Buntaran tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan Surat Ukur. Sedangkan Kantor Pertanahan memiliki fungsi yaitu salah satunya adalah melakukan pengukuran dan pemetaan bidang tanah sehingga Data Fisik dan Data Yuridis dari tanah tersebut akurat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Untuk hasil penelitian kedua adalah OS sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat Akta Jual Beli dalam kasus ini seharusnya memberikan penyuluhan hukum kepada SG terkait Surat Ukur Staf Kelurahan Buntaran tidak bisa dipakai dalam pembuatan Akta Jual Beli dan OS dapat bertanggung jawab secara administrasi dan/atau memberikan ganti rugi.

The Land Deed Official, in making the Deed of Sale and Purchase of Land, must pay attention to the applicable laws and regulations. In the Deed of Sale and Purchase of Land, there is an explanation regarding the land's area, location, and boundaries following the Measurement Letter of the Land Office stated in the Deed of Sale and Purchase of Land. However, there are cases where the Deed of Sale and Purchase of Land made by the Land Deed Official uses the Measurement Letter of the Land Office instead of the Measurement Letter issued by the Sub-District Staff. For this reason, this doctrinal research uses primary, secondary, and tertiary legal materials. The data collection used in this research uses document studies which are analyzed in depth to obtain accurate research results. The results of the analysis in this study are divided into two. The first research result is the Deed of Sale and Purchase of Land, where the Measurement Letter does not use the Measurement Letter issued by the Land Office of the City of Surabaya, becomes legally invalid, and the deed becomes null and void. The Buntaran Sub-District, which is part of the Surabaya City area, does not have the function of measuring and mapping a piece of land. Therefore, the Buntaran Sub-district Staff does not have the authority to issue a Measurement Letter. While the Land Office has a function, one of which is to measure and map land parcels so that the Physical Data and Juridical Data from the land are accurate in accordance with the actual conditions in the field. For the results of the second study, Co-Defendant I, as the Land Deed Making Officer who made the Sale and Purchase Deed in this case, should have provided legal counselling to the Plaintiff regarding the Buntaran Village Staff Measurement Letter, which could not be used in making the Sale and Purchase Deed and Co-Defendant I could be administratively responsible and/or provide compensation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rabiatul Adabia Zahra
"Tanah merupakan suatu bagian yang penting bagi kehidupan manusia, tanah-tanah ini harus didaftarkan untuk mendapat validasi kepemilikan yaitu, melalui sistem pendaftaran tanah yang difasilitasi oleh Kantor Pertanahan. Dalam hal pendaftaran tanah sering ditemukan kesalahan pada administrasi yang dapat menyebabkan sertipikat hak atas tanah menjadi cacat administrasi, hak ini biasanya berujung menjadi sengketa pertanahan seperti dalam kasus ini Ny. IF melawan PT. X dimana PT. X menjual bidang tanah yang Ny. IF sedang lakukan upaya hukum di Pengadilan, sejalan dengan permasalahan yang diangkat penulis dalam tesis ini yaitu Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Pada Akta Jual Beli dari Objek Tanah Yang Masih Dalam Upaya Hukum. Penelitian ini menganalisis pertimbangan Kantor Badan Pertanahan dalam menerbitkan kembali Sertipikat Hak Guna Bangunan saat masih ada sengketa dan juga meneliti tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membuat Akta Jual Beli dari objek tanah yang masih bersengketa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif, dengan tipologi penelitian diagnostik dan preskriptif. Pengumpulan jenis data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, yang berupa studi literatur dan wawancara sebagai bahan pendukung. Data yang sudah ada akan dianalisis secara kualitatif, dan bentuk hasil penelitian ini bersifat deskriptifanalitis. Hasil dari penelitian, yakni atas penerbitan kembali sertifikat yang telah dibatalkan juga adanya perbuatan hukum jual-beli atas tanah tersebut ternyata sah adanya, dikarenakan telah terdapat putusan terdahulu yang menyatakan Ny. IF Ne Bis In Idem yang artinya atas keluarnya putusan tersebut atas objek tanah tidak dapat lagi dilakukan upaya hukum. Oleh Karena itu Pertanggung Jawaban PPAT terhadap Akta Jual Beli tidak memenuhi unsur untuk dapat dimintakan pertanggung jawaban baik secara administratif, perdata, maupun pidana.

The land is a crucial aspect of human existence; this land must be registered to get ownership validation, which is done through a land registration system facilitated by the Land Office. Administrative faults are frequently discovered in land registration, causing the certificate of land rights to become administratively faulty; this right usually results in a land dispute, as in Mrs. IF's case against PT. X, where PT. X sold the plot of land for which Mrs. IF is currently pursuing legal action in court, in line with the problem raised by the author in this thesis; It is Responsibilities of the Land Deed Officer in the Sale and Purchase Deed of Disputed Land Objects. This study analyzed some concerns of the Land Agency Office in re-issuing the Right to Build Certificate while there is still a disagreement and the obligation of the Land Deed Official in creating the Sale and Purchase Deed of land objects that are still in dispute. This study used a juridicalnormative research method with a diagnostic and prescriptive typology of research. Secondary data types were collected using primary, secondary, and tertiary legal documents in literature reviews and interviews as supporting materials. Existing data will be qualitatively examined, and the research's findings will take the form of descriptiveanalytical reports. Based on the findings, the re-issuance of a canceled certificate, as well as a legal act of purchasing and selling land, were both lawful due to a previous ruling saying that Mrs. IF Ne Bis In Idem, which indicates that legal remedies are no longer available following the issuing of the decision on land objects. Therefore PPAT's Liability for the Sale and Purchase Deed does not meet the elements to be able to be held accountable both administratively, civilly, and criminally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katrine Novia
"PPAT dalam menjalankan jabatannya seharusnya bekerja dengan penuh tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak dalam proses pemecahan sertipikat hak atas tanah. PPAT juga harus bertanggung jawab atas akta autentik yang dibuatnya, yaitu salah satunya Akta Pembagian Hak Bersama dan Akta Jual Beli. Salah satu permasalahan yang ditemui terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 990 PK/PDT/2020 dimana adanya keterlibatan PPAT dalam proses pemecahan sertipikat dan pembuatan akta autentik. Hal ini menimbulkan permasalahan dimana PPAT melakukan perbuatan melawan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya dimana dalam Akta Pembagian Hak Bersama tanda tangan para pemilik sertipikat hak atas tanah dipalsukan oleh penghadap yang datang sehingga menimbulkan suatu perbuatan hukum bersama-sama dengan salah satu pemilik sertipikat hak atas tanah. Atas permasalahan tersebut, dalam penelitian ini akan menganalisis mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam proses pemecahan sertipikat hak milik yang dilanjutkan dengan akta pembagian hak bersama dan akta jual beli dan akibat hukum jika akta pembagian hak bersama sebagai dokumen rujukan tidak ditandatangan oleh seluruh ahli waris dalam proses pemecahan sertipikat hak milik. Penelitian ini mengunakan metode penelitian doktrinal yang ditinjau dari sudut sifatnya merupakan penelitian deskriptif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa PPAT bertanggung jawab secara pidana, perdata dan administratif serta dalam proses pemecahan sertipikat hak atas tanah PPAT TN bertanggung jawab sebatas kuasa untuk melakukan pengurusan ke Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional dan akibat hukum yang ditimbulkan bahwa Akta Pembagian Hak Bersama dapat dibatalkan dengan dasar penyimpangan syarat formil tata cara pembuatan akta autentik dan Akta Jual Beli dapat dibatalkan dengan dasar adanya penyimpangan dalam pembuatan akta autentik serta pembeli NA tidak termasuk dalam kriteria pembeli yang beritikad baik.

Land Deeds Officials in its position should work responsibilty, independently, honestly and impartially in the process of splitting freehold title. Also Land Deeds Officials must be responsible for the authentic deeds, namely the Deed of Sharing of Shared Rights and the Deed of Sale and Purchase. The problems is found in the Supreme Court Decision Number 990 PK/PDT/2020 where there is involvement of Land Deeds Officials in the process of splitting freehold title and authentic deeds. This raises problem where the Land Deeds Officials commits an unlawful act against the authentic deed he made where in the Deed of Sharing of Joint Rights the signatures of the owners of the freehold title are falsified by one of the owners who come to sign, causing a legal action. This study will analyze the responsibilities of the Land Deed Official in the process of splitting freehold title followed by the deed of sharing of joint rights and the deed of sale and purchase and the legal consequences if the deed of sharing of joint rights as a reference document is not signed by all the heirs in the process of splitting freehold title. This research uses doctrinal research method which in terms of its nature is descriptive research. The results shows Land Deeds Officials is liable criminally, civilly and administratively and in the process of splitting freehold title, Land Deeds Officials TN is only responsible as power to go to the Land Office and the resulting legal consequences that the Deed of Sharing of Shared Rights can be canceled on the basis of deviation from the formal requirements of the procedure for making an authentic deed and the Deed of Sale and Purchase can be canceled on the basis of irregularities in making an authentic deed and the buyer is not included in the criteria for a good faith buyer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Setiawan
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam praktiknya menjalankan jabatan banyak menemukan para pihak sebagai penghadap yang menerangkan data dan informasi tidak sesuai dengan kenyataannya untuk dimuat dalam suatu akta. Berbagai bentuk kepalsuan yang mungkin melekat pada suatu akta autentik adalah kepalsuan intelektual dan kepalsuan materiil, pada dasarnya kedua bentuk kepalsuan ini meliputi pemalsuan kebenaran isi yang tercantum dalam akta baik dalam bentuk dan isinya. Kepalsuan ini dapat menyebabkan perbuatan hukum menjadi tidak sah dan akta tersebut menjadi cacat hukum kemudian oleh karenanya tidak sah sebagai akta autentik. Permasalahan tersebut biasanya terjadi karena kurangnya kehati-hatian dalam proses pembuatan akta. Tesis ini menganalisis tanggung jawab PPAT dalam kasus di Putusan Mahkamah Agung Nomor 1143 K/Pid/2019 dan mengidentifikasi peran PPAT dalam mencegah terjadinya kembali kasus pemalsuan seperti di Putusan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian dalam hal para penghadap tidak dapat memenuhi persyaratan baik formil maupun materiil dalam pembuatan akta, maka PPAT berhak menolak membuatkan akta. PPAT juga harus: memastikan terpenuhinya hak dan kewajiban pihak-pihak dalam jual beli, syarat sah perjanjian, dan syarat jual beli tunai, terang dan riil; membuat akta jual beli dengan bentuk serta tata cara sesuai dengan yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku; PPAT tidak hanya mengandalkan kebenaran formil berdasarkan data tertulis maupun keterangan dari para pihak saja; menuangkan dengan sebenar-benarnya apa yang dikehendaki oleh para pihak ke dalam akta; memastikan hadir bersamaan para pihak yang berkepentingan di hadapannya; benar-benar mengkaji, teliti, cermat, dan rapi dalam membuat akta, terutama mengenai perbuatan hukum yang akan dimuat dalam akta; tidak hanya mengandalkan atau mempercayakan sepenuhnya kemampuan pegawai kantor PPAT saja; tetap meneliti dan mengoreksi ulang draft akta yang akan ia buat dan tandatangani; membacakan secara rinci dan PPAT harus menerangkan maksud tujuan dari isi akta secara keseluruhan. PPAT yang bersangkutan seharusnya seharusnya dikenai sanksi administratif diberhentikan sementara paling lama 1 (satu) tahun, dimintai pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Sepanjang tindakan PPAT bersangkutan terbukti secara sengaja dan direncanakan maka terhadap PPAT bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana sesuai peraturan yang berlaku.

Land Deed Making Officials (PPAT) in their practice find many parties who explain that data and information are not in accordance with the reality to be included in a deed. Various forms of forgeries that may be done to an authentic deed are intellectual forgery and material forgery, basically these two forms of forgery include falsification of the truth of the contents listed in the deed both in the form and the content. This forgery can cause the legal action to be invalid and the deed to be legally flawed and therefore invalid as an authentic deed. These problems usually occur due to lack of prudence in the process of making the deed. This thesis analyzes PPAT's responsibilities in the case of Supreme Court Verdict Number 1143 K/Pid/2019 and identifies PPAT's role in preventing the reoccurrence of counterfeiting cases such as in the verdict. This research is a normative juridical research. The results of the study in the event that the parties who cannot fulfill the formal and material requirements in the deed-making, then PPAT has the right to refuse to make the deed. PPAT must also: ensure the fulfillment of the rights and obligations of the parties in the transaction, the legal terms of the agreement, and the cash, clear and real terms of sale and purchase; make a deed of sale and purchase in the form and procedure in accordance with the prevailing laws and regulations; PPAT should not only rely on formal truth based on written data or information from the parties; actually pouring what the parties want into the deed; ensure the presence of all interested parties before him; really examine, thoroughly, carefully, and neatly in making a deed, especially regarding legal actions that will be contained in the deed; not only relying on or fully entrusting the capabilities of PPAT office employees; keep researching and re-correcting the draft deed that he will make and sign; read out in detail and the PPAT must explain the purpose of the contents of the deed as a whole. The PPAT in question should be subject to administrative sanctions, suspended for a maximum of 1 (one) year, be held accountable in the form of reimbursement of costs, compensation and interest. As long as PPAT's actions are proven to be intentional and planned, the PPAT concerned may be subject to criminal sanctions in accordance with applicable regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Irdasari
"Tujuan penerbitan seritpikat hak milik oleh Badan Pertanahan Nasional seharusnya memberikan pengakuan serta kepastian hukum kepada masyarakat atas kepemilikan tanah. Indonesia menganut sistem publikasi negatif, yang berarti terhadap kedudukan sertipikat dan/atau hak atas tanah masih dapat disangkalkan, Pada praktiknya masih ditemukan permasalahan tanah terkait penerbitan sertipikat, meskipun telah melalui prosedur dan/atau regulasi yang ditetapkan, terhadap proses penerbitan suatu sertipikat tanah juga dapat didasarkan atas akta autentik Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagai penegasan suatu perbuatan hukum terkait peralihan hak atas tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana terjadinya tumpang tindih sertipikat hak milik yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional, yang dibuat berdasarkan akta jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah; dan Bagaimana kepastian hukum atas diterbitkan sertipikat hak milik yang tumpang tindih oleh Badan Pertanahan Nasional. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian Preskriptif. Hasil analisis adalah belum maksimalnya proses penetapan batas bidang-bidang tanah yang berbatasan oleh Badan Pertanahan Nasional, yang disebabkan karena salah satu pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak menguasai tanah tersebut secara fisik, yang dikemudian hari menyebabkan terjadinya tumpang tindih atas sebagian luas tanah yang dimiliki, dengan tanah yang dimiliki pihak lain, yang juga berlandasakan sertipikat hak milik yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional, sehingga untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap sertipikat hak milik yang bertumpang tindih tersebut, ditempuh melalui upaya litigasi, yang kemudian terhadap tanah yang tidak diakui secara hukum, diajukan pembatalan produk hukum melalui Kepala Kantor Pertanahan. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu memperkuat peran Badan Pertanahan Nasional dalam penerbitan sertipikat serta dibentuknya bidang atau fungsi khusus dari Badan Pertanahan Nasional yang melakukan pengecekan atau validasi atas proses penerbitan sertipikat hak milik, guna memastikan tanah terbebas dari sengketa.

The purpose of issuing a series of property rights by the National Land Agency should be to provide recognition and legal certainty to the community for land ownership. Indonesia adheres to a negative publication system, which means that the position of certificates and/or land rights can still be denied, In practice there are still land problems related to the issuance of certificates, even though they have gone through established procedures and/or regulations, to the process of issuing a certificate land may also be based on the authentic deed of the Land Deed-Making Officer, as an affirmation of a legal action related to the transfer of land rights. The issues raised in this study are about how there is an overlap of property rights certificates issued by the National Land Agency, which is made based on the deed of sale and purchase of the Land Deed Making Officer; and How is the legal certainty of the issuance of overlapping certificates of property rights by the National Land Agency. To answer these problems, normative juridical research methods with a prescriptive type of research are used. The result of the analysis is that the process of determining the boundaries of adjacent land plots by the National Land Agency has not been maximized, which is caused by one of the rights holders of the adjacent land not physically controlling the land, which in the future causes an overlap of part of the land area owned, with land owned by other parties, which is also based on the certificate of property rights issued by the National Land Agency, so as to obtain legal certainty against the overlapping certificate of property rights, pursued through litigation efforts, which then against land that is not legally recognized, it is proposed that the cancellation of legal products through the Head of the Land Office. The advice that can be given is to strengthen the role of the National Land Agency in issuing certificates and the establishment of a special field or function of the National Land Agency that checks or validates the process of issuing title certificates, in order to ensure that the land is free from disputes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Harmoko Awang
"Sengketa pertanahan umumnya terjadi karena adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual atau sebaliknya. Akan tetapi pada penelitian ini terdapat penipuan yang tidak hanya dilakukan salah satu pihak dalam perjanjian, melainkan salah satu pihak yaitu penjual yang bekerjasama dengan PPAT. Mereka  melakukan penipuan terhadap pembeli dengan membuat Akta Jual Beli dari sertipikat palsu sebagaimana dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 789/Pid.B/2021/PN.Sby. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas mengenai keabsahan Akta Jual Beli dan perlindungan hukum bagi pembeli tanah atas tindakan PPAT yang turut serta melakukan penipuan dalam pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen. Tipe penelitian yang digunakan adalah eksplanatoris dengan menganalisis data secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya tindakan PPAT yang turut serta melakukan penipuan dalam pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu menyebabkan Akta Jual Beli yang dibuatnya menjadi tidak sah. Tindakan yang dilakukan PPAT tersebut dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata yaitu dengan gugatan pembatalan perjanjian serta ganti rugi atas dasar perbuatan melanggar hukum sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pembeli tanah. Selain itu PPAT tersebut juga dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi kode etik. Diharapkan terdapat aturan hukum yang mewajibkan pembeli, penjual dan PPAT secara bersama-sama melakukan pengecekan sertipikat pada kantor pertanahan sebelum sertipikat dijadikan dasar pembuatan Akta Jual Beli. Hal ini  untuk mencegah terjadinya sengketa pertanahan berupa pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu.

Land disputes generally occur due to fraud committed by the buyer against the seller or vice versa. However, in this research there is a fraud that is not only done by one of the parties in the agreement but there is one parties that is the seller who cooperates with PPAT to commit fraud against the buyer by making the Sale and Purchase Deed based on counterfeit certificates as in the case of the Surabaya District Court Verdict Number 789/Pid.B/2021/PN.Sby. Therefore, this research will discuss the legality of the Sale and Purchase Deed and the legal protection for land buyers from the actions of PPAT who participated in committing fraud in making the Sale and Purchase Deed based on counterfeit certificates. The research method used in this thesis is normative juridical by using document study. The type of research used is explanatory by analyzing qualitatively. The result of this research shows that the PPAT was involved in committing fraud during the formulation of the Sale and Purchase Deed proceeding from the counterfeit certificates causing the Sale and Purchase Deed to be invalid. The actions taken by PPAT can be criminally prosecuted or a lawsuit for cancellation of the agreement and compensation can be filed on the basis of unlawful acts as a form of legal protection for the land buyers. In addition, the PPAT may also be subject to administrative sanctions and code of ethics sanctions. It is hope that there will be a legal rule that obligate the buyer, seller, and PPAT to check the certificate together at the land office before the certificate is used as the basis for composing Sale and Purchase Deeds to prevent land disputes such as composing Sale and Purchase Deeds Proceeds from counterfeit certificates."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandira Vinzka Cahyagita
"Penelitian ini membahas dan menganalisis mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah. Permasalahan dalam penelitian mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak serta bagaimana tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak tersebut. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya. PPAT seharusnya lebih cermat dan teliti dalam memeriksa dokumen sebelum pembuatan akta tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini bahwa PPAT membuat akta jual beli berdasarkan kuasa mutlak sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dikarenakan perbuatan tersebut merupakan penyelundupan hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis dan menelaah norma hukum yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak menjadi batal demi hukum dan Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dengan sanksi yang dapat diberikan.

This study discusses and analyzes the legal power of absolute power in the transfer of land rights. Problems in research regarding the legal power of absolute power of attorney and how is the responsibility of the Notary/PPAT regarding the sale and purchase deed made based on this absolute power of attorney. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or apartment ownership rights, or to make evidence regarding certain legal actions regarding land rights that will be used as the basis for registration. PPAT should be more careful and thorough in checking documents before making the deed. The main problem in this study is that the PPAT makes a sale and purchase deed based on absolute power of attorney so that the act is a prohibited act because the act is legal smuggling. The research method used in this research is normative juridical which is carried out by analyzing and examining relevant legal norms. The results of this study indicate that the transfer of land rights through a sale and purchase deed made based on absolute power of attorney is null and void and the Notary/PPAT must be responsible for the sanctions that can be given."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aulia
"Sebagai Pejabat Umum, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan jabatannya mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik yang berhubungan dengan tanah. Pada praktiknya masih terdapat PPAT yang melakukan kelalaian dan ketidaktelitian baik secara administratif maupun hukum, sehingga tidak jarang mengakibatkan kerugian. Seperti pelanggaran dalam proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada, tidak membacakan dan menjelaskan isi akta kepada para pihak. Salah satunya adalah dalam pembuatan akta hibah oleh PPAT yang mana pihak pemberi Hibah tidak dilibatkan, sesuai dengan yang akan penulis bahas dalam penelitian ini. Inilah yang seharusnya menjadi salah satu bagian dari tugas Majelis Pembina dan Pengawas (MPP) PPAT, seperti melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada PPAT sehingga dengan demikian MPP dapat menjadi sarana yang menjembatani kepentingan PPAT dengan Kantor Pertanahan, dan dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu peran MPP dalam mencegah terjadinya pelanggaran oleh PPAT dan akibat hukum terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran dalam proses pembuatan akta hibah. Untuk menjawab masalah yang dikaji, penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normative dengan tipe penelitian deskriptif-analitis. Berdasarkan hasil penelitian, peran MPP dalam melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran oleh PPAT yaitu melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap PPAT seperti melakukan kunjungan ke kantor PPAT dan sosialisasi kepada PPAT baik secara langsung maupun menyeluruh. Akibat hukum terhadap PPAT yang membuat akta hibah palsu, maka MPP dapat memberikan sanksi berupa sanksi administratif.

Land Deed Making Officials (PPAT) in carrying out their positions as public officials are given the authority to make authentic deeds related to land. In practice it is still found that PPAT commits negligence and inaccuracy both administratively and legally, so that it often results in losses. Such as violations in the process of making a deed that is not in accordance with existing regulations, not reading and explaining the contents of the deed to the parties. One of them is in making a grant deed by PPAT in which the grant giver is not involved, according to what the author will discuss in this study. This is what should be one part of the duties of the Supervisory and Supervisory Council (MPP) of PPAT, such as carrying out guidance and supervision of PPAT so that MPP can thus become a means of bridging the interests of PPAT with the Land Office, and can prevent or minimize the occurrence of violations committed by the PPAT. The problem raised in this study is the role of MPP in preventing violations by PPAT and the legal consequences for PPAT who violate the grant deed process. To answer the problems studied, the author uses a juridical-normative research method with a descriptive-analytical type of research. Based on the results of the study, the role of MPP in preventing violations by PPAT is to conduct guidance and supervision of PPAT such as visiting the PPAT office and outreach to PPAT both directly and thoroughly. The legal consequences for PPAT who make a fake grant deed, then the MPP can impose sanctions in the form of administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safiulloh
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dituntut bekerja secara teliti, saksama dan bertanggungjawab karena akta PPAT digunakan sebagai dasar bukti terjadinya suatu peralihan hak atas tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian terkait
kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 783/Pdt.G/2019/PN Mdn yaitu
mengenai pertimbangan Hakim yang menyatakan batalnya Akta Jual Beli. Oleh karena itu penelitian ini berupaya menganalisis dan menjawab permasalahan mengenai
pertanggungjawaban hukum PPAT atas akta jual beli tanah warisan yang dibuat tanpa diketahui ahli waris lainnya dan perlindungan hukum atas pembeli yang beritikad baik terhadap Akta Jual Beli yang dibatalkan oleh Hakim. Untuk menjawab permasalahan berdasarkan putusan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan tipologi penelitian eksplanatoris serta didukung dengan wawancara. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa PPAT bertanggung jawab secara perdata dan
administrasi atas kelalaiannya dalam pembuatan Akta Jual Beli yang berasal dari kewarisan tanpa diketahui oleh ahli waris lainnya. Berdasarkan Yurisprudensi dan ketentuan Pasal 1246, 1267, 1471 serta Pasal 1492 dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, apabila dibatalkannya perjanjian jual beli tanah terhadap pembeli yang beritikad baik berhak mendapat perlindungan hukum yaitu berupa ganti kerugian dari
objek jual beli tersebut. Pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor
783/Pdt.G/2019/PN Mdn telah memuat perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para ahli waris yang haknya terlanggar, akan tetapi belum mengakomodir perlindungan
kepada pihak pembeli karena pertimbangan Hakim pada putusan tersebut telah membatalkan Akta Jual Beli tanpa adanya penggantian kerugian yang seharusnya diterima oleh pembeli yang bertikat baik dari penjual serta PPAT.

The Land Deed Making Official (PPAT) is required to work carefully,
thoroughly and responsibly because the PPAT deed is used as the basis for evidence of a transfer of land rights. The problems raised in the research related to the case in the
District Court Decision Number 783/Pdt.G/2019/PN Mdn, namely regarding the judge's consideration which declared the cancellation of the Sale and Purchase Deed.
Therefore, this study seeks to analyze and answer the problem of how PPAT is legally responsible for the sale and purchase deed of inherited land made without the knowledge of the other heirs and how is the legal protection for buyers who have good
intentions against the Sale and Purchase Deed which was canceled by the Judge. To answer the problems based on the decision, normative juridical research methods and
descriptive analytical research typologies were used and supported by interviews. The results of this study indicate that PPAT is civilly and administratively responsible for its
negligence in making the Sale and Purchase Deed from inheritance without the
knowledge other heirs. Based on Jurisprudence and the provisions of Articles 1246, 1267, 1471 and Article 1492 in the Civil Code, if the sale and purchase agreement of land is canceled, a buyer with good intentions is entitled to legal protection in the form of compensation for the object of the sale and purchase. The judge's consideration in the decision Number 783/Pdt.G/2019/PN Mdn has contained legal protection and legal certainty for heirs whose rights have been violated, but has not accommodated
protection to the buyer because the judge's consideration in the decision has canceled the Sale and Purchase Deed without the existence of compensation that should be
received by the buyer in good faith from the seller and the PPAT.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynaldi Liwandi
"Peraturan yang berlaku dalam jual beli tanah yang objeknya berstatus Letter C adalah berdasarkan Hukum Tanah Nasional, yang dimana dianggap telah terjadi peralihan hak atas tanah dengan dilakukannya syarat terang dan tunai. Sehingga apabila proses jual beli baru didasarkan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli, belum terjadi peralihan hak atas tanah dari pihak penjual kepada pihak pembeli. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pertimbangan hukum dan putusan hakim terkait peralihan tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas dan perlindungan hukum yang seharusnya didapatkan pembeli tanah yang berstatus Letter C berdasarkan Akta Autentik Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notaris yang telah dibayar lunas dalam perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 538 K/Pdt/2022. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal dengan melakukan studi kepustakaan untuk mengolah data sekunder secara kualitatif. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa dalam melakukan pencatatan peralihan hak atas jual beli tanah yang belum bersertipikat harus dilakukan proses pendaftaran tanah terlebih dahulu melalui Kantor Kelurahan dan Kantor Pertanahan setempat berdasarkan kewenangannya masing-masing. Pembeli yang beritikad baik dalam melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas pernyataan yang diberikan oleh penjual terkait kebenaran data objek jual beli dan segala pengurusan lainnya hingga dapat dilakukannya penandatanganan Akta Jual Beli.

The regulations that apply in the sale and purchase of land whose object has Letter C status are based on the National Land Law, which is considered to have occured a transfer of land rights by carrying out clear and cash conditions. Therefore, if the buying and selling process is based on a sale and purchase binding agreement, there has not been a transfer of land rights from the seller to the buyer. The problem raised in this research are legal considerations and judge’s decisions regarding land transfers based on the Sale and Purchase Binding Agreement and the legal protection that should be obtained by the land buyer with Letter C status based on the Authentic Deed of the Notary Sale and Purchase Binding Agreement which has been fully paid in the case of Supreme Court Decision Number 538 K/Pdt/2022. The method used in this research is doctrinal by conducting literature studies to process secondary data qualitatively. From this research, it was found that in recording the transfer of rights to the sale and purchase of land that has not been certified, the land registration process must be carried out first through the District Office and Local Land Office based on their respective authorities. A buyer who has good faith in entering into the Sale and Purchase Binding Agreement has the right to obtain legal protection for statements given by the seller regarding the validity of the data on the object of sale and purchase and all other arrangements until the signing of the Deed of Sale and Purchase can be carried out.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>