Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182613 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Ratna Adila
"Hibah adalah salah satu cara mengalihkan hak atas tanah. Dalam prakteknya di desa banyaknya orang yang memilih hibah sebagai cara pengalihan hak atas tanah karena dinilai lebih mudah dan hemat biaya. Terhadap desa atau kecamatan yang tidak memiliki seorang PPAT untuk membuat akta hibah, pemerintah dapat mengangkat camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS). Tak jarang PPATS melakukan kesalahan ataupun kelalaian dalam penerbitan akta hibah yang menyebabkan akta hibah cacat hukum. Akibatnya akta hibah menjadi bermasalah dan timbul gugatan pembatalan akta hibah. Adapun dalam putusan ini yang menjadi masalah adalah terdapat seorang kurandus yang menghibahkan hak atas tanahnya kepada kuratornya di hadapan seorang PPATS di Desa Talkandang Kabupaten Situbondo. Terlebih, hibah telah dilaksanakan dua kali dan saat ini ada pada pemegang hibah kedua. Salah satu ahli waris yang saat ini menjadi kurator baru menuntut pembatalan hibah. Hal yang menjadi pembahasan dari penelitian ini adalah terkait tindakan kelalaian dari PPATS dalam membuat akta hibah yang membiarkan seorang kurandus menghibahkan tanah kepada kuratornya dan perlindungannya terhadap pemegang hibah kedua beritikad baik. Pada akhirnya Putusan Pengadilan Agama Situbondo Nomor: 818/Pdt.G/2020/PA.Sit,  yang dikuatkan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam putusannya nomor: 504/Pdt.G/2021/PTA.Sby dan putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 640/K/Ag/2021 menyatakan hibah batal dan objek hibah harus dikembalikan tanpa adanya penggantian kepada pemegang hibah kedua. Penelitian ini menggunakan tipologi preskriptif yang akan mendeskripsikan masalah sekaligus mencari pemecahan masalah atas keabsahan atas akta, tanggung jawab dari PPATS serta mengkritisi pertimbangan hakim yang dirasa kurang memberi perlindungan hukum terhadap penerima hibah kedua.

Grants is one way of transferring land rights. Practically in villages, many people choose grants as a way of transferring land rights because they are considered to be easier and more cost-effective. Around villages or sub-districts that do not have a Land Deed Maker Officer (LDMO) to make a grant deed, the government can appoint a camat as the Temporary Land Deed Making Officer (TLDMO). It is not uncommon for TLDMO to make mistakes or negligence in issuing a grant deed which causes the grant deed to be legally flawed. As a result, the grant deed became legally problematic and a lawsuit arose because of the cancellation of the grant deed. In this study case, there was a problem between a curandus who granted his land rights to his curator. The deed was made by TLDMO in Talkandang Village, Situbondo Regency. Moreover, the grant has been implemented twice and is currently in the holder of the secondary grant holder. One of the heirs who is currently the new curator is demanding the cancellation of the grant. The subject matter of this research is related to the act of negligence and a possibility of crime act by TLDMO in the making of a grant deed that allowed a curandus to grant a land to his curator and its protection for the secondary grant holder. At the end, the Situbondo Religious Court Decision Number: 818/Pdt.G/2020/PA.Sit, which was upheld by the Surabaya Religious Higher Court in its Decree Number: 504/Pdt.G/2021/PTA.Sby and the Supreme Court of the Republic of Indonesia's Decree Number: 640/K/Ag/2021 states that the grant is void and the object of the grant must be returned to the current curator and without any replacement to the secondary grant holder. This research uses a prescriptive typology that will describe the problem as well as to find a solution of the problem concerning the validity of the deed, the responsibility of the TLDMO and criticizing the opinion of judges who are deemed to lack legal protection for the secondary grant holder."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Garindya
"Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara atau PPATS seharusnya melakukan pembacaan dan penandatanganan Akta Hibah di hadapan para penghadap dan saksi-saksi dalam waktu yang bersamaan. Agar akta tersebut tidak menjadi cacat hukum yang dapat dibatalkan oleh pengadilan sehingga menyebabkan kerugian bagi penerima hibah. Kelalaian atau kesalahan PPAT dalam pelanggaran kewajiban dan/atau kewenangan dapat menimbulkan kerugian bagi penghadap oleh karenanya PPAT dapat dituntut pertanggungjawaban dihadapan pihak yang berwenang. Hal ini sebagaimana tercermin pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 970 K/PDT/2019. Penelitian ini membahas tentang akibat Hukum dari Akta Hibah dengan prosedur cacat hukum, tanggung jawab PPATS dalam membuat Akta Hibah dengan prosedur cacat hukum yang berakibat batalnya sertipikat hak milik, dan perlindungan hukum bagi penerima hibah akibat akta hibah dengan prosedur cacat hukum. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Hasil penelitian ini adalah pembatalan akta hibah yang mengakibatkan pembatalan sertipikat hak milik. Tanggung jawab PPATS selain diberi sanksi juga tidak menutup kemungkinan dapat digugat oleh pihak yang dirugikan untuk mengganti rugi materil maupun non materil. Perlunya kerjasama bersinergi antara pemerintah dan PPAT termasuk IPPAT perlu untuk dapat melaksanakan pembinaan tersebut secara maksimal agar tidak terulang kasus diatas. Serta perlu prosedur khusus untuk putusan pengadilan yang sudah memutuskan bahwa PPATS telah melanggar prosedur dan kewajibannya agar otomatis diberikan sanksi langsung tanpa harus melakukan pengaduan terlebih dahulu.

The Official Making the Temporary Land Deed or (PPATS) should read and sign the Deed of Grant in front of the appearers and witnesses at the same time. So that the deed does not become a legal defect that can be canceled by the court, causing losses to the grantee. Negligence or error of PPAT in violation of obligations and/or authority can cause harm to the appearer, therefore PPAT can be held accountable before the authorized party. This is reflected in the case in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 970 K/PDT/2019. This study discusses the legal consequences of the Grant Deed with a legally flawed procedure, the responsibility of PPATS in making the Grant Deed with a legally flawed procedure that results in the cancellation of the certificate of ownership, and legal protection for grantees due to the grant deed with a legally flawed procedure. To answer these problems, a normative juridical research method with an explanatory typology is used. The result of this research is the cancellation of the grant deed which results in the cancellation of the certificate of ownership. The responsibility of PPATS in addition to being sanctioned also does not rule out the possibility of being sued by the aggrieved party for material and non-material compensation. The need for synergistic cooperation between the government and PPAT including IPPAT needs to be able to carry out the guidance to the maximum so that the above case does not repeat itself. And special procedures are needed for court decisions that have decided that PPATS has violated its procedures and obligations so that they will automatically be given direct sanctions without having to file a complaint first. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Nurpadaniah
"Penelitian ini menganalisis tentang akibat hukum dan tanggung jawab PPATS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat menyebabkan kerugian kepada pihak. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini berdasarkan Putusan Nomor 970 K/Pdt/2019 mengenai akibat hukum dan tanggung jawab PPATS terhadap pembatalan akta hibah. Salah satu cara seseorang mengalihkan haknya secara hukum yaitu dengan hibah dengan dibuatkan akta hibah di hadapan PPAT dalam hal ini PPATS. Pemberian hibah dapat diberikan apabila tidak melanggar bagian ahli waris yang telah ditentukan dalam undang-undang, yang dimana bagian ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) dan jika dilanggar maka ahli waris dapat menuntut haknya. Dalam hal ini, PPATS tidak membacakan akta, hanya dihadiri oleh satu orang saksi, tidak ditandatangani oleh PPATS pada saat itu juga dan tidak ada persetujuan dari para ahli waris yang menyebabkan melanggar peraturan perundang-undangan jabatan PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif analitis dengan data sekunder. Akta hibah yang dibuat PPATS yang mengalami cacat secara hukum yang menyebabkan aktanya batal demi hukum. Perbuatan PPATS ini dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan secara perdata dengan sanksi berupa teguran tertulis dan ganti kerugian

This study analyzes the legal consequences and responsibilities of temporary land deeds that violate the provisions of laws and regulations and can cause parties losses. The issues raised in this study are based on Decision Number 970 K /Pdt/ 2019 regarding the legal consequences and responsibility of temporary PPAT for the cancellation of grant deeds. One of the ways a person transfers his rights legally is by a grant by making a grant deed before the PPAT in this case a temporary PPAT. Grants may be granted if they do not violate the share of heirs specified in the statute, whereby the statutory share of the heirs has an absolute share (legitime portie) and if violated then the heirs can claim their rights. In this case, the PPAT temporarily did not read out the deed, was only attended by one witness, was not signed by the temporary PPAT at that time and there was no approval from the heirs which led to the violation of the laws and regulations of the PPAT position. This research uses normative juridical research methods that are descriptive and analytical with secondary data. The legal materials used in this study are divided into three: primary legal sources consisting of civil law books, secondary legal sources consisting of legal journals, and tertiary legal sources consisting of legal dictionaries. The data analysis method used in this study is qualitative, namely data compiled in the form of narratives. A grant made by a temporary PPAT that is legally flawed causes the deed to be null and void. The actions of this temporary PPAT can be held administratively and civilly liable with sanctions in the form of written reprimands and compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashilah Chalista
"Jual beli tanah yang dilakukan secara lisan seringkali masih ditemui dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya masyarakat pedesaan yang belum terdapat banyak PPAT di daerahnya. Peralihan hak atas tanah secara lisan dapat menimbulkan berbagai permasalahan di kemudian hari oleh karena minimnya bukti-bukti yang dapat menerangkan mengenai peristiwa tersebut. Salah satu permasalahan yang dapat timbul adalah ketika kemudian hari ternyata pembeli ingin menghibahkan hak atas tanah di hadapan PPAT. Dalam penelitian ini dianalisis dan ditelaah mengenai kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan secara lisan ketika akan dilakukan peralihan hak setelahnya, keabsahan pembuatan akta hibah oleh PPAT Sementara, serta pertanggungjawaban dibatalkannya akta hibah dengan menggunakan studi kasus dalam Putusan Nomor 95 K/Pdt/2021. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan tipe penelitian perskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan secara lisan mengikat para pihak secara terbatas. Tidak adanya alat bukti yang dimiliki menjadikan jual beli tidak mempunyai kekuatan hukum di muka pengadilan. Penghibahan yang dilakukan juga tidak sah oleh karena tidak terpenuhinya persyaratan-persyaratan hibah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PMNA No 3 Tahun 1997. PPAT Sementara yang menerbitkan akta hibah hanya berlandaskan pada SPPT PBB yang dimiliki oleh pemberi hibah, padahal SPPT PBB bukanlah bukti kepemilikan hak atas tanah. Atas hal tersebut, PPAT Sementara dapat dimintai pertanggungjawaban, baik dalam aspek perdata maupun secara administratif.

The oral land transactions are still often encountered in community life, especially in rural areas where there are not many Land Deed Officials (PPAT) available. The transfer of land rights orally can lead to various issues in the future due to the lack of evidence that can explain the event. One of the issues that may arise is when, in the future, the buyer wishes to donate the land rights through PPAT. In this research, an analysis and examination were conducted regarding the legal validity of land transactions conducted verbally when transferring ownership rights thereafter, the validity of the process carried out by the Temporary Land Deed Official (PPAT Sementara) in the creation of a deed of gift, and the accountability for the cancellation of the deed of gift using a case study in Decision Number 95 K/Pdt/2021. This study employs a doctrinal method with a descriptive research type. The results indicate that land transactions conducted verbally bind the parties involved to a limited extent. The lack of supporting evidence renders such transactions unjustifiable in court. The act of giving is also deemed invalid due to the failure to fulfill the requirements for a gift as stipulated in Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration and PMNA No. 3 of 1997. The PPAT Sementara issuing the deed of gift is solely based on the Land and Building Tax Payment Receipt (SPPT PBB) held by the donor, although the SPPT PBB does not serve as proof of ownership rights to the land. Therefore, the PPAT Sementara can be held accountable, both in terms of private law and administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan A Boenjamin
"Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian yang mengikat para pihak untuk melakukan jual beli dikemudian hari manakala terdapat kondisi yang menghalangi terlaksananya jual beli secara seketika. Perjanjian jual beli seyogyanya dibuat secara notaril untuk dapat lebih menjamin kepastian hukum dan kepastian pembuktian diantara para pihak. Namun pembuatan perjanjian pengikatan jual beli secara notaril menjadi tidak bermanfaat manakala notaris tidak melaksanakan jabatannya dengan seksama dan tidak memenuhi syarat verlijden dalam pembuatan akta. Dari situ maka perlu ditelaah lebih lanjut perihal akibat hukum dan pertanggungjawaban notaris berkaitan dengan autentisitas akta perjanjian pengikatan jual beli yang tidak dibacakan yang selanjutnya dikaitkan dengan kesesuaian putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 351 Pk/Pdt/2018 terhadap pertanggungjawaban notaris atas akta yang tidak dibacakan sesuai dengan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan perundang-undangan. Penulisan tesis ini berbentuk penelitian hukum yuridis normatif yakni dengan metode kualitatif untuk menganalisis data dan tipe penelitian deskriptif analitis. Dari penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa perjanjian jual beli tetap berlaku sah dan mengikat bagi para sepanjang perjanjian tersebut ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Dengan tidak dipenuhinya syarat formil suatu akta autentik, maka hal tersebut akan menyebabkan akta perjanjian pengikatan jual beli menjadi akta dibawah tangan dan kehilangan kekuatan pembuktian sempurna suatu akta autentik. Dalam hal terjadi pelanggaran oleh notaris dalam proses pembuatan akta autentik, maka para pihak dapat mengajukan gugatan kepada notaris untuk meminta pertanggungjawaban secara perdata dan secara adminsitratif. Gugatan kepada notaris sebaiknya dilaksanakan setelah adanya putusan yang menyatakan batalnya akta notaris yang disebabkan karena ketidak telitian notaris didalam pembuatan akta.

A pre-sale agreement is an agreement that binds the parties to make a sale later on while there are conditions that prevent the execution of the sale and purchase for a while. The sale and purchase agreement should be made notarized to be able to better guarantee legal certainty and certainty of proof between the parties. However, the making of a notarial advance purchase agreement becomes useless while the notary does not perform his department properly and does not meet the verlijden conditions in the making of the act. From there, it is necessary to study further on the legal consequences and liability of the notary in relation to the authenticity of the act of sale and purchase agreement, which is further related to the suitability of the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 351 Pk / Pdt / 2018 on the notary's liability with with the Laws of the Notary Department and legislation. The writing of this thesis is in the form of normative juridical law research with qualitative methods to analyze data and types of analytical descriptive research. From the research that has been done, it is known that the sale and purchase agreement remains valid and binding for those as long as the agreement is signed by the parties who made it. By not fulfilling the formal requirements of an authentic act, then it will cause the deed of sale and purchase agreement to be an act under hand and lose the power of perfect proof of an authentic act. In the event of a breach by a notary in the process of making an authentic deed, then the parties may file a lawsuit against the notary to seek civil and administrative responsibility. A lawsuit against a notary should be carried out after a decision stating the annulment of a notary deed caused due to notary scrutiny in the making of the deed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Dwi Cahyani Fauzal
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam membuat Akta jual Beli (AJB) walaupun hanya bertanggung jawab atas kebenaran formil, namun masih kerap terkena permasalahan terkait kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Dalam tesis ini terdapat kasus, pemilik objek yang sah tidak pernah mengetahui dan menghadap PPAT untuk membuat AJB, namun telah dicatutkan nama pemilik objek sebagai penjual dalam akta. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu akibat hukum atas pembuatan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tanpa persetujuan pemilik objek dan pertanggungjawaban PPAT atas pembuatan akta jual beli yang yang dibuat tanpa persetujuan pemilik objek. Pembahasan penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan analisis Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1337 K/Pdt/2019. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian preskriptif dan metode analisis data kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa akibat hukum atas akta yang tidak memenuhi syarat subjektif dan objektif perjanjian, serta syarat materiil jual beli yaitu batal demi hukum. Kemudian, PPAT dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana, dan administratif atas perbuatannya. Saran yang dapat diberikan yaitu perlunya PPAT untuk hati-hati, cermat, dan teliti dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, perlu pengaturan lebih jelas terkait penyalahgunaan identitas dalam proses pembuatan akta PPAT.

The Land Deed Making Official (PPAT) in making the Sale and Purchase Deed (AJB) although only responsible for the formal truth, is still often exposed to problems related to the material truth of the deed he made. In this thesis there is a case where the legal owner of the object has never known and faced PPAT to make an AJB, but the name of the owner of the object as the seller has been included in the deed. The problem in this study is the legal consequences of making a deed of sale and purchase made by PPAT without the consent of the object owner and PPAT's responsibility for making a deed of sale and purchase made without the consent of the object owner. The discussion of this research was carried out by means of a literature study and analysis of the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1337 K/Pdt/2019. To answer these problems, normative juridical research methods are used with prescriptive research types and qualitative data analysis methods. The results of the analysis show that the legal consequences of the deed that do not meet the subjective and objective requirements of the agreement, as well as the material requirements of the sale and purchase, are null and void. Then, PPAT can be held accountable in civil, criminal, and administrative ways for their actions. Suggestions that can be given are the need for PPAT to be careful, thorough, and thorough in carrying out their duties. In addition, clearer regulation is needed regarding the misuse of identity in the process of making the PPAT deed.Kata kunci: PPAT, the sale and purchase deed, unlawful act"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Bella Permatasari
"Sebagaimana diketahui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Notaris merupakan
suatu profesi dan pejabat umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa pembuatan akta autentik berkaitan dengan objek tanah dengan kekuatan
pembuktian sempurna serta melakukan kegiatan pendaftaran tanah sebagai bukti telah
dilakukannya perbuatan hukum tertentu. Namun, dalam praktiknya terdapat beberapa
permasalahan seperti dalam Putusan Nomor 103/Pdt.G/2020/PN.Kpn dimana PPAT
sementara yang membuat akta hibah pada tahun 1990 (seribu sembilan ratus sembilan
puluh) antara Sulaiman dan Machrus dan baru disahkan oleh Pengadilan Agama Malang
pada tahun 2017 (dua ribu tujuh belas). Ternyata, pada tahun 1997 (seribu sembilan ratus
sembilan puluh tujuh) telah dibuat akta penerimaan harta peninggalan oleh notaris NM
dan tahun 2009 (dua ribu sembilan) dibuat akta pengikatan jual beli oleh notaris BB
dengan pihak yang tidak berwenang atas objek tersebut. Menarik untuk dikaji lebih lanjut,
bagaimana kekuatan dan keabsahan terhadap akta hibah yang dibuat oleh PPAT
sementara dan baru disahkan Pengadilan Negeri Kepanjen setelah terjadi pembuatan aktaakta lain oleh notaris serta akibat hukum terhadap akta-akta tersebut serta bagaimana
tanggung jawab notaris dan keabsahan terhadap akta-akta yang dibuat padahal objek
tanah tersebut dimiliki oleh pihak lain. Berdasarkan metode penelitian normatif
mempergunakan data sekunder, melalui studi kepustakaan, diperoleh hasil bahwa akta
hibah yang dibuat oleh PPAT sementara tersebut adalah sah dan mengikat secara hukum
karena telah memenuhi syarat objektif dan subjektif hibah maupun perjanjian. Serta aktaakta yang dibuat oleh notaris tidak sah dan batal demiSebagaimana diketahui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Notaris merupakan
suatu profesi dan pejabat umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa pembuatan akta autentik berkaitan dengan objek tanah dengan kekuatan
pembuktian sempurna serta melakukan kegiatan pendaftaran tanah sebagai bukti telah
dilakukannya perbuatan hukum tertentu. Namun, dalam praktiknya terdapat beberapa
permasalahan seperti dalam Putusan Nomor 103/Pdt.G/2020/PN.Kpn dimana PPAT
sementara yang membuat akta hibah pada tahun 1990 (seribu sembilan ratus sembilan
puluh) antara Sulaiman dan Machrus dan baru disahkan oleh Pengadilan Agama Malang
pada tahun 2017 (dua ribu tujuh belas). Ternyata, pada tahun 1997 (seribu sembilan ratus
sembilan puluh tujuh) telah dibuat akta penerimaan harta peninggalan oleh notaris NM
dan tahun 2009 (dua ribu sembilan) dibuat akta pengikatan jual beli oleh notaris BB
dengan pihak yang tidak berwenang atas objek tersebut. Menarik untuk dikaji lebih lanjut,
bagaimana kekuatan dan keabsahan terhadap akta hibah yang dibuat oleh PPAT
sementara dan baru disahkan Pengadilan Negeri Kepanjen setelah terjadi pembuatan aktaakta lain oleh notaris serta akibat hukum terhadap akta-akta tersebut serta bagaimana
tanggung jawab notaris dan keabsahan terhadap akta-akta yang dibuat padahal objek
tanah tersebut dimiliki oleh pihak lain. Berdasarkan metode penelitian normatif
mempergunakan data sekunder, melalui studi kepustakaan, diperoleh hasil bahwa akta
hibah yang dibuat oleh PPAT sementara tersebut adalah sah dan mengikat secara hukum
karena telah memenuhi syarat objektif dan subjektif hibah maupun perjanjian. Serta aktaakta yang dibuat oleh notaris tidak sah dan batal demi hukum karena tidak memenuhi
syarat-syarat dan notaris tersebut bertanggungjawab secara administratif, pidana, maupun
perdata.

Land Deed Officials (PPAT) and Notaries are a profession and public officials authorized in providing services to the community in the form of making authentic deeds related to land objects that have conclusive evidentiary power and also carrying out land registration activities as the evidence that certain legal actions have been executed. However, in practice there are several problems arises, such as in Decision Number 103/Pdt.G/2020/PN.Kpn in which the temporary PPAT has drawn up the Deed of Grant in 1990 (one thousand nine hundred and ninety) by and between Sulaiman and Machrus which further ratified by Malang Religious Court in 2017 (two thousand and seventeen). Apparently, in 1997 (one thousand nine hundred ninety-seven) Deed of Acceptance of Inheritance has been drawn up by notary NM and in 2009 (two thousand and nine) a Deed of Binding of Sale and Purchase was drawn up by notary BB between a party who was not authorized to the object. It is interesting to be further discussed, how is the legal force and the validity of the Deed of Grant which is drawn up by the temporary PPAT and has just been approved by the Kepanjen District Court subsequent to the making of other deeds by a notary and the legal consequences of these deeds and how the notary's responsibilities and the validity of the executed deeds even though the land object is owned by another party. Based on the normative research method using secondary data, through a literature study, it was concluded that the Deed of Grant which drawn up by the temporary PPAT is valid and legally binding because it has fulfilled the objective and subjective requirements of the grant and agreement. And the deeds which drawn up by the notary are invalid and null and void because they do not meet the requirements and the notary shall be liable subjected to administrative, criminal, and civil law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handayani Dyah Puspitasari
"Penelitian ini membahas mengenai peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh/di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) baik melalui hibah maupun yang lainnya harus dilakukan secara jelas. Perbuatan hukum yang melibatkan kepemilikan hak atas tanah harus dilakukan dengan akta PPAT. Dalam pembuatan akta, para pihak harus secara aktif menyatakan secara jelas hal-hal yang menjadi kesepakatan dua belah pihak yang mendasari dilakukannya kesepakatan tersebut. Hal ini guna memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan kepada kedua belah pihak yang bersepakat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai 1) Kekuatan hukum Akta Hibah Nomor : 23/V/KOB/2005 yang akan ditarik kembali oleh pemberi hibah; 2) Peran dan tanggungjawab  PPAT terhadap akta hibah yang dikeluarkannya; 3) Upaya penerima hibah untuk mempertahankan kepemilikan hak atas tanahnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif sehingga dalam penelitian ini digunakan logika yuridis. Adapun Analisa data yang dilakukan secara perspektif. Hasil analisis yang diperoleh menyatakan bahwa; 1) Akta Hibah Nomor : 23/V/KOB/2005 yang dikeluarkan oleh PPAT SJM termasuk kedalam akta autentik, yang mana akta tersebut dapat menjadi bukti yang kuat atas kepemilikan hak atas tanah dan menjadi dasar kuat atas perubahan terhadap kepemilikan hak atas tanah. 2) SJM sebagai PPAT yang membuat akta hibah, atas permintaan kedua belah pihak bertindak sesuai dengan peran dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dalam pembuatan Akta Hibah Nomor: 23/ V/KOB/2005. 3) Akta Hibah tersebut menjadi alat bukti yang kuat bagi penerima hibah untuk mempertahankan hak atas tanah yang telah diterimanya berdasarkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemberi hibah dan penerima hibah terhadap Tanah Hak Milik tersebut. Penandatanganan oleh para penghadap di hadapan Pejabat berwenang dalam pembuatan akta hibah tersebut adalah mutlak dan memberikan kekuatan pembuktian yang kuat, dalam hal ini PPAT SJM.

This study discusses abaut the transition of land rights undertaken by/in front of PPAT both through grants and others must be done clearly and clearly. Legal action involving ownership of land rights must be done with a PPAT deed. In making the deed, the parties must actively state clearly the matters that are the two parties' agreement underlying the agreement. This is to provide legal certainty and protection to both parties. As for the problems raised in this study regarding 1) The legal power of the Grant Act Number: 23/V/KOB/2005 which will be withdrawn by the grantor; 2) The role and responsibility of the PPAT for the grant certificate issued; 3) The efforts of the grantee to maintain ownership of his land rights. To answer these problems, a method of normative legal research is used so that in this study juridical logic is used. The data analysis is done in perspective. The results of the analysis stated; 1) That the Grant Act Number: 23/V/KOB/2005 issued by PPAT SJM was included in the authentic deed, which can be solid evidence of ownership of land and is a strong basis for changes to the ownership of land. 2) SJM as the PPAT who created the grant certificate, at the request of both parties acted according to the role and responsibility are given to him in the creation of the Grant Certificate Number: 23/V/KOB/2005. 3) The Grant Certificate is a powerful tool of evidence for the grantee to defend the rights to the land he has received based on legal actions undertaken by the grantee and the grantee against the Land of Property. Signing by the respondents before the authorities in the form of the grant certificate is absolute and provides strong proof of power, in this case, PPAT SJM."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ijmatul Murtika
"Dalam proses pembuatan akta wasiat umum di hadapan notaris berlaku ketentuan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 (UUJN) dan juga ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPer). Dalam kedua peraturan tersebut bisa saja terdapat ketentuan yang berbeda, salah satunya ketentuan syarat saksi dalam sebuah proses pembuatan akta. Dalam KUHPer karyawan notaris dilarang untuk menjadi saksi dalam proses pembuatan akta wasiat, sedangkan dalam UUJN tidak ada larangan tersebut. Pelanggaran terhadap kedua ketentuan tersebut mempunyai akibat yang berbeda. Jadi, harus dipahami ketentuan manakah yang berlaku dalam pembuatan akta wasiat di hadapan notaris. Salah satu kasus yang berkaitan adalah dalam kasus Putusan Mahkamah Agung No. 400K/Pdt/2018 dimana akta wasiat dalam kaus tersebut telah dibatalkan dengan alasan melanggar ketentuan KUHPer. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana keabsahan saksi dalam proses pembuatan akta wasiat yang dilakukan di hadapan notaris dan bagaimana akibat terhadap pelaksana wasiat atas akta wasiat yang dibatalkan oleh Pengadilan dalam kasus Putusan No. 400K/Pdt/2018. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian berbentuk yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa saksi akta dalam pembuatan akta wasiat dalam Kasus di atas tidaklah sah karena tidak memenuhi syarat yang diatur dalam KUHPer dan hanya memenuhi syarat dalam UUJN. Padahal KUHPer merupakan lex specialis dari ketentuan dalam UUJN sehingga pelanggaran ketentuan tersebut menyebabkan akta wasiat tersebut menjadi batal. Akibat hukum dari pembatalan tersebut adalah pengangkatan pelaksana wasiat di dalamnya juga menjadi batal sehingga pelaksana wasiat tersebut tidak mempunyai kewenangan lagi untuk mengurus harta pewaris. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah notaris harus selalu memperhatikan peraturan perundang-undangan lainnya selain UUJN dikarenakan bisa saja terdapat peraturan lain yang berlaku sebagai lex specialis dari ketentuan dalam UUJN.

In the process of making a general testament deed in front of a notary public, the provisions in Law No. 2 of 2014 jo. Law No. 30 of 2004 (UUJN) and also provisions in the Civil Code (KUHPer). There might be different provisions in both regulations, one of which is the provision of witness conditions in a process of making a deed. In the Criminal Code, notary employees are prohibited from being witnesses in the process of making a testament, while in the UUJN there is no such prohibition. Breach on both, of the two provisions have different consequences. So, it must be acknowledged which provision apply in making a testament in front of a notary. One of the related cases is in the case of the Supreme Court Decision No. 400K/Pdt/2018 where the testament of the case has been canceled for the reason that it violates the provisions of the KUHPer. Therefore, the questions raised in this study are how the witness's validity in the process of testament making is carried out in front of a notary and how the consequences of the testament executor of the court-canceled testament (refer to the case of Decision No. 400K / Pdt / 2018)This research is conducted using a normative juridical research method with analytical descriptive research type.
The conclusion of this study is that the deed's witness in making the deed in the case above is not valid because it does not meet the conditions set out in the Criminal Code and only meets the requirements in the UUJN. Even though the KUHPer is a lex specialis of the provisions in the UUJN so that the violation of these provisions cause the testament to be canceled. The legal effect of the cancellation is that the appointment of the executor in it also becomes null and void so that the executor of the testament does not have the authority to take care of the property of the heir. Suggestions that can be given from this research are notaries must always pay attention to other laws and regulations besides UUJN because there may be other regulations that apply as lex specialis from the provisions in UUJN."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Adam
"Penulisan ini membahas tentang pembatalan akta jual beli oleh Pengadilan Negeri Batam, dimana salah satu pihak melakukan penyalahgunaan keadaan yang merupakan salah satu unsur dalam perbuatan cacat kehendak. Penyalahgunaan keadaan ini mengandung dua unsur yaitu unsur kerugian bagi pihak yang satu dan unsur yang timbul karena sifat perbuatan, yakni penyalahgunaan keunggulan ekonomi dan keunggulan kejiwaan. Adapun permasalahan yang diangkat adalah bagaimana akibat hukum terhadap akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan serta tanggung jawab PPAT terhadap akta tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan melakukan pendekatan bahan kepustakaan atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Adapun analisa data dilakukan secara preskriptif analitis. Hasil penelitian ini, penyalahgunaan keadaan merupakan cacat kehendak yang membuat tidak terpenuhinya syarat subjektif dari suatu perjanjian. Ini berakibat sebuah perjanjian dapat dibatalkan sepanjang dimintakan oleh pihak yang berkepentingan. Dengan begitu, PPAT dalam menjalankan jabatannya wajib mengedapankan sikap kehati-hatian agar akta yang dibuatnya terbebas dari unsur penyalahgunaan keadaan.
Kata kunci: akta; cacat kehendak; penyalahgunaan keadaan

This writting discusses the cancellation of the sale and purchase deed by the Batam District Court, where one of the parties committed abuse of the situation which is one of the elements in the act of disability. Abuse of this situation contains two elements, namely the element of loss for one party and the element that arises due to the nature of the act, namely the abuse of economic advantage and psychological advantage. As for the problem raised is how the legal consequences of the act made by the Land Deed Making Officer (LDO) which contains elements of abuse of circumstances and the responsibility of LDO to the act. To answer these problems, normative legal research methods are used by approaching the library materials or secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The data analysis is done prescriptively analytically. As a result of this research, abuse of circumstances is a defect of will that makes the non-fulfillment of subjective requirements of an agreement. This results in an agreement being revoked as long as requested by the stakeholders. Thus, LDO in carrying out its duties must develop a cautious attitude so that the act he made is free from the element of abuse of the situation.
Keywords: deed; defect of will; abuse of circumstances"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>