Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132410 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Carolina
"Kepastian hukum dalam setiap peralihan tanah sebagai akibat dari transaksi jual beli hak atas tanah sangatlah penting. Oleh karena itu, Undang-Undang Pokok Agraria mewajibkan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli tersebut. Pada prakteknya, di Kecamatan Bermani Ulu Kabupaten Rejang Lebong terdapat praktek jual beli tanah yang belum bersertipikat. Tanah yang belum bersertipikat adalah tanah yang sama sekali belum pernah didaftarkan di kantor pertanahan. Praktek jual beli tersebut banyak dilakukan dihadapan kepala desa bersifat tunai, nyata dan terang. Tesis ini membahas bagaimana proses pencatatan kepemilikan hak atas tanah berdasarkan Surat Keterangan Kepala Desa serta kekuatan hukum terhadap surat keterangan tanah tersebut jika dibandingkan denga akta yang dikeluarkan PPAT. Metode yang digunakan adalah metode yuridis empiris dan spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat preskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses pencatatan kepemilikan hak atas tanah pada Desa Kampung Melayu terbilang mudah yaitu dengan menghadapnya para pihak kepada kantor desa beserta saksi-saksi lalu kemudian dilakukan pengukuran batas- batas tanah oleh kepala dusun, baru kemudian kemudian kepala Desa mengeluarkan Surat Keterangan Pemindahan Hak. Kedudukan surat jual beli di bawah tangan itu sepanjang menurut Kepala Kantor Pertanahan adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka ia dapat dijadikan dasar untuk melakukan pendaftaran tanah pertama kali dan pastinya harus dilengkapi dokumen pendukung lainnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam Peraturan KBPN Nomor 1 Tahun 2010.

Legal certainty in any transfer of land as a result of buying and selling transactions of land rights is very important. Therefore, the Basic Agrarian Law obliges to register the transfer of rights due to such sale and purchase. In practice, in Bermani Ulu District, Rejang Lebong Regency, there is a practice of buying and selling land that has not been certified. Land that has not been certified is land that has never been registered at the land office. The practice of buying and selling is mostly carried out in front of the village head in cash, real and clear. This thesis discusses the process of recording land ownership rights based on a village head's certificate and the legal force of the land certificate when compared to the deed issued by the PPAT. The method used is empirical juridical method and the specifications used in this study are analytical prescriptive. Based on the results of the research, it can be seen that the process of recording ownership of land rights in Kampung Melayu Village is fairly easy, namely by facing the parties to the village office along with witnesses, then measuring the boundaries of the land by the head of the hamlet, then the village head issues a Certificate of Transfer of Rights. The position of the sale and purchase letter under the hand, as long as according to the Head of the Land Office it is correct and can be accounted for, then it can be used as a basis for conducting the first land registration and of course it must be equipped with other supporting documents as mentioned in KBPN Regulation Number 1 of 2010."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Guntur Priyombodo
"ABSTRAK
Sebagai peraturan pelaksanaan UUPA dan penyempurna Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961, sesungguhnya PP 24/1997 dapat memberikan kepastian hukum
bagi pihak-pihak yang memiliki dan menguasai tanah dengan itikad baik. Pengadilan
merupakan langkah hukum terakhir jika terjadi perselisihan tentang hak atas tanah setelah
penyelesaian dengan cara musyawarah atau mediasi tidak menyelesaikan permasalahan.
Penelitian ini bermaksud melakukan pengkajian atas permasalahan kekuatan hukum
sertipikat yang yang diproses melalui Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan PPAT, Surat
Keterangan Hibah yang tidak didaftarkan di Kantor Pertanahan serta Sertipikat Hak Atas
Tanah No. 2150/Lkp dan Akta Jual Beli tanah tersebut yang dibatalkan dalam Putusan
Pengadilan Tinggi Tanjung Karang No. 40/Pdt./2012/PT.TK. Penelitian menggunakan
metode pendekatan yuridis normatif berdasarkan ketentuan dan teori yang berkaitan
dengan pemindahan hak atas tanah dengan fokus pada pemindahan hak melalui jual beli
dan hibah. Kesimpulan hasil penelitian, Sertifikat hak atas tanah memiliki kekuatan
pembuktian yang kuat dengan makna, keseluruhan yang diterangkan dalam sertipikat
harus dianggap benar adanya kecuali jika dibuktikan sebaliknya di pengadilan dengan alat
bukti yang lain; Surat Keterangan Hibah bukan merupakan bukti hak atas tanah yang
dilindungi oleh undang-undang tetapi hanya dianggap sebagai bukti tertulis berupa
perjanjian di bawah tangan serta Sertipikat Hak Atas Tanah No. 2150/Lkp dan Akta Jual
Beli tanah tersebut dapat dibatalkan dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang
No. 40/Pdt./2012/PT.TK dengan pertimbangan, para tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum, sertipikat-sertipikat dan AJB atas tanah objek sengketa batal demi
hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta menyatakan bahwa objek sengketa
adalah milik sah Penggugat. Disarankan PPAT menyertakan saksi yang diyakini dapat
memberikan penjelasan untuk mengungkap kebenaran keberadaan para pihak; Perkaban
Nomor 8 Tahun dijadikan momentum bagi PPAT untuk memperoleh data yang cukup
lengkap dalam pembuatan Akta Pemindahan Hak atas tanah.

ABSTRACT
As a rule implementing the PPAT (Land Deed Official) and perfecter of Government
Regulation No. 10 of 1961, the real PP 24/1997 to provide legal certainty for the parties
who own and control the land in good faith. Court is the last legal step in case of a dispute
about land rights after the completion of the way of consultation or mediation does not
resolve the problem. This study intends to review the legal power issues certificates that
are processed through the Sale and Purchase Agreements made before PPAT. Certificate
Grants are not registered at the Land Office and Land Rights Certificate No. 2150/Lkp
and the Sale and Purchase Agreements are canceled land in Cape Coral High Court
Decision No. 40/Pdt./2012/PT.TK. Research using normative juridical approach based on
the terms and theories relating to the transfer of land rights with a focus on the transfer of
rights through purchase and grants. The conclusions, land rights certificates have strong
probative force with meanings, which are explained in the entire certificate must be
considered true unless proven otherwise in court with other evidence; Grant Certificate is
not an evidence of land rights are protected by law legislation but only considered as
written evidence in the form of an agreement under hand and Certificat of Land Rights
No. 2150/Lkp and Sale Deed land can be canceled in Cape Coral High Court Decision
No. 40/Pdt./2012/PT.TK consideration, the defendant has committed an unlawful act,
certificate of AJB’s (Deed of Sale) object of dispute over land null and void and have no
legal effect, and declare that the legitimate object of dispute is the property of the Plaintiff
. PPAT is advisable to include a witness who is believed to give an explanation to reveal
the truth of the existence of the parties ; Perkaban (Head Of National Land Regulation)
No. 8 as a momentum for PPAT to obtain sufficient data to complete the manufacture of
the Deed of Transfer of Rights to land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Zeno Tulus Putri
"Untuk menjamin kepastian hukum atas peralihan hak atas tanah dibutuhkan bukti yang sempurna dalam suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT. Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data yuridis pendaftaran tanah di Indonesia, yang prosedur pembuatannya harus sesuai dengan ketentuan tata cara pembuatan akta PPAT. Salah satu kewajiban PPAT adalah membacakan sendiri akta yang dibuatnya. Pada praktiknya, masih ditemukan permasalahan mengenai akta jual beli yang tidak dibacakan sendiri oleh PPAT, melainkan dibacakan oleh pegawai kantornya. Terdapat dua masalah yang diangkat dalam tesis ini yaitu akibat hukum akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT, dan keabsahan dari pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, dengan analisis data kualitatif. Menurut sifatnya, penelitian ini adalah deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT akan membawa akibat hilangnya otentisitas dari akta. Seharusnya akta jual beli yang tidak memenuhi persyaratan formil dalam suatu pembuatan akta PPAT tidak dapat dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan dan dikemudian hari diketahui bahwa akta PPAT yang dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah sebenarnya telah kehilangan otentisitasnya, maka pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan tersebut dapat dilakukan pembatalan oleh Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional.

To ensure the legal certainty of the transition of land rights it requires perfect evidence in a deed made by and in the presence of PPAT. PPAT Deed is one of the main sources in the maintenance of the data on the registration of land in Indonesia, whose manufacturing procedures must be in accordance with the provisions of the procedure for the creation of PPAT deed. One of PPAT`s obligations is to read the deed itself. In practice, it is still found the problem of buying and selling act which is not read by PPAT, but read by his office officers. There are two problems raised in this thesis that is due to the legal buy and sell act which is read by the PPAT office employees, and the validity of the transitional registration of land rights based on the deed of sale which is read by the PPAT office employees. This research uses juridical-normative research methods, with qualitative data analysis. According to its nature, this research is an analytical descriptive.
Based on the results of the research, the manufacture of sale and purchase deed read by the PPAT office will bring the consequences of loss of authenticity from the deed. It should be a sale deed that does not meet the formyl requirements in the creation of the PPAT deed could not be made basis for the change of land registration data. On the registration of land rights transition that has been done and later known that the PPAT deed as the basis for the change of land registration data has actually lost its authenticity, then the registration of the transition The rights to the land that has been done can be cancelled by the head of the National Land Agency office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S21441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jovita
"PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Namun demikian, ada PPAT yang tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. PPAT dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap akta yang telah dibuatnya, terutama apabila akta tersebut cacat hukum karena kelalaiannya. Yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang tanda tangan salah satu pihaknya terbukti tidak sah dan implikasi hukum terhadap PPAT yang terbukti bersalah dalam membuat Akta Jual Beli tersebut. Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data sekunder dan penelitiannya melalui studi kepustakaan. Dalam kasus ini, PPAT ditetapkan sebagai terdakwa karena terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum berupa pemalsuan tanda tangan dalam Akta Jual Beli. Hasil penelitian tesis ini adalah Akta Jual Beli tersebut tetap memiliki kekuatan sebagaimana Akta pada umumnya, sampai ada pihak yang mengajukan pembatalan Akta Jual Belinya. Dalam putusan, PPAT sebagai pemberi kerja bertanggung jawab atas karyawan yang terbukti bersalah melakukan pemalsuan tanda tangan salah satu pihak dalam Akta Jual Beli, sehingga yang bersangkutan dikenakan Pasal 264 Ayat (2) jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dan dijatuhkan sanksi pidana penjara selama 18 (delapan belas) bulan. Oleh karenanya, penulis menyarankan kepada pihak yang dirugikan untuk mengajukan pembatalan balik nama Sertipikat ke PTUN dan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri untuk membatalkan Akta Jual Beli serta menuntut ganti kerugian.

Land Deed Official is a general officer given the authority to make authentic deeds about certain legal acts concerning land rights.Nevertheless, there is a PPAT that does not carry out its duties and obligations properly. Land Deed Official can be prosecuted to be responsible for the deed he has made, especially if the deed is defective by law due to its negligence.The problem in this thesis is the legal result of the buy and sell act, whose signature of one of its parties proved to be invalid and the legal implications of land deed officials who proved guilty in making the Buy and Sell Act. The research of this thesis uses normative juridical method of research with the type of analytical descriptive research, analysed by qualitative method using secondary data collection techniques and research through literature study. In this case, the Land Deed Official was appointed as the defendant because it proved guilty of committing an act against the law in the form of signature counterfeiting in the Buy and Sell Act. The research result of this thesis is the buy and sell act still has the strength of the deed in general, until the party that filed the cancellation of the Buy and Sell Act. In the ruling, the Land Deed Official as the employer is responsible for the employee who proved guilty of a party signature forgery in the Buy and Sell Act, so that it is subject to Article 264 Paragraph (2) jo. Article 55 Paragraph (1) of the Criminal Code, and sentenced to imprisonment for 18 (eighteen) months. Therefore, the author suggests to the injured party to submit a cancellation of the certificate to the Civil Court of Justiceand submit a civil lawsuit to the District Court to cancel the Buy and Sell Act and claim damages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bagas Suristyo
"Perjanjian jual beli tanah yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan tanpa persetujuan pemilik Hak Atas Tanah adalah perbuatan hukum yang tidak dapat di lakukan. Peralihan kepemilikan tanah harus dilakukan dengan persetujuan dari pemilik Hak Atas Tanah. Terdapat pengawasan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah yang melakukan pelanggaran dengan diberikan sanksi, peran ini dilakukan pertama kali oleh Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah. Permasalahan dalam analisa tesis ini mengenai akibat hukum serta peran Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah terhadap Akta Jual Beli yang dibuat tanpa persetujuan pemilik hak atas tanah berdasarkan Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2127 K/PDT/2019. Penelitian hukum ini menggunakan bentuk penelitian doktrinal, dengan tipologi bersifat eksplanatoris dan data sekunder yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis ini adalah pembuatan Akta Jual Beli No 48/2011 berdasarkan keterangan palsu dan tandatangan palsu tidak dapat dijadikan alat bukti terjadinya jual beli dan batal demi hukum karena terlanggarnya syarat sah perjanjian mengenai kesepakatan para pihak. Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah dapat memanggil PPAT untuk dimintai pertanggungjawaban dengan diberikan rekomendasi sanksi mengenai akta dengan keterangan palsu, tanda tangan palsu, dan kurangnya dokumen buku nikah karena tanah tersebut merupakan harta bersama.

A land sale and purchase agreement made before a land deed official without the consent of the owner of land rights is a legal act that cannot be carried out. The transfer of land ownership must be carried out with the approval of the owner of the Land Right. There is supervision of the Land Deed Making Officials who commit violations and are given sanctions, this role is carried out for the first time by the Regional PPAT Advisory and Supervisory Board. The problem in the analysis of this thesis concerns the legal consequences and the role of the Regional PPAT Advisory and Supervisory Board for the Deed of Sale and Purchase made without the consent of the owner of land rights based on the Study of Supreme Court Decision Number 2127 K/PDT/2019. This legal research uses a form of doctrinal research, with an explanatory typology and the secondary data collected is then analyzed qualitatively. The result of this analysis is that the deed of sale and purchase No. 48/2011 based on false information and fake signatures cannot be used as evidence of the sale and purchase and is null and void by law because the terms of the legal agreement regarding the agreement of the parties are violated. The Regional PPAT Advisory and Supervisory Board can summon the PPAT to be held accountable by giving recommendations for sanctions regarding deed with false statements, fake signatures, and lack of marriage book documents because the land is joint property."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Chintya Odang
"PPAT sebagai satu-satunya pejabat umun yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan hukum tertentu berkenaan dengan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Aktaakta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik, sepanjang seluruh unsurunsur dari akta otentik terpenuhi. Namun sangat disayangkan, bahwa dalam prakteknya masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaranpelanggaran dalam pembuatan suatu akta PPAT, yang dapat menyebabkan keotentikan dari akta tersebut menjadi hilang. Penulis memfokuskan pada permasalahan yang terjadi dalam perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, yaitu bagaimana peran dan tanggung jawab PPAT dalam APHT, apa saja pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan APHT terkait dengan kasus tersebut, dan apakah putusan dari perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku? Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian penulis dapat membuat simpulan bahwa mengenai peran dan tanggung jawab PPAT telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada, peran dan tanggung jawab serta ketelitian seorang PPAT sangat penting agar terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, adapun kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut dalam pembuatan APHT, dikarenakan PPAT tidak memeriksa dan tidak teliti terhadap dokumendokumen yang ada, sehingga menyebabkan akta menjadi cacat hukum dan dapat dibatalkan, dan apa yang telah diputuskan oleh Hakim atas perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang mana adanya penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut yang menyebabkan dapat dibatalkan APHT yang telah dibuatnya.

PPAT as the only public officer given authority to make authentic deeds with regard to specific legal acts concerning land security rights and condominium ownership right, the deeds which made by PPAT is an authentic deed, as long as the entire elements of an authentic deed has fulfilled, however it is unfortunate, that on practice there are still many mistakes and violations found in the making of PPAT deed, which can render the deed authentication becoming lost. The writer focus on problems occurred on case Number 18/PDT.G/2010/PN.GS, which is how PPAT role and responsibility on APHT, what is the violations performed by PPAT in the making of APHT related to that case and whether the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS verdict are already compliance with the provisions of the applicable law? Research are conducted by the literature research which is normative juridical by collecting data sourced from the literature and analyze the data in qualitative by conducting a systematic on the application of the applicable regulations. On that such basis writers can make a conclusion that the roles and responsibilities of the PPAT have been regulated in the provision of regulations that already exists, the role and responsibilities as well as the thoroughness of a PPAT are very important to avoid the mistakes that can be harm to certain parties, As for mistakes that has been performed by the PPAT in making APHT, due PPAT not examine and not thorough to the existing documents, thereby render the deed being law deformed and may be annulled, and what has been decided by the Judge of the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS, already comply with the provisions of the applicable law, which deviations that has been performed by the PPAT can render the APHT which has been made may be annulled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Putri Asih Fabiolah
"Tesis ini membahas mengenai kepastian hukum bagi pemegang Sertifikat Hak Milik atas Tanah terhadap gugatan dari pihak lain, dengan menganalisa Putusan PN Nomor : 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel). Bagaimana kekuatan Sertipikat Hak Milik atas Tanah sebagai alat bukti dalam pengadilan dan bagaimana hakim memutuskan pihak mana yang dimenangkan. Metode penulisan yang dipakai adalah metode yuridis normatif yang merupakan penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder berupa norma hukum tertulis. Teknik analisa yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dari data sekunder yang telah dikumpulkan dan diolah untuk perumusan kesimpulan untuk memperoleh jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai kepastian hukum bagi pemegang Sertipikat Hak Milik atas Tanah terhadap gugatan dari pihak lain. Di bagian akhir disimpulkan bahwa penting bagi pemilik tanah untuk melakukan pendaftaran tanah dan memiliki Sertipikat Hak Milik atas Tanah. Karena di muka Pengadilan meskipun bukan sebagai alat bukti yang mutlak, Sertipikat Hak Milik atas Tanah merupakan alat bukti yang kuat. Pemegang Sertipikat Hak Milik atas Tanah meskipun masih dapat digugat oleh pihak lain akan tetapi memiliki kekuatan hukum atas haknya selama pihak yang menggugat tidak dapat membuktikan sebaliknya.

This thesis discusses the rule of law for the holders of certificate of land ownership against third party lawsuit by analyzing district court decision number 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel. The analysis includes whether a certificate of land ownership can be determined as evidence before court and how judges rule the prevailing party in the dispute. The research method employed in this study was normative juridical methodwhich focused on secondary datum of formal legal principles. Moreover, the analysis technique used in this thesis was qualitative analysis. The data source for the analysis was collected from secondary datum which had been processed in order to draw a reliable conclusion regarding the rule of law for the holder of certificate of land ownership. In conclusion, the writer concluded the significance of land registration and the possession of land certificate by land owners. Even though, the certificate of land ownership does not have absolute and binding verification strength before court, it can be formally admitted as proper evidence in court proceeding. The certificate holder is entitled for his right of ownership, unless other party can prove otherwise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31896
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Syaferli
"Penelitian ini membahas mengenai Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian kerjasama kajian terhadap tanggung jawab dalam jabatannya. Ada 2 rumusan masalah dalam penilitian ini yaitu Notaris/PPAT sebagai pihak dalam perjanjian kerjasama yang berkaitan atau tidak dengan lingkup kewenangannya dan pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 75/PDT/2018/PT. YYK atas tindakan wanprestasi terhadap perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Notaris/PPAT. Untuk menjawabnya digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan analisis. Hasil analisa adalah perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Tuan MK (Notaris/PPAT) dengan kliennya terdapat polemik yang dari para ahli profesi dan para praktisi. Ada yang memperbolehkan dan ada juga yang beranggapan bahwa hal tersebut melanggar Undang-Undang. Mengenai pelaksanaan perjanjian kerjasama yang dilakukan dan wanprestasi yang dilakukan oleh Tuan MK (Notaris/PPAT) tanggung jawabnya dapat dibidang administrasi yaitu sebagai Notaris sekaligus PPAT dan tanggung jawab dibidang perdata yang dimana dalam kasus ini Tuan Mk (Notaris/PPAT) harus membayar biaya ganti rugi kepada pihak YAKKAP I dan
membayar biaya perkara pengadilan. Sehingga dalam hal ini Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 75/PDT/2018/PT. YYK sudah benar. Perjanjian kerjasama tersebut tidak sepatutnya dilakukan karena Notaris/PPAT hanya berwenang membuat akta. Adanya pembatasan ini maka perjanjian kerjasama tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian.

This thesis discusses Notary / PPAT as a people who breach of contract in a Cooperation Agreement Letter a Study in Responsibilities in The Position. This thesis discusses 2 problems include Notary/PPAT as a party in a cooperation agreement letter related or not within the scope of its authority and analysis of high court decision in yogya number 75/PDT/2018/PT. YYK. This research is classified as normative juridical research with analytical approach. The result of the the analysis is cooperation agreement letter made by Mr. MK (Notary/PPAT) with his client there is a polemic from
professional experts and practitioners. There are those who allow it and other think that it violates the law. Regarding the implementation of the cooperation agreement letter and breach of contract by Mr. MK (Notary/PPAT), his responsibilities can be in the field of administration, namely as a Notary and PPAT, also responsibilities in the civil field, where in this case Mr. MK (Notary/PPAT) must pay compensation to YAKKAP I and pay the court fee. In this case, the Yogyakarta High Court Decision Number 75/PDT/2018/PT. YYK is correct. The cooperation agreement letter should not be carried out because the Notary/PPAT is onlu authorized to make a deed. Because of this limitation and the terms of the agreement is not fulfilled, cooperation agreement letter can be canceled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>