Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90259 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gusti Ayu Priyanka Draupadi
"Pembentukan ACFTA untuk mengurangi hambatan tarif dalam perdagangan barang diikuti dengan pengaturan Rules of Origin dalam ACFTA yang sebagaimana juga diatur oleh WTO. Berdasarkan ROO ACFTA, penggunaan Third Party Invoice diperbolehkan untuk memperoleh tarif preferensi ACFTA, namun penggunaannya rentan terhadap ketidaksesuaian dalam penetapan tarif. Penelitian ini menganalisis apakah Third Party Invoice sah untuk digunakan dalam memperoleh tarif preferensi menurut AROO WTO dan OCP ACFTA, dan menentukan apakah tarif preferensi ACFTA yang diperoleh CV Global Supply dengan menggunakan Third Party Invoice dalam Putusan Pengadilan Pajak No. 115377/2019 telah sesuai dengan OCP ACFTA. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan kasus ini menyimpulkan dua hal. Pertama, Third Party Invoice sah digunakan dalam memperoleh tarif preferensi menurut AROO WTO dan OCP ACFTA. Hal ini karena menurut AROO WTO Third Party Invoice telah memenuhi kewajiban transparansi GATT X:1 melalui pengesahan Second Protocol TIG ACFTA yang mengatur Third Party Invoice, dan menurut OCP ACFTA Third Party Invoice sah karena kerentanan ketidaksesuaiannya terhadap penetapan tarif telah diakomodasi dalam OCP ACFTA. Kedua, penelitian ini menyimpulkan bahwa tarif preferensi ACFTA yang diperoleh CV Global Supply dengan menggunakan Third Party Invoice dalam Putusan PP No. 115377/2019 telah sesuai dengan OCP ACFTA, yakni Aturan 23 tentang Third Party Invoice dan Aturan 17 tentang Minor Discrepancies

The establishment of ACFTA to reduce tariff barriers in trade in goods is followed by the setting up of the Rules of Origin in ACFTA which is also regulated by the WTO. Pursuant to the ACFTA ROO, the use of Third Party Invoice is allowed to obtain ACFTA preferential tariffs, but its use is vulnerable to discrepancies in tariff determination. This research analyses whether Third Party Invoice is legal to use in obtaining preferential tariffs according to the WTO AROO and ACFTA OCP, and determines whether the ACFTA preferential tariff obtained by CV Global Supply using Third Party Invoice in Tax Court Decision No. 115377/2019 is in accordance with the ACFTA OCP. This research, which applies the normative juridical method with a statutory and case approach, concludes two things. Firstly, Third Party Invoice is legal for use in obtaining preferential tariffs according to the WTO AROO and ACFTA OCP. This is due to the reason that according to AROO WTO Third Party Invoice has complied with the transparency obligation of GATT X:1 through the ratification of Second Protocol TIG ACFTA which regulates Third Party Invoice, and according to OCP ACFTA Third Party Invoice is valid because the vulnerability of its discrepancy to tariff determination has been accommodated in OCP ACFTA. Secondly, this study convincingly concludes that the ACFTA preferential tariff obtained by CV Global Supply using Third Party Invoice in Decision PP No. 115377/2019 is in accordance with the ACFTA OCP, namely Rule 23 on Third Party Invoice and Rule 17 on Minor Discrepancies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariawan
"Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan ekonomi dunia saat ini khususnya perdagangan internasional telah memasuki rezim perdagangan bebas (free trade) dimana sebagian negara dan kalangan menganggap perdagangan bebas sebagai bentuk penjajahan model baru. Dalam perdagangan internasional, perdagangan negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesialisasi produk komoditas yang diunggulkan oleh masing-masing negara, namun dalam kenyataan dengan semakin terbukanya suatu perekonomian hal tersebut tidak serta merta menciptakan kemakmuran bagi semua negara-negara yang terlibat di dalamnya.
Perjanjian internasional seperti perjanjian perdagangan bebas kerap digunakan oleh negara-negara sebagai instrumen politik untuk kepentingan nasional. Belum lagi perjanjian internasional kerap dimanfaatkan untuk mengintervensi kedaulatan hukum suatu negara sesudah era kolonialisme berakhir. Melalui perjanjian internasional dapat dipastikan bahwa hukum suatu negara seragam dalam derajat tertentu dengan hukum negara lain. Perjanjian internasional di bidang perdagangan pada dasarnya dimanfaatkan oleh negara yang memiliki produsen untuk menghilangkan atau mengecilkan hambatan yang terdapat dalam negara yang memiliki konsumen dan pasar.
Dalam kecenderungan ini pun peran perjanjian internasional menjadi semakin penting, contohnya adalah Perjanjian Perdagangan Bebas atau Free Trade Agreement (FTA). Hingga saat ini sangat banyak jumlah FTA yang telah ditandatangani dan berlaku serta telah dinotifikasi dengan subyek baik regional, bilateral dan multilateral. Salah satu perjanjian perdagangan bebas yang penting dan melibatkan Indonesia yang tergabung dalam ASEAN sebagai pihak, yaitu Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA). ACFTA dalam perkembangannya banyak memberikan dampak yang cukup berarti bagi sektor-sektor strategis di Indonesia Sebagai contoh, harga tekstil dan produk tekstik (TPT) Cina lebih murah antara 15% hingga 25%, bahkan produk seperti jarum harus diimpor.
Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor-sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing, maka akan berat kekuatan ekonomi Indonesia sehingga butuh kesiapan dan persiapan yang sangat matang. Untuk itu kajian ini membahas mengenai ACFTA baik perkembangan, peranan dan implikasi serta rekomendasi untuk mengoptimalkan perjanjian ini sebelum tahun 2018 dengan berlakunya highly sensitive list ACFTA. Selain itu penting bagi Indonesia untuk menyiapkan segala sesuatu sebelum mengikuti Perjanjian Perdagangan Bebas ke depan. Pemerintah perlu menyiapkan peran dan langkah kebijakan untuk ke depannya berkaitan dengan perdagangan bebas. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
D1352
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Pambudi
Jakarta: IGJ, 2006
330.959 8 DAN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Juraoda Yunaini Dulman
"Tesis ini hendak menganalisa kebijakan pemerintah dalam pembinaan Usaha Kecil dan Menegah untuk menghadapi diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA terhadap para pengusaha kecil menengah di kawasan PIK Pulogadung. Kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya maka pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi harus melibatkan seluruh komponen di Daerah. Peran Pemerintah Daerah sebagai pelaksana kewenangan penyelenggaraan pemerintahan Daerah Otonom akan sangat menentukan bagi pembinaan UKM.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kuantitatif yang memadukan input data kualitatif dan kuantitatif sekaligus (mix method). Karena pada penelitian ini, penulis beranjak dari studi kasus yang menghasilkan input data kualitatif dengan bantuan kuesioner. Namun dalam analisisnya, data kualitatif tersebut akan diolah menjadi data kuantitatif dengan menggunakan analisis rentang kriteria, dimana hasil analisisnya kemudian disimpulkan kembali melalui penjabaran hasil analisis yang berbentuk kualitatif. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu metode yang meneliti mengenai status dan obyek tertentu, kondisi tertentu, sistem pemikiran atau suatu kejadian tertentu pada saat sekarang.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Implementasi kebijakan pemerintah dalam pembinaan usaha kecil dan menengah untuk mengadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung berjalan 'Tidak baik'. Indikator ketepatan, kesamaan, responsivitas, efektivitas, kecukupan dan efisiensi menurut para pengusaha di kawasan PIK Pulogadung memiliki kriteria 'Tidak baik'. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pembinaan UKM dalam menghadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung adalah variabel komunikasi, sumberdaya, dan kepatuhan. Variabel sumber daya tidak baik dalam mendukung keberhasilan implementasi kebijakan pembinaan UKM dalam menghadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung.
Responden belum merasakan adanya pembinaan maupun dukungan dari pemerintah untuk keberhasilan pembinaan UKM guna meningkatkan daya saing. Variabel komunikasi tidak baik dalam mendukung keberhasilan implementasi kebijakan pembinaan UKM dalam menghadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung. Responden merasakan belum efektifnya mekanisme komunikasi oleh aparat dilapangan. Variabel kepatuhan tidak baik dalam mendukung keberhasilan implementasi kebijakan pembinaan UKM dalam menghadapi ACFTA di kawasan PIK Pulogadung. Responden mengemukakan masih sering menemui inkonsistensi di kalangan pembuat kebijakan.

This thesis is about to analyze government policies in the development of Small and Medium Enterprises to face with the ASEAN-China Free Trade Agreement/ ACFTA towards small and medium entrepreneurs in the region PIK Pulogadung. Regional autonomy policy gives authority to the regions to organize and manage the interests of the society then the development of small and medium enterprises and cooperatives which involve all the components in the region. Role of local government as the executive authority of the autonomous region government administration will be decisive for the development of SMEs.
The method used in this study is the method of case studies with a quantitative approach that combines qualitative and quantitative data input at once (mixed method). Because in this study, the authors move from case studies using qualitative data with the help of questionnaires. But in this analysis, qualitative data will be processed into quantitative data by using analysis of the criteria range, where the results of the analysis and then summed back through the elaboration of a form of qualitative analysis. This type of research is descriptive, a method that examines the status and certain objects, certain conditions, systems of thought or a particular event at the present time.
The results of this study concluded that the implementation of government policy in develop small and medium enterprises to face with ACFTA in the PIK Pulogadung is "not good". Indicators of accuracy, equity, responsiveness, effectiveness, adequacy and efficiency according to the entrepreneurs in the region PIK Pulogadung have the criteria "not good". Factors that influence the implementation of SME development policy to face with ACFTA in the PIK Pulogadung are communication, resource, and compliance. Variable resource is not good in supporting the successful implementation of SME development policy to deal with ACFTA in the PIK Pulogadung.
Respondents have not felt the coaching and support from the government for the successful coaching of SMEs to improve competitiveness. Variable Communication is not good in supporting the successful implementation of SME development policy to deal with ACFTA in the PIK Pulogadung. Respondents felt mechanism of communication by field officers weren't effective. Variable compliance is not good in supporting the successful implementation of SME development policy to deal with ACFTA in the PIK Pulogadung. Respondents often argued about the inconsistencies among policy-makers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T29589
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rozinul Aqli
"Mengapa pemerintah Indonesia di bawah Presiden Megawati menandatangani ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) pada tahun 2002? Penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan melihat relasi kuasa yang terjadi antara bisnis dan negara dalam proses formulasi ACFTA. Untuk melakukan hal tersebut, penelitian ini menggunakan kerangka teoretis yang dikembangkan oleh Storm C. Thacker yang memperhitungkan kerentanan, kepentingan dan institusi, serta inisiatif negara sebagaimana leverage, strategi, dan komposisi internal bisnis. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun di satu sisi ACFTA menguntungkan bisnis besar yang mengekspor komoditas mereka ke China, kebijakan ini membahayakan industri kecil dan menengah yang bersaing secara langsung dengan komoditas yang diimpor dari China. Distribusi pendapatan yang tidak merata ini menyebabkan bisnis terbelah menjadi dua kelompok: mereka yang mendukung dan mereka yang menolak ACFTA. Sementara itu, di sisi negara, pembelahan secara praktis tidak terjadi, karena dua kepentingan yang ada di dalam negara, kelompok teknokrat dan kepentingan bisnis, mempunyai agenda yang sama di dalam ACFTA. Adalah simpulan utama dari penelitian ini bahwa koalisi antara bisnis besar dan negara lah yang secara efektif telah menentukan sikap resmi Indonesia terhadap ACFTA.

Why did Indonesian government under Megawati’s presidency sign the ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) in 2002? This research attempts to anwer that question by looking at the underlying power relations between the state and businesses during ACFTA formulation process. In doing so, this research employs a theoretical framework developed by Storm C. Thacker which takes into account vulnerabilities, institutions and interests, and initiatives of the state as well as businesses’ leverages, strategies, and their internal makeup. The research finds that while ACFTA benefited Indonesian big businesses which exported their commodities to China, it harmed small and medium businesses who competed directly with commodities imported from China. This uneven income distribution consequently splited businesses into two divisions; those who supported and those who opposed ACFTA. Meanwhile, on the state’s side, the division was virtually nonexistent as the two main interests within the state, the technocrats and the business interest, had a converging agenda in ACFTA. It is the main conclusion of this research that this powerful state-big businesses coalition that had effectively determined Indonesia’s formal stance toward ACFTA."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53499
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Junaidi
"

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak ACFTA terhadap neraca perdagangan dari negara ASEAN dan China serta Indonesia. Dengan mengacu pada model gravitasi, penelitian ini membuktikan bahwa penurunan tarif sebagai konsekuensi dari ACFTA berpengaruh signifikan pada peningkatan ekspor dan impor pada negara ASEAN dan China. Namun, ACFTA tidak mempengaruhi keseimbangan neraca perdagangan pada negara ASEAN dan China secara agregat karena dampak ACFTA pada ekspor dan dampak ACFTA pada impor dapat saling meniadakan. Studi ini juga menunjukkan bahwa penurunan tarif bukan merupakan faktor penting dalam peningkatan ekspor dan impor di Indonesia. Sehingga, dampak ACFTA terhadap keseimbangan neraca perdagangan tidak dapat diukur secara akurat.


This study estimates the impact of ACFTA on ASEAN countries and China`s trade balance in general, and also Indonesia`s trade balance in specific. Using the gravity model, this paper finds that the impact of tariffs elimination due to the implementation of ACFTA increased exports and imports for ASEAN countries and China. However, the aggregate trade balances of ASEAN member countries and China is zero since the impact of ACFTA on imports offset the impact of ACFTA on exports. Tariffs have not played significant role on increasing Indonesia`s exports and imports. As a result, the impact of ACFTA on Indonesia`s trade balance cannot be quantified clearly.

"
2019
T54041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamal Hamidi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penerapan ACFTA terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia-China dalam jangka panjang dan jangka pendek. Penelitian ini menggunakan data time series dari triwulan 1 tahun 2000 sampai dengan triwulan 4 tahun 2011 dengan menggunakan metode estimasi Error Correction Model (ECM). Perjanjian ACFTA disahkan pada 1 tahun 2005, sedangkan dampak penerapannya pada neraca perdagangan bilateral Indonesia-China secara efektif adalah sejak 1 Januari tahun 2008. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibuat dua model regresi untuk dua periode ACFTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ACFTA mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia-China hanya dalam jangka panjang dan untuk periode ACFTA yang dimulai 1 Januari 2008.

The aim of this study is to know the impact of ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) on Indonesia?s-China Balance of Trade in the long term and in the short term. This study uses time series data from 2000 to 2011 (quarterly basis) and the estimation method used is Error Correction Model (ECM). ACFTA agreement was legally implemented starting from January 1, 2005, whereas the impact of the implementation on Indonesia?s-China Balance of Trade was effectively on January 1, 2008. Therefore, there are two regression models for two periods of ACFTA agreement. The result of this study is variable ACFTA has significant effect to Indonesia?s-China Balance of Trade only in the long term and for period of ACFTA agreement starting from January 1, 2008."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T39043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Nugroho Putra Sriyanto
"ABSTRAK
Pangan di Indonesia memiliki kedudukan dan peranan yang cukup vital karena terkait dengan segala permasalahan bahkan berpengaruh dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Ketahanan pangan merupakan prasyarat utama dalam menjalin stabilitas sosial dan politik. Salah satu masalah krusial dalam ketahanan pangan adalah adanya kenyataan bahwa bangsa Indonesia belum bisa terlepas sepenuhnya dari beras sebagai komoditi basis yang strategis. Diversifikasi pangan menjadi Salah satu pilar utama dalarn mewujudkan ketahanan pangan. Kebijakan pangan di Indonesia terusik dengan diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement ACFT A mulai I Januari 2010. Masuknya berbagai produk pangan asing ke dalam negeri dikhawatirkan akan sulit terkontrol dan bahkan dapat mematikan produk lokal.
Tesis ini menjelaskan seberapa besar kompetensi Indonesia di bidang pangan, khususnya perbéasan dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya dan Cina dalam menghadapi ACFTA. Penulis juga bermaksud untuk rnenjelaskan strategi pemantapan ketahanan pangan di Indonesia dengan mengidentiiikasi faktor strategis intema] dan ekstemal. Faktor-faklor stlategis tersebut diperoleh melalui tiga indikator efelctivitas kebijakan pangan nasional, yaitu kebijakan produksi, keb§akan eksbor/impor, dan diverifikasi pangan. Penelitian ini merupakan kajian kualitatif menggunakan deskriptif analisis. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teknik pengumpulan data kepustakaan.
Melalui Matriks SWOT, diperoleh empat rumusan altematif strategi yang dapat digunakan pemerintah mmtuk mengembangkan kebijakan perberasan di masa mendatang. Para pelaku kegiatan ekonomi sektor perberasan juga perlu melakukan beberapa perubahan kebliakan guna mendukung siratcgi kctahanan pangan nasional.

ABSTRACT
Food in indonesia has important role and positionbecause association with all the problems even influential in maintaining national economic stability. Food security is a major prerequisite in establishing social and political stability. One of the crucial issues in food security is the fact that Indonesia cannot be separated entirely from rice as a strategic commodity base. Food diversifications become one of the main pillars in achieving food security. Food poiicy in Indonesia disturbed by the enactment ofthe ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) which began January 1, 2010. The entrance of foreign products feared ditiicult to control and even shut down local products.
This research describes Indonesia competence in the food sector, particularly rice compared with other ASEAN countries and China towards ACFTA. The author also intends to explain the strategy of strengthening food security in Indonesia by identifying the intemal and extemal strategic factors. The strategic factors obtained through three indicators of the effectiveness of national food policy, are the production policy, the policy of export/import, and food diversilication. This research is a qualitative study with descriptive analysis. The data used in this study based on literature data collection techniques.
Through the SWOT matrix, obtained four alternative formulas that can he used in govemment?s strategy to develop rice policies in the future. The perpetrators of rice sector economic also need to make some changes in policies to support national food security strategy.
"
2010
T33396
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kristiana
"Tesis ini menganalisa mengenai dampak pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) terhadap perdagangan sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Perjanjian ACFTA diberlakukan secara penuh bagi Indonesia pada bulan Januari 2010. Secara keseluruhan, pemberlakuan ACFTA membawa berbagai dampak, baik itu positif maupun negatif. Di sektor TPT sendiri, pemberlakuan ACFTA ini membawa berbagai permasalahan bagi Indonesia. Sektor TPT memainkan peranan penting dalam membangun perekonomian di Indonesia, karena merupakan salah satu sektor yang menjadi penyumbang devisa negara dan membuka lapangan kerja yang besar alias padat karya. Kondisi TPT Indonesia yang sejak awal tidak stabil semakin terpuruk dengan banyaknya pabrik tekstil yang tutup sehingga meningkatkan angka pengangguran. Produsen TPT pun beralih menjadi pedagang sehingga memicu gejala deindustrialisasi. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu membuat kebijakan- kebijakan guna melindungi sektor TPT dari dampak pemberlakuan ACFTA. Penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum terhadap fakta-fakta.

This thesis analyzes the impact of the implementation of ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) on textiles and apparel products sector in Indonesia. ACFTA Agreement is fully implemented in Indonesia in January 2010. Overall, the implementation of ACFTA brings a variety of impacts, both positive and negative. In TPT sector, the implementation of ACFTA brings a variety of problems for Indonesia. The TPT sector plays an important role in building the economy of Indonesia, because it is one of the sectors that contributes to foreign exchange and opens large employment or labor-intensive. Indonesian TPT condition that is unstable from the beginning is getting worse by the closing of many textile factories, thus increasing the unemployment rate. Textile producers were turning into traders that trigger the symptom of de-industrialization. Therefore, the Government of Indonesia needs to create policies to protect textile and apparel product sector from the impact of the implementation of ACFTA. Research conducted in this thesis is normative juridical research to understand the application of legal norms to the facts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Astatiani
"Era globalisasi saat ini mendorong negara-negara untuk melakukan integrasi dengan negara lainnya dalam hal pemenuhan kebutuhan dalam negeri dengan harga yang lebih murah dan juga mendorong kegiatan ekspor produk dalam negeri. Dengan terjalinnya integrasi ekonomi, selain terjadi peningkatan pada perdagangan internasional, terdapat juga efek peningkatan arus masuk FDI yang disebut sebagai investment creation yang berasal dari ekstra-regional. Terjalinnya kerjasama perdagangan yang menghapus hambatan perdagangan antara Indonesia dan China pada tahun 2010, menimbulkan pertanyaan mengenai apakah terdapat peningkatan pada arus masuk FDI di Indonesia yang berasal dari ekstra-regional dan juga mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi arus FDI di Indonesia semenjak ACFTA diberlakukan. Penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan analisi deskriptif dan juga pendekatan ekonometrika. Pendekatan ekonometrika pada penelitian ini menggunakan metode gravitasi dengan memasukkan data panel 91 negara dengan rentan waktu 13 tahun. Pendekatan ekonometrika memberikan hasil bahwa negara ektra-regional berpengaruh negatif signifikan terhadap arus masuk FDI yang menunjukkan bahwa Indonesia masih memerlukan melakukan kebijakan dalam menarik arus FDI dari ekstra-regional.

The era of globalization encourages countries to integrate with other countries to fulfil domestic needs at lower prices and encourages the export of domestic products. When the countries conclude the Economic integration, besides of effect of the increment in international trade, there is also the effect of increasing FDI inflows which are called investment creation, which is the increment of FDI from extra-regional countries. Since Indonesia ratified ACFTA and the tariff between Indonesia and China became 0 tariffs in 2010, it raises questions about whether Indonesia had the investment creation from economic integration with China and what factors have influenced FDI flows in Indonesia since the ACFTA. This study attempts to answer this question using descriptive analysis and an econometric approach. The econometric approach in this study uses the gravity method by including panel data from 91 countries over a period of 13 years. The econometric approach gives the result that extra-regional countries have a significant negative effect on FDI inflows in Indonesia which makes Indonesia still needs to implement policies to attract FDI inflows from extra-regional."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>