Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Barlin
"Due to critical environmental issues, increasing future energy supplies and decreasing reserved energy resources are currently the subject of comprehensive research. The use of biomass as a renewable energy resource may be helpful in solving current energy shortfalls, particularly for countries that have abundant biomass resources. In this study, pyrolysis of coal, Acacia Mangium wood, and their respective blend samples were investigated using proximate analysis and Thermogravimetric (TG–DTG). A mixture of coal and A. Mangium wood with a weight ratio 100:0, 90:10, 50:50, 10:90, and 0:100, were used and non-isothermal conditions at a constant heating rate of 5, 15, and 30°C/min were applied. Thermal evolution profile analysis of the pyrolysis process confirms that the reactivity of the fuel increased with the increasing proportion of the biomass in the fuel. The reactivity and maximum temperatures increased with the increasing heating rates. Proximate analysis showed the potential of biomass of A. Mangium wood to be used as a mixture with coal in terms of low ash and high volatile matter content."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2016
UI-IJTECH 7:5 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Barlin
"Due to critical
environmental issues, increasing future energy supplies and decreasing reserved
energy resources are currently the subject of comprehensive research. The use
of biomass as a renewable energy resource may be helpful in solving current
energy shortfalls, particularly for countries that have abundant biomass
resources. In this study, pyrolysis of coal, Acacia Mangium wood, and their respective blend samples were
investigated using proximate analysis and Thermogravimetric (TG?DTG). A mixture
of coal and A. Mangium wood with a
weight ratio 100:0, 90:10, 50:50, 10:90, and 0:100, were used and
non-isothermal conditions at a constant heating rate of 5, 15, and 30°C/min
were applied. Thermal evolution profile analysis of the pyrolysis process
confirms that the reactivity of the fuel increased with the increasing
proportion of the biomass in the fuel. The reactivity and maximum temperatures
increased with the increasing heating rates. Proximate analysis showed the
potential of biomass of A. Mangium
wood to be used as a mixture with coal in terms of low ash and high volatile
matter content."
2016
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adit Hinantho
"ABSTRAK
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Babelan dengan luas lahan 54 hektar area.Total 18,02 hektar lahan rencana pengembangan penambahan pembangkit di masa depan didalam area PLTU memiliki potensi sebagai pembangkit listrik energi bersih dan terbarukan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari analisis akan kelayakan investasi dengan metode Capital Budgeting. Opsi pembangkit yang dipilih berdasarkan pertimbangan mempunyai porsi energi bersih dan terbaruka, meminimlaisir modifikasi infrastruktur dan penanganan bahan bakar. Didapatkan opsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bahan bakar campuran batubara dan Palm Kernel Shell (PKS) dan Pembangkit Listrik Biomassa (PLTBm) Palm Kernel Shell (PKS) dengan biaya investasi.PLTS sebesar US$ 2.680.920,96/MW dengan payback period ditahun ke 1, BCR 0,14, NPV US$ -624193,36, IRR -0,21, PI 0,98 Biaya investasi. PLTU bahan bakar campuran batubara dan palm kernel shell (PKS )sebesar US$ 940.419,74/MW dengan payback period di tahun ke 7, BCR 1,88, NPV US$ 96.820.090,27, IRR 8%, PI 1,74, discounted payback period ditahun ke 5,55. Biaya investasi PLTBm palm kernel shell (PKS) US$ 1.565.751,02/MW dengan payback period ditahun ke 11, BCR 0,21, NPV US$ -230.902.577,68, IRR -1%, PI -0,05, discounted payback period ditahun ke 9,94.

ABSTRACT
Babelan Coal-fired Power Plant with an area of ​​54 hectares of area. A total of 18.02 hectares of land planned for the future development inside the area of ​​the PLTU has the potential for clean and renewable energy power plant. This study aims to find an analysis of the analysis of investment with the Capital Budgeting method. The power plant options selected are considered to have a portion of clean and renewable energy, minimizing infrastructure modification and fuel handling. Options are Solar Power Generation (PLTS), Co-firing coal and biomass palm kernel shell (PKS) Power Plant (PLTU) and Palm Kernel Shell (PKS) Biomass Power Plants (PLTBm) with an investment cost for PLTS US $ 2.680.920,96/MW with a payback period in the first year, BCR 0.14, NPV US $ -624193.36, IRR -0.21, PI 0.98 Investment costs for co-firing coal and biomass palm kernel shell (PKS) US $ 940,419.74/MW with a payback period in year 7, BCR 1.88, NPV US $ 96,820,090.27, IRR 8%, PI 1.74 , discounted payback period in the year 5.55. Investment costs for PLTBm palm kernel shell (PKS) US $ 1,565,751.02/MW with a payback period in the 11th year, BCR 0.21, NPV US $ -230,902,577.68, IRR -1%, PI -0.05 , discounted payback period in the year 9.94."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fahmi Amrillah
"ABSTRAK
Perkembangan pemanfaatan energi terbarukan saat ini mengalami kemajuan teknologi dan sistem yang sangat pesat. Pemanfaatan energi terbarukan  merupakan suatu hal yang dianggap  sangat penting dimasa pemanasan global akibat pemanfaatan energi fosil. Salah satu energi terbarukan yang  sangat umum dimanfaatkan adalah  energi matahari untuk menghasilkan energi listrik. Media yang digunakan untuk memanfaatkan energi matahari tersebut adalah   photovoltaic (PV)  yang dapat mengubah energi matahari menjadi  energi listrik. Salah satu sistem PV yang umunya digunakan adalah PV rooftop yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan sistem lainnya seperti mempunyai nilai investasi yang lebih karena menghilangkan komponen investasi lahan, dekat dengan sumber beban dan mengurangi rugi-rugi akibat kabel distribusi. Lingkungan industri dipandang cocok untuk menerapkan  pemasangan  PV rooftop karena rata-rata memiliki konsumsi energi listrik yang besar dan memiliki atap yang luas. Pada penelitian ini  dilakukan analisa untuk memperkirakan dampak teknis terhadap curva beban yang ada dan dampak ekonomis dari investasi PV rooftop dengan studi kasus pada salah satu perusahaan makanan di Kota Bekasi. Kapasitas PV rooftop yang akan disimulasikan untuk dipasang adalah sebesar 300 kWp, 400 kWp dan 500 kWp  dimana penetrasi  PV rooftop tersebut terhadap sistem ketenagalistrikan akan mengakibatkan penurunan konsumsi energi listrik yang bersumber dari PT PLN sebesar  berturut-turut 13,86%, 18,48% dan 23,11% dari total konsumsi enrgi listrik sebesar 9.782 KWh. Investasi pembangunan PV rooftop yang paling layak adalah kapasitas 500 kWp karena memiliki nilai NPV terbesar dibandingkan dengan kapasitas lainnya sebesar Rp. 319,123,454 dan memiliki akumulasi tarif yang lebih rendah dengan nilai Rp. 960,89 dengan nilai IRR 7% dan payback period 12 tahun.

ABSTRACT
The development of renewable energy utilization is currently experiencing rapid technological and system advancements. The utilization of renewable energy is something that is considered very important during global warming due to the use of fossil energy. One of the renewable energy which is very commonly utilized is solar energy to produce electricity. The media used to utilize solar energy is photovoltaic (PV) which can convert solar energy into electrical energy. One of the commonly used PV systems is a rooftop PV that has advantages compared to other systems such as having more investment value because it eliminates the investment component of land, close to the source of the load and reduces losses due to distribution cables. The industrial environment is considered suitable for implementing rooftop PV installations because, on average, it has large electrical energy consumption and has a broad roof. In this study, an analysis was conducted to estimate the technical impact of the existing load curves and the economic impact of rooftop PV investments with a case study on a food company in Bekasi City. The rooftop PV capacity that will be simulated to be installed is 300 kW, 400 kW and 500 kW where the rooftop PV penetration of the electricity system will result in a decrease in electricity consumption from PT. PLN by 13.86%, 18.48% and 23.11% of the total electrical energy consumption of 9,782 KWh. The most feasible investment rooftop PV development is a capacity of 500 kWp because it has the largest NPV value compared to other capacities of Rp. 319,123,454 and have a lower rate accumulation with a value of Rp. 960.89 with an IRR value of 7% and a 12 year payback period."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyayu Aisyah
"

Dalam beberapa tahun terakhir, pembahasan mengenai kebutuhan akan energi yang terus meningkat yang disertai dengan dampak penggunaan energi terhadap lingkungan, terutama energi fosil meliputi perubahan iklim, penipisan lapisan ozon dan pemanasan global menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Upaya untuk menjaga ketersediaan energi dalam batas aman serta mengurangi permasalahan lingkungan akibat penggunaan energi disebut sebagai tantangan yang harus dihadapi menuju masa depan yang berkelanjutan. Hingga saat ini sistem refrigerasi dan heat pump yang ramah lingkungan dinilai dapat menjadi salah satu teknologi yang menjanjikan untuk dikembangkan agar dapat mengatasi kedua persoalan tersebut. Pada penelitian ini dilakukan suatu kajian dan pemodelan serta studi eksperimental sistem refrigerasi dan heat pump dengan menggunakan refrigeran yang ramah lingkungan dan menggunakan solar kolektor sebagai energi input. Refrigeran yang digunakan pada penelitian ini adalah R1224yd. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan software Matlab 2017b dan REFPROP versi 10. Kemudian dilakukan analisis terhadap nilai energi, exergy, ekonomi dan dampak sistem terhadap lingkungan. Selanjutnya dilakukan optimisasi dengan menggunakan multi objective genetic algorithm untuk memperoleh kondisi optimum dari sistem yang dimodelkan.

 


In recent years, energy issues related to the use of fossil energy sources and renewable energy, as well as their impact on the environment which includes climate change, ozone layer depletion and global warming become hot topics to be discussed. Maintaining energy availability within the safe limits and reducing the contribution of energy use to environmental problems is a big challenge that must be faced towards a sustainable future. The use of environmentally friendly refrigeration technology could be an option in order to solve the energy and environmental problem. In this research, a modeling and an experimental study of refrigeration system are proposed. Modeling conducted by using Matlab 2017b and REFPROP version 10 software. Refrigerant used in this study is an environmentally friendly refrigerant R1224yd and solar collector as the energy input. Then analyses of energy, exergy, economic and the environmental impact are conducted. Further, optimization procedure is conducted by using multi objective genetic algorithm to obtain optimum condition from the modeled system.

"
2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Hamdani
"Konsep Nearly Zero Energy Building merupakan salah satu aspek kunci dalam menghadapi tantangan lingkungan global saat ini. Gedung X yang berlokasi di Jakarta Selatan selama tahun 2022 konsumsi energinya termasuk dalam kategori agak boros sehingga masih perlu dilakukan implementasi Nearly Zero Energy Building. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran langsung konsumsi energi untuk tiap klasifikasi peralatan listrik, kemudian dipilih alteranif investasi untuk pengemahatan konsumsi energinya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh potensi penghematan dan produksi energi pada Gedung X yang dapat diterapkan. Terdapat empat alternatif strategi yaitu Penggantian Cooling Tower dan Pompa CWP, instalasi BAS, Penggantian LED Dim Light, Instalasi Panel Surya, semuanya mengahasilkan NPV yang positif kecuali Instalasi Panel Surya. Alternatif instalasi panel surya memakan biaya investasi yang paling mahal dan menghasilkan NPV yang negatif, seluruh kombinasi investasi yang melibatkan instalasi panel surya akan menghasilkan NPV yang negatif, sehinga penerapan NZEB dengan investasi panel surya disimpulkan tidak layak di Gedung X. Selanjutnya Kombinasi penggantian cooling tower & pompa CWP, Instlasi BAS, dan Penggantian LED Dim Light menghasilkan nilai paling baguns dibanding skenario lain yaitu pengembalian NPV Rp 437,853,822, penurunan IKE sebesar 11.76 menjadi “efisien’ dan penurunan emisi karbon sebesar 1,172,648 (kg CO2/kWh).

The Nearly Zero Energy Building concept is one of the key aspects in facing current global environmental challenges. Building Data collection is carried out by directly measuring energy consumption for each classification of electrical equipment, then investment alternatives are selected to reduce energy consumption. This research aims to obtain the potential for energy savings and production in Building X that can be implemented. There are four alternative strategies, namely Cooling Tower and CWP Pump Replacement, BAS installation, LED Dim Light Replacement, Solar Panel Installation, all of which produce a positive NPV except Solar Panel Installation. The alternative of installing solar panels requires the most expensive investment costs and produces a negative NPV, all investment combinations involving solar panel installation will produce a negative NPV, so that the implementation of NZEB with solar panel investment is concluded to be unfeasible in Building X. Furthermore, the combination of replacing the cooling tower & CWP pump, BAS installation, and LED dim light replacement produced the best value compared to other scenarios, namely NPV return of IDR 437,853,822, IKE reduction of 11.76 to "efficient" and reduction of carbon emissions of 1,172,648 (kg CO2/kWh)."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Bobby Sanjaya
"Teknologi pemanfaatan biomassa sebagai sumber EBT merupakan topik yang sedang popular. Teknologi Biomassa memiliki prinsip kerja yang mirip dengan bahan bakar yang ada di pasaran. Teknologi Gasifikasi biomassa mampu merubah limbah padat biomassa seperti sekam padi, bonggol jagung dan kayu kering menjadi bahan bakar berbentuk gas. Tim Riset Teknologi Gasifikasi Biomassa Universitas Indonesia telah mendesain Mobile Biomass Gasifier yang mampu mengkonversi limbah sekam padi menjadi sumber energi panas dan juga listrik dengan kapasitas 10 kW. Penelitian ini dijalankan dengan tujuan mengetahui performa gasifier biomassa sekaligus mengetahui hubungan parameter kerja dengan luaran hasil gasifikasi. Selain itu penelitiana ini juga akan mengkaji aspek teknoekonomi dari produk yang dibuat untuk melihat nilai dan kelayakan ekonomi dari produk tersebut. Pada tesis ini Mobile Biomass Gasifier akan dimodelkan menggunakan aplikasi Aspen Plus V12 yang hasilnya akan divalidasi menggunakan data eksperimen  kemudian model tersebut digunakan untuk mengoptimisasi performa system gasifikasi. Bahan bakar yang digunakan adalah sekam padi dengan FCR sebesar 12 kg/hr. Proses gasifikasi dilakukan dengan nilai ER 0.18, 0.23, 0.27, dan 0,31.  LHV dan CGE digunakan sebagai parameter performa gasifier. Didapatkan bahwa gasifier mencapai performa terbaik pada ER 0.27. Proses Optimisasi mendapatkan CGE sebesar 72% pada ER 0.27 dengan Temperatur Zona Pembakaran 700 ºC dan Zona Reduksi sebesar 650 ºC. Analisa Teknoekonomi menunjukan bahwa Mobile Biomass Gasifier belum layak untuk digunakan sebagai pembangkit listrik. Peningkatan kapasitas 50% direkomendasikan agar kelayakan ekonomi tercapai.

The technology of utilizing biomass as renewable energy source is a popular field of study. Biomass technology has a working principle that is like regular fuels. Biomass gasification technology can convert solid biomass waste such as rice husks, corn cobs and dry wood into gaseous fuel. The Biomass Gasification Laboratory of the University of Indonesia has designed a Mobile Biomass Gasifier that is able to convert rice husk waste into a source of heat and electricity with a capacity of 10 kW. This research was carried out with the aim of knowing the performance of the biomass gasifier as well as knowing the relationship between working parameters and the product of gasification. In addition, this research will also examine the technoeconomic aspects of the gasifier to see determine value and its economic feasibility. In this thesis, the Mobile Biomass Gasifier will be modeled using the Aspen Plus V12 application, the results of which will be validated using experimental data and then the model will be used to optimize the performance of the gasification system. The fuel used is rice husk with an FCR of 12 kg/day. The gasification process was carried out with ER values ​​of 0.18, 0.23, 0.27, and 0.31. LHV and CGE are used as gasifier performance parameters. It was found that the gasifier achieved the best performance at ER 0.27. The optimization process obtained a CGE of 72% at ER 0.27 with a Combustion Zone Temperatur of 700 ºC and a Reduction Zone of 650 ºC. Technoeconomic analysis shows that the Mobile Biomass Gasifier is not yet feasible to be used as an electrical generation. An increase in capacity by 50% is recommended to achieve economic feasibility."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nurhayati Qodriyatun
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya perrnasalahan lingkungan hidup di daerah. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, dengan meiakukan penguatan kelembagaan lingkungan hidup di daerah. UU No. 2211999 Pasal 60 hingga Pasal 68 mengatur tentang organisasi perangkat daerah, yang kemudian dijabarkan dalam PP No. 8/2003. Untuk melaksanakan PP tersebut, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) mengeluarkan SKB No. O1ISKBIM.PAN1412003 dan No. 1712003 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No. 8 Tahun 2003 dan PP No. 9 Tahun 2003. Lampiran SKB tersebut pada II angka 6.c. butir 6 menyebutkan bahwa fungsi-fungsi yang selama ini diwadahi dalam bentuk Lembaga Teknis Daerah seperti fungsi lingkungan hidup, pewadahannya dilakukan dalam bentuk Dinas Daerah. Penyesuaian bentuk kelembagaan tersebut dilakukan selambatlambatnya dua tahun sejak ditetapkan PP No. 8/2003, yaitu 17 Pebruari 2005. Ketentuan tersebut dipertegas dengan Surat Mendagri No. 660.1/17281Bangda tanggai 20 Oktober 2003.
Bentuk kelembagaan lingkungan hidup di daerah saat ini masih beranekaragam. Ada yang berbentuk Magian dalam Sekretariat Daerah, ada yang berbentuk Dinas Daerah (baik yang berdiri sendiri maupun yang bergabung dengan dinas lainnya), dan ada yang berbentuk Lembaga Teknis Daerah (Badan atau Kantor)).
Tujuan dari penelitian ini adalah (a) mengidentifikasi dan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kelembagaan lingkungan hidup di daerah; (b) mengidentifikasi bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang dipilih oieh daerah; dan (c) mencari bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang ideal di daerah.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi kasus yang bersifat multikasus dan eksploratoris. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2004 -- Januari 2005 di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, dan Kota Depok, dengan alasan (a) menghemat waktu, biaya, dan tenaga; (b) ketiga daerah tersebut memenuhi kriteria untuk penelitian multikasus pada kasus penerapan PP No. 8/2003; (e.) ketiga lembaga di ketiga daerah penelitian mcrupakan pelaksana kewenangan lingkungan hidup di daerah.
Data dikumpulkan dengan metode studi dokumentasi, observasi langsung, dan wawancara mendalam kepada 30 orang pejabat yang menangani lingkungan hidup baik di tingkat pusat maupun di daerah, yang dipilih secara purposive. Data dianalisis dalam tiga tahap. Panama, analisis terhadap peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan kelembagaan lingkungan hidup di daerah dan bagaimana pelaksanaannya secara naratif. Kedua, dilakukan analisis terhadap bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang dipilih daerah setelah diberlakukannya PP No. 8/2003 secara naratif. Ketiga, dilakukan analisis kelembagaan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mencari solusi yang tepat bentuk kelembagaan Iingkungan hidup di daerah.
Berdasarkan basil penelitian, ada beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar pembentukan kelembagaan lingkungan hidup di daerah, yaitu Pasal 60 - Pasal 68 UU No. 22/1999, PP No. 812003, SKB Meneg PAN dan Mendagri No. 011SKBIM.PAN1412003 dan No. 1712003. Kemudian Mendagri mengeluarkan surat No. 660.11I7281Bangda Tanggal 20 Oktober 2003 yang menghimbau daerah untuk mewadahi kelembagaan lingkungan hidup di daerah dalam bentuk Dinas Daerah, dan penyesuaiannya paling Iambat 17 Februari 2005. Namun disisi lain, Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menlh) mengeluarkan surat No. B.24661MENLH10412003 tentang penataan kelembagaan lingkungan hidup daerah, yang menghimbau daerah agar (1) kelembagaan lingkungan hidup di daerah berbentuk Dinas ataupun Badan; (2) ada di setiap Provinsi dan KabupatenlKota; (3) berdiri sendiri; dan (4) penyesuaiannya tidak dilakukan secara terburu-buru.
Berkaitan dengan pembentukan kelembagaan lingkungan hidup di daerah, hanya Kota Depok yang telah melaksanakan PP No. 8/2003, dengan mengabaikan scoring. Bagian Lingkungan Hidup di Setda Kota Depok berubah menjadi Dinas Daerah, dengan nomenklatur Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Sementara itu, kelembagaan lingkungan hidup di Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang tidak berubah. Kelembagaan Iingkungan hidup di DKI Jakarta tetap berbentuk LTD ( nomenklatur BPLHD), dan di Kota Tangerang tetap berbentuk Dinas Daerah (nomenklatur DLH).
Setiap bentuk kelembagaan lingkungan hidup yang ada mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun dengan menggunakan AHP dan mengacu pada PP No. 812003, didapat bentuk kelembagaan lingkungan hidup di daerah yang ideal, yaitu Dinas Daerah.
Kesimpulan: (1) Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pembentukan kelembagaan lingkungan hidup di daerah adalah PasaI 60 - PasaI 68 UU No. 2211999, PP No. 8/2003, dan SKB Meneg PAN dan Mendagri No. 0IISKBIM.PAN1412003 dan No. 1712003. Dad SKB Meneg PAN dan Mendagri keluar dua ketentuan yang berbeda tentang kelembagaan lingkungan hidup di daerah. Mendagri mengeluarkan surat No. 660.11I7281Bangda tanggal 20 Oktober 2003, dan Menlh mengeluarkan surat No. B.24661MENLI-110412003. Kedua surat tersebut berisi ketentuan tentang kelembagaan lingkungan hidup di daerah yang berbeda. (2) Kelembagaan lingkungan hidup DK1 Jakarta tetap berbentuk Badan, Kota Tangerang berbentuk Dinas, dan Kota Depok berbentuk Dinas. (3) Kelembagaan lingkungan hidup di daerah yang ideal adalah Dinas Daerah.
Penulis menyarankan: (1) Perlu koordinasi antar instasi terkait dengan Iingkungan hidup dalam mengeluarkan kebijakan public, agar tidak terjadi permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut; (2) Kelembagaan Iingkungan hidup di daerah seyogyanya bcrbentuk dinas daerah, disertai dengan kesiapan personalia, prasarana dan sarana, scrta pendanaan (3P) yang memadai; (3) Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai efektifitas dan efisiensi masingmasing bentuk kelembagaan lingkungan hidup di daerah baik dari segi struktur organisasi, professionalisme Sumber Day Manusia (SDM) aparatur, dan pendanaan.

The environmental problem at the district was form the background of this research. One of the efforts to solve this problem is through institution policy. Article 60 to article 68 Act No. 2211999 regulated the organization of district equipment, which it has been spelled out by Government Regulation No. 812003. To bring out this government regulation, State Minister for Control of Machinery of State and Minister for Internal Affairs published letter of agreement No. 011SKBIM.PAN1412003 and No. 1712003 about instruction of implementation of Government Regulation No. 812003 and No 912003. Appendix II number 6.c. point 6 this letter declared that the provision of environmental function at the district is in form of Government Implementing Agency. The limit to adapt such environmental institution at the district is within two years after the determined of Government Regulation No. 812003, February 17th 2005. This stipulation is clarified by letter of Minister for Internal Affairs No. 660.1117281Bangda, October 20th 2003.
There are many types of environmental institution at the district, as Support Division, Government Implementing Agency (either independent Environmental Government Implementing Agency or merge with other Government Implementing Agency), and Certain Implementing Task Agency (Agency or Office).
The objectives aims of this research are : (I) to identify and record the regulation of environmental institution at the district; (2) to identify the type of environmental institution at the chosen by district, and (3) to seek ideal type of environmental institution at the district.
As qualitative research, this research was a case study with multi cases and explorative. The research was done on December 2004 - January 2005 in nature Jakarta, the Capital City, Tangerang City, and Depok City. Reasoning of chosen the three location are (a) to be thrifty with time, cost, and energy; (b) the three locations represent three types of organization at the district based on Government Regulation No. 812003; (c) the three institutions in the three locations are implementer of environmental authority at the district.
Data were collected by documentation study, observation, and in-depth interview methods. Thirty (30) officials who handled environmental problem at the center or district government were respondents' research. There were three stages analysis. First, regulation of environmental institution at the district and how it is being implemented which was analyzed descriptively. Second, to analysis the type environmental institution chosen by the district after the declaration of Governmental Regulation No. 812003. Third, to find ideal environmental institution at the district using Analytical Hierarchy Process (AHP).
The result of research saws that regulation which based on environmental institution at the district was article 60 to 68 of Act No. 22/1999, Governmental Regulation No. 812003, and letter of agreement State Minister for Control of Machinery of State and Minister for Internal Affairs No. 0i/SKBIM.PAN1412003 and No. 17/2003. Then Minister for Internal Affairs published letter No. 660.1117281Bangda, at October 20th 2003, which suggest the environmental institution at the district to change into Governmental Implementing Agency, and the limit to adapt such environmental institution at the district is within February l7`~ 2005. On the other side, State Minister of Environmental Affairs took letter outside No. B.2466fMENLH104/2003 about structuring the environmental institution on the district level. This letter suggest (I) the environmental institution has the form of a Government Implementing Agency or Agency (Certain Implementing Task Agency); (2) it is in each province or district; (3) independent; and (4) unhurried to adapt.Implementation of Government Regulation No. 812003 on environmental institution only happened in Depok City, although it is within scoring. Environmental section on Support Division of Depok City became Sanitation and Environmental Government Implementing Agency. Therefore, the environmental institution in Jakarta and Tangerang were the same as before. In Jakarta, it was Environmental Management Agency of Province Jakarta. In Tangerang, it was Environmental Government Implementing Agency of Tangerang City.Each types of environmental institution had positive and negative sides, but Government Implementing Agency was the best institutions to handle environment problem at the district.
Conclusion: (1) the regulation which based on environmental institution at the district was article 60 to 68 Act No. 2211999, Government Regulation No. 812003, and letter of agreement between State Minister for Internal Affairs No. 011SKNIM.PAN1412003 and No. 17/2003. Based on letter of agreement of two ministers, Minister for Internal Affairs publish letter No. 660.111728Bangda at October 20th 2003, and State Minister of Environmental Affairs published letter No. B.2466IMENLH/04/2003. Those two letters content with different policy about environmental institution at the district. (2) The Environmental Institution in Jakarta still Agency, in Tangerang City is Government Implementing Agency, and in Depok City is Government Implementing Agency too. (3) The best environmental institution at the district is Government Implementing Agency.
Therefore, the writer suggest: (I) the need coordination between institutions of state during policy making, on order not to confuse the implementation; (2) it is best to change the environmental institution at the district become Government Implementing Agency, with human resources, infrastructure, and financing preparation to support it; (3) the need for more research about effectiveness and efficiency of each types of environmental institution at the district from structuring of organization, professionalism of apparatus, and financing sides.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoweni Widanarko
"ABSTRAK
Penanganan Limbah lndustri Tekstil di DKI Jakarta
ix + 58 halaman, 10 tabel, 14 gambar, 18 lampiran
lndustri tekstil yang dijadikan obyek studi adalah industri tekstil yang berada di wilayah DKI Jakarta. Dalam usaha pengembangan teknologi pengolahan, dilakukan pendekatan penelitian dengan perolehan data primer dan sekunder, yang meliputi kegiatan pendataan penyebaran industri tekstil di DKI Jakarta, observasi serta analisa proses produksi, pengambilan dan pemeriksaan sample air limbah, pengisian kuesioner oleh industri dan analisa parameter COD terhadap simuiasi pengolahan yang telah dilakukan.
Jenis industri tekstil di DKI Jakarta sebagian besar merupakan industri garment, pertenunan dan perajutan. Jumlah industri tekstil yang di data sebanyak 42 buah., dimana sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Jakarta Timur dan Barat. Dalam penelitian ini proses produksi industri tekstil terbagi atas 3 kategori yaitu industri pemintalan, pencelupan/pencapan/finishing dan pertenunan-pencelupan/pencapan/finishing.
Karakteristik limbah yang dihasilkan dari ke 3 proses produksi tersebut umumnya memiliki kandungan COD, BOD, TSS, alkalinitas, warna, logam berat (Zn, Cr, Pb, Hg) di atas baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. Tingkat pencemaran biasanya diukur dengan COD, dimana dalam penelitian ini berkisar antara 500 - 1643 mg/I. Angka perbandingan BOD/COD berkisar antara 0.42 - 0.63, hal ini memperlihatkan bahwa sistim pengolahan yang tepat adalah dengan mensimulasikan pengolahan kimiawi sebelum pengolahan bioiogis. Untuk itu pengolahan kimiawi ini akan didasarkan pada analisa Jar test dari proses Koagulasi-Fiokulasi yang telah dilakukan dalam removal COD terhadap 16 industri tekstil.
Hasil simulasi pengolahan limbah cair industri tekstil tersebut menunjukkan konfigurasi sistim dari pengolahan primer yang berintikan proses kimia (Koagulasi dan Flokulasi) dan proses fisik (Sedimentasi), pengolahan sekunder dari proses biologis Activated Sludge serta pengolahan tersier yang berintikan prosas Adsorpsi Karbon Aktif ataupun Filter Zeolit. Strata pengolahan yang ada didasarkan pada tingkat konsentrasi limbah yang diolah. Pengolahan primer untuk beban COD < 600 mg/I sedangkan untuk beban 600 < COD < 1200 mg/I dilanjutkan dengan pengolahan sekunder. Untuk beban COD > 1200 mg/I digunakan pengolahan lengkap.
"
Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>