Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167937 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarigan, Nathanael Eljuhar
"Salah satu jenis perlindungan terhadap Merek dagang adalah Trade Dress yang melindungi citra dan penampilan suatu produk atau layanan. Perlindungan Trade Dress ini telah diadopsi oleh negara seperti Amerika Serikat yang dituangkan pada hukum Mereka dengan komprehensif sehingga memberikan pelaku usaha kepastian dan kejelasan. Dalam hal ini, Indonesia telah membuat perkembangan terkait perlindungan Merek dagang melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tersebut telah menetapkan perlindungan pada tanda non-tradisional yang mencakup tanda tiga dimensi. Selanjutnya, Indonesia juga telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang mengatur terkait bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis, warna, atau gabungan daripadanya yang memberikan kesan estetis dan dapat digunakan untuk membuat produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi. Namun demikian, masalah yang timbul dari hal ini adalah apakah tanda tiga dimensi memiliki cakupan perlindungan yang cukup luas untuk mengakomodir jenis perlindungan Trade Dress sebagaimana diadopsi Amerika Serikat . Sehubungan dengan hal ini, tujuan dari penelitian hukum ini adalah untuk menganalisis peraturan dan implementasi perlindungan Trade Dress di Amerika Serikat sebagai referensi untuk kemungkinan dapat diaplikasikan di Indonesia. Dalam penelitian ini Penulis menyimpulkan dua kesimpulan. Pertama, Indonesia telah mengatur secara tidak langsung Trade Dress dengan menetapkan tanda tiga dimensi dalam undang-undang Mereka tetapi masih terdapat ambiguitas dalan pengaturannya. Kedua, Indonesia dapat memperbaiki ambiguitas sebagaimana disebutkan pada kesimpulan pertama mengadopsi perlindungan Trade Dress perdagangan Amerika Serikat. Untuk hal tersebut, penulis menyarankan kepada pemerintah untuk dapat menerbitkan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Undang-Undang Tahun 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri guna memberikan kepastian dan kejelasan terhadap perlindungan Trade Dress dagang di Indonesia.

One type of trademark protection is Trade Dress which protects the image and appearance of a product or service. This Trade Dress protection has been adopted by countries such as the United States of America. In this regard, Indonesia has made developments related to trademark protection through Law Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications. Law No. 20 of 2016 on Trademarks and Geographical Indications has established protection on non-traditional marks that include three-dimensional marks. Furthermore, Indonesia has also enacted Law Number 31 Year 2000 on Industrial Design which regulates the shape, configuration, or composition of lines, colors, or a combination thereof that gives an aesthetic impression and can be used to make products, goods, industrial commodities, or handicrafts in three-dimensional or two-dimensional patterns. However, the issue arising from this is whether three-dimensional marks have a broad enough scope of protection to accommodate the type of Trade Dress protection as adopted by the United States. In connection with this, the purpose of this legal research is to analyze the regulations and implementation of Trade Dress protection in the United States as a reference for possible application in Indonesia.First, Indonesia has indirectly regulated Trade Dress by stipulating the three-dimensional mark in their laws but it is still not enough as it is still ambiguous. Secondly, Indonesia can fix the ambiguity as mentioned in the first conclusion by adopting the United States trade Trade Dress protection. For this reason, the author suggests the government be able to issue derivative regulations from Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications and Law Number 31 of 2000 concerning Industrial Design in order to provide certainty and clarity to the protection of  Trade Dresss in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Raymon Zamora
"Tugas arsitek di era pembangunan infrastruktur sangat erat kaitannya dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Seorang Profesi Arsitek mengemban tugas perancangan dan perencanaan dalam suatu konstruksi bangunan yang dilakukan sebelum dimulainya konstruksi bangunan. Dalam pelaksanaan konstruksi terdapat kemungkinan terjadinya kegagalan bangunan baik yang terjadi di tengah konstruksi atau pasca konstruksi. Untuk meminimalisir hal tersebut, seorang arsitek tentu perlu memerhatikan berbagai ketentuan yang diatur dalam peraturan perundangundangan serta Kode Etik keprofesian yang menjadi pedoman berpraktik arsitek. Tujuan ditulisnya penelitian ini adalah agar pembaca dapat memahami pertanggungjawaban arsitek sebagai pencipta karya arsitektur yang mengalami kegagalan bangunan serta kepemilikan karya arsitektur yang mengalami kegagalan bangunan tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana seorang arsitek sebagai pencipta karya arsitektur bertanggung jawab terhadap kegagalan bangunan yang terjadi pada karyanya serta status kepemilikan karya arsitektur yang mengalami kegagalan bangunan berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa dalam menentukan status kepemilikan hak cipta karya arsitektur diperlukan pemenuhan setiap unsur dari objek hak cipta yang salah satunya perwujudan karya (Fiksasi). Selain itu, penelitian ini juga menghasilkan simpulan bahwa arsitek ikut bertanggung jawab terhadap kegagalan bangunan menurut instrumen UndangUndang Jasa Konstruksi yang didukung dengan teori terkait dengan pertanggungjawaban.

The task of an architect in the era of infrastructure development is closely related to the development and needs of an increasingly complex society. An Architect Profession carries out design and planning tasks in building construction that is carried out before the start of building construction. In the implementation of construction, there is a possibility of building failure either in the middle of construction or after construction. To minimize this, an architect certainly needs to pay attention to various provisions regulated in laws and regulations as well as the professional Code of Ethics which guides the practice of architects. The purpose of this research is so that readers can understand the responsibility of architects as creators of architectural works that experience building failures and ownership of architectural works that experience building failures. By using normative juridical research methods, this paper will analyze how an architect as a creator of architectural works is responsible for building failures that occur in his work and the ownership status of architectural works that experience building failures based on positive law in force in Indonesia. This research concludes that in determining the copyright ownership status of architectural works, it is necessary to fulfill every element of the copyrighted object, one of which is the embodiment of the work (fixation). In addition, this research also concludes that architects are also responsible for building failures according to the instruments of the Construction Services Act which are supported by theories related to responsibility."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander, Michael
"Desain selalu memegang peranan penting untuk memikat mata pelanggan. Trade
Dress dan Desain Industri berbagi kronologis konsep hak kekayaan intelektual
yang paralel mulai dari perlindungan hanya untuk desain dua dimensi hingga
akhirnya desain tiga dimensi dapat dilindungi. Dalam persaingan perdagangan,
umumnya komoditas dagang memiliki desain produk dan desain kemasan yang
berbeda. Namun, tidak jarang desain produk secara simultan merupakan desain
kemasan, misal : Henry Ford; Christian Louboutin; Crocs; Gibson. Apabila
timbul persaingan curang, peniruan atau pemboncengan reputasi dari beberapa
contoh desain di atas, maka dapat dikatakan telah terjadi tumpang-tindih
pelanggaran passing off Trade Dress vis-à-vis passing off Desain Industri

Design always plays a crucial role in captive customer’s eyes. Trade Dress and
Industrial Design share the same chronological concept of intellectual property
tights ranging from protection only for two-dimensional design to at last threedimensional
design can also be protected. In trading competitions, trade
commodities generally have distinct products design and packaging design.
However, we often encounter brands whereby the product design is also the Trade
Dress, for instance : Henry Ford; Christian Louboutin; Crocs; Gibson. If there is
a fraudulent unfair competition, imitation or ride on the reputation of the design
examples above, then it can be said that there has been a overlapping violation of
passing off Trade Dress vis-à-vis passing off Industrial Design
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, E. Fernando M.
"Dalam edisi keduan ini, terdapat perubahan dan penambahan yang kaya dibandingkan dengan edisi sebelumnya, terutama di Bab 6 dan 7 berkenaan dengan krisis penegakan hukum tanpa moralitas dalam legisme dan legalitas, serta memikirkan kembali gagasan kepastian hukum."
Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016
340.1 MAN l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yanne Sukmadewi
"ABSTRAK
Kegiatan perdagangan secara umum akan menggunakan suatu merek yang dikembangkan secara konsisten, sehingga produk tersebut menjadi terkenal dan mempunyai pangsa pasarnya. Seperti halnya bidang ilmu lain, hak atas kekayaan intelektual juga mengalami perkembangan dan evolusi. Dari sebuah merek yang hanya awalnya merupakan nama, lalu kemudian akan berkembang menjadi sebuah label atau etiket dan bahkan suatu bentuk kemasan yang akan menjadi ciri khas yang menjadi pembeda produk tersebut dibanding produk lainnya di pasar, yang dikenal sebagai Trade Dress. Undang – undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek belum menjangkau perlindungan atas Trade Dress. Hal ini menimbulkan kekosongan hukum bagi perlindungan Trade Dress yang sebenarnya adalah juga merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang wajib dilindungi. Kekosongan hukum ini dapat menimbulkan munculnya persaingangan curang, meniru atau tindakan membonceng reputasi suatu produk terkenal yang semuanya akan merugikan pemilik atas Trade Dress yang sesungguhnya.

ABSTRACT
Trading activity in general uses a trade mark that being develop consistently, therefore the product will become famous and has its market. Like any other field of knowledge, intellectual property right has its development and evolution process. Starting a trade mark as a name, then developed to become a label or even a packaging that will be a unique to its product that can differentiate form other product in the market, that will be known as Trade Dress. The Law No. 15 year 2001 related Trade Mark has not covered the protection for Trade Dress. This creates a loop hole for Trade Dress protection that actually still part of intellectual property right that should be protected. The lack of law regulation can create the unfair competition, copycat, ride on the reputation of well known product, that all can give disadvantage to the real owner of Trade Dress."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This is about the law of reflective in the thoughts of Jurgen Habermas. A deliberative democracy and a law of positivism are legitimate for consensus of the society, economy, and the nation. Utilizing his idea on a deliberative democracy, Habermas answers the unsolved problems posed by the ideology critiques on the instrumental rationality used by the Western constitution systems. His theory may also be applied to establish democracy within the Eastern values of the Asian societies, like Indonesia, which uses certain traditional values in the systems of the constitution."
JUETIKA
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Desiree Hardigaluh
"Perkembangan teknologi dan informasi serta internet telah memudahkan manusia untuk melakukan segala sesuatu secara daring, termasuk membeli suatu barang atua jasa. Salah satu dari banyak jenis perkembangan teknologi dan informasi adalah e-commerce. E-Commerce adalah segala bentuk transaksi bisnis atau pertukuran informasi yang dilakukan melalui teknologi informasi dan komunikasi, termasuk perdagangan barang dan jasa secara elektronik. Di dalam perjanjian jual-beli baik secara konvensional maupun elektronik, perlindungan terhadap hak-hak konsumen seyogianya menjadi perhatian utama pelaku usaha. Hal ini disebabkan meskipun sudah terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen, hingga saat ini masih sering ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, terutama dalam transaksi e-commerce. Skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif yang mengkomparasikan peraturan perundang-undangan tentang hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce antara Indonesia, India, dan Amerika Serikat. Melalui studi komparasi dan analisis menggunakan sumber data dari kepustakaan, penelitian ini menemukan jawaban atas bagaimana kepastian hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga mendeskripsikan perihal perbandingan kepastian hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce di Indonesia dengan India dan Amerika Serikat berdasarkan United Nations Guidelines for Consumer Protection. Lebih lanjut, penelitian ini juga memberikan preskripsi tentang kepastian hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce di Indonesia yang seharusnya, apabila ditinjau dari perbandingan kepastian hukum perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce di India dan Amerika Serikat.

The development of technology and information and the internet has made it easier for humans to do many things, including purchasing goods and services. One of many developments in technology and information is e-commerce. E-Commerce is all kinds of business transactions or information exchange carried out through the internet, including trading of goods and services electronically. In the matter of buying and selling, both conventionally and electronically, the protection of consumer rights should be the main concern of business actors. This is because despite the provisions of laws and regulations governing consumer protection, until now there are still frequent violations of consumer rights, especially in e-commerce transactions. This thesis is a piece of juridical-normative research that compares the laws and regulations concerning consumer protection law in e-commerce transactions between Indonesia, India, and the United States. Through comparative studies and analysis using literature study, this thesis explores on how the legal certainty of consumer protection in e-commerce transactions in Indonesia is being achieved. In addition, this research also describes about the comparison regarding legal certainty of consumer protection in e-commerce transactions in Indonesia between India and the United States based on the United Nations Guidelines for Consumer Protection. Furthermore, this study provides a prescription on how the legal certainty of consumer protection in e-commerce transactions in Indonesia should be, when viewed from a comparison of consumer protection laws in e-commerce transactions in India and the United States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nawang Pujiastuti
"Positive Deviance merupakan pendekatan yang dianggap sukses dalam menangani masalah gizi pada balita. Upaya penanggulangan masalah gizi melalui pendekatan positive deviance di Kelurahan Pancoran Mas merupakan alternatif kegiatan yang bersumber pada pemberdayaan masyarakat dengan fokus pada prilaku. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang pengalaman kader dalam mengelola pos gizi dengan pendekatan positive deviance. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif desain fenomenologi deskriptif dengan metode wawancara mendalam. Partisipan adalah kader yang telah mendapatkan pelatihan positive deviance dan sudah mengelola pos gizi minimal satu kali putaran. Data yang dikumpulkan berupa hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan yang dianalisis dengan menerapkan teknik Collaizi.
Penelitian ini mengidentifikasi 14 tema. Motivasi kader dalam mengelola pos gizi di bagi menjadi dua jenis yaitu motivasi utama sebagai pendorong utama dan motivasi penunjang yang memperkuat kader dalam mengelola pos gizi. Perasaan yang dirasakan kader selama mengelola pos gizi terbagi dalam dua perasaan yaitu perasaan positif dan negatif. Kader merasakan kekuatan saat mengelola pos gizi karena keterlibatan peserta, tercapainya tujuan pos gizi dan motivasi dari pelaku pos gizi. Hambatan utama yang dirasakan kader adalah partisipasi masyarakat, kurangnya monitoring dan tidak tercapainya tujuan. Harapan yang diinginkan kader dalam pengelolaan pos gizi selanjutnya adalah perbaikan monitoring, perbaikan sarana prasarana dan perbaikan status gizi balita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kader melakukan pos gizi dengan pendekatan positive deviance mendapat pengalaman beragam dan mengharapkan peningkatan dukungan dari sektor terkait dan partisipasi masyarakat. Pelaksanaan partisipasi masyarakat masih dalam tingkatan fungsional. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran model intervensi dukungan pada masyarakat dengan mengintegrasikan pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat dan kemitraan terbentuk dalam pos gizi pendekatan positive deviance untuk mengatasi permasalahan gizi di Indonesia.

Positive Deviance is an approach which considered successful in managing nutrition problem in under five years old children. Using positive deviance approach in nutrition program was one of activity alternatives which were originated from community empowerment with focus on behavior. This study was aimed to provide deep understanding of kader’s experience in organizing nutrition post with positive deviance approach. This study design was descriptive phenomenology with in-depth interview for data collecting. The participants were kader who were trained in positive deviance and had organized nutrition post for at least one session. Data gathered were interview recording and field note, which then transcribed and analyzed with Collaizi's analysis method.
This study identified 14 themes. Kader's motivation comprised of main promoter as main motivation and supporting motivation which strengthened kader in organizing nutrition post. The feeling of kader in organizing nutrition post were consisted of positive and negative feeling. Kader felt strength in organizing nutrition post because of participant’s involvement, accomplishing of nutrition post’s goal and motivation of participants. The main obstacle considered by kader was community participation, lack of monitoring and un-accomplished goal. Kader's expectation of organizing nutrition post in the future was improvement in monitoring, facilities in infrastructure, and increasing of nutritional status of under five years old children.
The result of study showed that kader organizing nutrition post with positive deviance gained various experience and expected increasing of support from community and related sectors. The performance of community participation was still in functional level. The results of study were expected to provide description of support intervention model for community with integrating community empowerment, community participation and partnership which were established in nutrition post using positive deviance approach for managing nutrition problems in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Peale, Norman Vincent, 1898-1993
Jakarta: Binarupa Aksara, 1996
153.42 PEA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmani Patana
"Kebiasaan belajar adalah teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, mcmbaca buku, mengeujakan tugas, dan mengatur waktu untuk menyelesaikan kegiatan (Djaali, 2008). Kebiasaan belajar di ruma11 yang efelctifditandai dengan: melakukan kegiatan belajar secara teratur, mempersiapkan semua kcperluan bclajar sebelum keesokan harinya berangkat ke sekolah, dan terbiam belajar hingga benar-benar memahami materi yang dipelajari (Liang Gie, 1995).
Program ini bertujuan mengubah kebiasaan belzgiar di rumah yang tidak teramr menjadi teratur melalui moditikasi perilalcu yang menerapkan prinsip-prinsip posilive reinforcement. Suhyek dalam penelitian ini bernama P, ia adalah seorang murid kelas 1 SD yang ‘berusia 6 tahum 8 bulan.
Setelah dilakukan intcrvensi, P dapat belajar secara temmr, sehingga bisa disimpulkan bahwa positive reinjbrcemenf efektif untuk membentuk kebiasaan belajar. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar materi yang dipelajari hendaknya fokus pada satu mata pelajaran, dibuat program untuk menumbuhkan motivasi intemal, tingkatkan pnoporsi belqjar selain mengerjakan PR, libatkzm kedua kakak P dalam kegiatan belajar, dan lakukanjbllow agp.

Study habit is a technique which is attained in a student by the time he gets study materials, reading books, does school works and manages his time in order to iinish his work (Djaali, 2008). Effective study habit at home is marked by: studying regularly, preparing everything which is needed before going to school the next day, and being used to study for understanding the study topic (Liang Gie, 1995).
The aim ofthis program is to modify unregular study habit at home into regular study habit by behavior modification wh ich uses the principal of positive reinforcement. Subject in this research is P, a first grader who is 6 years 8 months old.
After intervention, P succeeded in studying regularly, so it can be concluded that positive reinforcement is effective in shaping study habit. For tirture research the suggestions are the learning material studied should focus on only one sujea, an additional program should be designed to develop intemal motivation, time for leaming new materiats should be increased besides doing homework, the program should be implemented on both P’s sibling, and follow up is needed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34080
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>