Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34390 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Pratama
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesenjangan penghasilan antarpekerja disabilitas dan pekerja nondisabilitas dengan menggunakan metode dekomposisi Blinder-Oaxaca. Metode ini membagi penyebab kesenjangan penghasilan berdasarkan status Disabilitas menjadi faktor endowment yang dijelaskan oleh variabel status vertical mismatch, pendidikan, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, status kawin, status kepala rumah tangga, status kegiatan, tipe pekerjaan, lapangan pekerjaan, penggunaan teknologi digital, pengalaman kerja, keikutsertaan dalam pelatihan, dan faktor diskriminasi. Dari data Sakernas Agustus 2021, ditemukan bahwa kesenjangan penghasilan antarpekerja berdasarkan status disabilitas sebesar 17,91 persen poin. Kontribusi faktor diskriminasi lebih besar dibandingkan faktor endowment dalam menjelaskan kesenjangan penghasilan berdasarkan status disabilitas di Indonesia. Kontribusi faktor diskriminasi sebesar 7,41 persen poin (41,37 persen), sedangkan kontribusi faktor endowment sebesar 10,5 persen poin (58,63 persen).

This study aims to determine the earnings gap between disabled workers and non-disabled workers using the Blinder-Oaxaca decomposition method. This method divides the causes of the earnings gap based on disability status into endowment factors explained by the variables of vertical mismatch status, education, age, gender, place of residence, marital status, head of household status, activity status, type of work, employment, use of digital technology, work experience, participation in training, and discrimination factors. The August 2021 Sakernas data found that the income gap between workers based on disability status is 17.91 percentage points. The contribution of the discrimination factor is greater than the endowment factor in explaining the income gap based on disability status in Indonesia. The contribution of the discrimination factor was 7.41 percentage points (41.37 percent), while the contribution of the endowment factor was 10.5 percentage points (58.63 percent)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartato
"Optimalisasi penggunaan teknologi berperan dalam industri manufaktur agar mampu mencapai potensi produktifitas yang penuh di era ekonomi digital. Adanya transformasi teknologi digital ini dapat memberikan kontribusi besar pada struktur pendapatan pekerja industri manufaktur. Sementara itu, industri manufaktur yang merupakan leading sector perekonomian nasional dalam kurun waktu 2014 hingga 2018. Namun didominasi dengan pekerja berkarakteristik vertical mismatch (ketidaksesuaian antara tingkat pendidikan dengan jenis pekerjaan) yakni diatas 90 persen dan Indonesia menempati posisi tertinggi diantara negara Asia Pasifik lainnya untuk proporsi pekerja vertical mismatch. Resiko tenaga kerja yang berkarakteristik vertical mismatch, khususnya bagi pekerja overqualified adalah upah di bawah standar yang dikarenakan investasi mereka pada tingkat pendidikan tidak dipakai secara optimal. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh teknologi digital dan vertical mismatch terhadap pendapatan pekerja industri manufaktur di Indoensia menggunakan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2019. Hasil regresi linier berganda menunjukkan bahwa teknologi digital dan vertical mismatch berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan. Pekerja underqualified cenderung memperoleh pendapatan lebih besar dibandingkan mereka yang tergolong well-matched sedangkan pekerja overqualified akan dihadapkan dengan wage penalthy atau upah yang rendah. Adanya kemampuan menguasai teknologi digital seperti komputer, smartphone, dan teknologi digital lainnya mampu menambah pendapatan pekerja vertical mismatch dengan kecenderungan lebih tinggi.

Optimizing the use of technology has a role in the manufacturing industry in order to be able to reach its full productivity potential at this digital economy era. The existence of this digital technology transformation impacts on a major contribution toward income structure of manufacturing industry labors. Meanwhile, the manufacturing industry was the leading sector of the national economy from 2014 to 2018. However, it is dominated by workers with vertical mismatch characteristics (the mismatch between the level of education and the type of work) which is above 90 percent. Furthermore, Indonesia occupied the highest position among other Asia Pacific countries in terms of vertical mismatch worker proportion. The risk of labor which is characterized by a vertical mismatch, especially for overqualified workers, is wages that are below standard because their investment in education level is not used optimally. This research aims to study the effect of digital technology and vertical mismatch on the income of manufacturing industry labors in Indonesia using data from the National Labor Force Survey (Sakernas) August 2019. The results of multiple linear regression indicate that digital technology and vertical mismatch have a significant effect on income. Underqualified labors tend to earn more than those who are classified as well-matched, while overqualified labors will be faced with wage penalthy or low wages. The ability to master digital technology such as computers, smartphones and other digital technologies is able to increase the income of vertical mismatch labors with a higher tendency."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keisya Alysha Puteri Sandiya
"Mobilitas pekerjaan adalah fenomena yang umum terjadi di pasar tenaga kerja dan terkait erat dengan kecenderungan pekerja untuk berhenti. Hal ini mengacu pada kemungkinan pekerja meninggalkan pekerjaan mereka dalam jangka waktu tertentu. Di pasar tenaga kerja Indonesia, berbagai indikator seperti mencari pekerjaan saat bekerja (Job Hunt), kesediaan untuk menerima tawaran pekerjaan lain (Job Hop), dan tanpa pelatihan di tempat kerja (Sans OJT) digunakan untuk mengidentifikasi kecenderungan pekerja untuk berhenti. Masalah ini dapat menyebabkan biaya organisasi dan berdampak pada produktivitas dan ekonomi. Studi ini mengeksplorasi dampak job vertical mismatch, upah, dan interaksi keduanya terhadap kecenderungan pekerja untuk berhenti bekerja di pasar tenaga kerja Indonesia, dengan menggunakan metode regresi logistik dengan data SAKERNAS dari Agustus 2021 dan 2022. Hasil analisis menunjukkan undereducated mengurangi kemungkinan berhenti bekerja, sementara overeducated justru meningkatkan. Selain itu, pekerja undereducated lebih cenderung menghindari job hop daripada job hunter, sedangkan pekerja overeducated lebih cenderung untuk job hop. Selain itu, pekerja undereducated lebih kecil kemungkinannya untuk sans OJT, sementara hal yang sebaliknya pada overeducated. Upah yang lebih tinggi secara signifikan mengurangi kemungkinan pekerja untuk berhenti bekerja, dengan upah pekerja undereducated cenderung meningkatkan. Pada tahun 2021 menunjukkan kecenderungan untuk berhenti lebih rendah, sedangkan tahun 2022 lebih tinggi, seiring pemulihan pasar tenaga kerja pasca pandemi COVID-19.

Job mobility is a prevalent phenomenon in the labor market and is closely linked to workers' tendency to quit. This refers to the likelihood of workers leaving their jobs within a specific timeframe. In the Indonesian labor market, various indicators such as job searching while employed (Job Hunt), willingness to accept other job offers (Job Hop), and without on-the-job training (Sans OJT) are used to identify workers' tendency to quit. This issue can lead to organizational costs and impact productivity and the economy. This study explores the impact of job-vertical mismatch, wage, and their interplay on workers' tendency to quit in Indonesia's labor market, using logistic regression methods with SAKERNAS data from August 2021 and 2022. The analysis shows that being undereducated reduces the likelihood of quitting while overeducated increases it. Additionally, undereducated individuals are more inclined to avoid job hopping than job hunting, whereas overeducated individuals tend to job hop more. Moreover, undereducated workers are less likely to sans OJT, while the opposite holds for overeducated workers. Higher wages significantly reduce the likelihood of workers quitting, with undereducated workers' wages increasing their tendency to quit. Overall, the results for 2021 indicate a lower tendency to quit. In contrast, by 2022, there is an increase in job mobility expectations, likely influenced by the labor market rebound due to the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat besarnya kesenjangan penghasilan antar gender para wirausaha dan pekerja dengan menggunakan metode dekomposisi Blinder-Oaxaca. Metode ini membagi penyebab kesenjangan penghasilan antar gender menjadi dua bagian, yaitu faktor endowment yang dijelaskan oleh variabel umur, pendidikan, tempat tinggal, jam kerja, status kegiatan, jenis pekerjaan, dan lapangan usaha, serta faktor diskriminasi. Dari data Sakernas Agustus 2013, ditemukan bahwa kesenjangan penghasilan antar gender para pekerja lebih besar dibandingkan para wirausaha. Kontribusi faktor endowment lebih besar dalam menjelaskan kesenjangan penghasilan antar gender para pekerja, sedangkan kontribusi faktor diskriminasi lebih besar dalam menjelaskan kesenjangan penghasilan antar gender para wirausaha.

This research aims to find out the gender earnings gap in self and wage employment using Blinder-Oaxaca decomposition method. This method divides the causes of the gender earnings gap into endowment factor which is explained by age, education, residence, working hours, activity status, occupation and industry, as well as discrimination factor. Using Sakernas August 2013, it is found that the gender earnings gap in wage employment is greater than self employment. Endowment factor contribution is bigger in explaining the gender earnings gap in wage employment, while discrimination factor contribution is bigger in explaining the gender earnings gap in self employment."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denissa Kumala
"Skripsi ini membahas perihal dampak educational mismatch terhadap pendapatan yang fokus kepada pekerja dengan lulusan pendidikan tinggi di Indonesia yang diidentifikasi berdasarkan kelompok usia (age group). Adanya permasalahan peningkatan angka pengangguran pada individu tamatan pendidikan tinggi serta munculnya isu terkait ketidaksesuaian vertikal antara pekerjaan dengan tingkat pendidikannya, menjadi latar belakang dari studi ini. Metode normatif digunakan dalam menganalisis data Sakernas 2022 untuk mengukur tingkat mismatch yang terjadi pada pekerja tamatan pendidikan tinggi serta metode regresi OLS untuk mengukur dampak antara overeducation dan undereducation terhadap upahnya. Hasil studi ini menunjukkan bahwa pekerja tamatan pendidikan tinggi pada usia 20-64 tahun yang mengalami overeducation memiliki dampak yang signifikan negatif dan yang mengalami undereducation berdampak signifikan positif terhadap upah mereka. Dampak ketidaksesuaian vertikal yang dirasakan oleh pekerja dengan tamatan pendidikan tinggi ternyata lebih kecil dibandingkan pekerja dengan tamatan pendidikan dibawah tingkat pendidikan tinggi.

This undergraduate thesis examines the impact of educational mismatch on income, focusing on workers with higher education graduates in Indonesia that identified by age group. The problem of increasing unemployment among higher education graduates and the emergence of issues related to the vertical mismatch between jobs and education levels are the background of this study. The normative method is used in analyzing the 2022 Sakernas data to measure the level of mismatch that occurs among workers who have graduated from higher education as well as the OLS regression method to measure the impact of overeducation and undereducation on their wages. The results of this study show that workers with higher education aged 20-64 years who experience overeducation have a significant negative impact and those who experience undereducation have a significantly positive impact on their wages. The impact of vertical mismatch felt by workers with higher education levels is apparently greater than for workers with less than a high education level."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosiyana
"Latar Belakang : Implementasi kebijakan akreditasi puskesmas dimulai sejak 2015 hal ini sebagai jawaban atas adanya tantangan di era globalisasi ini. Pada tahun 2021 BPJS mensyaratkan adanya sertifikat akreditasi bagi puskesmas untuk menjalin kerja sama. Hal ini mendapat tanggapan yang bervariasi baik positif maupun negatif. Ada yang beranggapan akreditasi adalah kewajiban adapula yang menganggap sebagai kebutuhan, bagaimanapun sebagai insan kesehatan yang bekerja di puskesmas harus mematuhinya. Pertanyaan penting bagi pembuat kebijakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia adalah apakah akreditasi tidak memiliki konsekuensi seperti menurunkan kepuasan kerja para pegawai. Merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel sebanyak 133 responden pada 4 puskesmas yaitu Puskesmas Pangkalan Lada terakreditasi paripurna, Puskesmas Arut Selatan terakreditasi utama, Puskesmas Teluk Bogam terakreditasi madya dan puskesmas Sambi belum terakreditasi pada bulan April tahun 2021. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner online. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata kepuasan kerja pegawai berdasarkan status akreditasi (p=0,0005). Namun diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Background: The implementation of accreditation policies in primary healthcare centres have been implemented since 2015, as a response towards the challenges in this globalization era. Recently in 2021, the Indonesian government made it mandatory for primary healthcare centres to have an accreditation certificate, as a prerequisite for them to be covered by the government health insurance (BPJS). This recent policy was met with a variety of opinions, both positive and negative. Despite this difference of opinions, health personnel in primary healthcare centres need to comply with accreditation policies. An important matter that needs to be addressed by policy makers are whether accreditation policies can cause negative consequences such as decreasing the job satisfaction of employees. This study is a quantitative study with a cross sectional design. A total of 133 samples from 4 primary healthcare centers, namely Pangkalan Lada Primary Healthcare Centre which was fully accredited, Arut Selatan Primary Healthcare Centre which has a major accreditation, Teluk Bogam Primary Healthcare Centre which has a semi-major accreditation and Sambi Primary Healthcare Centre which wasn’t accredited. Data was collected with an online questionnaire, taken in April 2021. The results showed that there was a significant difference of average employee satisfaction scores between the different primary healthcare centres (p = 0,0005). However, an association between the satisfaction score with other demographic variables and was not found."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madina Rizqia
"Ketimpangan antar jenis kelamin di pasar tenaga kerja Indonesia masih terjadi. Hal ini memicu pekerja perempuan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi agar dapat bersaing dengan pekerja laki laki, sehingga pekerja perempuan mengalami job-education mismatch karena memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan oleh pekerjaannya. Baik studi mengenai job-education mismatch maupun studi mengenai selisih antara upah pekerja laki-laki dan pekerja perempuan sudah banyak berkembang, namun belum banyak studi yang melihat hubungan antara keduanya.
Penelitian ini diharapkan mampu menemukan bagaimana job-education mismatch mempengaruhi selisih upah antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan di Indonesia. Data yang digunakan adalah data SAKERNAS Agustus 2016. Status mismatch ditentukan dengan job-evaluation method menggunakan standar ISCO 2008 dan ISCED 1997.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, pekerja yang mengalami overqualified menerima wage penalty, pekerja yang mengalami underqualified menerima wage premium, dan mismatch pada pekerja perempuan memperburuk wage gap antara pekerja laki-laki dan perempuan.

Gender disparity still exists in Indonesias labor market. Discrimination between female and male workers then triggers female workers to achieve a higher education to be able to compete with male workers. That leads female workers to have a mismatch between their job and education, because they are overqualified for their jobs. Even though both studies about job education mismatch and females wage gap are already done by so many researchers, but less discuss about the relationship between them.
This research aims to find out how job education mismatch affects gender wage gap in Indonesia. This research used SAKERNAS August 2016 data. The mismatch status is obtained with job evaluation method using ISCO 2008 and ISCED 1997 standards.
The result of the research shows that overall, overqualified workers receive wage penalty, underqualified workers receive wage premium, and mismatch worsens the wage gap between male and female workers.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariqoh Wahyu Armadhani
"Berakhir dengan pekerjaan yang mismatch dengan kualifikasi pendidikannya atau menjadi pengangguran, kedua skenario tersebut merupakan realita yang dihadapi para pencari kerja di Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia telah mencoba untuk mendayagunakan Technical and Vocational Education and Training (TVET) untuk menjawab masalah tersebut. Namun keputusan tersebut dipertanyakan efektivitasnya mengingat kualitas sistem TVET di Indonesia yang cenderung kurang baik. Penelitian ini mencoba melihat dampak riwayat partisipasi TVET terhadap vertical mismatch dan durasi pencarian kerja yang digunakan sebagai proxy kedua skenario tersebut menggunakan SAKERNAS 2017 dan 2020. Hasil analisis Multinomial Logit Regression untuk vertical mismatch menemukan bahwa riwayat partisipasi TVET pada tingkat pendidikan tersier, khususnya melalui program pelatihan, dapat menurunkan peluang seseorang untuk mengalami vertical mismatch. Namun riwayat partisipasi pada tingkat pendidikan sekunder justru meningkatkan peluang tersebut. Lebih lanjut, analisis Cox Proportional Hazard Regression menemukan bahwa riwayat partisipasi TVET tidak memiliki pengaruh signifikan untuk memperpendek durasi pencarian pekerjaan lulusannya. Berdasarkan temuan penelitian ini, masyarakat Indonesia disarankan untuk lebih banyak berpartisipasi dan memanfaatkan program pelatihan untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan terkait vertical mismatch dan durasi pencarian kerja.

Ended up with a job that mismatches their educational qualifications or becomes unemployed, both scenarios are the reality faced by job seekers in Indonesia. The Government of the Republic of Indonesia have tried to utilize Technical and Vocational Education and Training (TVET) to address these problems. However, the effectiveness of this decision is questionable, considering the quality of the TVET system in Indonesia tends to be poor. Using SAKERNAS 2017 and 2020, this study examines the impact of the TVET participation history on vertical mismatch and job search duration. The Multinomial Logit Regression analysis results for vertical mismatch found that a history of TVET participation at the tertiary education level, mainly through training programs, can reduce a person's probability of experiencing vertical mismatches. However, TVET participation history at the secondary education level tends to increase those probability. Furthermore, the Cox Proportional Hazard Regression analysis found that TVET participation history did not significantly shorten graduates’ job searching durations. Based on the findings of this study, it is advised for Indonesians to utilize or participate in more training programs to resolve employment problems related to vertical mismatch and the duration of job searches."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Ernawaty
"Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa kejadian qualification mismatch dan pengaruhnya terhadap pendapatan tenaga kerja di Indonesia. Dengan memanfaatkan SAKERNAS 2018, kejadian qualification mismatch diidentifikasi menggunakan metode normatif. Vertical mismatch didapat dengan membandingkan tingkat pendidikan dan KBJI 1 digit, sedangkan horizontal mismatch membandingkan 3 digit ISCED-F dan KBJI 3 digit. Pada tahun 2018, persentase kejadian undereducation sebesar 4.6% dan overeducation sebesar 27.9%. Sedangkan kejadian field of study mismatch terjadi pada 68.4% tenaga kerja di Indonesia. Pengaruh qualification mismatch baik undereducation, overeducation, dan field of study mismatch terhadap pendapatan tenaga kerja diestimasi dengan menggunakan metode ordinary least square. Hasil menunjukkan bahwa terdapat income premium pada tenaga kerja yang mengalami undereducation sebesar 5.46%-6.54%. Tenaga kerja yang mengalami overeducation mendapatkan income penalty sebesar 6.72%-8.06% sedangkan yang mengalami field of study mismatch sebesar 6.37%-7.36%. Namun, pengaruh qualification mismatch tersebut membesar pada pendapatan tenaga kerja pada kelompok lulusan pendidikan vokasi serta sektor manufaktur.

This study aims to examine qualification mismatch incidence and its effect on labor earnings in Indonesia. Indonesia`s labor force structure shows that the largest proportion of the labor force is high scholl graduates. Thus, it is necessary to investigate qualification mismatch effects on labor income with a minimum qualification of senior high school. Using SAKERNAS 2018, the number of qualification mismatch incidence is calculated using normative method. In 2018, undereducation incidence was 4.6% and overeducation was 27.9%. While the field of study mismatch occurred in 68.4% of the labor force in Indonesia. The effect of qualification mismatch on labor income is estimated using ordinary least square method. The results show that there is income premium for undereducated labor. Overeducated labor get 6.72%-8.06% income penalty, while those who experience a field of study mismatch suffered 6.37%-7.36%. However, the wage effect of the qualification mismatch has widened for labor from vocational education graduates and manufacturing sectors.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasyafania Budi Putranti
"Dari seluruh kasus komplikasi selama kehamilan, hipertensi pada kehamilan memiliki jumlah kasus sebesar 5-10%. Hipertensi pada kehamilan adalah penyebab terbesar kasus kematian ibu di Jawa Tengah pada tahun 2019 dengan angka 29.6% dari total angka kematian ibu. Salah satu faktor risiko hipertensi pada kehamilan adalah berat badan berlebih dan obesitas. Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah dengan angka obesitas tertinggi di Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti hubungan status gizi ibu yang dilihat dari indeks massa tubuh dengan hipertensi pada kehamilan di Kabupaten Brebes tahun 2021. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan jumlah sampel total 160 pasien, 80 pasien kasus dan 80 pasien kontrol. Data diambil dari rekam medis ibu hamil dan dianalisis menggunakan uji chi square dengan nilai kemaknaan p<0,05. Analisis hubungan antara status gizi berlebih dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan hasil bermakna dengan nilai odds ratio: IMT <25 kg/m2 (OR 3,857; 95%CI 1,867-7,969), IMT 25,1-29,9 kg/m2 (OR 3,429; 95%CI 1,550-7,583), dan IMT >30 kg/m2 (OR 4,821; 95%CI 2,029-11,458). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi ibu dengan kejadian hipertensi pada kehamilan di Kabupaten Brebes.

Of all cases of complications during pregnancy, hypertension in pregnancy has a number of cases of 5-10%. Hypertension in pregnancy is the biggest cause of maternal deaths in Central Java in 2019 with a rate of 29.6% of the total maternal mortality rate. One of the risk factors for hypertension in pregnancy is overweight and obesity. Brebes Regency is one of the districts in Central Java with the highest obesity rate in Central Java. This study was conducted to examine the relationship between maternal nutritional status as seen from body mass index and hypertension in pregnancy in Brebes Regency in 2021. This study used a case-control design with a total sample of 160 patients, 80 case patients and 80 control patients. Data were taken from medical records of pregnant women and analyzed using the chi square test with a significance value of p<0.05. Analysis of the relationship between excess nutritional status and hypertension in pregnancy showed significant results with odds ratio values: BMI <25 kg/m2 (OR 3.857; 95% CI 1.867-7.969), BMI 25.1-29.9 kg/m2 (OR 3.429; 95% CI 1.550-7.583), and BMI > 30 kg/m2 (OR 4.821; 95% CI 2.029-11.458). It can be concluded that there is a relationship between the nutritional status and the incidence of hypertension in pregnancy in Brebes Regency."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>