Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157962 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saswal Ukba
"Upaya pelestarian rupanya seiring sejalan dengan tantangan pelestarian itu sendiri. Dalam penelitian ini tantangan yang dimaksud adalah keberadaan sumber daya arkeologi dalam kawasan sumber daya pertambangan. Yaitu antara potensi konflik pelestarian situs gua prasejarah di Konawe Utara berupa Gua Pondoa, Gua Tengkorak dan Gua Kuya dengan aktivitas pertambangan sekitar situs. Dalam penelitian ini memiliki dua permasalahan penelitian yakni pertama adalah nilai penting apa saja yang ada pada situs gua prasejarah Gua Pondoa, Gua Kuya dan Gua Tengkorak, kedua adalah apa saja dampak pertambangan pada situs gua prasejarah Konawe Utara. Metode yang digunakan untuk menjawab masalah tersebut adalah menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan sistem wawancara stakeholder dan penelitian langsung lapangan, serta menggunakan konsep CRM, nilai penting, stakeholder dan konsep sosial ekonomi. Sehingga hasil penelitian menunjukan bahwa muatan nilai penting dari situs gua prasejarah Konawe Utara diketahui berdasarkan nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan temuan-temuan arkeologis yang dimilikinya. Sementara pengaruh pertambangannya meliputi potensi vegetasi lingkungan gua yang tidak bagus, kerusakan lahan di sekitar area situs, potensi longsoran tanah sekitar situs, akses menuju situs yang dapat terhalang, hilangnya data arkeologis pada situs dan rawan kasus vandalisme, dan konflik kepentingan antara pemangku kepentingan. Sedangkan pada penanganan masalah pelestariannya meliputi penanganan aspek sosial yakni pelestarian berbasis partisipasi masyarakat, sosialisasi terpadu. Kemudian pada penanganan aspek ekonomi meliputi industri pariwisata, peluang kerja, peluang usaha, dan peningkatan infrastruktur.

Preservation efforts seem to go hand in hand with the challenge of preservation itself. In this study, the challenge in question is the existence of archaeological resources in mining resource areas. That is between the potential conflict over the preservation of prehistoric cave sites in North Konawe in the form of Pondoa Cave, Tengkorak Cave, and Kuya Cave with mining activities around the site. In this study, there are two research problems, namely the first is the important value of the prehistoric cave sites in Pondoa Cave, Kuya Cave, and the Tengkorak Cave, and the second is what are the impacts of mining on the prehistoric cave sites in North Konawe. The method used to answer this problem is to use a qualitative method using a system of stakeholder interviews and direct field research, as well as using the concept of CRM, important values, stakeholders, and socio-economic concepts. So the results of the study show that the significant value content of the North Konawe prehistoric cave site is known based on historical, scientific, educational, and cultural values following its archaeological findings. While the effects of mining include the potential for vegetation in the cave environment that is not good, damage to land around the site area, potential for landslides around the site, access to the site that can be blocked, loss of archaeological data on the site and prone to cases of vandalism, and conflicts of interest between stakeholders. Meanwhile, the handling of conservation issues includes handling social aspects, namely preservation based on community participation, and integrated socialization. Then the handling of economic aspects includes the tourism industry, job opportunities, business opportunities, and infrastructure improvements."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Afdhal Adidharma
"Logam Berat merupakan jenis pencemar di perairan yang berkaitan erat dengan Total Padatan Tersuspensi (TSS). Eratnya hubungan dari kedua parameter tersebut dapat menjadi potensi dalam menilai secara tidak langsung logam berat di perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara TSS dan berat Nikel (Ni) dan Tembaga (Cu) yang terikat didalamnya, kemudian distribusi TSS di perairan diestimasi menggunakan teknik penginderaan jauh untuk menggambarkan secara tidak langsung distribusi kedua logam berat tersebut, dan mengetahui pengaruh dari parameter perairan terhadap distribusi kandungan TSS dan logam berat. Penelitian ini dimulai dengan pengambilan sampel yang dilakukan pada 31 Maret – 1 April 2023 di 36 titik sampling yang telah ditentukan. Sampel air dianalisis kandungan TSS-nya menggunakan metode gravimetri serta kandungan logam berat Ni dan Cu yang terikat dalam TSS tersebut dianalisis menggunakan metode Inductively Coupled Plasma - Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Parameter perairan yang mencakup kedalaman, arus, gelombang, pasang surut, suhu, pH dan salinitas diukur dan dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kandungan dan pola sebaran TSS maupun logam berat di perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan TSS berkisar antara 6 hingga 45 mg/l, dimana kandungan tertinggi ditemukan di sekitar daerah pertambangan di Desa Tapuemea dan muara Sungai Lasolo. Kandungan logam berat Ni dan Cu masing masing berkisar antara 0,03 – 0,1 mg/kg dan 0,006 – 0,5 mg/kg. Secara spasial, kedua logam tersebut sama-sama ditemukan tertinggi pada perairan yang jauh dari area pertambangan yaitu di pesisir Kelurahan Molawe. Pola sebaran spasial parameter TSS dan logam berat yang tidak menunjukkan korelasi mengindikasikan bahwa sebaran TSS tidak dapat menggambarkan secara tidak langsung langsung pola sebaran logam berat di Teluk Lasolo. Berdasarkan hasil analisis statistik, distribusi TSS dipengaruhi oleh pH air, logam berat Ni dipengaruhi oleh arus dan Cu tidak dipengaruhi oleh seluruh parameter. Hasil pemodelan spasial menunjukkan dugaan bahwa gelombang dan pasang surut memiliki pengaruh dalam distribusi TSS dan logam berat.

Heavy metals are a type of pollutant in water closely related to Total Suspended Solids (TSS). The close relationship between these two parameters can be a potential indirect assessment of heavy metals in water. This research aims to determine the relationship between TSS and the weight of Nickel (Ni) and Copper (Cu) bound within it. Additionally, the distribution of TSS in water is estimated using remote sensing techniques to indirectly depict the distribution of these heavy metals. The study also aims to identify the influence of water parameters on the distribution of TSS and heavy metals. The research began with sampling on 31 March – 1 April 2023, at 36 predetermined sampling points. Water samples were analyzed for TSS content using gravimetric methods, and the content of Ni and Cu bound in TSS was analyzed using Inductively Coupled Plasma - Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Water parameters, including depth, current, waves, tides, temperature, pH, and salinity, were measured and analyzed to determine their influence on the content and distribution patterns of TSS and heavy metals in water. The results showed that TSS content ranged from 6 to 45 mg/l, with the highest content found around mining areas such as jetty in Tapuemea Village and the mouth of the Lasolo River. The content of heavy metals Ni and Cu ranged from 0.03 to 0.1 mg/kg and 0.006 to 0.5 mg/kg, respectively. Spatially, both metals were found highest in waters far from mining areas, specifically in the coastal area of Molawe Village. The spatial distribution pattern of TSS and heavy metals, which did not show correlation, indicates that the TSS distribution cannot directly depict the spatial distribution pattern of heavy metals in Teluk Lasolo. Based on statistical analysis, TSS distribution is influenced by water pH, Ni is influenced by currents, and Cu is not influenced by any parameter. Spatial modeling results suggest that waves and tides have an impact on the distribution of TSS and heavy metals."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Afdhal Adidharma
"Logam Berat merupakan jenis pencemar di perairan yang berkaitan erat dengan Total Padatan Tersuspensi (TSS). Eratnya hubungan dari kedua parameter tersebut dapat menjadi potensi dalam menilai secara tidak langsung logam berat di perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara TSS dan berat Nikel (Ni) dan Tembaga (Cu) yang terikat didalamnya, kemudian distribusi TSS di perairan diestimasi menggunakan teknik penginderaan jauh untuk menggambarkan secara tidak langsung distribusi kedua logam berat tersebut, dan mengetahui pengaruh dari parameter perairan terhadap distribusi kandungan TSS dan logam berat. Penelitian ini dimulai dengan pengambilan sampel yang dilakukan pada 31 Maret – 1 April 2023 di 36 titik sampling yang telah ditentukan. Sampel air dianalisis kandungan TSS-nya menggunakan metode gravimetri serta kandungan logam berat Ni dan Cu yang terikat dalam TSS tersebut dianalisis menggunakan metode Inductively Coupled Plasma - Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Parameter perairan yang mencakup kedalaman, arus, gelombang, pasang surut, suhu, pH dan salinitas diukur dan dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kandungan dan pola sebaran TSS maupun logam berat di perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan TSS berkisar antara 6 hingga 45 mg/l, dimana kandungan tertinggi ditemukan di sekitar daerah pertambangan di Desa Tapuemea dan muara Sungai Lasolo. Kandungan logam berat Ni dan Cu masing masing berkisar antara 0,03 – 0,1 mg/kg dan 0,006 – 0,5 mg/kg. Secara spasial, kedua logam tersebut sama-sama ditemukan tertinggi pada perairan yang jauh dari area pertambangan yaitu di pesisir Kelurahan Molawe. Pola sebaran spasial parameter TSS dan logam berat yang tidak menunjukkan korelasi mengindikasikan bahwa sebaran TSS tidak dapat menggambarkan secara tidak langsung langsung pola sebaran logam berat di Teluk Lasolo. Berdasarkan hasil analisis statistik, distribusi TSS dipengaruhi oleh pH air, logam berat Ni dipengaruhi oleh arus dan Cu tidak dipengaruhi oleh seluruh parameter. Hasil pemodelan spasial menunjukkan dugaan bahwa gelombang dan pasang surut memiliki pengaruh dalam distribusi TSS dan logam berat.

Heavy metals are a type of pollutant in water closely related to Total Suspended Solids (TSS). The close relationship between these two parameters can be a potential indirect assessment of heavy metals in water. This research aims to determine the relationship between TSS and the weight of Nickel (Ni) and Copper (Cu) bound within it. Additionally, the distribution of TSS in water is estimated using remote sensing techniques to indirectly depict the distribution of these heavy metals. The study also aims to identify the influence of water parameters on the distribution of TSS and heavy metals. The research began with sampling on 31 March – 1 April 2023, at 36 predetermined sampling points. Water samples were analyzed for TSS content using gravimetric methods, and the content of Ni and Cu bound in TSS was analyzed using Inductively Coupled Plasma - Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Water parameters, including depth, current, waves, tides, temperature, pH, and salinity, were measured and analyzed to determine their influence on the content and distribution patterns of TSS and heavy metals in water. The results showed that TSS content ranged from 6 to 45 mg/l, with the highest content found around mining areas such as jetty in Tapuemea Village and the mouth of the Lasolo River. The content of heavy metals Ni and Cu ranged from 0.03 to 0.1 mg/kg and 0.006 to 0.5 mg/kg, respectively. Spatially, both metals were found highest in waters far from mining areas, specifically in the coastal area of Molawe Village. The spatial distribution pattern of TSS and heavy metals, which did not show correlation, indicates that the TSS distribution cannot directly depict the spatial distribution pattern of heavy metals in Teluk Lasolo. Based on statistical analysis, TSS distribution is influenced by water pH, Ni is influenced by currents, and Cu is not influenced by any parameter. Spatial modeling results suggest that waves and tides have an impact on the distribution of TSS and heavy metals."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syifa Laila Ramadhan
"ABSTRACT
Giardiasis dapat bersifat asimtomatik dan simtomatik, salah satu gejalanya adalah diare kronik dan dapat menyebabkan malnutrisi khususnya pada anak. Sulawesi Tenggara adalah salah satu wilayah di Indonesia dengan prevalensi diare yang cukup tinggi khususnya Kabupaten Konawe, namun belum ada pendataan di wilayah itu mengenai kejadian giardiasis yang dapat menjadi patogen penyebab diare tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data prevalensi kejadian giardiais pada anak usia 3-10 tahun di Kabupaten Konawe serta melihat apakah terdapat hubungan antara kejadian giardiasis dengan jenis kelamin dan usia. Metode Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilaksanakan sejak bulan Januari-Oktober 2018. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari hasil pemeriksaan feses di laboratorium Departemen Parasitologi FKUI. Dari 496 sampel yang dikumpulkan dan diperiksa (bernilai positif apabila ditemukan kista atau trofozoit Giardia lamblia secara mikroskopis dengan teknik pemeriksaan langsung), diambil 100 sampel yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi untuk sebagai sampel penelitian. Prevalensi giardiasis pada anak usia 3-10 tahun di Kabupaten Konawe pada tahun 2017 mencapai 13%. Tidak terdapat hubungan antara kejadian giardiasis dengan jenis kelamin (nilai p=0,564; OR=1,493; Cl=0,453-4,924), kelompok usia (nilai p=1,00; OR=1,102; CI=0,311-3,909), dan tingkat pendidikan yang dibagi menjadi PAUD/TK dan SD (nilai p=1,00; OR=0,988. CI=0,279-3,490). Hasil terkait hubungan antara kejadian giardiasis dengan jenis kelamin sama dengan beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya. Pada beberapa penelitian dikatakan kejadian giardiasis banyak pada kelompok anak di bawah 5 tahun, sedangkan pada penelitian ini banyak ditemukan pada anak di atas 5 tahun sehingga perlu diteliti lebih lanjut dengan mencakup anak usia 0-2 tahun juga dan faktor-faktor eksternal yang berkaitan. Kesimpulan: idak terdapat perbedaan proporsi kejadian giardiasis pada kelompok anak laki-laki dan perempuan, pada kelompok anak usia 3-5 tahun dan 6-10 tahun, serta pada kelompok anak PAUD/TK dan SD.

ABSTRACT
Introduction
Giardiasis or G.lamblia infection can be asymptomatic and symptomatic, one of the symptoms of Giardiasis is chronic diarrhea and it can cause malnutrition, especially in children. Sulawesi Tenggara is one of the province in Indonesia with a high diarrhea prevalence, especially in Kabupaten Konawe, but there is no data collection in the region regarding the prevalence of G.lamblia infection that can be a causative pathogen of diarrhea. The purpose of this study was to obtain data of giardiasis prevalence in children 3-10 years old in Kabupaten Konawe and see whether there was a relationship between the incidence of giardiasis with gender and age. This is a cross-sectional study conducted since January-October 2018. The data that used is a secondary data from the results of the fecal examination in the laboratory of the Department of Parasitology FKUI. From 496 suitable samples which collected and examined (positive value if cysts or trophozoites was found microscopically by direct examination), 100 samples which matched the inclusion and exclusion criteria were taken for the study sample. The prevalence of giardiasis in children 3-10 years old in Kabupaten Konawe in 2017 reached 13%. There was no correlation between the prevalence of giardiasis with gender (p value = 0,564; OR=1,493; Cl=0,453-4,924), age categorized (p value = 1.00; OR=1,102; CI=0,311-3,909), and level education which is divided into childhood/kindergarten and elementary school (p value = 1.00; OR=0,988; CI=0,279-3,490).Discussion The result of the correlation between giardiasis prevalence and gender is same with another study before. In several studies, there were many occurrences of giardiasis in children under 5 years old, whereas there are many occurrences of giardiasis in children over 5 years old in this study. So it needs to be studied further by including children 0-2 years old and also find other related external factors with giardiasis.Conclusion:There was no difference in the giardiasis proportion in groups of boys and girls, in groups of children 3-5 years old and 6-10 years old, and also in groups of children in childhood/kindergarten and elementary school."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Andre Abrianto
"Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan diakomodir berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebagai penelitian yuridis normatif, artikel ini membahas mengenai tumpang tindih kawasan yang terjadi antara usaha pertambangan dan kegiatan budidaya kehutanan yang berdampak pada terhambatnya kegiatan usaha pertambangan di kawasan tersebut. Izin merupakan salah satu bentuk dari pengendalian oleh Pemerintah, sehingga dengan diperolehnya izin, maka penerima izin seharusnya dapat melakukan kegiatan pertambangan. Tertundanya kegiatan pertambangan PT. Mitra Bara Jaya di kawasan tersebut diakibatkan karena pemerintah tidak campur tangan dalam penghitungan biaya ganti investasi dan justru menyerahkan penyelesaian tersebut melalui skema business to business. Hal ini menunjukkan kelemahan manajemen pemerintah untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Ombudsman Republik Indonesia berpendapat bahwa telah terjadi maladministrasi yang dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI cq Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari karena telah melakukan pengabaian kewajiban hukum dan penundaan berlarut terkait penyelesaian permasalahan ganti biaya investasi antara PT. Mitra Bara Jaya dengan PT. Adindo Hutani Lestari.
....The usage of forest area for development purpose besides forestry activity is accommodated based on Article 38 of Law Number 41 of 1999 concerning Forestry. As a normative juridical study, this article discusses the overlapping areas that occur between mining businesses and forestry cultivation activities that have an impact on the obstruction of mining business activities in these areas. Permit is one form of control by the Government, so that by obtaining license, the permit recipient should be able to carry out mining activities. PT. Mitra Bara Jaya's mining activity is delayed because instead of interfere in calculating the cost of investment, the Government hands over the settlement through a Business-to-Business scheme. This shows the weakness of government management to provide legal certainty for business. Ombudsman of the Republic of Indonesia argues that there has been a maladministration by the Indonesian Minister of Environment and Forestry cq the Director General of Sustainable Production Forest Management due to the neglection of legal obligation and prolonged delay related to the resolution of the compensation on cost of investment issue between PT. Mitra Bara Jaya and PT. Adindo Hutani Lestari."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andreas Patogar Harimardhika
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis collaborative governance dalam penanganan permasalahan pengungsi dari luar negeri di wilayah DKI Jakarta. Penelitian secara khusus mengamati perihal kolaborasi Pemerintah Indonesia dan UNHCR Indonesia dan IOM Indonesia dalam penanganan permasalahan pengungsi dari luar negeri di wilayah DKI Jakarta. Teori yang digunakan adalah teori collaborative governance dan manajemen pengungsi. Pendekatan penelitian adalah post-positivist dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan telaah literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memang terdapat proses kolaborasi antara Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai state actor dan UNHCR Indonesia dan IOM Indonesia sebagai non-state actors dalam penanganan permasalahan pengungsi dari luar negeri di wilayah DKI Jakarta. Lebih lanjut lagi, ditemukan juga fakta bahwa proses kolaborasi yang ada ternyata sudah berjalan baik dan refugee management sudah efektif, dengan hasil akhir terdapat 7 dari 9 dimensi operasionalisasi konsep yang terpenuhi.

This research aims to analyze the collaborative governance process in managing refugees related problems in Jakarta Capital Region area in Indonesia. This research is particulary focusing itself in analyzing the collaboration between the Indonesian government and UNHCR in Indonesia and IOM in Indonesia on accommodation and supervision, as well as humanitarian aid related matters as they try to manage the refugees related problems in Jakarta Capital Region area. This research is using the post-positivist approach, while the data collection method being used are in-depth interview, and literature studies. Theories being used are collaborative governance and refugees management. Result of the research shows that there were indeed collaborative governance process being done by Directorat General of Immigration as state actors and UNHCR Indonesia and IOM Indonesia as non- state actors. Furthermore, result of the research also shows that the collaborative process between all parties involved were deemed good and the refuge management was effective, proving that from 7 out of 9 dimensions from the concept operationalization are fulfilled.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Sujud Purnawan Jati
"Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Seperti halnya wilayah lain di Pulau Jawa, penelitian arkeologi di Jawa Timur, khususnya untuk situs prasejarah telah dimulai sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelitian pada saat itu. Pada tahap awal tampaknya perhatian penelitian lebih banyak dicurahkan pada tujuan untuk menemukan benda-benda arkeologi berupa artefak. Sementara itu kegiatan yang banyak dilakukan berupa pendokumentasian, kegiatan inventarisasi, pembahasan yang berorientasi pada artefak (artifact-oriented), dan beberapa upaya untuk merekonstruksi kehidupan manusia di masa lampau.
Kegiatan penelitian di wilayah ini pada dua dasawarsa terakhir telah meningkat jumlahnya, dan telah terjadi pergeseran perhatian dari pengkajian atas artefak kepada pengkajian atas situs dan bahkan kawasan. Namun demikian penelitian tersebut belum mencakup seluruh aspek yang terkait, misalnya aspek lingkungan. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena berbicara perkara kehidupan manusia dan budayanya, tentu tidak akan terlepas dari perkara yang lain seperti lingkungan alam. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi baik dalam dimensi ruang maupun waktu (Soejano 1987:37).
Sejak masa lalu manusia telah memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tercermin dari bukti-bukti arkeologi yang diperoleh, baik yang berbentuk artefak (artefact), ekofak (ecafact), fitur (feature), dan situs (site). Namun disadari bahwa bukti-bukti arkeologi yang sampai kepada kita memiliki keterbatasan baik kuantitas maupun kualitas (Mundardjito 1986:42). Oleh karena itu untuk dapat menjelaskan kehidupan manusia masa lalu tidak hanya dibutuhkan pengkajian atas artefak semata-mata, tetapi pengkajian yang luas atas tinggalan arkeologi, tidak saja pada hanya satu situs, namun tinggalan arkeologi dalam Skala ruang yang lebih luas, yaitu benda-benda arkeologi dan situs-situs yang tersebar dalam wilayah atau kawasan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang makro, yaitu pendekatan kawasan disertai dengan kesadaran yang tinggi akan keterkaitan antar situs, baik secara ekologis, geografis maupun fungsional."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Faizal
"Pemanfaatan alam dilakukan oleh masyarakat prasejarah dalam rangka mendukung kelangsungan hidup mereka. Gua dan ceruk dimanfaatkan oleh manusia masa lampau sebagai tempat tinggal, penguburan, dan sebagai tempat untuk kegiatan religi. Sisa-sisa kehidupan manusia masa prasejarah terdapat pula di Kalimantan Timur. Hal ini terlihat dari adanya tinggalan arkeologis yang terdapat pada beberapa gua clan ceruk di Kalimantan Timur. Pada tulisan ini dibahas sekitar 31 buah gua dan ceruk yang terdapat di Kalimantan Timur. Tinggalan arkeologis tersebut di antaranya fragmen tulang manusia dan hewan, fragmen tembikar, moluska, alat batu, peti mati yang terbuat dari kayu (lungun), dan gambar cadas. Dari asosiasi tinggalan arkeologis dengan gua dan ceruk di Kalimantan Timur dapat dilihat adanya indikasi pemanfaatan gua dan ceruk yang difungsikan sebagai tempat hunian, penguburan, dan sarana untuk melakukan kegiatan religi. Pemanfaatan gua dan ceruk tersebut ada pula yang digabungkan, yaitu sebagai tempat hunian dan penguburan, maupun sebagai tempat hunian dan religi. Gua dan ceruk yang di pilih sebagai tempat hunian umumnya dekat dengan sumber air. Temuan moluska di beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur menunjukkan indikasi pemanfaatan moluska sebagai sumber makanan, alat bantu, dan perhiasan. Adanya temuan moluska air laut menunjukkan telah adanya interaksi masyarakat pedalaman dengan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Temuan fragmen tembikar menunjukkan bahwa masyarakat saat itu memiliki waktu luang yang dimanfaatkan untuk membuat tembikar. Temuan fragmen tembikar dengan temper berbahan sekat memperlihatkan terjadinya interaksi antara masyarakat pemburu dan pengumpul makanan dengan masyarakat yang telah mengenal pertanian. Tembikar dipergunakan sebagai wadah untuk kehidupan sehari_-hari dan juga sebagai wadah kubur. Hal ini terlihat dari asosiasi (fragmen tembikar dengan fragmen tulang manusia di beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur. Pembuatan tembikar hingga kini masih dapat di temui di masyarakat pedalaman Kalimantan Timur. Gambar cadas yang terdapat pada beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur memperlihatkan bahwa masyarakat saat itu sudah mulai mengekspresikan apa yang mereka lihat sehari-hari ke dalam bentuk visual. Motif yang dominan ialah cap tangan, sedangkan warna yang dominan digunakan ialah merah. Melihat dari tingkat kesulitan dalam pencapaian gua dan ceruk serta pemilihan dinding untuk penerapan gambar cadas, nampaknya gambar tersebut dibuat berkaitan dengan unsur religi. Masyarakat saat itu membuat gambar-gambar tersebut sebagai pengharapan dalam melakukan perburuan kelak akan mendapatkan hasil yang baik. Pengharapan tersebut diwakilkan dengan menggambarkan hewan-hewan buruan mereka dalam keadaan terluka. Konsep ini disebut konsep kontak magis atau sympathetic magic. Namun bentuk aktivitas religi yang dilakukan belum dapat diketahui secara pasti. Sejumlah artefak batu memperlihatkan pemanfaatan sumber Jaya alam sebagai aiat bantu dalam kehidupan masyarakat saat itu. Tinggalan arkeologis berupa peti mati yang terbuat dari kayu (lungun) memperlihatkan keberlanjutan pemanfaatan gua dari masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan ke masyarakat selanjutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>