Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evi Firna
"Stunting adalah kondisi gagal tumbuh baik secara fisik maupun kognitif karena kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Anak stunting tidak akan mencapai pertumbuhan tinggi badan dan perkembangan kognitif optimal. Stunting di Provinsi Sulawesi Barat (33,8%) menempati urutan kedua tertinggi setelah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Provinsi Sulawesi Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan 552 sampel yang diperoleh dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021. Variabel independen meliputi faktor anak, faktor orang tua, dan faktor lingkungan. Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat dan multivariat menggunakan regresi logistik ganda model determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi stunting pada anak usia 6-23 bulan sebesar 31,9%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah usia anak (OR=1,802), berat badan lahir (OR=3,08), dan panjang badan lahir (OR=2,283). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah berat badan lahir. Anak yang memiliki riwayat BBLR berisiko 2,6 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat BBLR setelah dikontrol variabel usia anak, panjang badan lahir, dan status menyusui.

Stunting is a condition of failure to thrive both physically and cognitively due to chronic malnutrition and repeated infections. Children with stunting will not achieve optimal height growth and cognitive development. Stunting in West Sulawesi (33,8%) is the second highest after East Nusa Tenggara Province. This study aims to analyze the risk factors of stunting in children aged 6-23 months in West Sulawesi Province. The research design used was cross sectional with 552 samples obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used is Indonesian Nutrition Status Survey 2021. The independent variables included child factors, parental factors, and environmental factors. Bivariate analysis used chi-squared test and multivariate used multiple logistic regression as the determinant model. The results showed that the proportion of stunting in children 6-23 months was 31,9%. Bivariate analysis showed that the variables associated with the incidence of stunting were child’s age (OR=1,802), birth weight (OR=3,08), and birth length (OR=2,283). Multivariate analysis showed that the dominant factor associated with stunting was birth weight. Children with a history of LBW are at risk of stunting 2.6 times higher than those without a history of LBW after being controlled by child’s age, birth length, and breastfeeding status.="
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silviani J. Prissa
"Stunting juga dikenal sebagai "pendek", adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah 5 tahun akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Berdasarkan hasil SSGI tahun 2022, Provinsi Sulawesi Tengah menduduki peringkat ke 6 dengan prevalensi stunting mencapai 28,2%, turun 1,5% dari tahun 2021 yaitu 29,7% (peringkat 8). Namun, angka ini masih lebih tinggi dari rata–rata nasional sebesar 21,6 persen. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang faktor determinan stunting pada anak usia 6–23 bulan di Provinsi Sulawesi Tengah. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi faktor anak, faktor ibu dan faktor rumah tangga. Analisis data menggunakan uji kai kuadrat dan regresi logistik berganda model determinan. Hasil penelitian menunjukkan, faktor anak (jenis kelamin, berat badan lahir, ISPA dan riwayat imunisasi), faktor ibu (pendidikan ibu), faktor rumah tangga (ketahanan pangan rumah tangga, sanitasi jamban, jumlah balita dalam keluarga) berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6–23 bulan. Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6–23 bulan adalah BBLR (OR: 2,306) setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, ISPA, riwayat imunisasi, pendidikan ibu, sanitasi jamban, dan jumlah balita dalam keluarga.

Stunting, also known as “shortness”, is a condition of failure to thrive in children under 5 years of age due to chronic malnutrition and recurrent infections especially in the period of the First 1,000 Days of Life (HPK), which is from the fetus until the child is 23 months old. Based on the results of the SSGI in 2022, Central Sulawesi Province is ranked 6th with a stunting prevalence of 28.2%, down 1.5% from 2021 which was 29.7% (rank 8). However, this figure is still higher than the national average of 21.6 percent. This study is a quantitative study with a cross-sectional design that determines stunting in children aged 6–23 months in Central Sulawesi Province. Independent variables in this study include child factors, maternal factors and household factors. Data analysis used the chi-square test and multiple logistic regression of the determinant model. The results showed that child factors (gender, birth weight, ARI and immunization history), maternal factors (mother's education), household factors (household food security, latrine sanitation, number of toddlers in the family) were associated with the incidence of stunting in children aged 6–23 months. The dominant factor associated with the incidence of stunting in children aged 6–23 months is LBW (OR: 2.306) after being controlled by variables of gender, ARI, immunization history, maternal education, latrine sanitation, and number of toddlers in the family."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yedida Ayuningtyas
"Stunting merupakan masalah pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi, infeksi berulang, dan kurangnya rangsangan psikososial. Stunting memiliki konsekuensi negatif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk peningkatan kejadian penyakit, gangguan perkembangan dan keterampilan belajar yang buruk, peningkatan risiko terkena penyakit tidak menular, penurunan kemampuan kerja, serta dampak antargenerasi. Kejadian stunting dikaitkan dengan berbagai faktor, di antaranya asupan tidak adekuat, penyakit infeksi, kerawanan pangan, pola asuh yang kurang tepat, serta kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 melaporkan bahwa Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kelima dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia dan termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat kategori sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting serta faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional menggunakan data sekunder SSGI tahun 2021. Terdapat 600 subyek baduta yang dilibatkan dalam penelitian ini. Data dianalisis menggunakan uji kai kuadrat pada analisis bivariat dan uji regresi logistik ganda pada analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat variabel yang secara signifikan berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan, yaitu usia anak, jenis kelamin, partisipasi ibu dalam kelas ibu hamil, dan berat badan lahir. Anak dengan riwayat berat badan lahir rendah diketahui sebagai faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan dengan p-value 0,001 dan OR 3,560 (CI 95%: 1,777-7,132). Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian untuk masyarakat melakukan pencegahan dini kejadian stunting dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, memerhatikan kecukupan gizi sejak dini, menerapkan pola asuh yang sesuai, dan menggunakan akses sanitasi yang layak. Selain itu, instansi kesehatan diharapkan dapat mengoptimalkan dukungan kepada masyarakat melalui Komuikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Gizi yang berkaitan dengan stunting. Program-program pencegahan stunting yang sudah ada perlu dioptimalkan oleh instansi kesehatan guna memberikan manfaat yang maksimal dalam mencegah stunting di masyarakat.

Stunting is a growth and development problem in children caused by malnutrition, reccurent infections, and lack of psychosocial stimulation. Stunting has negative consequences in both the short and long term, including increased incidence of disease, impaired development and poor learning skills, increased risk of non-communicable diseases, decreased ability to work, and intergenerational impacts. The incidence of stunting is associated with various factors, including inadequate intake, infectious diseases, food insecurity, inadequate caregiving practices, and inadequate environmental health and health services. According to the 2021 Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) report, it is known that Southeast Sulawesi Province is the fifth province with the highest prevalence of stunting in Indonesia and is classified under the category of very high public health problem. This study aims to analyze the factors associated with stunting incidence and identify the dominant factors among children aged 6-23 months in Southeast Sulawesi Province. This research was conducted using a cross-sectional design using secondary data from the 2021 SSGI. A total of 600 children aged 6-23 months subjects were involved in this study. Data were analyzed using chi-square test in bivariate analysis and multiple logistic regression in multivariate analysis. The results of the study show that there are four variables significantly associated with the occurrence of stunting in children aged 6-23 months, namely child age, gender, maternal participation in maternity classes, and low birth weight. Children with a history of low birth weight were identified as the dominant factor in the occurrence of stunting in children aged 6-23 months, with a p-value of 0,001 and an odds ratio (OR) of 3,560 (95% CI: 1,777-7,132). Based on the research, suggestions for the community to prevent stunting include utilizing healthcare facilities for early prevention, paying attention to early nutritional adequacy, implementing appropriate parenting practices, and using proper sanitation facilities. In addition, healthcare institutions are expected to optimize support to the community through Nutrition Communication, Information, and Education (KIE Gizi) related to stunting. Existing stunting prevention programs need to be optimized by healthcare institutions to provide maximum benefits in preventing stunting in the community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantobing, Joellyn Sherapine
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai yang ditandai dengan indeks TB/U < -2 SD. Stunting dapat menghambat seorang anak dalam mencapai potensi fisik dan kognitifnya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 mencatat penurunan prevalensi stunting sebesar 2,8% dari tahun 2021 menjadi 21,8%. Prevalensi stunting di Indonesia masih tergolong kategori tinggi. Sulawesi Barat merupakan provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi kedua. Terdapat peningkatan prevalensi secara khusus pada kelompok usia 24-59 bulan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian stunting dan faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2022. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel yang digunakan adalah 2479 sampel menggunakan total sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder SSGI tahun 2022 yang diperoleh sesuai prosedur yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,8% anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat tergolong stunting. Analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan lahir (p <0,001; OR = 2,537), panjang badan lahir (p <0,001; OR = 2,355), jumlah anggota keluarga (p = 0,037; OR = 1,194), akses air minum (p = 0,004; OR = 1,382), akses sanitasi (p <0,001; OR = 1,942), dan wilayah tempat tinggal (p = 0,003; OR = 1,333) dengan kejadian stunting. Namun, tidak ditemukan adanya hubungan antara riwayat penyakit infeksi, jumlah anak umur 0-59 bulan, ketahanan pangan, status imunisasi dasar, pemanfaatan posyandu, suplementasi vitamin A, dan pemberian obat cacing dengan kejadian stunting. Penelitian ini menemukan bahwa faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat adalah panjang badan lahir.

Stunting is a growth and development disorder experienced by children due to poor nutrition, recurrent infections, and inadequate psychosocial stimulation which is characterized by a HAZ index < -2 SD. Stunting can prevent a child from reaching his physical and cognitive potential, not only in the short but also in the long term. The 2022 Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) recorded a reduction in stunting prevalence of 2.8% from 2021 to 21.8%. The prevalence of stunting in Indonesia is still in the high category. West Sulawesi is the province with the second-highest prevalence of stunting. There is a particular increase in prevalence in the 24-59 months age group. Therefore, this study aims to determine the description of stunting and the dominant factor in the incidence of stunting in children aged 24-59 months in West Sulawesi Province in 2022. This research is a quantitative study with a cross-sectional approach. The number of samples used was 2479 samples using total sampling. This research uses SSGI secondary data for 2022 which was obtained according to applicable procedures. The research results show that 34.8% of children aged 24-59 months in West Sulawesi Province are classified as stunted. Bivariate analysis showed that there was a significant relationship between birth weight (p < 0.001; OR = 2.537), birth length (p < 0.001; OR = 2.355), number of family members (p = 0.037; OR = 1.194), access to water (p = 0.004; OR = 1.382), access to sanitation (p < 0.001; OR = 1.942), and area of ​​residence (p = 0.003; OR = 1.333) with the incidence of stunting. However, no relationship was found between the history of infectious diseases, number of children aged 0-59 months, food security, basic immunization status, use of integrated service post (posyandu), vitamin A supplementation, and administration of deworming drug (p > 0,05) with the incidence of stunting. This research found that the dominant factor in the incidence of stunting in children aged 24-59 months in West Sulawesi Province is birth length."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Masnauli Pratiwi
"Stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia. Prevalensi Stunting di Indonesia pada tahun 2022 adalah 21,6 persen, di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2019 sebesar 39,3 persen, 2021 sebesar 33,8 persen dan 2022 sebesar 35,0 persen (479.699 anak). Prevalensi stunting terendah di Indonesia tahun 2019, 2021 dan 2022 adalah di Provinsi Bali berturut-turut 14,3 persen, 10,9 persen dan 8,0 persen. Penelitian ini bertujuan menganalisis komparasi determinan stunting pada anak usia 6-23 bulan di Provinsi Sulawesi Barat dan Bali. Desain adalah cross-sectional. Sampel adalah sebagian anak usia 6-23 bulan di Provinsi Sulawesi Barat dan Bali yang menjadi responden SSGI 2022 dan memenuhi kriteria inklusi. Analisis data menggunakan kompleks sampel (crosstab dan regresi logistik berganda). Determinan stunting Provinsi Sulawesi Barat dan Bali berbeda. Faktor anak (jenis kelamin dan berat bayi lahir rendah) menjadi faktor penyebab stunting di Provinsi Sulawesi Barat tinggi. Peluang anak dengan riwayat BBLR 2,64 kali lebih besar untuk mengalami stunting daripada anak dengan riwayat tidak BBLR. Determinan stunting di Provinsi Bali adalah pendidikan ayah, tinggi ibu, umur ibu dan IMD. Variabel jenis kelamin, BBLR, pekerjaan ibu sumber air minum dan riwayat pneumonia merupakan variabel confounding. Anak yang tidak IMD berisiko mengalami stunting 4,47 kali lebih besar dibandingkan anak yang IMD.

Stunting is a global public health concern. The stunting prevalence in Indonesia was 21.6 per cent in 2022, 39.3 per cent in 2019, 33.8 per cent in 2021 and 35.0 per cent in 2022 in West Sulawesi Province (479,699 children). The lowest stunting prevalence in Indonesia in 2019, 2021 and 2022 was in Bali Province with 14.3 percent, 10.9 percent and 8.0 percent respectively. This study aims to analyse the comparative determinants of stunting among children aged 6-23 months in West Sulawesi Province and Bali. The design was cross-sectional. Samples were children aged 6-23 months in the provinces of West Sulawesi and Bali who were respondents to the SSGI 2022 and met the inclusion criteria. Data were analysed using complex sampling (crosstabs and multiple logistic regression). Determinants of stunting differed between West Sulawesi and Bali provinces. Child factors (gender and low birth weight) were the most important determinants of stunting in West Sulawesi. A child with a history of LBW is 2.64 times more likely to be stunted than a child without a history of LBW. Determinants of stunting in Bali Province are father's education, mother's height, mother's age and IMD. Gender, LBW, maternal occupation, source of drinking water and history of pneumonia were confounding variables. Children without IMD had a 4.47 times higher risk of stunting than children with IMD.

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Tri Rahmi
"Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita yang diakibatkan karena kekurangan gizi kronis dan terjadi dalam jangka waktu panjang ditandai dengan tinggi/panjang badan anak terhadap usia <-2 SD kurva pertumbuhan WHO. Prevalensi Stunting di Indonesia pada tahun 2022 adalah 21,6%. Provinsi NTB merupakan salah satu provinsi yang mengalami kenaikan prevalensi stunting dari dari 31,4% pada tahun 2021 menjadi 32,7% pada tahun 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu faktor risiko penyebab stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi NTB. Desain dalam penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan data SSGI 2022. Sampel dalam penelitian ini anak anak usia 24-59 bulan di Provinsi NTB yang terpilih menjadi responden SSGI 2022. Analisis data dilakukan menggunakan chi-square dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah balita dalam keluarga, sumber air minum, dan kepemilikan jamban berhubungan dengan kejadian stunting (p<0,05). Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi NTB adalah sumber air minum setelah dipengaruhi oleh variabel jenis kelamin anak dan pendidikan ibu (OR : 1,399 ; 95% CI : 1,168-1,675).

Stunting is a condition of failure to grow in toddlers due to malnutrition over a long period of time characterized by the height/length of the child's body for age <-2 SD on the WHO growth curve. The prevalence of stunting in Indonesia in 2022 is 21.6%. NTB Province is one of the provinces that has experienced an increase in the prevalence of stunting from 31,4% in 2021 to 32,7% in 2022. This research aims to determine the risk factors that cause stunting in children aged 24-59 months in NTB Province. The design of this study was cross-sectional using SSGI 2022 data. The sample in this study was children aged 24-59 months in NTB Province who were selected as respondents to the SSGI 2022. Data analysis was carried out using chi-square and multiple logistic regression. The results of the study showed that gender, maternal education, maternal occupation, the number of children under five in the family, drinking water sources, and ownership of toilet were related to the incidence of stunting (p<0.05). The dominant factor associated with the incidence of stunting in children aged 24-59 months in NTB Province is drinking water sources which is influences by the sex of the child and maternal education (OR : 1,399 ; 95% CI : 1,168-1,675)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfan
"Stunting adalah kegagalan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat asupan gizi kurang, penyakit infeksi dalam kurung waktu  lama yang ditandai dengan panjang atau tinggi badan tidak sesuai dengan usinya. Stunting masih menjadi masalah kesehatan utama di Provinsi Aceh karena prevalensinya masih tinggi dan menduduki peringkat 3 secara nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan stunting pada anak usia 12 59 bulan di Provinsi Aceh. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel 1736 balita yang didapat dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan merupakan data SSGI 2021 milik BKPK. Variabel independen pada penelitian meliputi faktor anak (jenis kelamin, usia, berat badan lahir, panjang badan lahir, keragaman makanan, kelengkapan imunisasi, suplementasi vitamin A, ISPA, diare, jaminan kesehatan), faktor ibu (pendidikan ibu, kepesertaan KB, kepemilikan buku KIA, suplementasi TTD), faktor keluarga (jumlah anggota keluarga, kepemilikan aset, kerawanan pangan) dan faktor lingkungan (sanitasi layak, sumber air minum layak, kepemilikan jamban). Analisis data meliputi univariat dan bivariat menggunakan chii square serta multivariat menggunakan regresi logistic ganda. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada anak usia 12 – 59 bulan sebesar 35,1%. Hasil bivariate faktor anak: jenis kelami (p= 0,202), usia balita (p=0,580), berat lahir (p=0,001), panjang badan lahir (p=0,001), keragaman makanan (p=0,001), kelengkapan imunisasi (p=0,314), suplementasi vitamin A (p=0,459), ISPA (p=0,276), diare (p=0,040), JKN balita (p=0,064). Faktor keluarga: jumlah keluarga (p=0,092), kepemilikan aset (p=0,001), kerawanan pangan (p=0,001). Faktor lingkungan: sanitasi layak (p=0,001), sumber air minum layak (p=0,185), kepemilikan jamban (p=0,001). Hasil analisis multivariat diperoleh panjang badan lahir merupakan faktor dominan kejadian stunting di Provinsi Aceh dengan OR=2,37. Perlu pencegahan terhadap kejadian panjang badan bayi pendek dengan cara ibu hamil melakukan pemeriksaan rutin  selama kehamilan serta mengkonsumsi makanan beragama. Bayi panjang badan lahir pendek perlu mendapatkan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan, makanan tambahan serta intervensi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) gizi dan kesehatan pada ibu balita. 

Stunting is a failure growth and development experienced by children due to malnutrition, infectious diseases in a long period with characterized length or height not match their age. Stunting is still a major public health problem in Aceh Province because the prevalences is still high and ranks 3rd. This study aims to determine the determinants of stunting in children 12 59 Months in Aceh Province. The research design used was cross sectional with a total sample of 1736 children obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used the SSGI 2021 data belonging to the Indonesian Ministry of Health BKPK.The independent variables included child factors (gender, age, birth weight, birth length,food diversity,vitamin A suplemtastation, ARI, diarrhea, health insurance), maternal factors (mother education, family planning membership,book ownership MCH, iron supplentation), family factors (number of family members, asset ownership, food insecurity) and environmental factors (proper sanitation, proper drinking water sources, toilet ownership). Data analysis includes univariate and bivariate using the chi square test and multivariate (logistic regression).The result showed that the proportion of stunting among children aged  12 59 Months was 35.1%. Bivariate result of children factors: sex (p=0.202), age (p=0.580), birth weight (p=0.001), birth length (p=0.001), food diversity (p=0.001), complete immunization (p=0.314), vitamin A supplementation (p=0.459), ARI (p=0.276), diarrhea (p=.,040),health insurance (p=.,064). Family factors: number of families (p=0.092), asset ownership (p=0.001), food insecurity (p=0.001). Environmental factors: proper sanitation (p=0.001), proper drinking water sources (p=0.185), ownership of toilet (p=0.001). Result of multivariate analysis obtained birth length was dominant factor in the incidence stunting in Aceh Province with OR = 2.37. Shortborn need to receive growth and development monitoring, supplementary food for children and interventions for mother children with health and nutrition communication."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eunike Bunga Putriani
"ABSTRAK
Stunting atau pendek untuk anak seusianya, didefinisikan sebagai PB/U <-2 SD dari median standar pertumbuhan anak milik WHO. Stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Babakan Madang tahun 2019. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder Gizi dan Kesehatan Balita Babakan Madang dengan jumlah sampel 283 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, serta memiliki data yang lengkap. Variabel dependen yang digunakan yaitu stunting, sementara variabel independennya adalah pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, usia ibu saat hamil, tinggi badan ibu, pemberian kolostrum, usia mulai pemberian MPASI, dan kerutinan kunjungan ke posyandu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak usia 6-23 bulan mencapai 33,2 persen, yang termasuk dalam kategori tinggi menurut klasifikasi WHO pada tahun 1995. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kerutinan kunjungan ke posyandu dengan kejadian stunting. Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa kerutinan kunjungan ke posyandu merupakan faktor dominan kejadian stunting (OR= 2,102; 95% CI 1,268-3,486). Berdasarkan hasil penelitian, saran bagi posyandu, yaitu menetapkan waktu teratur untuk pelaksanaan posyandu, rutin memberikan penyuluhan terkait gizi dan kesehatan ibu hamil, bayi, dan balita, serta melakukan kunjungan rumah pada ibu atau pengasuh bayi dan balita yang tidak rutin ke posyandu. Saran bagi masyarakat, yaitu untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan posyandu. Kemudian, saran untuk peneliti lain, yaitu melakukan penelitian dengan cakupan yang lebih luas dan mendalam."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Sanjaya
"Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang terjadi sebagai akibat dari buruknya asupan makan anak, kejadian infeksi yang berulang, dan tidak adekuatnya stimulasi psikosoial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat tahun 2017. Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional, menggunakan data primer dengan jumlah sampel sebanyak 210 anak yang diambil dengan teknik multistage random sampling dari 12 Posyandu pada 6 kelurahan dari 3 kecamatan di Jakarta Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran panjang badan anak dan melakukan wawancara dengan responden.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 16,2 anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat mengalami stunting. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square menemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat adalah suplementasi vitamin A OR=3,62; 90 CI 1,144-8,939 dan tingkat pendidikan ibu OR=2,40; 90 CI 1,167-4,885. Hasil analisis multivariat dengan analisis regresi logistik ganda menemukan bahwa suplementasi vitamin A merupakan faktor dominan dari kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat tahun 2017 setelah dikontrol oleh variabel capaian MAD, praktik pemberian kolostrum, dan tingkat pendidikan ibu OR=4,00; 90 CI 1,402-11,436.
Berdasarkan hasil penelitian, saran untuk pihak Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Barat adalah perlu dilakukan assessment untuk mengetahui mengapa anak yang masih berusia kurang dari 6 bulan sudah diberikan susu formula, cakupan mendapatkan suplementasi vitamin A harus ditingkatkan hingga mencapai 100, perlu dilakukan penyediaan alat antropometri panjang badan yang baku untuk setiap Puskesmas dan Posyandu, dan perlu dilakukan pelatihan mengenai prosedur yang baik dan benar dalam mengukur panjang badan anak; saran untuk pihak Puskesmas dan Posyandu adalah perlu dilakukan pemantauan status gizi berdasarkan indeks PB/U setiap 3 bulan sekali, perlu dilakukan pelatihan prosedur panjang badan kepada kader, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai praktik pemberian makan yang tepat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi anak; saran untuk peneliti lain adalah penelitian perlu dilakukan pada skala yang lebih besar baik dari sisi jumlah sampel maupun wilayah, penggunaan variabel capaian minimum dietary diversity, minimum meal frequency, dan minimum acceptable diet sebaiknya digunakan secara berhati-hati dan pengukurannya dilakukan 2-3 kali pada hari yang berbeda, serta perlu dilakukan 24-hour dietary recall untuk mengetahui keadekuatan asupan makan anak.

Stunting is the impaired growth and development that children experience as the result of poor nutrition, repeated infection, and inadequate psychosocial stimulation. The objective of this research is to determine the dominant factor related with stunting occurrence among children aged 6 23 months in West Jakarta Region in 2017. This research was descriptive study with cross sectional design that using primary data and included 210 children taken with a multistage random sampling technique from 12 Posyandu on 6 administrative villages of 3 sub districts of West Jakarta region. Data collection was done by measuring children's length and conduct interviews with respondents.
The result showed prevalence of stunting was 16,2. The Chi Square analysis showes that vitamin A supplementation OR 3,62 90 CI 1,144 8,939 and mother's education level have a significant association with stunting OR 2,40 90 CI 1,167 4,885. Furthermore, binomial logistic regression shows that vitamin A supplementation as a dominant factor of stunting occurrence among children aged 6 23 months in West Jakarta Region in 2017 after controlled by other variables minimum acceptable diet, colostrum feeding, and mother's education OR 4,00 90 CI 1,402 11,436.
Based on this research, the recommendations for Suku Dinas Kesehatan in West Jakarta region are to conduct an assessment on why children aged less than 6 months already given the formula milk, to increase the scope of vitamin A supplementation up to 100, to provide a golden standard anthropometric measurements for each Puskesmas and Posyandu, and to train Puskesmas workers on how to measure children's length with proper dan right procedure second, the suggestions for Puskesmas and Posyandu in West Jakarta are to monitor children's nutrition status based on indices height for age every 3 months, to train Posyandu workers about how to measure children's length with proper dan right procedure, and to educate the community about appropriate feeding practice and child health care finally, the advice for researchers are research needs to be done on a larger scale both in the number of samples and research location, the use of minimum dietary diversity, minimum meal frequency, and minimum acceptable diet as independent variables should be used in a careful way and the measurement of these variables need to be done 2 3 times on the different days in addition, 24 hour dietary recall method need to be done to assess children's dietary intake adequacy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rininta Enggartiasti
"Stunting merefleksikan kondisi kekurangan gizi kronis pada awal kehidupan. Kondisi tersebut dapat diikuti dampak negatif jangka panjang berupa penurunan kapasitas kognitif, rendahnya tingkat kehadiran di sekolah, hingga dapat memicu rendahnya produktivitas dan pendapatan seseorang di masa depan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara praktik pemberian kolostrum, status imunisasi dan faktor lainnya dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Utara. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2017. Penelitian ini melibatkan sampel sebanyak 210 orang anak usia 6-23 bulan di 11 posyandu terpilih di Jakarta Utara. Data penelitian diperoleh melalui pengukuran panjang badan anak dan wawancara responden. Analisis data yang dilakukan berupa analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 20 anak mengalami stunting, serta terdapat hubungan yang bermakna antara praktik pemberian kolostrum dan status imunisasi dengan kejadian stunting. Praktik pemberian kolostrum ditemukan sebagai faktor dominan kejadian stunting pada penelitian ini. Diperlukan peningkatan frekuensi dan cakupan penyuluhan mengenai praktik gizi dan kesehatan untuk anak usia 6-23 bulan, khususnya kepada masyarakat dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah, dan dengan jumlah anak yang banyak serta diperlukan pemantauan tinggi badan anak secara berkala.

Stunting reflects chronic malnutrition in early childhood. This condition can be followed by long term negative impacts such as decreased cognitive capacity, low attendance rates in schools, and lead to low productivity and income in the future. The aim of this study is to determine the association between colostrum feeding, immunization status and other factors with stunting among children aged 6 23 months in North Jakarta. Cross sectional was used as the research design. Data was conducted in May 2017. This study enrolled 210 children aged 6 23 months in 11 Posyandu in North Jakarta. Research data obtained through measurement of child length and respondents interview. Data analysis included univariate analysis, bivariate analysis and multivariate analysis.
The results showed that 20 of children had stunting, and there was a significant association between colostrum feeding and immunization status with stunting. Colostrum feeding was found as the dominant factor of stunting in this study. Researcher suggests to increase the frequency and coverage area of nutrition and health practices education, especially for people with low levels of education and income, and large number of children, also to monitor of children aged 6 23 months 39 s length periodically.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68501
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>