Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69688 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufan Madiasworo
"Tiap kota memiliki keunikan karakter, sejarah dan nilai budaya yang tercermin pada hadirnya kawasan yang memiliki kekentalan nilai sosial dan budaya yang dapat disebut sebagai kawasan pusaka. Masalah yang diteliti bertitik tolak dari kondisi kawasan pusaka kita yang semakin menurun kualitasnya baik secara lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi. Namun demikian, tidak semua kawasan pusaka kita berada dalam kondisi buruk, kawasan Taman Ayun yang berlokasi di kabupaten Badung, Provinsi Bali adalah sebuah contoh kawasan pusaka dengan kondisi baik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kawasan Taman Ayun, pengelolaan kawasan pusaka yang dilakukan dengan pendekatan nilai kearifan lingkungan yang dilandaskan konsep Tri Hita Karana dengan awig-awig (hukum adat tertulis) sebagai instrumen pengelolaan kawasan pusaka, lebih efektif menjaga kelestarian kawasan pusaka dibandingkan dengan pengelolaan kawasan pusaka yang menggunakan instrumen kebijakan penataan ruang. Berdasar hasil penelitian, saya menyusun model pengelolaan kawasan pusaka berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan kebijakan penataan ruang dan kearifan lingkungan. Muatan model ini sebagai berikut: pada kawasan pusaka dengan karakteristik: 1) kawasan memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; 2) memiliki masyarakat adat yang masih memegang teguh adat istiadat, dan norma yang berlaku pada masyarakatnya; 3) memiliki aturan/hukum adat, maka pengelolaan kawasan pusaka dilakukan dengan: 1) berbasis pada kearifan lingkungan dengan instrumen aturan adat tertulis yang telah dilengkapi dengan muatan tata ruang; 2) dalam perspektif kebijakan penataan ruang, pengaturan kawasan pusaka dilakukan melalui penetapan kawasan pusaka dalam rencana tata ruang sebagai kawasan cagar budaya atau kawasan strategis sosial budaya, sedangkan penyusunan Rencana Tata Ruang dilakukan pada tingkat rencana umum, pengaturan pada skala lingkungan tidak dilakukan. Pengaturan ruang kawasan pusaka melalui pembagian zonasi, yaitu: zona inti, zona penyangga dan zona pengembangan; 3) pendekatan pengelolaan kawasan pusaka menggunakan konservasi dinamis; 4) melibatkan peran segenap pemangku dalam pengelolaan kawasan pusaka ini dengan pendekatan berbasis pada kesetaraan, keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat.

Every city has its own unique character, historical and cultural value which is reflected by the existence of several areas within the city that has strong historic and social footprints. Those areas are known well as heritage areas. The main issue that will be focus of the study is the deterioration of heritage area from the aspect of economy, social, and environment. In long term, the degradation of this situation could lead heritage area into its destruction. In facts, not all heritage area is in poor condition. Taman Ayun area, which is located in Badung Regency-Bali, has succesfully maintained its physics and social cultural value as a well manage of built environment. This study is using qualitative approach with descriptive analysis. The result of this research shown that environmental wisdom that is affected by Hindu beliefs with its Tri Hita Karana concept, awig-awig from their traditional village more effectively rather than spatial planning policy as a management instrumen for heritage area in Taman Ayun. Based on the result of this research, I arrange a model of sustainable heritage area with spatial planning policy and environmental wisdom approach.The substance of this model consist of: Heritage area with a spesific character as follows: 1) heritage area has significant value such as: history, science, religion, and cultural; 2) a community with a strong environmental wisdom has a powerfull capacity to manage their living space well; 3) written customary law is used as instrument for management of heritage area. Heritage area management conduct with: 1) based on environmental wisdom which written customary law that equipped with spatial planning substance is used as instrument for management of heritage area; 2) in perspective of spatial planning policy, arragement of heritage area through determine heritage area in spatial plan document as a heritage area or socio cultural strategic area, spatial planning policy arrangement for general/macro spatial plan, and for spesific heritage area, who has a spesific character does not need a legal spatial plan. The arrangement of spatial planning for heritage area divided into three zone: main zone, buffer zone and supporting zone and also characteristic area accommodate in spatial plan document; 3) Heritage area management used dynamic conservation approach: 4) the role of all stakeholders is needed to support and develop the heritage area with equity, inclusive and bottom up approach to ensure the sustainability of the heritage area."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etti Diana
"Penelitian ini bertujuan menguraikan aspek struktural, kultural dan prosesual dalam implementasi kebijakan Kawasan Perkotaan Baru dengan skema Kota Terpadu Mandiri. Mengambil lokasi penelitian di wilayah transmigrasi di Kecamatan Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini mengkesplanasi hubungan aspek struktural dalam pembangunan fisik dan pembangunan sosial. Penelitian ini kualitatif, dengan hasilnya agen dan struktur pemerintahan formal pusat dan Kabupaten lebih mendominasi tanpa melibatkan agen pada lembaga adat yang diakui dan dihormati oleh anggota masyarakat, sebagai kewenangan lokal dan hak asal usul. Perkembangan terbaru studi ini adanya pembangunan sosial hubungan struktur yang lebih mendominasi dari kekuatan kultural. Akibatnya pembangunan kawasan perkotaan baru terhambat.

This study describes structural, cultural, and processual aspects of policy implementation on New City in Rural Area using Economically Integrated, Selfreliant City scheme, located at transmigration area in Silaut District, West Sumatera Province. The study explains relations between structural aspects in physical and social development. This qualitative study shows that agent and Central and Regency formal government structures are more dominant, no involvement of recognized, respected cultural institution agent as local authority and rights origin. The study depicts the latest situation of social development, i.e. structural relation is more dominant than cultural power, impeding development of the new city in rural area."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Aisa Dokmauly
"Beberapa hasil penelitian memprediksi pada tahun 2030 hampir 80% emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di dunia berasal dari kota-kota besar. Mitigasi perubahan iklim adalah pendekatan menuju kota rendah karbon dan berkelanjutan yang mencakup pengurangan produksi CO2 khususnya dari sektor transportasi yang memproduksi emisi terbesar di Jakarta, sekitar 45% atau 2,33 tCO2/kapita dari total 5,10 tCO2/kapita; Disisi lain penataan ruang dan desain kota dapat memainkan peran penting (key factor) dalam pengurangan dan penyerapan CO2. Model penataan ruang dan desain kota yang efektif dan inovatif adalah penataan ruang dan desain kota yang mempertimbangkan prinsip mitigasi yaitu bagaimana penataan ruang dan desain kota yang memproduksi CO2 serendah mungkin dan menyerap CO2 sebanyak mungkin. Hasil analisis mengindikasikan bahwa penataan ruang dan desain kawasan TOD secara substantif dapat mengurangi CO2 dengan berkurangnya pengguna angkutan pribadi dan bertambahnya akses penduduk terhadap sistem transit yang nyaman dan akses ke elemen kota lainnya. Upaya pengurangan emisi CO2 dan penambahan akses ini terkait dengan pengembangan model penataan ruang dan desain kawasan TOD yang memperhatikan prinsip-prinsip dasar Walk, Cycle, Connect, Transit, Mix use, Densify, Compact, dan Shift menghasilkan target pengurangan emisi menjadi 65% dari 30% Bussiness As Usual. Kondisi pengurangan emisi CO2 mengakibatkan menurunnya tingkat gradasi lingkungan dari 5,18 tCO2/kapita menjadi 4,47 tCO2/kapita, sedikit dibawah kondisi Kotra Metropolitan Tokyo (4,86 tCO2/kapita) yang telah mempunyai sistem TOD terstruktur dengan baik. Model ini dapat direplikasikan ke kawasan TOD lainnya yang mempunyai tipologi yang sama, dan membuktikan semakin banyak jumlah TOD yang tertata dan terstruktur di suatu kota metropolitan akan semakin tinggi tingkat keberlanjutannya.

Some studies envisage that 80% of global emissions GHG emanate from the big cities. The mitigation approach is aimed towards Low-Carbon and Sustainable Cities, especially in big cities. The approach encompasses a reduction in carbon dioxide (CO2) production and an increase in the absorption of CO2, especially from transportasion sector that produces the biggest emission in Jakarta as much of 45% or 2.33 tCO2/capita from 5.10 tCO2/capita in total emission. Spatial planning can play an important role or be the key factor towards the sustainability of the city. Innovative spatial planning and urban design model should take into account the principles of spatial planning and mitigation, how is producing carbon as low as possible and absorbing as much carbon as possible. The analysis indicate that the substantive TOD spatial planning can reduce CO2 emissions by reducing the private car, increasing the people's access to transit, adequate housing, pleasant facilities, pedestrians and cyclists, as well as large green open spaces. The research shows that the TOD spatial planning and urban design have resulted in greater achievement of emission mitigation target which do regard to the basic principles of Walk, Cycle, Connect, Transit, Mix use, Densify, Compact, dan Shift. The reducing is 65%, as compared to 30% of the target in bussiness as usual. These are demonstrated by the decreased level of enviromental degredation from 5.18 tCO2/capita to 4.47 tCO2/capita which is lower then Tokyo (4.89 tCO2/capita) that has been have a good TOD system. The contribution of emission reductions is significant and therefore it can be replicated to seven TOD which have similar typology. This study proves that the more TOD areas in a city, the higher the level of sustainability of the city."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Hasoloan
"RINGKASAN
Kabupaten Dati II Bogor mempunyai luas wilayah 3.440,72 Km2 atau 344.072 Ha. Ada seluas ± 101.138 Ha atau 29,39% dari luas wilayah tersebut berada dalam Kawasan Puncak yaitu wilayah penanganan khusus penataan ruang dan penertiban serta pengendalian pembangunannya diatur dalam Keppres Nomor 48 Tahun 1983 dan Keppres Nomor 79 Tahun 1985. Wilayah penanganan khusus dimaksud secara administratif untuk Kabupaten Dati II Bogor terdiri atas 11 kecamatan (sekarang menjadi 13 kecamatan) yaitu:
Kecamatan Ciawi
Kecamatan Cibinong
Kecamatan Cimanggis
Kecamatan Cisarua
Kecamatan Citeureup
Kecamatan Gunung Putri
Kecamatan Gunung Sindur
Kecamatan Sawangan
Kecamatan Kedung Halang (Sukaraja)
Kecamatan Parung
Kecamatan Semplak (Kemang)
Kecamatan Megamendung
Kecamatan Limo
Dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi dan kecamatan Cisarua termasuk Kawasan Pariwisata Puncak, di samping itu Kawasan Puncak memiliki keunikan dan peran, diantaranya yang terpenting adalah :
Konservasi tanah dan air bagi wilayah aliran sungai Ciliwung dan Cisadane.
Konservasi Flora dan Fauna.
Di samping kedua peranan di atas, juga Kawasan Puncak memiliki keindahan alam, udara nyaman dan sejuk, sehingga mendorong terjadinya migrasi dan pertambahan penduduk dan tidak dapat dihindari hukum ekonomi terjadi yaitu tingginya permintaan atau keinginan untuk menguasai atau memiliki tanah oleh berbagai pihak, mengakibatkan harga tanah di Kawasan Puncak menjadi mahal dan dapat digunakan sebagai komoditi ekonomi. Dengan demikian kawasan ini cenderung untuk dieksploitir dengan cara pembangunan rumah, vila dan hotel oleh masyarakat, tanpa memperhatikan kriteria lokasi dan standar teknis pembangunannya, bahkan membuat danau buatan yang diairi dengan cara merombak dan membendung aliran sungai Ciliwung.
Menyadari betapa besarnya kontribusi Kawasan Puncak terhadap fungsi lingkungan, maka pemerintah berupaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang berlarut-larut dengan cara pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana detail tata ruang Kawasan Puncak. Hal ini memerlukan usaha penertiban kembali agar pengendalian dan usaha penertiban pemanfaatan Kawasan Puncak khususnya yang berada di Kabupaten Dati II Bogor dapat dicapai, diperlukan adanya suatu sistem administrasi.
Tujuan Penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui hubungan sebab-akibat tetapi tidak timbal balik antara kebijaksanaan pemerintah, struktur organisasi , koordinasi unit kerja terkait sebagai satu kesatuan yang merupakan satu sistem administrasi dan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian "Pengukuran Sesudah Kejadian" (PSK) yaitu penelitian yang tidak ada perlakuan yang dilakukan si peneliti atau ada perlakuan yang terjadi sebelum diadakan pengukuran tetapi perlakuan dimaksud tidak dilaksanakan oleh peneliti sendiri.
Hipotesis Penelitian ini adalah :
Tidak ada hubungan antara kebijaksanaan yang ditetapkan dan pelaksanaannya dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara struktur organisasi dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara koordinasi unit kerja terkait dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Kesimpulan hasil analisis adalah
Sesuai dengan hasil penelitian diketahui, bahwa sistem administrasi dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor belum berfungsi secara optimal. Hal ini disebabkan tiga komponen utama dalam sistem administrasi yaitu kebijaksanaan pemerintah mengenai pengelolaan Kawasan Puncak, struktur organisasi sebagai unit kerja pelaksana pengelolaan Kawasan Puncak dan koordinasi unit kerja terkait belum tertata dengan baik.
Berdasarkan pembahasan atas ketiga komponen sistem administrasi dimaksud, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
1. Kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan tujuan penataan ruang Kawasan Puncak, tidak relevan untuk pengelolaan Kawasan Puncak, karena Kawasan Puncak memiliki keunikan (kekhususan) fungsi.
2. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dati II Bogor, di dalam pengelolaan Kawasan Puncak terdapat perbedaan-perbedaan yang meliputi perbedaan penetapan alokasi pemanfaatan ruang dan luas areal dari masing-masing lokasi perbedaan penetapan lokasi peruntukan.
3. Sesuai dengan fungsi Kawasan Puncak yang harus tetap dijaga dan dipertahankan, makes perlu dilakukan tindakan sebagai berikut
mencabut beberapa pasal dalam Keppres Nomor 79 Tahun 1985.
mencabut beberapa pasal dalam Perda Nomor 3 Tahun 1988.
mengatur dan menetapkan kembali pasal-pasal dalam Keppres dan Perda tersebut di atas setelah dilakukan penyesuaian.
Khusus mengenai tujuan, agar ditetapkan dalam suatu redaksi yang lebih proporsional yaitu mencegah pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan yang telah ditentukan.
4. Organisasi atau unit kerja yang diberikan wewenang untuk mengendalikan dan menertibkan pembangunan di Kawasan Puncak, balk di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat maupun di tingkat Kabupaten Dati II Bogor tidak mempunyai struktur organisasi, sehingga tidak memperlihatkan dengan jelas pembagian pekerjaan, departementalisasi, rentang kendali, dan pendelegasian wewenang. oleh karena itu, agar Menteri Dalam Negeri meninjau kembali Keputusan Menteri Islam Negeri Komar 22 Tahun 1989 tentang Tatalaksana Penertiban dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak, sebagai landasan hukum pembentukan organisasi atau unit kerja.
5. Pembentukan struktur organisasi yang akan menangani Kawasan Puncak dapat berbentuk lini dan staf, dengan sebutan Badan Otorita Kawasan Puncak. ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pandekatan yang lebih terpadu, lintas sektoral dan lebih berpandangan jauh ke depan di dalam pengambilan keputusan.
6. Pengelolaan Kawasan Puncak dengan pola organisasi seperti sekarang, larut dalam tugas-tugas rutinnya, sehingga dalam pengelolaannya umumnya bersifat reaktif yaitu lebih menanggapi masalah setelah masalah itu berkembang, mengakibatkan penanganannya menjadi mahal dan sulit dibanding bila masalah itu dicegah sebelum timbul. Oleh karena itu, unit kerja atau organisasi yang mengelola Kawasan Puncak lebih ideal berdiri sendiri yang setingkat dengan Bappeda Kabupaten dan bertanygung jawab langsung kepada Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat.
7. Koordinasi adalah penyatupaduan gerak dan seluruh potensi organisasi, agar benar-benar mengarah pada sasaran yang sama secara efisien . Penyatu paduan gerak di maksud meliputi aspek keterpaduan kegiatan, keterpaduan waktu dan pelaksanaan serta aspek keterpaduan sasaran atau tujuan. Penyatupaduan gerak yang meliputi ketiga aspek tersebut belum sinkron dilaksanakan oleh TAT Pembinaan dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak baik di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat, maupun Kabupaten Dati II Bogor. oleh karena itu, agar penyatupaduan gerak dari seluruh organisasi benar-benar mengarah pada sasaran yang sama, maka pola organisasi yang sekarang harus diganti dengan struktur organisasi lini dan staf, sehingga lebih memudahkan penyusunan jaringan koordinasinya baik secara interen maupun eksteren.
ABSTRACT
The Administration System in the Management of Puncak Area in Bogor RegencyBogor Regency has an area of 3.440, 72 Km2 or 344-.072 Ha. The area is about 101.138 Ha or 29.39% of the area is located in Puncak Area i.e. the special management are for spatial planning and order and development control provided for in Presidential Decree Number: 48/1983 and Presidential Decree Number: 79/1985. It's mentioned that special management area, administratively for Bogor Regency comprises 11 subdistricts (now 13 subdistricts) i.e..
Ciawi Subdistrict
Cibinong Subdistrict
Cimanggis Subdistrict
Cisarua Subdistrict
Citereup Subdistrict
Gunung Putri Subdistrict
Gunung Sindur Subdictrict
Sawangan Subdistrict
Kedung Halang (Sukaraja) Subdistrict
Parung Subdistrict
Semplak (Kemang) Subdistrict
Megamendung Subdistrict
Limo Subdistrict
Two subdistrict i.e. Ciawi and Cisarua Subdistrict belong to Puncak Tourism Area; besides this Puncak Area has uniqueness and role, among others, the most important is:
Soil and water conservation for Ciliwung and Cisadane watersheds.
Flora and Fauna conservation.
Besides the two roles above, Puncak Area also has natural beauty, fresh air, which encourages migration and increased number of population and economic law cannot be prevented from occurring i.e. high demand or wish to control or posses land by various parties, resulting in the price of land in Puncak Area becoming expensive and can be used as an economic commodity. Thus, this area tends to be exploited by developing houses, villas and hotels by the people, without taking into consideration the criteria of location and technical standards of criteria of location and technical standards of development, indeed a manmade lake has been constructed which is watered by damming the water of Ciliwung River.
Realizing the great contribution of Puncak Area to the environmental functions, the government is making the effort to overcome prolonged environmental damage by utilization of the space in accordance with the detailed spatial planning of Puncak Area. This requires reorganization so that control and management of Puncak Area particularly those in Bogor Regency can be achieved through a system of administration.
The objective of the Study is:
To find out the cause-effect relations but not reciprocal between government policy, structure of organization, coordination of related work units as a unit constituting a system of administration and management of Puncak Area in Bogor Regency.
Methods of Study is :
The method of research used is that of "Measuring After the Event" that is a research without any treatment made by the researcher or if any made before measurement it is not done by the researcher himself.
The hypothesis of the Study are:
There is no related between the policy and its implementation in the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between the organizational structure and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between work unit coordination and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
Conclusion of the analysis are:
According to the results of the research, it is found out that the administrative system in the management of Puncak Area has not been functioning optimally. This is caused by three main components in the administration system i.e. Government Policy on Puncak Area management, structure of organization as an executive unit of management of Puncak Area and related work unit coordination has not yet been well ordered.
Government policy which determines the objective of spatial planning of Puncak Area is not relevant to the management of Puncak Area, because it has a specific function.
There are differences in the management of Puncak Area between central government and the regional differences in the allocation of spatial utilization and the areas of respective allocations differences in location of allocation.
According to Puncak Area functions which should continue to be maintained and preserved, the following actions need to be taken:
to revoke several articles in Presidential Decree Number 79 of 1985.
to revoke several articles in Regional Regulation Number 3 of 1988.
rearranging and restating the articles in the Presidential Decrees and Regional Government Regulations mentioned above after adjustments.
a. Regarding the objectives in particular, these should be stated in a more proportional edition i.e.: to prevent the use of land which does not conform with stipulated allocation plan.
The organization or work unit authorized to manage and control the development in Puncak Area at West Java Provincial level and at Bogor Regency level have no structure of organization, so that there is no clear job description, departmental division, span of control and delegation of authority. Therefore, the Minister of Domestic Affairs should review the Decree of the Minister Domestic Affairs Number 22/1989 concerning Procedures of Reorganization and Control of Development in Puncak Area, as the legal basis for the formation reorganize them.
The structure of organization which will be managing Puncak Area may take the form of line and staff, called Puncak Area Authority. This is intended to guarantee more integrated approach, inter-sectoraly and be more forward looking in decision making.
Puncak Area management under the present pattern of organization is more involved in routine tasks, so that in general management it is reactive in nature i.e. responding to problems only after the develop resulting in more expensive and difficult handling than if the problems are prevented before emerge. Therefore, it is more ideal that they work unit or organization managing Puncak Area should be independent at equal level with Regency Bappeda and reports directly to the Governor of West Java.
Coordination is the union of movements of a l l organizational potentials, so that they really go towards common targets efficiently'. The union of movements concerned covers the aspects of activity integration time, integration and the implementation and aspects of integrated targets or objectives. The integration of movements covering all three aspects have not been synchronized implemented by TAT Development and Control of Puncak Area Development at West Java Provincial level as well as at Bogor Regency level. Therefore, so that the integration of movements of the entire organization is really going towards common targets, present pattern of organization should be changed to line and staff structure of organization, so that it will be better, internally as well as externally.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain
Malang: Inteligensia Media, 2020
338.927 ZUL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mesadara Swati
"Karawang merupakan sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang terkenal dengan produksi padi sawahnya yang besar. Oleh karena itu mayoritas masyarakat di Kabupaten Karawang sangat lekat hidupnya dengan pertanian hingga berpengaruh kepada kearifan lokal penduduk setempat. Seiring berjalannya waktu, terdapat beberapa Kecamatan di Kabupaten Karawang yang mengalami Industrialisasi dan berdampak kepada tingginya laju urbanisasi. Akibatnya kualitas kehidupan masyarakat pada daerah Industri berbeda dengan sebelumnya serta terjadinya pergeseran sosial dan kultural masyarakat akibat tingginya laju urbanisasi.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk merancang Infrastruktur berupa Ruang Terbuka Publik (RTNH) berbasis kearifan lokal yang dapat meningkatkan Kualitas Hidup masyarakat serta menjaga nilai kearifan lokal di Kawasan Industri Karawang. Penelitian dilakukan melalui proses kajian literatur, observasi dan mini survei. Penelitian dilakukan di Kecamatan Klari, Telukjambe dan Cikampek, Karawang, Indonesia. Pengolahan data dilakukan melalui pencarian nilai Sentral Tendensi dan Korelasi Rank Spearman. Ditemukan korelasi antara meningkatnya kualitas hidup dengan tersedianya RTNH di Kawasan Industri Karawang.
Penelitian ini menghasilkan perancangan RTNH yang dimulai dari penentuan lokasi, desain, metode konstruksi, manajemen biaya dan manajemen waktu Proyek Pembangunan RTNH Karawang. RTNH Karawang akan dibangun seluas 10000 m2 yang terletak di Jl. Arteri Galuh MAS, Sukaharja, Kecamatan Telukjambe Timur dengan estimasi biaya proyek sejumlah Rp5.051.950.000,- dan total durasi pembangunan selama 81 hari.

Karawang is a Regency in West Java Province which is famous for its large production of lowland rice. Therefore, the majority of the people in Karawang Regency are very attached to agriculture till it influence the local wisdom of the local population. As the time goes by, there were several Subdistricts in Karawang Regency which experienced Industrialization and had an impact on the high rate of urbanization. As a result, the quality of life of the people in the Industrial area is different from before as well as the social and cultural shift in society due to the high rate of urbanization.
Therefore this study aims to design Infrastructure in the form of Public Open Space (POS) that can improve the Quality of Life of the community and maintain the value of local wisdom in the Karawang Industrial Estate. The research was conducted through a literature review, observation and mini survey process. The study was conducted in Klari, Telukjambe and Cikampek Subdistricts, Karawang, Indonesia. Data processing is done through searching the value of the Central Tendency and Spearman Rank Correlation. Correlation was found between increasing quality of life and the availability of POS in the Karawang Industrial Estate.
This research resulted in the POS design that began with location determination, design, construction methods, cost estimation and time estimation of the Karawang POS Development Project. Karawang POS will be built in an area of 1000 m2 located on Jl. Galuh MAS Arteri, Sukaharja, East Telukjambe Subdistrict with estimated project costs of Rp5,051,950,000, and a total duration of 81 days.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiseno
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Amril
"Tesis ini membahas tentang pengelolaan terhadap Perkampungan Adat Nagari Sijunjung yang merupakan kawasan cagar budaya yang bersifat monumen hidup. Penelitian yang dilakukan terhadap Perkampungan Adat Nagari Sijunjung bersifat kualitatif dengan melakukan wawancara dalam proses pengumpulan data. Perkampungan Adat Nagari Sijunjung merupakan monumen hidup yang di dalamnya merupakan kombinasi antara warisan budaya tak benda dengan warisan budaya bendawi, sifatnya yang merupakan monumen hidup memerlukan pengelolaan yang tepat agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan di Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, disaat yang bersamaan kepentingan pelestarian cagar budaya juga dapat dilaksanakan mengingat Perkampungan Adat Nagari Sijunjung juga memiliki bangunan cagar budaya berupa rumah gadang yang sudah semakin sedikit keberadaannya. Berkaitan dengan pengelolaan Perkampungan Adat Nagari Sijunjung berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa pengelolaan yang tepat dan menguntungkan bagi semua pihak adalah pengelolaan kolaboratif yang melibatkan unsur masyarakat dan pemerintah di dalam satu badan pengelola.

This thesis discusses the management of Perkampungan Adat Nagari Sijunjung which is a cultural heritage area that is a living monument. The research conducted on Perkampungan Adat Nagari Sijunjung is qualitative by conducting interviews in the data collection process. Perkampungan Adat Nagari Sijunjung is a living monument in which a combination of non-cultural heritage with cultural heritage, its nature which is a living monument requires proper management in order to provide benefits for the cultural supporters of the Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, while at the same time conservation interests Cultural heritage can also be implemented, considering that the Perkampungan Adat Nagari Sijunjung also has a cultural heritage building in the form of a rumah gadang (big house) that has fewer existence. In relation to the management of Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, based on the research, it is found that proper and profitable management for all parties is a collaborative management involving community and government elements within a single governing body.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia , 2017
T48451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain
Malang: Inteligensia Media, 2020
338.927 ZUL k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kadir
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rusaknya bangunan-bangunan cagar budaya dan adanya permasalahan-permasalahan yang ada di kotatua, maka penelitian ini bertujuan untuk (1) mengindentifikasi konsep pengembangan wisata heritage Kotatua saat ini; (2) Menganalisis kekuatan dan kelemahan dari konsep pengelolaan Kotatua saat ini; (3) Membangun model wisata berbasis heritage berkelanjutan yang dapat menyelaraskan kepentingan keberlanjutan budaya, peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan Kotatua, peningkatan pengunjung dan kemudahan akses. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan analisis data yang digunakan terdiri dari analisis deskriptif dan verifikatif dengan alat analisis Structural Equation Modelling (SEM). Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan (1) Konsep rencana strategis pembangunan kawasan kotatua Jakarta mengandung prinsip-prinsip dasar pembangunan wisata rakyat dan pelestarian budaya serta bagaimana semua pihak berkerja sama untuk mencapai tujuan bersama dalam konsep MICE (Meeting, Incentive, Conference and Events) yang mengacu pada jenis wisata tertentu dimana kelompok besar menyusun rencana umum masa depan guna mencapai tujuan bersama; (2) Implikasi penerapan konsep pembangunan yang berorientasi ekowisata pada kawasan wisata sejarah kotatua di tinjau dengan analisis SWOT. Untuk merespon secara efektif perubahan dalam lingkungannya, pengelola kawasan wisata harus mencermati lingkungan eksternal dan internalnya. Berdasarkan posisi kawasan wisata sejarah Kotatua Jakarta dalam Matriks SPACE maka strategi yang cocok untuk kawasan wisata ini adalah strategi kompetitif; (3) Model yang dapat memberdayakan masyarakat menjadi sejahtera, peningkatan PAD dan menjaga kelestarian budaya serta sejarah dikembangkan dengan cara: (a) Pengoptimalan input yang dimiliki masyarakat sekitar kawasan wisata kotatua Jakarta; (b) Proses revitalisasi yang dilakukan merupakan bentuk perubahan untuk meningkatkan keberlangsungan kawasan wisata kotatua Jakarta agar dapat diminati wisatawan sebagai sebuah wisata sejarah yang menarik untuk menjadi tujuan wisata; (c) Output tercapai apabila sasaran revitalisasi sampai pada tahapan perkembangan ekonomi, pemberdayaan masyarakat da pengembangan kawasan wisata kota tua; (d) Outcame dari model ini adalah masyarakat sejahtera, PAD meningkat dan kelestarian budaya serta sejarah tetap terjaga dengan baik, dari beberapa model yang ada, maka penulis dalam riset ini membangun model revitalisasi yaitu; Model KML (kelembagaan, Masyarakat dan Lingkungan).

This research is motivated by the destruction of cultural heritage buildings and the problems that exist in Kotatua, then this study aims to (1) identify the concept of heritage tourism development is now Old Town, (2) Analyze the strengths and weaknesses of current Kotatua management concepts, (3) Building a heritage-based sustainable ecotourism models that can align the interests of cultural sustainability, economic improvement Kotatua around the area, an increase in visitors and ease of access. The approach in this study is a quantitative with methode quantitative and qualitative research methods. While the data analysis consisted of descriptive analysis and verification with analytical tools Structural Equation Modelling (SEM). Based on the analysis that had been done, it can be concluded (1) The concept of the development of a strategic plan Jakarta Old Town area containing the basic principles of tourism development and preservation of folk culture and how all parties work together to achieve common goals in the concept of MICE (Meeting, Incentive, Conference and Events) which refers to a particular type of tourism in which large groups of the general plan the future in order to achieve common goals, (2) implications of the application of the concept of eco-tourism oriented development in the tourist area of ??the old city at the review history with SWOT analysis. To respond effectively to changes in its environment, managers must examine the tourist area of ??the external and internal environment. Based on the position of the tourist area of ??the history of the old city in the SPACE matrix is ??a suitable strategy for this tourist area is a competitive strategy, (3) models that can empower people to be prosperous , increase revenue and preserve the culture and history developed by: (a) Optimization input of the communities around the area of ??the old city of Jakarta tourist; (b) revitalization process undertaken is a form of changes to improve the sustainability of the tourist area of ??the old city of Jakarta to be attracted tourists as an interesting historical sights to become a tourist destination; (c) Output reached if revitalization goals through the development stages of an early slow start, empowerment da pengembengan old town tourist area; (d) of this model is Outcame prosperous society, increased revenue as well as historical and cultural preservation is maintained properly, from some of the existing models, the authors in this research builds a model of revitalization, that is KML model (Institutional, Communities and the Environment)."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>