Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172566 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogie Nugraha
"Metodologi dalam penelitian ini menggunakan Studi Literatur dan merupakan analisis kualitatif dan deskriptif. Studi ini akan berfokus pada tujuan peneliti untuk melakukan Analisis tentang kerja sama yang dilakukan oleh Uni Eropa dan Turki dalam menangani krisis pengungsi. Analisis akan didasarkan pada implementasi hasil Kesepakatan Bersama antara Uni Eropa dan Turki dalam Uni Eropa – Turkey Joint Action Plan dan Uni Eropa – Turkey Statement. Proses kerja sama internasional yang dilakukan Uni Eropa dan Turki dalam menangani krisis pengungsi menarik para peneliti untuk melakukan penelitian tentang kerja sama yang dilakukan. Kesepakatan akhir antara Uni Eropa dan Turki dalam pernyataan Uni Eropa-Turki dikatakan memiliki dampak yang lebih efektif pada penanganan krisis pengungsi Suriah daripada kerja sama sebelumnya, Uni Eropa – Turkey Joint Action Plan. Namun Uni Eropa – Turkey Joint Action Plan belum memenuhi dengan hasil dari Konvensi Jenewa 1951, kemudia hadirlah EU – Turkey Statement dalam menangani permasalahan krisis pengungsi Suriah dan Langkah yang diambil oleh EU – Turkey dalam mengatasi Pengungsi Suriah. Sehingga dalam hal ini, peneliti juga akan melakukan Analisa mengenai kebijakan yang dibuat antara Turkey dan Uni Eropa dalam mengatasi krisis pengungsi Suriah dan membahas ancaman Kawasan yang terjadi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaiman Uni Eropa dan Turki mengatasi Pengungsi Suriah, Langkah – Langkah yang diambil dalam mengatasi permasalahan pengungsi Suriah dan ancaman Kawasan yang terjadi.

The methodology in this research uses Literary Studies and is a qualitative and descriptive analysis. The study will focus on the researchers' goal of conducting an Analysis of cooperation conducted by the EU and Turkey in dealing with the refugee crisis. The analysis will be based on the implementation of the results of the Joint Agreement between the EU and Turkey within the European Union – Turkey Joint Action Plan and the European Union – Turkey Statement. The process of international cooperation by the European Union and Turkey in dealing with the refugee crisis attracted researchers to conduct research on the cooperation carried out. The final agreement between the EU and Turkey in the EU-Turkey statement is said to have a more effective impact on the handling of the Syrian refugee crisis than the previous cooperation, the EU – Turkey Joint Action Plan. But the European Union – Turkey Joint Action Plan has not complied with the results of the 1951 Geneva Conventions, then came the EU – Turkey Statement in addressing the issue of the Syrian refugee crisis and the Steps taken by the EU – Turkey in dealing with Syrian Refugees. In this case, the researchers will also conduct an analysis of the policies made between Turkey and the European Union in addressing the Syrian refugee crisis and discussing the regional threats that occur. The purpose of this study is to find out how the European Union and Turkey are coping with Syrian Refugees, the steps taken in addressing the Syrian refugee problem and the Regional threats that occur."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedictus Christian Djanuar
"Kebijakan luar negeri Indonesia muncul sejak prinsip Bebas Aktif diperkenalkan melalui pidato Mohammad Hatta. Mulai era otoriter hingga demokrasi, kebijakan luar negeri Indonesia telah mengalami berbagai dinamika perumusan di tingkat domestik dan pengimplementasiannya di tingkat regional maupun global. Sejak tulisan Hatta dimuat di Foreign Affairs (1953), sejumlah literatur telah mengkaji dinamika kebijakan luar negeri Indonesia. Setelah 70 tahun berlalu, perkembangan kajian kebijakan luar negeri Indonesia memerlukan peninjauan melalui tinjauan pustaka. Tulisan ini bertujuan untuk meninjau perkembangan literatur mengenai kebijakan luar negeri Indonesia. Tulisan ini meninjau 55 literatur terakreditasi internasional mengenai kebijakan luar negeri Indonesia. Berdasarkan pada metode taksonomi, literatur-literatur tersebut dibagi ke dalam lima kategori tematis yang terdiri atas (1) Prinsip Bebas Aktif dalam kebijakan luar negeri Indonesia, (2) cara pandang kebijakan luar negeri Indonesia, (3) aktivisme kebijakan luar negeri Indonesia, (4) Islam dalam kebijakan luar negeri Indonesia, dan (5) demokrasi dalam kebijakan luar negeri Indonesia, serta kategori lain yang berisi literatur-literatur bertema selain yang telah disebutkan. Tinjauan pustaka ini berupaya untuk menyingkap konsensus, perdebatan, dan kesenjangan dalam topik ini. Selain itu, tulisan ini turut menunjukkan sejumlah tren dalam pengkajian kebijakan luar negeri Indonesia seperti persebaran tema, persebaran asal penulis, serta tren perspektif. Tinjauan pustaka ini mengidentifikasi bahwa aktivisme regional Indonesia merupakan tema paling dominan dalam pengkajian kebijakan luar negeri, sementara Realisme merupakan perspektif paling dominan. Tinjauan juga menggarisbawahi dominasi tulisan argumentatif dalam pengkajian kebijakan luar negeri Indonesia. Tulisan ini kemudian merekomendasikan sejumlah agenda penulisan lanjutan dan menggarisbawahi pentingnya melakukan diversifikasi ragam perspektif, dengan penekanan pada penggunaan perspektif pascapositivisme.

Indonesia’s foreign policy has been emerged since Bebas Aktif was first introduced on Mohammad Hatta’s speech. Since the authoritarian until the democratic era, Indonesia has experienced the dynamics of its policy-making and policy-implementing in the regional and global landscape. Since Hatta’s writing was published in Foreign Affairs (1953), numbers of literatures have captured the dynamics of the country’s foreign policy. About 70 years after, the development of the literatures on the academic realm now needs to be reviewed using the literature review. This paper aims to review the development of Indonesia’s foreign policy literatures. It reviews 55 internationally accredited literatures about Indonesia’s foreign policy. Based on taxonomy method, the literatures will be divided into five theme-based categories which consist of (1) Bebas Aktif as the foundation of Indonesia’s foreign policy, (2) Indonesia’s foreign policy worldview, (3) Indonesia’s foreign policy activism, (4) Islam in Indonesia’s foreign policy, and (5) democracy in Indonesia’s foreign policy, alongside another grouping consisting of literatures aside the aforementioned themes. The literature review seeks to unveil the conventional wisdoms, the debates, and the gaps of this topic. Besides, it also seeks to show some trends in the writing of Indonesia’s foreign policy such as the distribution of its themes, distribution of the authors’ origin, and the paradigmatic trend. The literature review identifies that Indonesia’s activism in the region is the most dominant theme in the literatures of Indonesia’s foreign policy, while Realism is the most dominant perspective used by the literatures. The review also highlights the dominance of argumentative paper in the writing of Indonesia’s foreign policy. It then recommends some proposed further researches and highlights the need to diversify the perspectives with emphasis on the post-positivist ones."
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Aulia
"Penelitian ini adalah analisis kritis terhadap hegemoni, konflik kepentingan, serta politik luar negeri Prancis dan Uni Eropa di 6 kawasan Teritori Seberang Lautan (Territoire dOutre Mer) Prancis yang juga merupakan Outermost Region (OR) Uni Eropa, yakni Guadeloupe, Guyana Prancis, Réunion, Martinique, Mayotte, dan Saint-Martin. Keenam teritori itu ialah bekas jajahan Prancis yang kini terintegrasi secara politik dengan Uni Eropa sebagai Teritori Seberang Lautan Prancis. Penelitian ini memiliki 2 tujuan. Pertama, untuk memperoleh penjelasan atas motivasi yang mendorong Prancis dan Uni Eropa mempertahankan 6 OR itu meskipun terpaut jarak yang jauh, dependen secara ekonomi, dan memiliki budaya yang berbeda dari Prancis Metropolitan. Kedua, untuk mengetahui bagaimana kebudayaan yang terbentuk akibat interaksi Prancis, UE, dan OR. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif dengan pendekatan hubungan internasional dan sejarah kebudayaan. Adapun teori yang dipakai sebagai instrumen analisis ialah teori Hegemoni Gramsci-baik yang menggunakan perspektif HI, maupun kebudayaan-teori Neofungsionalisme Ernst B. Haas, serta teori Praktik Budaya Pierre Bourdieu. Di akhir penelitian ini, terlihat bahwa motivasi Prancis dan UE tetap mempertahankan keenam OR Prancis ialah (1) keuntungan ekonomi, (2) ekspansi Euro dan politik UE di luar Eropa Daratan, (3) kekuasaan kelompok elit, serta (4) idealisme Prancis untuk mempertahankan pengaruhnya sebagai sebuah imperium yang besar. Interaksi antara Prancis dan OR lebih mempengaruhi kebudayaan OR dibandingkan sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh kekuatan simbolik yang dimiliki Prancis lebih besar dibandingkan OR. Prancis mengakibatkan lahirnya kreolitas dan identitas ganda di OR, sedangkan OR mengubah Prancis yang mulanya tidak menoleransi kreolitas menjadi negara yang mengakui fenomena itu sebagai bagian dari kekayaan nasional. Interaksi itu juga mengubah sistem pendidikan Prancis menjadi lebih terbuka pada kebutuhan untuk mempelajari bahasa-bahasa minor teritorinya.

This study is a critical analysis of hegemony, conflict of interest, as well as French and European Union foreign policy in 6 French Overseas Territories (Territoire dOutre Mer) which are also the European Unions Outermost Region (OR), namely Guadeloupe, French Guiana, Réunion, Martinique, Mayotte, and Saint-Martin. The six territories are former French colonies which are now politically integrated within the European Union as the French Overseas Territory. This study has 2 objectives. First, to get an explanation of the motives that pushed France and the European Union to maintain the 6 ORs even though they were at a great distance, economically dependent, and has had a different culture from Metropolitan France. Second, to gain understanding on how culture is formed due to France, the EU and the ORs interaction. This study employes qualitative methods within international relations and cultural approaches. The theories which were used as instruments of analysis were Gramscis Hegemony theory, Ernst B. Haas Neofunctionalism theory, and Pierre Bourdieus Cultural Practice theory. At the end of this study, it appears that the motivation of France and the EU to maintain its ORs are (1) economic benefits, (2) Euro and EU expansion outside of Mainland Europe, (3) elite group power, and (4) French idealism to maintain its influence as a great empire. The interaction between France and its ORs has more influence on OR culture than vice versa. This is due to the symbolic powers that France possesses are far greater than ORs. Such interaction has resulted in the birth of creativity and multiple identities in the ORs. On the other hand, ORs had also promted France to shift from a regime which did not tolerate creolness into a country that acknowledges divesity as a national asset. The interaction also changed French education system to be more open to territorial minor languages."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Nigeriawati
"Penulisan tesis ini berangkat dari Iatar belakang bahwa skema forum kerjasama inter-regional Asia-Europe Meeting (ASEM) - dengan kompleksitas dan keragaman yang ada di dalamnya - memiliki sejumiah permasalahan. Permasalahan yang timbul dalam hubungan kerjasama kelompok Eropa (yang cliwakili oleh 15 negara ariggota UE) dan kelompok Asia (yang diwakili oieh 10 negara Asia Timur) dalam ASEM, bermula dari adanya perbedaan konsep kebijakan iuar negeri yang diterapkan oleh kedua kelompok tersebut, yaitu kebijakan kelompok nsgara-negara anggota UE di daiam ASEM yang cenderung menerapkau konsep-konsep sebagaimana terkandung dalam kebijakan luar negeri UE dan kebijakan luar negeri kelompok negara-negara Asia Timur yang cenderu ng menerapkan nilai-nilai Asia atau yang dikenal sebagai Asian vafues.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implikasi dari perbedaan kebijakan luar negeri UE dan kebijakan luar negeri Asia Timur terhadap permasalahan hubungan kerjasama UE dan Asia Timur dalam ASEM. Sedangkan asumsi peneiitian adalah bahwa perbedaan kebijakan luar negeri UE dan kebijakan luar Asia Timur memiliki implikasi tertentu terhadap timbulnya permasalahan hubungan kerjasama UE dan Asia Timur da lam ASEM.
Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori pendekatan realisme dan teori kerjasama (cooperarion) dari Robert O. Keohane. Di dalam teorinya tersebut, Keohane menjelaskan bahwasanya suatu bentuk kerjasama tidalc akan lepas dari timbulnya konflik. Sedangkan penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif-analitis. Teknik pengumpulan data penelitian adalah melalui Studi puslaka dan Studi dokumentasi.
Hasil yang diperoleh dari peneiitian ini adalah memang terdapat sejumlah permasaiahan dalam hubungari kerjasama UE dan Asia Timur di ASEM, yaitu (1) masalah perluasan keanggotaan ASEM yang mencakup kontroversi rencana keanggotaan Myanmar, Laos dan Kamboja ke dalam ASEM dan kriteria-kriteria keanggotaan ASEM (2) agenda dialog politic, dan (3) agenda yang berkaitan dengan WTO-related issues. Setelah penelitian dilakukan, dapat dijelaslcan bahwa permasalahan hubungan kerjasama yang dihadapi oleh UE dan Asia Timur di dalarn ASEM disebabkan oleh perbedaan kebijakan Iuar negeri yang dibawa oleh kelompok UE dan kelompok Asia Timur.
Berdasarkan hal-hal tersbut di atas, kiranya secara sederhana dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan kebijakan luar negeri UE dan kebijakan Iuar negeri Asia Timur pada forum ASEM dengan timbulnya permasalahan hpbungan kerjasama kedua kelompok tersebut dalam ASEM."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Aulia
"Pergeseran kebijakan Turki dari Open Door Policy menjadi Close Door Policy pada tahun 2015 berdampak terhadap ruang gerak pengungsi Suriah yang ada di Turki, sehingga dalam penelitian ini akan membahas apa yang menyebabkan Turki merubah kebijakannya dalam urusan pengungsi Suriah, tercatat hingga tahun 2017 Turki menjadi negara penerima pengungsi  terbanyak dalam kurun waktu tujuh tahun. Proses pengumpulan data dilakukan dengan dua jenis. Pertama, pengumpulan data primer melalui wawancara sekretaris tiga Duta Besar Turki untuk Indonesia di Jakarta dan wawancara kepada salah satu warga local dari Gaziantep salah satu daerah perbatasan Turki dengan Suriah dan bekerja sebagai staf PBB yang aktif di beberapa NGO. Kedua, pengumpulan data sekunder diperoleh melalui beberapa kajian pustaka salah satunya buku, penelitian terdahulu, artikel, jurnal dan informasi dari media elektronik. Penelitian ini menggunakan Teori kebijakan public dan konsep pengungsi yang digunakan untuk menganalisa fakto-faktor yang mempengaruhi Turki mengambil kebijakan tersebut, dan dampaknya terhadap para pengungsi, Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan Turki adalah keamanan, ekonomi, politik dan sosial. Sehingga tujuan dari penelitian ini bisa menjawab permasalahan dan hasilnya bisa dijadikan acuan atau literasi dalam aktivitas akademik.

Turkey's policy shift from the Open Door Policy to the Close Door Policy in 2015 impacted Syria's refugee movement in Turkey, This research discusses about Turkish policy toward Syrian refugees, Turkey is the country with the largest Syrian refugees until 2017. This study is a qualitative research by using descriptive analysis method. Primary data is collected through interviews with of the third Turkish Ambassadors to Indonesia in Jakarta and second  interview to one of the local citizens from Gaziantep Mr. Beyhan working as an active United Nations staff in several NGOs. Secondary data are used to help elaborating several points in this present research, obtained via library printed researches, articles, journals and electronic data publication. This study uses the theory of public policy, Conflict Theory and the concept of refugees used to analyze the factors influencing Turkey's policy, and its impact on the refugees. Based on research conducted that one of the factors affecting Turkish policy is security, economy, politics and social. So the purpose of this study can answer the problems and the results can be used as a reference or literacy in academic activities."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T51724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Calista
"Jepang sejak pasca Perang Dunia dikenal sebagai negara pasifis. Hal ini terkait Pasal 9 Konstitusi Jepang yang menjadi dasar identitas Jepang. Kebijakan luar negeri Jepang tampak berfokus pada instrumen dan kebijakan ekonomi dalam mencapai kepentingan nasional. Semenjak Shinzo Abe menjabat sebagai Perdana Menteri di tahun 2012, literatur dan media menyoroti perubahan dalam kebijakan luar negeri Jepang yang diawali oleh pengajuan revisi Abe terhadap Pasal 9 sebagai tonggak identitas Jepang. Selain itu, kepemimpinannya turut disoroti sebagai Perdana Menteri dengan masa jabat terlama di Jepang. Untuk menelaah dinamika kebijakan luar negeri Jepang di era kedua Abe, tulisan ini memetakan 44 literatur dalam bentuk artikel jurnal dengan metode taksonomi yang dikategorisasikan ke lima tema utama, yaitu (1) elemen domestik dalam kebijakan luar negeri, (2) hubungan luar negeri Jepang, (3) isu keamanan dalam kebijakan luar negeri Jepang, (4) isu ekonomi dalam kebijakan luar negeri Jepang, dan (5) isu sosial budaya dalam kebijakan luar negeri Jepang. Dari tinjauan kelima tema utama ini, penulis memetakan konsensus, perdebatan, refleksi, dan sintesis untuk menelaah dan memaknai temuan dari persebaran literatur. Literatur-literatur utamanya memperlihatkan kontra terhadap pandangan negatif media massa dan literatur lainnya terhadap Jepang di era kepemimpinan Shinzo Abe. Penulis menemukan bahwa dinamika perubahan yang terjadi dalam kebijakan luar negeri Jepang di era Abe pada periode 2012-2020 dapat dijelaskan oleh faktor geopolitik dan signifikansi Abe sebagai pemimpin negara yang terletak pada peran pengatur proses pembentukan kebijakan luar negeri dalam politik domestik Jepang. Dari temuan tersebut, tulisan ini merekomendasikan beberapa analisis lanjutan dan pentingnya untuk tidak terfokus hanya pada unit analisis struktur ataupun individu, tetapi faktor domestik menjadi signifikan pula untuk dieksplorasi dalam analisis kebijakan luar negeri.

Japan has been known as a pacifist country since the post-World War II period, largely due to Article 9 of the Japanese Constitution, which serves as the foundation of Japan's identity. Japan's foreign policy appears to prioritize economic instruments and policies to pursue national interests. Since Shinzo Abe assumed the position of Prime Minister in 2012, literature and media have highlighted changes in Japan's foreign policy, initiated by Abe's proposal to revise Article 9 as a cornerstone of Japan's identity. Additionally, his leadership has been noted for being the longest-serving Prime Minister in Japan. To examine the dynamics of Japan's foreign policy in Abe's second era, this paper maps 44 literature pieces in the form of journal articles, using a taxonomy method categorized into five main themes: (1) domestic elements in foreign policy, (2) Japan's foreign relations, (3) security issues in Japan's foreign policy, (4) economic issues in Japan's foreign policy, and (5) socio-cultural issues in Japan's foreign policy. From the review of these five main themes, the author identifies consensus, debates, reflections, and syntheses to analyze and interpret the findings from the distribution of literature. The main literature shows contrasting views against the negative perceptions of mass media and other literature towards Japan during Shinzo Abe's leadership. The author finds that the dynamics of change in Japan's foreign policy during Abe's era from 2012 to 2020 can be explained by geopolitical factors and Abe's significance as a leader shaping foreign policy processes in Japan's domestic politics. Based on these findings, this paper recommends several further analyses and emphasizes the importance of not solely focusing on structural or individual units of analysis, but also exploring domestic factors in foreign policy analysis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Femmy Roeslan
"Orde Baru yang memegang kekuasaan selama lebih dari 30 tahun merupakan pemerintahan terlama dalam sejarah Indonesia pasca kemerdekaan. Kemajuan ekonomi yang pesat pada era ini memungkinkan Indonesia bergeser dari kelompok negara berpenghasilan rendah pada pertengahan 1960-an menjadi kelompok berpenghasilan menengah pada awal 1990-an. Pada masa Orde Baru terjadi dua kali oil boom, yaitu pada tahun 1973/1974 dan 1979/80. Berkah minyak ini telah mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa Orde Baru telah membawa perubahan radikal dalam pemikiran ekonomi, dari yang awalnya relatif tertutup dan nasionalis menjadi lebih terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengulas dinamika perkembangan pemikiran ekonomi yang dipraktekkan di nusantara sejak masa pra-kolonial hingga Orde Baru; (2) menjelaskan peran dan kontribusi para pelaku dalam pembentukan ekonomi Orde Baru; (3) memaparkan dinamika kebijakan ekonomi Orde Baru selama masa pemulihan ekonomi dan bonanza minyak serta setelah berakhirnya bonanza minyak; dan (4) menguraikan dinamika kelembagaan ekonomi pada masa Orde Baru. Studi ini akan menggunakan pendekatan multi-disiplin, yaitu teori-teori ekonomi dan sejarah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerintah Orde Baru merupakan aliansi tiga kelompok, yaitu teknokrat, militer dan kapitalis, di mana Soeharto telah berhasil memainkan perannya sebagai agent of change yang dengan sadar dan terencana mengendalikan ketiga kelompok tersebut. Penelitian ini juga menemukan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada era Orde Baru belum membawa perubahan secara struktural yang komprehensif karena pemerintah Orde Baru belum berhasil membangun institusi ekonomi dan politik yang bersifat inklusif.

The period of the New Order which held power for more than 30 years was the longest government regime in the history of post-independence Indonesia. The rapid economic progress of this era allowed Indonesia to shift from from a low- income group in the mid-1960s to a middle-income group in the early 1990s. During the New Order there were two oil booms, namely in the 1973/1974 and 1979/80 period. This blessing of oil has accelerated Indonesia's economic growth. Previous studies have shown that the New Order has brought about a radical change in economic thought, from being relatively closed and nationalist to being more open. This study aims to (1) examine the dynamics of the development of economic thought from pre-colonial times to the New Order; (2) explain the role and contribution of the 'actors' in the formation of the New Order economy; (3) reviewing the dynamics of the New Order's economic policies during the economic recovery period and followed by the oil bonanza, as well as after the oil bonanza; and (4) examine the dynamics of economic institutions during the New Order era. This study will exercise a multi-disciplinary approach, namely economic development and history theories. This study concludes that the New Order government was an alliance of three groups, namely technocrats, military and capitalists, in which Suharto had succeeded in playing his role as an agent of change who consciously and plannedly controlled those groups. This study also finds that Indonesia's economic development during the New Order era has not been able to conduct comprehensive structural changes because the New Order government was unable to build inclusive economic and political institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Citra Anjani
"ABSTRACT
Penelitian ini berfokus pada diskusi mengenai de-demokratisasi di Thailand sejak tahun 2006-2017. Sebagai negara demokratis, Thailand mulai menunjukkan indikasi keruntuhan demokrasi sejak kudeta militer tahun 2006. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat penyebab dari de-demokratisasi melalui proses keruntuhan demokrasi di Thailand. Penelitian ini menggunakan landasan teori keruntuhan rezim demokrasi Linz yang melihat interaksi antar elemen keruntuhan melalui tiga tahapan proses. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang diperoleh melalui data sekunder. Hasil dari temuan ini memperlihatkan bahwa de-demokratisasi di Thailand tidak hanya terjadi karena interaksi antar elemen keruntuhannya saja tapi juga karena kegagalan proses penyeimbangan kembali.

ABSTRACT
This study aims to thoroughly discuss the de democratization in Thailand during the period 2006 2017. Despite being a democratic country, the country has shown indications of democratic breakdown following the military coup during the period. This study attempts to address the causes such de democratization through the democratic breakdown process. Utilizing Linz rsquo s democratic regime breakdown theory, the discussion revolves on the interactions among the breakdown elements throughout three stages. In particular, this study qualitatively discusses study cases that are analyzed using secondary data relevant to the subject. The findings suggest that Thailand rsquo s de democratization ensued not only due to such interactions between the aforementioned elements, but also the country rsquo s reequilibration failures."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedeh Kurniasih
"Tesis ini bertujuan menganalisis mengenai pertanyaan penelitian, mengapa Benelux melakukan kerjasama keamanan untuk memperkuat Common Foreign and Security Policy (CFSP) Uni Eropa'Bagaimana Benelux mendukung kebijakan Uni Eropa dalam merespons perang Rusia-Ukraina (2014-2022), serta pendekatan apa yang dilakukan Benelux untuk itu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan deskriptif analitik dengan menganalisis data-data yang bersumber dari data sekunder. Penelitian ini menggunakan empat level analisis teori Regional Security Complex oleh Barry Buzan dan menggunakan konsep keamanan kooperatif di tiap tingkat analisis tersebut. Temuan penelitian ini, Benelux dalam mendukung CFSP Uni Eropa dalam merespons perang Rusia-Ukraina belum kolektif secara institusional. Faktor kepentingan domestik Benelux tetap menjadi pertimbangan masing-masing negara. Selain itu ketergantungan Benelux terhadap Uni Eropa sebagai suatu kekuatan, sangat penting dalam menjaga stabilitas keamanan Benelux.

This thesis aims to analyze the research question, why is the Benelux conducting security cooperation to strengthen the EU CFSP? How the Benelux supported the EU's policy in response to the Russian-Ukrainian war (2014-2022), as well as what approach the Benelux took to it. This research uses a qualitative method with descriptive analytics by analyzing data sourced from secondary data. This study used four levels of analysis of the theory of the Regional Security Complex by Barry Buzan and used the concept of cooperative security at each level of analysis. The findings of this study, the Benelux in supporting the EU CFSP in responding to the Russian-Ukrainian war have not been institutionally collective. The factor of domestic interests of the Benelux remains the consideration of each country. In addition, the Benelux's dependence on the European Union as a power, is very important in maintaining the security stability of the Benelux."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pessoa, Fernando
Circulo de Leitores, 2006
POR 869.410 PES p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>