Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165851 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Nurul Fajri
"Indonesia sebagai negara multikultural terintegrasi dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai simbol persatuan. Pada kenyataannya masih ada etnis yang mengalami diskriminasi yaitu etnis Cina, hingga sekarang kitapun masih bisa melihat adanya sentimen yang diarahkan kepada mereka. Pemisahan etnis tertentu akan mengganggu ketahanan nasional. New Museum mengubah paradigma museum dari tempat pameran masa lalu menjadi tempat pendidikan dan media komunikasi untuk kepentingan masa kini dan masa depan. Etnis Cina harus direpresentasikan di museum sebagai cara untuk merangkul dan sebagai simbol pengakuan negara terhadap minoritas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana museum nasional Indonesia mengakomodir etnis Cina dan kendala apa yang dihadapi serta cara untuk mengatasinya. Dan juga menunjukkan sejauh mana pemerintah menggunakan museum sebagai sarana pembentuk integrasi nasional. Penelitian menunjukkan etnis Cina belum direpresentasikan karena Museum Nasional Indonesia masih terjebak dalam konsep traditional museum yang berfokus koleksi dan masa lalu.

Indonesia as a multicultural country is integrated in the motto of Bhinneka Tungga Ika or Unity in Diversity as a symbol of unity. But now adays, there are still ethnic groups that discriminated like Chinese Ethnic as we can still see the sentiment pointed to them. The Segregation of certain ethnic will disrupt national resilience. New Museum transforms the paradigm of the museum from the place of the past exhibition into a place of education and communication media for the benefit of both present and the future. Chinese Ethnic must be represented in museums as a way to embrace and symbolize state recognition of minorities. This research aims to see the extent to which the Museum Nasional Indonesia accommodates the Chinese and what obstacles are faced and ways to overcome them. And also shows the extent to which the government uses museum as a means of forming national integration. This research shows that Chinese minority has not been represented because Museum Nasional Indonesia are still trapped in traditional museum concepts."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Berliana Rahayanti
"ABSTRAK
Etnik Tionghoa yang datang ke Indonesia telah melewati sejarah panjang, kemudian menjadi kelompok penduduk yang menetap. Setiap imigran Tiongkok yang menetap di Indonesia tentu membawa tradisi dan identitas kecinaannya masing-masing. Salah satu tradisi dan identitas kecinaan yang masih mereka pertahankan yaitu mereka masih sangat mementingkan dan mempertahankan marga mereka. Setiap suku bangsa tentu memiliki perbedaan budaya, begitu juga dengan Tiongkok. Salah satu perbedaan budaya tersebut terlihat pada bagaimana mereka mengujarkan marga mereka. Sebagai suku imigran yang menetap di Indonesia, marga Tionghoa harus dilatinisasi ke dalam ejaan Bahasa Indonesia. Makalah ini membahas perbedaan dan latar belakang latinisasi marga Tionghoa pada suku Hokkian dan Hakka di Indonesia.

ABSTRACT
Chinese ethnic who came to Indonesia had passed a long history and became a settled population group. Every Chinese immigrant who settled in Indonesia certainly brings their own Chinese traditions and identity. One of Chinese traditions and identity that they still maintain is they still accentuate and maintain their family name. every ethnic group certainly has cultural differences, so is China. One of these cultural differences is seen in how they pronounce their family name. as an immigrant who settled in Indonesia, Chinese family name must be latinized into Indonesian pronouncation. This paper discusses differences and background in latinization of Chinese family name to Hokkian and Hakka ethnic groups in Indonesia."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Tjiook
"Since the abrogration of presidential instruction number 14/1967 which banned chinese customs celebration and religion in public, there has been arevival in chinee festivals, language, art, media, culture and not in the least in the field of architecture and urban planning. With increasing interest in heritage and the support of the Indonesian goverment for heritage cities programees, sevral promising initiativies involving Chinese architecture have been launched in cities both large and small. A brief glance of the history of Chinese Indonesian architecture is given, as well as some recnet initiatives in selected cities olus a discussion of the importance of public space in accomanodating Chinese-festivals. Study of old maps and photograps prompts reflection on the characteristic and development of pecinan during the colonial era and of their later history. The analysis in this article and examples of recand developments in the citiess discussed can be used as an inpiration in the revitalization of pecinan, thereby contributing in a attracive andliveble urban environment."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
909 UI-WACANA 18:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Lauditta Hersanto
"[ABSTRAK
Jurnal ini akan memaparkan penyelenggaraan tradisi ritual Qing Ming yang dilaksanakan di Tangerang, Banten
yang jatuh pada tanggal 5 April tahun 2015. Qing Ming di Indonesia lebih dikenal dengan Ceng Beng (bahasa
Hokkian). Perayaan ini merupakan salah satu dari sekian banyak perayaan hari raya Tiongkok yang tetap
dilestarikan perayaannya di Indonesia. Dari makna harafiahnya Qing berarti jernih dan Ming berarti terang. Di
Tiongkok biasanya Qing Ming jatuh pada musim semi, di mana merupakan saat yang paling tepat untuk
mengunjungi makam para leluhur (ziarah). Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan apa yang dilaksanakan
oleh masyarakat peranakan Tionghoa di Tangerang pada perayaan Qing Ming dan makna dari pelaksanaan
perayaan Qing Ming itu sendiri.ABSTRACT This journal will explain about the traditional Qing Ming ceremony held in Tangerang, Banten, on April 5th
2015. In Indonesia, Qing Ming is better known as Ceng Beng (the name in Hokkian dialect). This festival is one
of many Chinese traditional festivals that are still celebrated in Indonesia these days. The word "Qing" itself
literally means clear while the word "Ming" means bright. In China, Qing Ming is usually held in the middle of
spring, which is the perfect time to visit family's graveyard. This research aims to explain what the Qing Ming
celebration entails in Tangerang?s Chinese-Indonesian community, and also the meaning of Qing Ming ceremony
in itself., This journal will explain about the traditional Qing Ming ceremony held in Tangerang, Banten, on April 5th
2015. In Indonesia, Qing Ming is better known as Ceng Beng (the name in Hokkian dialect). This festival is one
of many Chinese traditional festivals that are still celebrated in Indonesia these days. The word "Qing" itself
literally means clear while the word "Ming" means bright. In China, Qing Ming is usually held in the middle of
spring, which is the perfect time to visit family's graveyard. This research aims to explain what the Qing Ming
celebration entails in Tangerang’s Chinese-Indonesian community, and also the meaning of Qing Ming ceremony
in itself.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan
"Tesis ini membahas tentang ekshibisi sebagai bagian dari fungsi museum. Kajian yang digunakan adalah Museum Nasional Indonesia, Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta 12, Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang diawali dengan gambaran mengenai Museum Nasional Indonesia saat ini. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan penentuan tema dan narasi yangnsesuai dengan visi dan misi Museum Nasional Indonesia. Penentuan temabdilakukan berdasarkan konsep identitas. Selanjutnya, berdasarkan tema yangnditentukan, dibuat sebuah teknik presentasi dan desain alur pameran. Dalam ekshibisi tersebut terdapat pesan yang akan disampaikan, yaitu Bhinneka Tunggal Ika: Kebhinnekaan pada gedung A dan Ketunggalikaan pada gedung B. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan ekshibisi yang lebih efektif dalam menyampaikan identitas nasional.

The focus of the theses is about exhibition as a part of museum?s function. National Museum of Indonesia which located on Jalan Medan Merdeka Barat 12, Jakarta is the case study for this research. The study uses qualitative research which descriptive design started with description of recent condition of the museum. Base on the condition, it?s needed to determine a more direct theme and narration correspond to the museum?s vision and mission. The theme is determined using identity concept. Furthermore, the theme implemented to a presentation technique and storyline exhibition?s design. The exhibition has a message, Bhinneka Tunggal Ika (Diversity and Unity); Diversity in old building and Unity in new building. Those matters are intent on creating effective exhibition to communicated national identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T29272
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Desmalina Ramadanti
"Museum merupakan daya tarik wisata budaya yang memiliki potensi besar untuk mendatangkan wisatawan, tetapi rendahnya antusias masyarakat untuk mengunjungi museum sebagai tempat wisata budaya membuat museum seringkali dianggap sebagai tempat yang hanya menyimpan barang-barang kuno dan membosankan. Untuk mengubah citra museum yang kuno, diperlukan upaya untuk mengubah persepsi publik terhadap museum sebagai lembaga yang ketinggalan zaman. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai langkah seperti memanfaatkan media sosial sebagai alat promosi yang efektif. Dalam hal ini, saya terlibat secara langsung dalam pengelolaan media sosial Museum Nasional. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah autoetnografi. Tulisan ini menjabarkan hasil pengamatan dan refleksi pengalaman magang saya untuk menjelaskan pemanfaatan media sosial oleh Humas Museum Nasional dalam upaya memperkenalkan Museum Nasional kepada publik melalui kerangka perspektif antropologi. Hasilnya menunjukkan bahwa pengelolaan media sosial memiliki peran penting dalam memperkenalkan Museum Nasional kepada publik. Dengan memanfaatkan platform media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan YouTube, museum mampu memperluas jangkauan komunikasi dan membangun interaksi yang lebih personal dengan pengunjung. Melalui konten yang menarik dan informatif, pemanfaatan media sosial dapat meningkatkan kesadaran publik tentang koleksi, acara, dan kegiatan museum.

Museums are cultural attractions with great potential to attract tourists. However, the low interest of the public in making museums a tourist destination often leads to the perception that museums are places that merely store old and boring artifacts. To change this outdated image of museums, efforts are needed to alter the public's perception of museums as outdated institutions. One effective approach is to utilize social media as a promotional tool. In this context, I was directly involved in managing the social media of the National Museum. The methodology used in this paper is autoethnography. This paper describes the observations and reflections from my internship experience, focusing on the utilization of social media by the Public Relations Department of the National Museum to introduce the museum to the public through an anthropological perspective. The results highlight the significant role of social media management in introducing the National Museum to the public. By leveraging platforms such as Instagram, Facebook, Twitter, and YouTube, museums can expand their communication reach and establish more personal interactions with visitors. Through engaging and informative content, the utilization of social media can enhance public awareness of the museum's collections, events, and activities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Budi Utomo
Jakarta: Museum Nasional Indonesia, 2016
959.8 BAM m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fajar Al Walidayn
"Museum Kebangkitan Nasional merupakan sebuah bangunan bersejarah yang ditinggalkan dari masa penjajahan kolonial Belanda yang pada awalnya berfungsi sebagai sekolah bagi para calon dokter pribumi. Seiring berjalannya waktu, terjadi berbagai perubahan fungsi dari bangunan ini hingga akhirnya menjadi sebuah museum. Mengingat terdapat berbagai perubahan fungsi, maka menjadi menarik untuk melakukan analisis pada gaya bangunannya. Dalam tulisan ini dilakukan analisis melalui metode penelitian arkeologi yang terdiri atas enam tahapan yaitu formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan interpretasi. Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi tiap bangunan serta detail dari unsur struktural, unsur fungsional, dan unsur ornamental dari tiap ruangan dan bangunan untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan terkait dengan gaya bangunan yang diterapkan berdasarkan berbagai gaya bangunan yang berkembang pada masa kolonial. Ditemukan bahwa bangunan Museum Kebangkitan Nasional bergaya percampuran Eropa Klasik diantaranya Indis, Romawi, Art Deco, Art & Crafts, dengan berbagai gaya bangunan lokal yang kemudian tidak terdapat perubahan yang signifikan meskipun terjadi beberapa kali alih fungsi peruntukkan bangunan.

The National Awakening Museum is a historic building that was left from the Dutch colonial period where this museum originally functioned as a school for doctors. Over time, there were various changes in the function of this building until it finally became a museum. Given that there are various changes in function, it becomes interesting to conduct an analysis of the style of the building. Furthermore, this paper analyzes through archaeological research methods which consist of six stages, namely formulation, implementation, data collection, data processing, analysis, and interpretation. The analysis is carried out by identifying each building and the details of the structural elements, functional elements, and ornamental elements of each room and building to then draw conclusions related to the building style applied based on various building styles that developed during the colonial period. It was found that the National Awakening Museum building was in the Classic European mix including Indische, Romanesque, Art Deco, Art & Crafts, with various local building styles style which later there were no significant changes even though there were several changes to the function of the building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: National museum of Indonesia, 2013
R 069.5 JEW
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Yulianti
"Museum dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan dan perkembangan, mengikuti perkembangan masyarakat. Jika sebelumnya museum bersifat ekslusif atau terbatas, dan berorientasi kepada penyajian objek semata, maka museum saat ini telah berkembang menjadi lebih terbuka bagi siapa saja dan berorientasi kepada masyarakat. Pemikiran David Dean mengenai museum di abad-21 adalah museum yang memiliki beragam aspek, multi fungsi dan tujuan, serta merupakan lembaga yang multi dimensi. Museum pascamodern, haruslah dapat memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi. Peran museum juga meningkat menjadi tempat berkumpul, dimana masyarakat dapat bertemu, berdiskusi dan bertukar pikiran. Tata pamer yang sesuai dengan konsep museum pascamodern adalah tata pamer yang informatif, komunikatif dan interaktif. Oleh karena itu tata pamer museum juga harus memperhatikan alur cerita, penyajian koleksi dan informasinya agar masyarakat dapat memahami makna dan nilai apa yang ingin disampaikan oleh museum. Melaui tata pamer museum pascamodern, diharapkan pengunjung mendapatkan pengetahuan dan merasakan pengalaman baru.

Museum always change and development, following the development of society. If the previous museum exclusive or limited, and purely object-oriented presentation, the museum has now grown to more open to anyone and oriented to the community. David Dean thinking about museums in the 21st century is a museum that has a multifaceted, multi function and purpose, and is a multi dimensional institution. Postmodern Museums, it must be able to provide the broadest access to communities and allowing the public to participate. The role of museums is also increased to a gathering place, where people can meet, discuss and exchange ideas. The exhibit in accordance with the concept of post-modern museum is the exhibition layout is informative, communicative and interactive. Therefore order to show off the museum must also pay attention to the storyline, the presentation of collections and info meaning and value of what is to be conveyed by the museum. Governance through postmodern museum exhibition, is expected visitors gain knowledge and new experiences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28565
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>