Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisana Sidqi Aliya
"Latar Belakang: Sel punca kanker merupakan populasi sel minor yang memiliki kemampuan self-renewal dan proliferasi tak terbatas sehingga bersifat tumorigenik dan diduga berperan dalam penurunan sensitivitas terhadap berbagai terapi kanker. Tamoksifen merupakan terapi lini pertama pada kanker payudara ER positif namun penggunaan jangka panjangnya menimbulkan masalah resistensi. Beberapa faktor yang diduga berperan dalam penurunan sensitivitas sel terhadap Tamoksifen yakni modulasi pensinyalan estrogen melalui ER?66; dan ER?36 (yang diketahui memperantarai pensinyalan non-genomik), serta ekspresi transporter effluks seperti MRP2 yang berperan dalam penurunan kadar Tamoksifen intraseluler. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek pemaparan Tamoksifen berulang pada sel punca kanker payudara CD24-/CD44+, dalam kaitannya mengenai sensitivitas terapi melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.
Metode: Selpunca kanker payudara CD24-/CD44+ dipaparkan Tamoksifen 1 ?M selama 21 hari dengan DMSO sebagai kontrol negatif. Viabilitas sel setelah pemaparan Tamoksifen diuji dengan metode trypan blue exclusion. Sifat tumorigenik sel setelah pemaparan (CD24-/CD44+(T)) diuji dengan mammossphere formation assay dan dibandingkan dengan sel CD24-/CD44+(0) yang belum dipaparkan Tamoksifen. Ekspresi mRNA Oct4, c-Myc, ER?66, ER?36 dan MRP2 dianalisis dengan one step quantitative RT-PCR.
Hasil: Terjadi penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+(T) yang dipaparkan Tamoksifen selama 21 hari yang ditunjukkan dengan kenaikan viabilitas sel hingga 125,2%. Tamoksifen tidak dapat menekan sifat tumorigenik sel CD24-/CD44+(T) yang dibuktikan melalui jumlah mammosfer yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan CD24-/CD44+(0). Penurunan sensitivitas sel CD24-/CD44+(T) juga dibuktikan melalui peningkatan ekspresi Oct4 dan c-Myc; keduanya merupakan petanda pluripotensi dan c-Myc juga dikenal sebagai petanda keganasan. Parameter penurunan sensitivitas seperti ER?66, ER?36 dan MRP2 juga menunjukkan peningkatan ekspresi pada hari ke-15 namun menurun kembali pada hari ke-21 yang menunjukkan adanya mekanisme regulasi lain yang mungkin terlibat dalam penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara terhadap Tamoksifen.
Kesimpulan: Pemaparan Tamoksifen berulang dapat menurunkan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+ melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.

Background: Cancer stem cells are minor population of cells possessing self-renewal and unlimited proliferation abilities which support their tumorigenicity and role in decreased sensitivity to many cancer therapies. Tamoxifen is a first line therapy for breast cancer patients with positive ER status. Nonetheless, after 5 years of its long term use eventually leads to recurrence and resistance in 50% of patients receiving tamoxifen therapy. Among some factors that might play role in decreased sensitivity to tamoxifen are modulation of estrogen signaling through ER?66 and ER?36 (the latter known for its non-genomic estrogen signaling), and expression of efflux transporter such as MRP2 responsible for decreased intracellular tamoxifen level. The objective of this study is to analyze the effects of long term tamoxifen exposure toward decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
Methods: Breast cancer stem cells CD24-/CD44+ were exposed to 1 ?M tamoxifen for 21 days with DMSO as negative control. After exposure with 1 ?M tamoxifen, the cell viability were tested by the trypan blue exclusion method. Cell tumorigenicity of tamoxifen-exposed CD24-/CD44+(T) and CD24-/CD44+(0) (before treatment) were tested by the mammosphere formation assay. The expression of Oct4, c-Myc, ER?66, ER?36 andMRP2 mRNAs were analyzed by one step quantiative RT-PCR.
Results: A decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ exposed with 1 ?M tamoxifen for 21 days was observed as indicated by an increased cell viability up to 125.2%. In the presence of tamoxifen, breast cancer stem cells CD24-/CD44+(T) exhibited tumorigenic properties as indicated in no significant difference in the formation of mammosphere unit compared to those of CD24-/CD44+(0). After exposure with 1 ?M tamoxifen for 21 days, an elevated level of Oct4 and c-Myc expressions were observed; both are known as pluripotency markers and the latter also known as marker of aggresiveness. Parameters for a decreased sensitivity such as ER?66, ER?36 and MRP2 also exhibited an elevated expression after 15 days of exposure, but the decreased expression after 21 days of exposure suggests that there might be another mechanism involved in decreased sensitivity of the breast cancer stem cells toward tamoxifen.
Conclusion: Long term tamoxifen exposure may decrease the sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisana Sidqi Aliya
"Latar Belakang: Sel punca kanker merupakan populasi sel minor yang memiliki kemampuan self-renewal dan proliferasi tak terbatas sehingga bersifat tumorigenik dan diduga berperan dalam penurunan sensitivitas terhadap berbagai terapi kanker. Tamoksifen merupakan terapi lini pertama pada kanker payudara ER positif namun penggunaan jangka panjangnya menimbulkan masalah resistensi. Beberapa faktor yang diduga berperan dalam penurunan sensitivitas sel terhadap Tamoksifen yakni modulasi pensinyalan estrogen melalui ERα66; dan ERα36 (yang diketahui memperantarai pensinyalan non-genomik), serta ekspresi transporter effluks seperti MRP2 yang berperan dalam penurunan kadar Tamoksifen intraseluler. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek pemaparan Tamoksifen berulang pada sel punca kanker payudara CD24-/CD44+, dalam kaitannya mengenai sensitivitas terapi melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.
Metode: Selpunca kanker payudara CD24-/CD44+ dipaparkan Tamoksifen 1 μM selama 21 hari dengan DMSO sebagai kontrol negatif. Viabilitas sel setelah pemaparan Tamoksifen diuji dengan metode trypan blue exclusion. Sifat tumorigenik sel setelah pemaparan (CD24-/CD44+(T)) diuji dengan mammossphere formation assay dan dibandingkan dengan sel CD24-/CD44+(0) yang belum dipaparkan Tamoksifen. Ekspresi mRNA Oct4, c-Myc, ERα66, ERα36 dan MRP2 dianalisis dengan one step quantitative RT-PCR.
Hasil: Terjadi penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+(T) yang dipaparkan Tamoksifen selama 21 hari yang ditunjukkan dengan kenaikan viabilitas sel hingga 125,2%. Tamoksifen tidak dapat menekan sifat tumorigenik sel CD24-/CD44+(T) yang dibuktikan melalui jumlah mammosfer yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan CD24-/CD44+(0). Penurunan sensitivitas sel CD24-/CD44+(T) juga dibuktikan melalui peningkatan ekspresi Oct4 dan c-Myc; keduanya merupakan petanda pluripotensi dan c-Myc juga dikenal sebagai petanda keganasan. Parameter penurunan sensitivitas seperti ERα66, ERα36 dan MRP2 juga menunjukkan peningkatan ekspresi pada hari ke-15 namun menurun kembali pada hari ke-21 yang menunjukkan adanya mekanisme regulasi lain yang mungkin terlibat dalam penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara terhadap Tamoksifen.
Kesimpulan: Pemaparan Tamoksifen berulang dapat menurunkan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+ melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.

Background: Cancer stem cells are minor population of cells possessing self-renewal and unlimited proliferation abilities which support their tumorigenicity and role in decreased sensitivity to many cancer therapies. Tamoxifen is a first line therapy for breast cancer patients with positive ER status. Nonetheless, after 5 years of its long term use eventually leads to recurrence and resistance in 50% of patients receiving tamoxifen therapy. Among some factors that might play role in decreased sensitivity to tamoxifen are modulation of estrogen signaling through ERα66 and ERα36 (the latter known for its non-genomic estrogen signaling), and expression of efflux transporter such as MRP2 responsible for decreased intracellular tamoxifen level. The objective of this study is to analyze the effects of repeated tamoxifen exposure toward decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
Methods: Breast cancer stem cells CD24-/CD44+ were exposed to 1 μM tamoxifen for 21 days with DMSO as negative control. After exposure with 1 μM tamoxifen, the cell viability were tested by the trypan blue exclusion method. Cell tumorigenicity of tamoxifen-exposed CD24-/CD44+(T) and CD24-/CD44+(0) (before treatment) were tested by the mammosphere formation assay. The expression of Oct4, c-Myc, ERα66, ERα36 andMRP2 mRNAs were analyzed by one step quantiative RT-PCR.
Results: A decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ exposed with 1 μM tamoxifen for 21 days was observed as indicated by an increased cell viability up to 125.2%. In the presence of tamoxifen, breast cancer stem cells CD24-/CD44+(T) exhibited tumorigenic properties as indicated in no significant difference in the formation of mammosphere unit compared to those of CD24-/CD44+(0). After exposure with 1 μM tamoxifen for 21 days, an elevated level of Oct4 and c-Myc expressions were observed; both are known as pluripotency markers and the latter also known as marker of aggresiveness. Parameters for a decreased sensitivity such as ERα66, ERα36 and MRP2 also exhibited an elevated expression after 15 days of exposure, but the decreased expression after 21 days of exposure suggests that there might be another mechanism involved in decreased sensitivity of the breast cancer stem cells toward tamoxifen.
Conclusion: Repeated tamoxifen exposure may decrease the sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin
"Tamoksifen merupakan obat pilihan pertama untuk terapi hormonal pada pasien kanker payudara sebagai terapi ajuvan. Efek antiestrogen dari tamoksifen sangat ditentukan oleh metabolit aktifnya, yaitu endoksifen. Pada penelitian ini dilakukan analisis tamoksifen dan endoksifen dalam sampel dried blood spot DBS dari 40 orang pasien kanker payudara yang memperoleh regimen tamoksifen. Sampel DBS diekstraksi dengan metode ultrasound-assisted liquid extraction dan dilakukan analisis menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa KCKUT-SM/SM . Metode bioanalisis tamoksifen dan endoksifen serta klomifen sebagai baku dalam secara simultan dalam DBS menggunakan KCKUT-SM/SM telah divalidasi parsial dalam penelitian ini. Hasil uji akurasi dan presisi within-run dengan metode ini memperoleh nilai diff dan KV tidak lebih dari 15 dan tidak lebih dari 20 untuk konsentrasi LLOQ. Kurva kalibrasi untuk tamoksifen diperoleh pada rentang 5 ndash; 200 ng/mL dan 1 ndash; 40 ng/mL untuk endoksifen dengan nilai r > 0,99. Hasil analisis pada 40 pasien kanker payudara menunjukkan kadar tamoksifen berada pada rentang 40,28 ng/mL hingga 194,10 ng/mL dan kadar endoksifen dengan rentang 1,25 ng/mL hingga 18,02 ng/mL. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 4 pasien memperoleh terapi tamoksifen yang kurang efektif berdasarkan konsentrasi ambang batas endoksifen dalam sampel DBS yaitu 3,3 ng/mL.

Tamoxifen is the first choice of hormonal therapy in breast cancer patients as their adjuvant therapy. The antiestrogen effect of tamoxifen is highly determined by its active metabolite, endoxifen. In this research, analysis of tamoxifen and endoxifen with clomiphene as the internal standard were performed in dried blood spot DBS samples of 40 breast cancer patients who received tamoxifen in their regiment. DBS samples were extracted by ultrasound assisted liquid extraction and analyzed using ultra high performance liquid chromatography tandem mass spectrometry UHPLC MS MS . A simultaneous quantification method of tamoxifen and endoxifen in DBS using UHPLC MS MS had been partially validated in this study. The diff and CV of within run accuracy and precision obtained in this method were no more than 15 and no more than 20 for LLOQ. The calibration curve range for tamoxifen obtained was 5 200 ng mL and 1 40 ng mL for endoxifen with r 0.99. The analysis results of 40 breast cancer patients showed tamoxifen levels were within the range of 40.28 ndash 194.10 ng mL and endoxifen within 1.25 ndash 18.02 ng mL. These results suggested that there were 4 patients received less effective tamoxifen therapy based on the endoxifen threshold in the DBS sample which was 3.3 ng mL.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S66922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mimi Yosiani Permana
"Latar belakang: Terjadinya penurunan sensitivitas sel kanker terhadap doksorubisin merupakan masalah yang terjadi pada terapi metastatic breast cancer. Salah satu penyebab turunnya sensitivitas sel kanker payudara terhadap doksorubisin adalah overekspresi transporter efluks BCRP. Penambahan silimarin, suatu senyawa golongan flavonoid diketahui memiliki efek antikanker dan penghambat BCRP, diharapkan dapat meningkatkan kembali sensitivitas sel kanker terhadap doksorubisin.
Metode: Doksorubisin dipaparkan pada sel sel kanker payudara, MCF-7 selama 14 hari, kemudian dianalisis perubahan sensitivitas sel terhadap doksorubisin dengan melihat persentase sel hidup dan ekspresi mRNA BCRP. Pada sel tersebut, silimarin diberikan dalam dosis 10/25/50/100 μM dengan atau tanpa doksorubisin 0,1 mM selama 7 hari dan dianalisis persentase sel hidup dan ekspresi mRNA BCRP pada hari ke-3 dan ke-7. Ritonavir 19 μM digunakan sebagai kontrol positif penghambat BCRP.
Hasil: Pajanan doksorubisin 0,1 μM selama 14 hari, menurunkan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doksorubisin (MCF-7/Dox) dibuktikan dengan terjadinya pergeseran CC50 sebesar 9,5 kali, peningkatan persentase sel hidup, dan ekspresi mRNA BCRP sebesar 9,7 kali. Silimarin berbagai konsentrasi yang dikombinasikan dengan doksorubisin 0,1 mM mampu menurunkan persentase sel hidup secara bermakna pada hari ke-3 dan ke-7 yang disertai dengan penurunan ekspresi mRNA BCRP. Silimarin tunggal yang diberikan tanpa doksorubisin, tidak mampu menurunkan persentase sel hidup walaupun terjadi penurunan ekspresi mRNA BCRP yang bermakna.
Kesimpulan: Kombinasi doksorubisin dan silimarin dapat meningkatkan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doksorubisin. Peningkatan sensitivitas tersebut terjadi melalui penghambatan ekspresi mRNA BCRP oleh silimarin. Kombinasi doksorubisin dengan silimarin diharapkan dapat menjadi kandidat obat sebagai cochemotherapy metastasis kanker payudara yang sudah mengalami penurunan sensitivitas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Hertanto
"Latar Belakang: Pemberian Tamoksifen pada kanker payudara secara terusmenerus dapat mengakibatkan terjadinya resistensi, salah satunya melaluioverekspresi Pgp dan BCRP yang merupakan transporter efluks obat. Penelitian inibertujuan untuk membuktikan apakah kurkumin dapat menghambat ekspresi mRNAPgp dan BCRP sehingga tidak terjadi resistensi.
Metode: Penelitian dilakukan secaraeksperimental pada 4 kelompok perlakuan terhadap galur sel kanker payudara MCF-7: DMSO sebagai kontrol negatif, Endoksifen 1,000 nM/L ?-Estradiol 1 nM/Lsebagai kontrol positif, serta penambahan perlakuan kurkumin 8.5 ?M dan kurkumin17 ?M terhadap kontrol positif sebagai kelompok intervensi. Tingkat ekspresimRNA kemudian diukur relatif terhadap ?-aktin dengan qRT-PCR dan dihitungdengan metode Livak.
Hasil: Terdapat penurunan ekspresi mRNA pada keduaparameter dan bergantung pada konsentrasi dengan rasio 1, 7.049, 1.967, dan 0.133secara berurutan p=0.02 untuk Pgp serta rasio 1, 3.848, 2.131, dan 1.232 secaraberurutan p=0.04 untuk BCRP.
Kesimpulan: Kurkumin dapat menekan ekspresimRNA Pgp dan BCRP secara dependen terhadap konsentrasi.

Background: Tamoxifen continous intervention on breast cancer could causeresistance, which one of the pathway is by overexpressing the drug efflux transporterPgp and BCRP. This study is conducted to test whether curcumin could suppress theexpression of Pgp and BCRP mRNA and prevent drug resistance.
Method: Breastcancer cell line MCF 7 is divided into 4 intervention DMSO as negative control,Endoxifen 1,000 nM L Estradiol 1 nM L as positive control, also the addition ofcurcumin 8.5 M and 17 M on top of the positive control as the intervention group.Expression of mRNA is quantified by qRT PCR and calculated by Livak method.
Result: There is a significant decrease in mRNA expression on both parameter andare consentration dependant with the ratio of 1, 7.049, 1.96, and 0.133 respectivelyfor Pgp p 0.02 and 1, 3.848, 2.131, and 1.232 respectively for BCRP p 0.04.
Conclusion: Curcumin could suppress the expression of Pgp and BCRP mRNAdependent on the consentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Erlia Anggrainy
"Latar Belakang: Penurunan sensitivitas hingga resistensi terhadap tamoksifen sering terjadi dalam pengobatan kanker payudara jangka panjang. Salah satu penyebab utamanya adalah peningkatan ekspresi transporter efluks P-glikoprotein (P-gp) dan Breast Cancer Resistance Protein (BCRP). Kurkumin diketahui sebagai penghambat P-gp dan BCRP. Pemberian kurkumin pada sel yang telah menurun sensitivitasnya terhadap tamoksifen diharapkan mampu meningkatkan sensitivitas sel kanker payudara terhadap tamoksifen melalui penghambatan kedua transporter tersebut.
Metode: Sel MCF-7 dipaparkan tamoksifen 1 µM selama 10 pasasi (sel MCF-7(T)), kemudian dianalisis perubahan sensitivitas sel terhadap tamoksifen melalui viabilitas sel dan ekspresi mRNA P-gp dan BCRP. Pada sel MCF-7(T), kurkumin diberikan dalam dosis 5, 10, dan 20 µM dengan atau tanpa tamoksifen selama 5 hari dan dianalisis viabilitas sel dan ekspresi mRNA P-gp dan BCRP pada hari ke-2 dan 5. Sebagai kontrol positif, verapamil 50 µM digunakan sebagai penghambat P-gp, ritonavir 15 µM dan nelfinavir 15 µM sebagai penghambat BCRP.
Hasil: Setelah diberikan tamoksifen 1 µM selama 10 pasasi (44 hari), sel MCF-7(T) menurun sensitivitasnya terhadap tamoksifen yang dibuktikan dengan terjadinya pergeseran CC50 sebesar 32,08 kali, peningkatan viabilitas sel sebesar 106,4%, dan peningkatan ekspresi mRNA P-gp dan BCRP sebesar 10,82 kali dan 4,04 kali. Pemberian kurkumin dengan atau tanpa tamoksifen selama 5 hari dapat menurunkan viabilitas sel dan ekspresi mRNA P-gp dan BCRP (p < 0,05).
Kesimpulan: Kurkumin meningkatkan sensitivitas sel MCF-7(T) terhadap tamoksifen yang ditandai dengan penurunan viabilitas sel dan ekspresi mRNA P-gp dan BCRP. Peningkatan sensitivitas tersebut diduga terjadi melalui penghambatan ekspresi mRNA P-gp dan BCRP oleh kurkumin.

Background: Decrease of sensitivity or resistance to tamoxifen occurs after long-term treatment in breast cancer. One of the major factor in tamoxifen resistance is overexpression of efflux transporter P-glycoprotein (P-gp) and Breast Cancer Resistance Protein (BCRP). Curcumin has been known as inhibitor of P-gp and BCRP. The addition of curcumin to tamoxifen resistant cells is expected to increase the sensitivity of breast cancer cells to tamoxifen.
Methods: MCF-7 breast cancer cell line was exposed with tamoxifen 1 µM for 10 passage (MCF-7(T)), then cell viability and mRNA expression of P-gp and BCRP were analyzed. To the MCF-7(T) cells, curcumin of 5, 10, dan 20 µM with or without tamoxifen was given for 5 days and cell viability and mRNA expression of P-gp and BCRP were analyzed on day 2 and 5. As positive control, verapamil 50 µM was used as P-gp inhibitor, ritonavir 15 µM and nelfinavir 15 µM were used as BCRP inhibitor.
Results: The administration of tamoxifen 1 µM for 10 passage (44 days), caused a decreased of MCF-7(T) cells sensitivity to the drug, with 32,08 times reduction in CC50 towards tamoxifen, increased of cell viability of 106,4%, and increased mRNA expression of P-gp and BCRP mRNA of 10,82 and 4,04 fold, respectively. The administration of curcumin with or without tamoxifen for 5 days reduced cell viability and the mRNA expression of P-gp mRNA and BCRP (p < 0,05).
Conclusion: Curcumin increased MCF-7(T) sensitivity to tamoxifen, characterized by decreased of cell viability and mRNA expression of P-gp and BCRP. Increased of sensitivity was estimated at least in part through inhibition of P-gp and BCRP mRNA expression by curcumin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Baihaki Ramadhan
"Kanker telah menjadi salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia dan menyebabkan banyak kematian. Kanker dapat ditemukan di banyak organ, dan kanker payudara adalah salah satu bentuk kanker yang paling banyak ditemukan. Sel punca kanker merupakan salah satu terobosan di bidang ini, dan dianggap sebagai penyebab perkembangan dan invasi kanker. Sel punca kanker memiliki sifat pluripotensi yang mirip seperti sel punca embrio. Seperti pada sel punca Embrio, pemeliharaan pluripotensi dan ekspresi gen pluripoten mereka ditemukan dalam kondisi hipoksia. Sel punca kanker payudara CD24-/ CD44 dipelajari untuk mengamati ekspresi gen pluripotensi di kondisi hipoksia. Salah satu gen pluripotensi yang diamati adalah KLF4, yang merupakan pengatur utama gen pluripoten lainnya di jaringan pluripotensi inti NANOG, SOX2, Oct4.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pluripotensi CD24-/ CD44 melalui aktivitas KLF4 selama hipoksia. Sel punca kanker payudara CD24-/ CD44 dipaparkan kondisi hipoksia 1 O2, 5 CO2 dan kemudian RNA diisolasi untuk digunakan untuk mendeteksi gen KLF4 menggunakan qRT-PCR. Analisis ekspresi gen diperoleh dari perhitungan Ct dari qRT-PCR dengan menggunakan metode Livak. Percobaan kami menunjukkan bahwa ekspresi gen KLF4 diturunkan dalam semua sampel yang terpapar hipoksia 0.5h, 4h, 6h, 24h . Kesimpulannya, ekspresi KLF4 pada sel kanker payudara CD24-/ CD44 yang digunakan dalam penelitian ini menurun mengikuti lamanya paparan hipoksia.

Cancer has become one major health problem worldwide and cause so many death. Cancer can be found in many organ with breast cancer as one of the most commonly found form of cancer. Cancer stem cell is one breakthrough fInding that thought to be the cause of cancer progression and invasion. Cancer stem cells suggested to have same pluripotency property as in Embryonic Stem cells. As in Embryonic Stem cells, the maintenance of it rsquo s pluripotency and expression of their pluripotent gene are found in hypoxic condition. Breast cancer stem cells CD24 CD44 are studied to observe their expression of pluripotency gene under hypoxia condition. Such one of the pluripotency gene to be observed is KLF4, which role is as the master regulator of other pluripotent gene in core pluripotency network NANOG, SOX2, OCT4.
Therefore, this experiment is aimed to investigate CD24 CD44 pluripotency through KLF4 activity during hypoxia. Breast cancer stem cells CD44 CD24 exposed to hypoxic condition 1 O2, 5 CO2 and then the RNA isolated to be used for KLF4 gene detection using one step qRT PCR. Gene expression analysis obtained from Ct calculation from qRT PCR using Livak Method. From the experiment we found that the KLF4 gene expression was downregulated in all the sample undergo hypoxia 0.5h, 4h, 6h, 24h . In conclusion, the KLF4 expression in breast cancer cells CD24 CD44 that was used in this study was decreasing following the length of hypoxia exposure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy
"Pemahaman karakteristik sel punca kanker merupakan salah satu cara untuk menemukan terapi yang tepat untuk mengobati penyakit kanker. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pengaruh lingkungan mikro yang dihasilkan oleh sel fibroblas normal dan kanker terhadap pluripotensi sel punca kanker payudara. Sel fibroblas dan sel punca kanker payudara masing-masing dikultur dengan menggunakan medium kultur DMEM high glucose. Kemudian sel punca kanker diko-kultur dengan sel fibroblas, baik sel fibroblas normal maupun kanker. Pengukuran pluripotensi dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengukuran ekspresi penanda permukaan CD44+/CD24+ dengan spektrofluorometer dan pengukuran ekspresi SOX2 dengan menggunakan reverse transcription-polymerase chain reaction. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pluripotensi sel punca kanker payudara menurun pada sel punca kanker yang diko-kultur dengan sel fibroblas, baik fibroblas normal maupun kanker, namun, ekspresi penanda permukaan dan SOX2 pada sel punca kanker yang diko-kultur dengan sel fibroblas kanker lebih tinggi dibandingkan dengan yang diko-kultur dengan sel fibroblas normal. Dari hasil ini, kami menyimpulkan bahwa lingkungan mikro yang dihasilkan sel fibroblas normal dan kanker mampu menurunkan tingkat pluripotensi sel punca kanker payudara sehingga lingkungan mikro dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menghilangkan sel punca kanker.

Understanding and figuring out the characteristics of cancer stem cells is believed as a way to find a perfect therapy in treating cancer disease. This research aims to find out the effect of the microenvironment provided by either normal fibroblast cells or cancer fibroblast cells toward the pluripotent characteristics of breast cancer stem cells. Both the fibroblast cells and the cancer stem cells were cultured independently using DMEM high glucose. The cancer stem cells were then cocultured into the fibroblast cells, both normal and cancer cells. The pluripotent characteristics were measured using two methods; expression of CD44+/CD24+ cell surface markers using fluorescent spectroscopy and expression of SOX2 using reverse transcription - polymerase chain reaction. Results showed that the expression of both CD44+/CD24+ cell surface markers and SOX2 decreased in breast cancer stem cells co-cultured with the fibroblast cells, whereas the expression in the cancer stem cells co-cultured with cancer fibroblast cells were higher than those co-cultured with the normal fibroblast cells. From the results, we suggest that the microenvironment created by either normal fibroblast cells or cancer fibroblast cells could decrease the pluripotent characteristics of breast cancer stem cells, hence microenvironment can be used as a tool to eradicate cancer stem cells.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42536
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Electra Amara Florence
"Latar Belakang: Kanker payudara triple negatif dikenal sebagai jenis kanker yang memiliki prognosis yang lebih buruk daripada jenis kanker payudara lainnya karena kurangnya terapi target dan tingkat kekambuhan dini dan metastasis yang lebih tinggi. Manganese superoxide dismutase (MnSOD), pertahanan utama melawan superoksida, telah ditemukan untuk memiliki peran ganda dalam kanker. Meskipun MnSOD mungkin memiliki peran penekan tumor pada tahap awal tumorigenesis, MnSOD akan kemudian mempunyai peran penting untuk kelangsungan hidup sel kanker saat tumor berkembang. Sel punca kanker, ditemukan dalam tingkat yang tinggi dalam kanker payudara triple negatif, adalah subpopulasi sel tumor yang memiliki kapasitas tumorigenisitas dan stress oksidatif yang tinggi. Sel punca kanker mengekspresikan faktor transkripsi seperti Oct4 dan Sox2 yang mengatur gen yang diperlukan untuk pembaruan diri dan pluripotensi sel punca kanker ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penekanan ekspresi MnSOD melalui gen knockout terhadap pluripotensi sel punca kanker payudara triple negatif dengan mengukur ekspresi protein Oct4 dan Sox2.
Metode: Penelitian ini menggunakan satu kelompok kontrol BT-549 sel punca kanker payudara triple negatif dan dua kelompok BT549 sel punca kanker payudara triple negatif yang telah diberi perlakuan knockout gen MnSOD. Untuk setiap kelompok sampel, tiga pasase digunakan (P2, P3, P4). Protein Oct4 dan Sox2 yang diekspresikan oleh setiap pasase dari setiap kelompok dideteksi menggunakan Western blot dan area pita masing-masing protein kemudian dianalisis menggunakan program ImageJ.
Hasil: Ditemukan adanya tren penurunan ekspresi protein Oct4 dan tren peningkatan ekspresi protein Sox2.
Kesimpulan: Penekanan ekspresi MnSOD mungkin bisa menjadi target untuk mengubah tingkat pluripotensi sel punca kanker payudara triple negatif melalui interaksi tidak langsung dengan Oct4 dan Sox2.

Introduction: Triple negative breast cancer is considered to have a poorer prognosis than other subtypes of breast cancer due to the lack of targeted therapies and its higher rate of early recurrence and distant metastasis. Manganese superoxide dismutase (MnSOD), the primary defense against superoxides, have been found to have a dual role in cancer. Although MnSOD may have a tumor-suppressing role in the early stages of tumorigenesis, it later becomes essential for the survival of the cancer cells as the tumor progresses. Cancer stem cells (CSCs), enriched in triple negative breast cancer, are a population of tumor cells that possess high capacity of tumorigenicity and oxidative stress. They express transcription factors such as Oct4 and Sox2 which regulate genes necessary for the self-renewal and pluripotency of these CSCs. This study aims to determine the impact of suppressing MnSOD expression through gene knockout on the pluripotency of triple negative breast cancer stem cells by measuring Oct4 and Sox2 protein expression.
Methods: A control group of wild type BT-549 BCSCs and two groups of treated BT549 BCSCs were used in this study, with the treated groups having their MnSOD gene knocked out. For each group of samples, three passages were used (P2, P3, P4). The Oct4 and Sox2 proteins expressed by each passage number from each group were detected using Western blot and their respective area densities were then analyzed using the ImageJ program.
Results: There was a decreasing trend in Oct4 protein expression and an increasing trend in Sox2 protein expression.
Conclusion: Suppression of MnSOD expression may be a target to alter the pluripotency of triple negative BCSCs through its indirect interaction with Oct4 and Sox2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Auvan Lutfi
"Latar Belakang: Potensi lunasin dari ekstrak kedelai telah banyak diketahui memberikan manfaat dalam terapi kanker melalui efek antipoliferatifnya. Bcl-2 merupakan protein antiapoptosis yang ekspresinya meningkat pada kanker payudara dan dapat mencegah kejadian apoptosis dari sel kanker. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kedelai kaya lunasin terhadap ekspresi protein Bcl-2 sel kanker payudara tikus yang diinduksi DMBA. 
Metode: Penelitian menggunakan bahan biologi tersimpan dari jaringan kanker payudara tikus jenis Sprague-Dawley (SD) yang telah diberi perlakuan dalam 5 kelompok percobaan dan dipulas dengan pewarnaan imunohistokimia. Identifikasi ekspresi Bcl-2 dilakukan dengan aplikasi ImageJ dan dikuantifikasi menggunakan metode H-score untuk dianalisis secara statistik. 
Hasil: Hasil H-score setiap kelompok secara berurutan dari tertinggi adalah kontrol negatif (171,61%), lunasin kuratif (156,28%), kontrol positif (147,92%), adjuvan (142,12%), dan kelompok normal (127,22%). Terdapat perbedaan bermakna pada uji perbandingan tiap dua kelompok kecuali pada kelompok normal-adjuvan, kontrol positif-adjuvan, kontrol positif-kuratif, serta adjuvan-kuratif. 
Kesimpulan: Pemberian ekstrak kedelai kaya lunasin mampu menunrunkan ekspresi protein Bcl-2 sel kanker payudara payudara tikus yang diinduksi DMBA. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok lunasin dengan tamoksifen. Kelompok adjuvan lebih efektif dalam menurunkan ekspresi Bcl-2 dengan hasil yang tidak berbeda secara statistik dengan kelompok normal.

Background: The potential of lunasin from soybean extract has been widely known to provide benefits in cancer therapy through its antiproliferative effect. Bcl-2 is an antiapoptotic protein whose expression increases in breast cancer and can prevent apoptosis in cancer cells. The purpose of this study was to determine the effect of administration of lunasin-rich soybean extract on the expression of Bcl-2 protein in DMBA-induced rat breast cancer cells. 
Methods: The study used stored biological material from breast cancer tissue of Sprague-Dawley (SD) rats that had been treated in 5 experimental groups and stained immunohistochemically. Identification of Bcl-2 expression was carried out using ImageJ application and quantified using the H-score method for statistical analysis. 
Results: The results of the H-scores of each group sequentially from the highest were negative control (171.61%), curative lunasin (156.28%), positive control (147.92%), adjuvant (142.12%), and group normal (127.22%). There were significant differences in the comparison test of each of the two groups except for the normaladjuvant, positive-adjuvant control, positive-curative control, and adjuvant-curative group. 
Conclusion: The administration of lunasin-rich soybean extract was able to reduce the expression of Bcl-2 protein in DMBA-induced rat breast cancer cells. There was no statistically significant difference between the lunasin and tamoxifen groups. The adjuvant group was more effective in reducing Bcl-2 expression with results that were not statistically different from the normal group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>