Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172693 dokumen yang sesuai dengan query
cover
David Purmiasa
"Pendorong utama kepunahan avifauna hutan tropis adalah hilangnya habitat dan fragmentasi. Pulau Halmahera yang berada di Maluku Utara memiliki nilai endemisitas burung yang tinggi. Namun, penebangan hutan dan kegiatan antropogenik lainnya telah menurunkan sekitar 80% hutan alamnya. Meskipun demikian dampak hilangnya habitat dan degradasi hutan terhadap spesies burung masih kurang dipahami. Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Halmahera, dari bulan Desember 2016 sampai dengan Pebruari 2017, pada dua tipe habitat yaitu hutan bekas tebangan dan kebun campuran.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan spesies burung pada habitat hutan bekas tebangan dan kebun campuran serta efek dari perubahan tipe habitat terhadap sebaran dan kelimpahan burung di Halmahera. Penelitian ini menggunakan metoda titik hitung dengan penghitungan jarak (VCP), pengamatan burung dilakukan selama sepuluh menit pada setiap titik pengamatan yang terletak pada interval 200 m sepanjang transek. Secara keseluruhan, tercatat 700 kontak burung yang teridentifikasi dari 90 titik pengamatan di hutan bekas tebangan (rata-rata = 7,7 per stasiun) dan 334 kontak burung di 55 titik pengamatan di kebun campuran (rata-rata = 6,07 per stasiun).  Jumlah total spesies yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah 75 jenis, 62 di hutan bekas tebangan (61 tercatat di titik pengamatan) dan 57 di kebun campuran (56 tercatat di titik pengamatan). Sebanyak 22 spesies burung endemik Maluku Utara ditemukan di hutan bekas tebangan dan 16 spesies di kebun campuran. Hasil penelitian ini menemukan bahwa keragaman spesies burung tinggi di hutan bekas tebangan yang sedang mengalami pertumbuhan kembali, namun rendah di kebun campuran.  Hal yang penting adalah hampir semua spesies burung sebaran terbatas secara global di Halmahera dapat dijumpai di hutan bekas tebangan dengan proses pertumbuhan kembali. Hasil tersebut mungkin disebabkan oleh regenerasi habitat yang cepat dan adanya area hutan yang tidak terganggu atau sedikit terganggu diantara habitat hutan bekas tebangan.

The main driver of tropical forest avifauna extinctions is habitat loss and fragmentation. Halmahera Island located in the Northern Moluccas has a high bird endemism. However, logging and other anthropogenic activities have degraded around 80% of its natural forests. The impact of habitat loss and degradation on these species is poorly understood.  This research was conducted in Halmahera Island, from December 2016 until February 2017.  The study was conducted on logged forest and mixed gardens. The purpose of the research is to know the bird species in logged forest and mixed garden in Halmahera, and  effects of habitat change to diversity and abundance on birds in Halmahera. The study used a point count method. At  each point count, birds were recorded during the ten-minute timed counts at points that were situated at 200 m intervals along transects. There were 700 bird contacts at 90 point count in logged forest (average = 7.7 contact per station) and 334 bird contacts in 55 point count in mixed garden (average = 6.07 per station) . The total number of species identified in the study were 75 species, 62 in logged forest (61 recorded at points count and 57 in mixed garden (56 recorded in point count). A total of 22 species of North Maluku endemic birds are found in logged-over forests and 16 species in mixed gardens. The study found that bird species diversity is high in the regrowth forest, but low in in mixed gardens. Importantly, almost all of the globally restricted range species were present in the regrowth forest. These results in the logged areas are probably due to rapid habitat regeneration and the presence of undisturbed or slightly disturbed forest patches."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Worabai, Meliza Sartje
"ABSTRAK
Pulau Serangan merupakan salah satu bagian dari Tahura Ngurah Rai untuk perlindungan vegetasi dan burung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi dan burung pasca reklamasi di Pulau Serangan, Bali. Pengamatan vegetasi dilakukan pada dua wilayah besar yaitu areal pulau asli seluas 1 Ha dengan metode pengamatan plot permanen dan areal reklamasi seluas 211,109 ha dengan metode pengamatan jalur. Pengamatan burung dilakukan dengan menggunakan metode titik hitung (point count) dengan menentukan delapan stasiun pengamatan secara acak. Berdasarkan hasil pengamatan tercatat total spesies tumbuhan adalah 64 spesies yang terdiri atas 26 spesies pada areal hutan alami dan 38 spesies pada areal reklamasi. Pada petak pengamatan 1 ha di areal asli spesies yang mendominasi adalah Acacia auriculiformis A.Cunn. ex Benth. dengan INP 55,99 %, sedangkan potensi regenerasi didominasi oleh Diospyros maritima (Blume) Baill 88%, diikuti Suregada glomerulata (Blume) Baill 53 %, Calophyllum inophyllum L. 22 %, Allophylus cobbe L. 13 % , serta Trema cannabina Lour. dan Samanea saman F.Muell. 2 %. Pada areal reklamasi terdapat 6 (enam) tipe habitat yaitu habitat bebatuan, padang, pasir, kapur, serasah dan tanah. Spesies tumbuhan terbanyak yang ditemukan di areal reklamasi adalah Calophyllum inophyllum L. dan Pongamia pinnata (L.) Pierre., yang ditanam di areal reklamasi. Burung yang terdapat di Pulau Serangan berjumlah 474 individu tergolong dalam 43 spesies dari 21 famili. Dua Spesies yang menempati urutan teratas jumlah individu terbanyak adalah Numenius madagascariensis (Gajahan timur) dan Phalacrocorax melanoleucos (Pecuk padi belang). Kedua spesies burung tersebut termasuk spesies burung pantai (Burung pantai) dari Famili Scolopacidae dan Phalacrocaracidae. Angka indeks keanekaragaman burung (H? = 3.051) di Pulau Serangan menunjukkan keragaman jenis tergolong sedang, yaitu memiliki produktivitas cukup dengan kondisi ekosistem cukup seimbang serta sedikit terjadi tekanan ekologis. Spesies tumbuhan yang dijadikan tempat bertelur atau bersarang adalah Pongamia pinnata (L.) Pierre, Lannea corromandelica (Houtt.) Merr, Acacia farnesiana (L.) Willd. , Pithecellobium dulce (Roxb.) Benth, Ziziphus mauritiana Lam. dan Calotropis gigantea.

ABSTRACT
Serangan Island is part of Tahura Ngurah Rai that was established for conservation of vegetation and birds. Objective of this research was to gain information regarding the diversity of vegetation and birds post-reclamation of Serangan Island, Bali. Observation on the vegetation was conducted in two large areas, they are one hectare of natural areal of the island by permanent plot method and 211.109 hectares of reclamated areal by line observation method. Observation on birds conducted in point count method by randomly asign eight observation station. According to the observation on vegetation there are 64 species in total consists of 26 species in natural forest and 38 species in the reclamation area. In the one hectare observation plot on the natural area the most dominant species was Acacia auriculiformis A.Cunn. ex Benth. with IVI value of 55.99 %, meanwhile the most dominant in terms of the potential of regeneration is Diospyros maritima (Blume) Baill 88%, followed by Suregada glomerulata (Blume) Baill 53 %, Calophyllum inophyllum L. 22 %, Allophylus cobbe L. 13 % , serta Trema cannabina Lour. and Samanea saman F.Muell. 2 %. There are six types of habitat in reclamation area rocks, savannah, sands, lime, litter and soil. Species which were founded the most in reclamation area are Calophyllum inophyllum L. and Pongamia pinnata (L.) Pierre., that are planted in the reclamation area. There are 474 individuals of bird appears on Serangan Island along the period of observation, they are categorized into 43 species and 21 families. The top two of individual counts are Numenius madagascariensis and Phalacrocorax melanoleucos. Both of them are shorebird species from Scolopacidae and Phalacrocaracidae family. Birds diversity index (H? = 3.051) in Serangan Island shows species diversity is medium, which had sufficient productivity with fairly balanced ecosystem condition and also small ecological pressure. Vegetations that been used by the birds for spawning and nesting are Pongamia pinnata (L.) Pierre, Lannea corromandelica (Houtt.) Merr, Acacia farnesiana (L.) Willd. , Pithecellobium dulce (Roxb.) Benth, Ziziphus mauritiana Lam. and Calotropis gigantea."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Rosanna
"RTH yang tersedia saat ini di Jakarta sangat minim, sementara menyediakan lahan untuk RTH sangat sulit. Oleh karena itu maka yang dapat dilakukan adalah rneningkatkan kualitas RTH yang tersedia semaksimal mungkin. Kualitas yang masih dapat dimaksimalkan pada RTH adalah fungsinya sebagai habitat burung dan nilai estetika tanaman. Permasalahan yang dihadapi RTH sebagai habitat burung adalah letak dari taman - taman / hutan kota yang merupakan sumber biota saling terpisah dan tidak ada jalur hijau penghubung yang memadai, sehingga cukup banyak RTH yang ada terisolasi. Walaupun terdapat jalur hijau penghubung (koridor), tetapi vegetasi yang ditanam umumnya seragam dan lebih berupa tanaman yang pertumbuhannya cepat dan bernilai estetis. Untuk mendapatkan RTH yang berupa koridor I jalur hijau yang dapat menjadi habitat burung dan bemilai estetis, maka dilakukan penelitian mengenai tanaman sebagai tempat hidup burung dan nilai estetisnya. Untuk tanaman dan burung diteliti sruktur dari tanaman yang disukai burung, komposisi dan keanekaragaman tanaman dan boning, Untuk niIai estetika yang diukur dari individu tanaman adalah kerimbunan tajuk , tekstur tajuk, bentuk bunga dan buah, garis langit; jenis, komposisi dan jumlah dari tumbuhan, warna daun, tajuk, kulit, bunga, buah, dan akar.
Pada struktur tanaman dilakukan pengukuran berupa ketinggian pohon, diameter, Iuas tajuk, tipe arsitektur pohon dan kanopi. Untuk komposisi tanaman dilakukan pengukuran kerapatan pohon, dominasi terhadap lahan dan frekwensi kehadiran tanaman pada lokasi pengamatan. Untuk pengukuran keanekaragaman tanaman dilakukan dengan menggunakan metode senses pada taman Suropati dan Situ lembang dan metode line transek pada Koridor teuku Umar, Koridor Gondangdia - Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Taman Medan Merdeka. Untuk pengukuran keanekaragaman burung dilakukan dengan metode jelajah (cruising). Untuk menghitung kesamaan komunitas pada beberapa lokasi pengamatan dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien Sorensen. Hasil dari penghitungan diatas digunakan untuk mendapatkan hubungan antara tanaman dengan keanekaragaman burung. Hubungan antara keanekaragaman burung dengan nilai estetika tanaman di sajikan dalam grafik kartesian. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dalam merencanakan atau merancang RTH kota, harus diperhatikan struktur tanaman, komposisi, keanekaragaman tanaman dan burung yang ada di lokasi agar dapat dikembangkan dan dipertahankan sehingga dapat meningkatkan mutu lingkungan di perkotaan.

Green and open space are difficult to find nowadays due to the lack of unused open areas. The existing green open spaces should therefore be maintained and improved. Green open space has become a habitat for birds and has an esthetically value. As a habitat for birds, green open space face problems : the location of city parks and forests is not adjacent while there is not enough green belts connecting the parks. This makes green open spaces become isolated. Although several connecting green belts do exist, the vegetations area quite homogeneous and only consist of rapid growing plants which have esthetically value. This research is conducted in order to make a green open space attractive to birds and esthetically valuable. The plants and birds are assessed based on the plant structure which is attractive to birds, composition, as well as plant and bird diversity. The esthetically value of plant is measured using the crown density, color and texture, shape of flower and fruit, the sky line, type, composition and quantity of plant, as well as the color of leaf, crown, bark, flower, fruit and root.
The tree height and diameter are measured by the crown width, the type of tree architectural and the canopy. The composition of plant is measured by the tree density, the domination and the presence frequency in the observation location. Census method is used to measure plant diversity in Taman Suropati and Situ Lembang while transect method is conducted in Gondangdia - US Embassy Corridor and Taman Medan Merdeka. Bird diversity is measured by employing cruising method. Community similarity in some observation locations is determined by applying Sorensen coefficient formula. The observation result is then analyzed to find out the relationship between plant and bird diversity. The relationship between bird diversity and esthetically is then plotted on a cortensian graph. What can be concluded from this research is that the plant structure and composition as well as plant and bird diversity should be taken into account when planning and designing green open space in the city. It is also important to developed and maintain them to improve urban environment quality.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Pratiwi
"Salah satu dampak adanya perubahan iklim adalah penurunan kualitas habitat alami flora dan fauna yang terdapat di Indonesia sehingga memberikan risiko hilangnya sebagian besar biodevirsitas yang ada. Dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan sebagai habitat alami beberapa spesies endemik, Pulau Obi tidak dapat terlepas dari ancaman dampak perubahan iklim. Selain itu, adanya konsesi wilayah tambang dengan luas 38.911,51 ha dapat berdampak secara langsung terhadap potensi habitat satwa endemik yang ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemodelan potensi habitat satwa endemik Pulau Obi dan mengetahui ancaman akibat perubahan iklim serta adanya konsesi wilayah tambang agar dapat dilakukan upaya preventif untuk menghindari punahnya satwa endemik yang ada. Species Distribution Models (SDM) memainkan peran penting dalam mengukur hubungan antara spesies dengan habitat dan memprediksi distribusi spesies dalam kajian terkait ekologi, konservasi, dan pengelolaan lingkungan. Di antara model distribusi tersebut, MaxEnt digunakan secara luas karena kinerja prediktifnya yang sangat baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola distribusi spesies endemik pada kondisi iklim saat ini, mensintesa model dampak perubahan iklim terhadap distribusi potensi habitat spesies endemik dan menganalisis dampak secara langsung dan tidak langsung adanya konsesi wilayah pertambangan terhadap distribusi potensi habitat spesies endemik di Pulau Obi. Hasilnya Dengan memodelkan potensi habitat spesies endemik di Pulau Obi menggunakan metode Maximum Entropy pada kondisi iklim saat ini, diperoleh model potensi habitat untuk 3 spesies dari total 6 spesies. 3 spesies yang tidak dapat dibuat model potensi habitatnya dikarenakan keterbatasan data titik occurrence dimana hanya terdapat satu titik occurrence. Spesies yang dapat dimodelkan potensi habitatnya adalah Eulipoa wallacei, Ptilinopus granulifrons dan Scolopax rochussenii, ketiganya merupakan burung endemik Pulau Obi. Model potensi habitat Eulipoa wallacei dengan AUC= 0,837 memiliki potensi habitat sangat sesuai dengan luas 480,39 km2 atau 19,52%. Model potensi habitat Ptilinopus granulifrons dengan AUC= 0,955 memiliki potensi habitat sangat sesuai dengan luas 66,02 km2 atau 2,68%. Model potensi habitat Scolopax rochussenii dengan AUC= 0,954 memiliki potensi habitat sangat sesuai dengan luas 61,68 km2 atau 2,51%. Adanya perubahan iklim tahun 2041-2060 dengan 4 skenario iklim yang berbeda memberikan dampak pada model potensi habitat spesies endemik Pulau Obi. Pada masing-masing spesies yang dimodelkan dengan 4 skenario iklim tahun 2041-2060, terjadi penurunan luas potensi habitat yang sesuai maupun peningkatan luas potensi habitat yang tidak sesuai. Wilayah Izin Usaha Pertambangan di Pulau Obi yang telah diterbitkan hingga Maret 2022 berjumlah 19 lokasi dengan total luas 373.14 km2 akan memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap potensi habitat spesies endemik di Pulau Obi. Rata-rata berdasarkan 4 skenario perubahan iklim yang ada 36,78 km2 dari 196,76 km2 potensi habitat yang sangat sesuai untuk Eulipoa wallacei akan terdampak secara langsung dengan adanya area-area pertambangan tersebut. Selain itu, 14,17 km2 dari 66,67 km2 potensi habitat yang sangat sesuai untuk Ptilinopus granulifrons dan 13.05 km2 dari 66.67 km2 potensi habitat yang sangat sesuai untuk Scolopax rochussenii.

One of the impacts of climate change is the degradation quality of natural habitats of flora and fauna in Indonesia, risking the loss of most of the existing biodiversity. With high biodiversity and as a natural habitat for several endemic species, Obi Island cannot be avoided from the threat of climate change impacts. Besides that, the existence of a mining concession with an area of ​​38,911.51 ha can have a direct impact on the potential habitat of endemic animals. Therefore, it is necessary to model the habitat potential of Obi Island endemic animals and to know the threats due to climate change and the existence of mining concessions so that preventive efforts can be made to avoid the extinction of endemic animals. Species Distribution Models (SDM) play an important role in measuring the relationship between species, habitats and predicting species distribution. Among the distribution models, MaxEnt is widely used because of its excellent predictive performance. The purpose of this study is to analyze the distribution pattern of endemic species under current climatic conditions, synthesize models of the impact of climate change on the potential distribution of endemic species habitats and analyze the direct and indirect impacts of mining concessions on the distribution of potential habitats of endemic species on Obi Island. By modeling the habitat potential of endemic species on Obi Island using the Maximum Entropy method in the current climatic conditions, a model of habitat potential was obtained for 3 species out of a total of 6 species. 3 species whose habitat potential cannot be modeled due to limited data on occurrence points where there is only one point of occurrence. Species that can be modeled for potential habitats are Eulipoa wallacei, Ptilinopus granulifrons and Scolopax rochussenii, all three are endemic birds of Obi Island. The habitat potential model of Eulipoa wallacei with AUC = 0.837 has a very suitable habitat potential with an area of ​​480.39 km2 or 19.52%. The habitat potential model of Ptilinopus granulifrons with AUC = 0.955 has a very suitable habitat potential with an area of ​​66.02 km2 or 2.68%. The habitat potential model of Scolopax rochussenii with AUC = 0.954 has a very suitable habitat potential with an area of ​​61.68 km2 or 2.51%. The existence of climate change in 2041-2060 with 4 different climate scenarios has an impact on the potential habitat model for Obi Island endemic species. In each species modeled with 4 climate scenarios in 2041-2060, there is a decrease in the area of ​​potential suitable habitat and an increase in the area of ​​potential habitat that is not suitable. Mining Business Permit Areas on Obi Island that have been issued until March 2022 total 19 locations with a total area of ​​373.14 km2 which will have a direct or indirect impact on the habitat potential of endemic species on Obi Island. On average, based on the 4 climate change scenarios, 36.78 km2 of 196.76 km2 of potential habitat that is very suitable for Eulipoa wallacei will be directly affected by the presence of these mining areas. In addition, 14.17 km2 of 66.67 km2 of potential habitat that is very suitable for Ptilinopus granulifrons and 13.05 km2 of 66.67 km2 of potential habitat that is very suitable for Scolopax rochussenii"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mackinnon, John Ramsay
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press , 1993
598.059 82 MAC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dolly Priatna
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Penelitian tentang keanekaragaman burung berdasarkan gradien elevasi telah dilakukan di
Hutan Mbeliling dan Sano Nggoang, Flores, Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan komposisi burung pada zona elevasi
rendah, tengah, dan tinggi. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei dan Juli 2013 di
tiga area, yaitu Wae Ndae, Dencang Mese, dan Lengkong Ra’beng. Metode pengambilan
data yang digunakan adalah metode titik hitung (point count) dengan jarak antar titik-titik
pengamatan sebesar 200 m dan interval waktu pengamatan 10-15 menit. Keseluruhan
titik sampel yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga, yaitu titik sampel pada zona
elevasi rendah (400-600 mdpl), tengah (700-900 mdpl), dan tinggi (>1.000 mdpl).
Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan sebanyak 4.381 individu dari 70 spesies,
diantaranya terdapat 18 spesies BST (Burung Sebaran Terbatas) Nusa Tenggara, 4 spesies
endemik Flores, dan 8 sub-spesies endemik Flores. Keanekaragaman pada masing-masing
zona elevasi berbeda-beda dan menunjukkan pola berbanding terbalik dengan
keanekaragaman tertinggi terdapat pada zona elevasi rendah (H’= 3,35; J’= 0,83; D=
0,045), kemudian zona elevasi tengah (H’= 3,22; J’= 0,81; D= 0,055), dan
keanekaragaman terendah pada zona elevasi tinggi (H’= 3,10; J’= 0,83; D= 0,065).
Seluruh spesies burung yang ditemukan terbagi menjadi 6 kelompok berdasarkan
preferensi terhadap suatu zona elevasi. Spesies burung endemik Flores seperti Serindit
flores (Loriculus flosculus), Gagak flores (Corvus florensis), dan Kehicap flores
(Monarcha sacerdotum) ditemukan di setiap zona elevasi, sehingga kawasan Hutan
Mbeliling dan Sano Nggoang dari elevasi rendah hingga elevasi tinggi miliki arti penting
untuk konservasi spesies burung endemik Flores., Research on bird diversity along elevational gradient has been conducted in the
Mbeliling and Sano Nggoang Forests, Flores, East Nusa Tenggara. The aim of this
research was to determine the diversity and composition of birds at several
elevation zones. Research was conducted on May and July 2013 in three areas,
Wae Ndae, Dencang Mese, and Lengkong Ra'beng. Bird survey was conducted
using point count method with points spaced at 200 m point interval and was
conducted for 10-15 minutes observation at each points. The point samples were
classified into three elevation zones, low (400-600 mdpl), middle (700-900 mdpl),
and high (> 1,000 mdpl) elevation zones. Seventy bird species and 4.381
individuals were recorded, including 18 species of BST (Burung Sebaran Terbatas)
Nusa Tenggara, 4 species endemic to Flores, and 8 sub-species endemic to Flores.
Bird diversity varies along elevation zones and bird diversity showed a decrease at
higher elevation zones. The highest diversity was found in the low elevation zone
(H ' = 3,35; J ' = 0,83; D = 0,045), then the middle elevation zone (H ' = 3,22; J ' =
0.81; D = 0.055), and lowest bird diversity in the high elevation zone (H ' = 3.10; J '
= 0,83; D = 0,065). Based on the presence at certain elevation zone, all the bird
species were clustered into six groups. Endemic bird species such as the Flores
hanging-parrot (Loriculus flosculus), Flores crow (Corvus florensis), and Flores
monarch (Monarcha sacerdotum) were found at every elevation zones and such
results make the Mbeliling and Sano Nggoang Forest have significant importance
for the conservation of endemic bird species of Flores.]"
Universitas Indonesia, 2014
S58019
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indartono Sosro W.
"Telah dilakukan penelitian mengenai keragaman burung penyedia layanan ekosistem (frugivor dan nektarivor) dan hubungannya dengan vegetasi di tepi kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Sumatera pada pertengahan Juni 2012 sampai September 2012. Sensus burung dilakukan dengan menggunakan metode Point Count (titik), sedangkan pengambilan data vegetasi dilakukuan dengan metode Point Center Quarter (PCQ) di habitat hutan dan kebun.
Hasil Penelitian menunjukkan jumlah jenis burung penyedia layanan ekosistem yang ditemukan sebanyak 50 jenis burung. Perkebunan (n=38) memiliki jumlah jenis yang lebih tinggi dibandingkan hutan (n= 36). Nilai indeks keragaman burung penyedia layanan ekosistem di habitat kebun (H’= 2,89) lebih tinggi dibandingkan hutan (H’= 2,70).
Namun demikian, hasil analisis uji t indeks keanekaragaman jenis burung penyedia layanan ekosistem menunjukkan tidak ada perbedaan secara nyata keragaman antara habitat hutan dan kebun (0,562 pada P<0,05). Terdapat 11 jenis tumbuhan berbuah dan berbunga yang berasosiasi positif dengan kehadiran burung penyedia layanan ekosistem di dua habitat tersebut.

A study of bird diversity as provider of ecosystem service (frugivor and nektarivor) and the relationship with vegetation at the forest edge of Bukit Barisan Selatan National Park, Lampung, Sumatra, was conducted during mid-June to September 2012. Bird survey was carried out using Point Count method, whereas vegetation data was collected using Point Center Quartered (PCQ) method in forest and garden habitat.
The results showed that, there were 50 bird species as provider of ecosystem service. The total bird species recorded in the garden (n=38) was higher than in the forest (n=36). Bird diversity index value of provider of ecosystem services in the garden (H’= 2,89) was higher than in the forest (H' = 2,70).
However, the bird diversity between forest and garden habitats was not significantly different (0,562 at P <0,05). There were 11 species plants which associated with bird species in the forest and garden habitat.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>