Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139867 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ramadyani Febi L
"Konflik lahan merupakan salah satu hal yang sering terjadi pada kebijakan pembangunan perkotaan. Atas hal itulah skripsi ini mengangkat tema kebijakan politik kota dan kaitannya dengan urban regime dan partisipasi warga. Skripsi ini melihat konflik lahan yang terjadi dalam kebijakan pembangunan Rumah Deret Tamansari pada masa pemerintahan Ridwan Kamil periode 2013-2018. teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori urban regime dan konsep citizen participation. Temuan dari penelitian ini adalah kebijakan politik kota, pembangunan rumah deret Tamansari sebagai akar dari konflik lahan antara pemerintah kota Bandung dengan warga RW 11 Tamansari. Ketidakterbukaan pemerintah ktoa Bandung terhadap kebijakan ini menjadi dorongan bagi warga untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan melalui resistensi untuk menjadi “partner” yang setara dengan Pemerintah Kota Bandung. Sehingga dapat melihat tipe urban regime yang terjadi di kota Bandung.

Land conflict is one of the things that often happens in urban development. This thesis raises the theme of urban politics and its relation to urban regimes and citizen participation. This thesis studies land conflicts that have occurred in the policy of building Tamansari’s Housing Constructions in the period of Ridwan Kamil (2013- 2018). The theory used in this study is the urban regime theory and the concept of citizen participation. The findings of this study are the city's political policy, the construction of Tamansari’s housing as the root of land conflicts between the Bandung city government and residents of Tamansari. The lack of openness of the Bandung government become an encouragement for citizens to participate in policy making through resistance to become a "partner" that is equivalent to the Bandung City Government. So we can identify the type of urban regime that occurred in Bandung."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Narwidya Putri
"Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) merupakan wujud komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak dan memenuhi hak-haknya. KLA diterapkan dengan menunjuk beberapa provinsi dan kabupaten/kota untuk menjadi proyek percontohan. Salah satu kota yang ditunjuk adalah Kota Depok. Pada tahun 2010, salah satu RW di Kota Depok yakni RW 06 Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji telah membentuk lingkungan layak anak yang menjadi cikal bakal RW Layak Anak berdasarkan inisiatif masyarakat sendiri. RW Layak Anak di lingkungan RW 06 dikembangkan dengan keswadayaan masyarakat.
Bertolak dari hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keswadayaan masyarakat RW 06 dalam pengembangan RW Layak Anak. Penelitian ini menggunakan teori keswadayaan masyarakat dengan pendekatan positivis dan teknik pengumpulan data kualitatif. Teknik analisis data menggunakan analisis deksriptif terhadap indikator-indikator keswadayaan masyarakat.
Hasil dari penelitian ini adalah keswadayaan masyarakat sudah terbangun akan tetapi mengalami pelemahan setelah 3 tahun berjalan. Hal ini disebabkan oleh melemahnya beberapa unsur keswadayaan khususnya energi sosial.

City Fit For Children’s Policy (KLA) is a commitment of the government to provide protection and fulfill the rights of children. KLA was applied by appointing several provinces and residence/city as pilot projects. At 2010, one of RW in Depok City, RW 06 at Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji had developed an environment that is appropriate for children, which served as foundation of RW Fit For Children, by its own initiative. RW Fit For Children in RW 06 was developed with the society self-help.
Therefore, the purpose of this research is to understand community self-help in RW 06. In this research, researcher used community self-help theory and applied positivist approach. The data were collected in qualitative method and analized descriptively towards the indicators of society self-help.
The result of this resarch shows that society self-help has been developed, although it has undergone a descent after 3 years of its application. The reason behind it is because some self-help factors, especially social energy, have run down.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Putri Anjani
"Skripsi ini bertujuan untuk menelusuri fenomena sound bubble dalam membentuk pengalaman suara dalam ruang urban yang bising. Sound bubble merupakan ruang suara konseptual personal yang dibangun oleh suara melalui pemisahan / individuasi indra pendengaran, menciptakan selubung mikro, fleksibel, dan tak kasat mata. Selubung yang tercipta memiliki dua mekanisme, masking suara yang diinginkan (mekanisme ke dalam) dan blocking (mekanisme ke luar) suara yang tidak diinginkan untuk menghasilkan pengalaman inwardness. Menghadirkan pengalaman inwardness atau keberpalingan ke dalam merupakan salah satu bentuk peran sound bubble dalam menyunting pengalaman urban individu. Keberlangsungan pengalaman inwardness ditentukan oleh perkembangan teknologi. Melalui skripsi ini, pengalaman urban dengan sound bubble ditelusuri dengan eksperimen subjektif penulis melalui satu rute dengan menggunakan tiga instrumen yang berbeda dan memetakan pengalaman sound bubble tersebut melalui representasi kreatif. Penelusuran ini memperlihatkan bahwa pembentukan sound bubble sangat terkait dengan teknologi instrumen yang digunakan, khususnya pada kualitas blocking dan masking. Pembentukan tersebut hadir melalui berbagai karakter sound bubble dalam membentuk pengalaman suara, khususnya dalam menghadirkan inwardness dalam ruang urban.

This undergraduate thesis aims to explore the phenomenon of sound bubbles in constructing the experience of sound in noisy urban spaces. A sound bubble is a personalized conceptual sound space constructed by sound through the separation/individuation of the sense of hearing, creating a micro, flexible and invisible envelope. The envelope created has two mechanisms, masking desired sounds (inward mechanism) and blocking (outward mechanism) unwanted sounds to produce an experience of inwardness. Presenting the experience of inwardness is one form of the sound bubble's role in editing an individual's urban experience. The sustainability of the experience of inwardness is determined by the development of technology. Through this thesis, the urban experience with sound bubble is traced through the author's subjective experimentation through one route using three different instruments and mapping the sound bubble experience through creative representation. This exploration shows that the formation of sound bubbles is closely related to the instrument technology used, especially in the quality of blocking and masking. The formation comes through various sound bubble characters in constructing the sound experience, especially in presenting inwardness in urban spaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Henry Wardhana
"Pelaksanaan otonomi daerah yang hingga saat ini telah memasuki tahun kelima memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya. Pemerintah daerah dituntut untuk memiliki kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Pemerintah daerah harus mampu melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerahnya sebagai sumber dana potensial guna mendukung biaya operasional pemerintah daerah. Oleh karena itu, penerimaan asli daerah mempunyai peran yang strategis dalam penyelenggaraan otonomi daerah untuk mengurangi ketergantungan subsidi dari pemerintah pusat.
Sumber penerimaan asli daerah Provinsi DKI Jakarta sampai dengan tahun 2002 masih didominasi oleh pajak daerah (82%), retribusi daerah (7%) dan penerimaan lain-lain (10%), sedangkan untuk penerimaan laba dari instansi yang membidangi masalah pengelolaan aset (yaitu perusahaan daerah/BUMD, Sekretaris Daerah, dan Lembaga Teknis) masih sangat kecil (1%). Fakta ini menunjukkan lemahnya kinerja dan sistem organisasi tata kerja instansi/unit kerja pemerintah yang membidangi pengelolaan aset kota daiam melakukan pemberdayaan aset kota melalui program restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi.
Besarnya nilai dan jumlah aset kota Jakarta, yaitu sebesar hampir 75 trilyun rupiah banyak diperoleh dari bidang tanah dan bangunan. Kondisi aset tanah dan bangunan yang pada umumnya memiliki potensi dan produktifilas tinggi ini belum dioplimalkan oleh Pemerintah. Akibatnya, beban biaya (anggaran) pemeliharaan terhadap aset tersebut terus bertambah, karena sifat biaya pemeliharaan aset untuk tanah dan bangunan adalah fixed cost, artinya biaya tersebut akan tetap ada meskipun tidak digunakan atau dimanfaatkan.
Aset kota Jakarta berupa tanah dan bangunan yang belum dimanfaatkan dapat dikembangkan dengan melibatkan partisipasi dari pihak ketiga (masyarakat, yayasan sosial maupun sektor swasta). Keterlibatan unsur pihak ketiga ini selain mengurangi beban biaya anggaran juga membantu Pemerintah dalam meningkatkan sumber penerimaan daerah sebagai dasar pelaksanaan pembangunan kota Jakarta dan mensejahterakan warga kota Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan strategi yang tepat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola aset Kota, terutama di bidang tanah dan bangunan. Penelitian ini juga bertujuan untuk memperkenalkan konsep Balanced Scorecard (BSC) unluk diterapkan pada Unit/Satuan Kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang membidangi pengelolaan aset kota. Teori yang dipakai sebagai dasar penelitian adalah kombinasi ilmu manajemen, yaitu manajemen perkotaan, manajemen aset, manajemen strategis dan berbagai teori yang mendukung pemilihan strategi. Penentuan alternatif strategi yang digunakan adalah analisis SWOT, sedangkan penentuan strateginya dilakukan dengan menggunakan analisis tata olah hirarki (analisis AHP) dengan menggunakan perangkat lunak expert choice.
Berdasarkan penetapan alternatif strategi pengelolaan aset kota dengan menggunakan metode matriks SWOT, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berada pada posisi kuadran III, artinya bahwa Pemerintah memiliki potensi dan peluang pasar yang sangat besar, namun di lain pihak, instansi ini dihadapkan pada beberapa kendala/kelemahan di sektor internal organisasi. Maka berdasarkan tahapan strategi, akan lebih tepat bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pembenahan masalah internal organisasi.
Dan berbagai pilihan stategis untuk melakukan pembenahan, strategi yang paling tepat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah dengan strategi pembenahan progresif, dan pelaku yang diprioritaskan untuk menerapkan Balanced Scorecard adalah Biro Perlengkapan Provinsi DKI Jakarta."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
"Penelitian ini bertujuan untuk mencaritahu bagaimana pola permukiman di Kota Medan berdasarkan etnik dan bagaimana pengaruhnya terhadap struktur ruang Kota Medan. Fenomena pengelompokan berdasarkan etnik di Kota Medan menarik untuk diteliti karena keberagaman etnik merupakan ciri Kota Medan dan pola permukimannya, yang menunjukkan adanya jejak pengaturan permukiman berdasarkan kelompok etnik pada masa kolonial Belanda, berpengaruh terhadap perkembangan Kota Medan. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi, serta dibahas secara analisis-kritikal. Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan pengelompokan permukiman berdasarkan etnik di Kota Medan, yang berdampak terhadap perkembangan struktur ruang kota, yakni kepadatan kota, fungsi dan bentuk ruang kota.

The objective of this research is to reveal the settlement pattern of Medan City based on ethnicity and its impact towards the spatial structure of Medan City. The phenomenon of ethnic groups presence in Medan is interesting to study, for ethnic diversity has become a specific character of Medan, and their settlements show the existence of ethnic settlements segregation during the Dutch colonial era. The data for this research was collected by doing interviews, observation and documentation, and is analyzed by using critical-analysis. The study shows that the settlement development in Medan City tends to group based on ethnicity. The physical grouping has affected the city spatial structure, such as the density, function and form of the city."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43023
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Testimony Gracia
"Kebijakan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Indonesia menggantikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) melalui Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021. Diresmikan pada 2 Februari 2021, kebijakan ini berdampak pada penyederhanaan regulasi perizinan bangunan agar lebih efisien dan transparan, mengurangi birokrasi, mempercepat proses perizinan, serta sistem retribusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak, tantangan, dan strategi pemerintah provinsi DKI Jakarta menjalankan kebijakan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan dari Kementerian PUPR, Bapenda, DPMPTSP, DCKTRP, Asosiasi Pengembang, dan Akademisi DKI Jakarta. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi implikasi, tantangan, dan strategi  yang dihadapi oleh Provinsi DKI Jakarta dalam menjalankan kebijakan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dari sisi pemerintah pusat, dinas pemerintah daerah, akademisi, dan asosiasi pengembang. Prosedur yang lebih sederhana, cepat, dan memberikan kemudahan berusaha menjadi peluang apabila kebijakan PBG ini diterapkan oleh DKI Jakarta. Sementara itu, tantangan yang harus dihadapi yaitu penyesuaian kembali dengan sistem baru dari pusat, pembuatan regulasi serta saran prasarana yang memadai dan mendukung pelaksanaan. Penelitian ini memberikan rekomendasi strategi yaitu identifikasi masalah, sosialisasi, kapasitas SDM, dan pengembangan sarana. 

The Building Approval Policy (PBG) in Indonesia replaces the Building Permit (IMB) through Government Regulation No. 16 of 2021. Launched on February 2, 2021, this policy aims to streamline building permit regulations for greater efficiency and transparency, reduce bureaucracy, expedite the licensing process, and improve the retribution system. This study aims to examine the impacts, challenges, and strategies of the DKI Jakarta provincial government in implementing the retribution policy of the Building Approval (PBG). The research employs a qualitative approach with data collection techniques including field studies through in-depth interviews and literature reviews from the Ministry of Public Works and Housing (PUPR), Bapenda, DPMPTSP, DCKTRP, Developer Associations, and Academics of DKI Jakarta. The study successfully identifies the implications, challenges, and strategies faced by the DKI Jakarta Province in implementing the retribution policy of Building Approval (PBG) from the perspectives of the central government, local government departments, academics, and developer associations. A simpler, faster procedure that facilitates business activities becomes an opportunity if this PBG policy is implemented by DKI Jakarta. Meanwhile, the challenges to be faced include adapting to the new system from the central government, creating adequate"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Evitriana
"Kemiskinan merupakan masalah yang timbul akibat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kesenjangan sosial di masyarakat. Kemiskinan berdampak pada kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat kurang mampu pemerintah melaksanakan P2KP. Penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan berbasis pada pengembangan masyarakat. Dalam pengembangan masyarakat, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program, mulai dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan: dan kesinainbungan kegiatan sangat panting. Partisipasi masyarakat tidak setalu dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, karenanya dip erlukan pendamping dan kader untuk memberdayakan kelompok sasaran.
Tujuan penelitian adalah menggambarkan proses pendampingan dalam pelaksanaan P2KP Tahap II, menggambarkan faktor pendukung dan penghambat serta cara mengatasinya. Metode penelitian yang digunakan kualitatif dengan memilih informan. Informan adalah prang yang dianggap mengetahui dan memahami kebijakan, proses persiapan penerapan sampai hasilnya. Jangka waktu pelaksanaan P2KP Tahap II selaina 18 bulan, penelitian dilakukan sampai minggu ke kedua bulan Mei 2005. Bulan Mei 2005 merupakan angsuran ke sepuluh bagi peminjam. Pengumpulan data dilakukan dengan telaah dokumen, wawancara dengan pedoman dan pengamatan.
Kelurahan Empang merupakan kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk 3448 KK, 625 KK miskin dan belum mendapat P2KP maka ditetapkan sebagai lokasi sasaran pelaksanaan P2KP Tahap 11. P2KP Tahap II lebih menekankan pengembangan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan dengan partisipasi masyarakat. Pelaksanaan P2KP Tahap II di Kelurahan Empang tampaknya dijalankan sesuai pedornan umum dan pedoman teknis, dengan cara mendorong ttunbuh kembangnya partisipasi masyarakat melalui pendekatan kelompok (Community Based Development Approach). , Pelaksanaan kegiatan sesuai PJM Pronangkis, yaitu kegiatan fisik lingkungan dan sosial fisik merupakan bantuan pelayanan sosial untuk keluarga kurang mampu. Sedangkan usaha ekonomi produktif merupakan bantuan pinjaman bergulir, yang harus dikembalikan dalam waktu 10 bulan dengan masa tenggang dua bulan. Dana bantuan dipergunakan untuk mengembangkan usalia warga masyarakat yang telah disetujui. Dari pendapat kelornpok sasaran, basil pengembangan usaha dapat dipergunakan untuk membayar angsuran dana bergulir, membayar SPP sekolah anak, dan memenuhi kebutuhan hidup. Pendamping melaksanakan peran fasilitatif yaitu memberi dukungan dan pemanfaatan sumber daya dan keterampilan, peran edukational yaitu menyampaikan informasi dan pelatihan. Secara singkat 13KM dan UP menggantikan pendampingan ke KSM sesudah berakhimya program.
Dalam pelaksanaan P2KP terlihat ada faktor pendu.kung: dukungan pemerintah dan instansi terkait, pendidikan dan pengalaman fasilitator, kader dari kelompok sasaran, partisipasi masyarakat, kemampuan kelompok sasaran. Adapun faktor penghambatnya: ketidaksesuaian konsep dengan lapangan, proses perencanaan kegiatan sangat lama, menurunnya partisipasi masyarakat, penjenjangan proses verifikasi dan ketidaksiapan kader saat terminasi.
Dalam kesimpulan dikemukakan P2KP ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pelaksanaan program mulai perencanaan kegiatan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi oleh kelompok sasaran. Pembangunan berbasis masyarakat yang mengarah pada pengembangan kelembagaan terlihat melalui pembentukan kelompok. Peran pendamping perlu ditingkatkan pada pemberdayaan kelompok sasaran dalam mengembangkan usaha, perubahan wawasan dan nilai.

Poverty is s result of high economy development and social disparity within the society itself. Poverty affects to economy welfare and social welfare. In order to improve the quality of people's life, the government is conducting P2KP or urban poverty reduction program. This poverty reduction program is conducted based on community development.
The community participation in this program is very important, starting from the planning stage, implementation to the continuity of the program. However, the community participation is not always as expected by the government. In this case, existence of an assisting group is very important.
The purpose of this study is to overview the assistance program in the second round of P2KP; to overview the supporting factors and the obstacles of the program. It this study also aims to find out how to overcome the problems. Qualitative method used in this research; an infomnant used in the research in order to obtain all the infonnation about the program, for example the regulations on the preparation and implementation stages.
The second round P2KP is conducted in 18 months and the study was conducted until the second week of May 2005. The month of May 2005 was payment time for those who granted the P2KP revolving funds. The data used in this study was acquired through study of document, guided interview and field observation.
Kelurahan Empang is an urban area with 3448 families living in the area. Of the number, 625 families are classified as poor family and have yet granted the P2KP. The second round P2KP emphasizes on developing the community with local community participation. The program was conducted based on both general and technical guidance. It was also conducted supporting the community involvement through the Community Based Development Approach.
The program according to PJM Pronangkis, consisted of community physic activity and physic social, is actually a kind social help for poor families. Productive economy business is a revolving fund that has to be returned within ten months with 2 months toleration time. The revolving fund is-used to develop the approved community's activities. The money gained from the business is used to pay the revolving funds, school tuition and other living needs. The functions of assistant in this program are facilitative role, supporting and utilizing resources and skill, educational roles and, giving information and training, In short, BKM and UP exchange the existence of the spouses after the program finished.
The support given from government and other related institution was obvious during the program. The program also showed the skill and ability of the facilitators, community participation and ability of the targeted group. The obstacle factors of the program are the unconformity between concept and site condition, excessive time of planning, receding of community's interest, verification process and unready committed volunteer on the termination program.
In summary, the central and the local government authorize P2KP. The program started from planning, implementation and evaluation by the targeted group. Community based development towards a developed institution is seen through the forming of group. It is important to increase the role of assistant in utilizing the targeted group in developing the business, widening the horizon and value of living.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendaru Tri Hanggoro
"Skripsi ini memaparkan sejarah permukiman kumuh di Jakarta 1960—1969. Di tengah pembangunan ibukota, permukiman kumuh tersebut muncul dan tersebar. Awal 1960, Jakarta sedang bersiap menyambut Asian Games 1962. Gedung, kompleks olahraga, patung-patung, jalan-jalan, dan bangunan baru lainnya dipersiapkan untuk menyambut ajang tersebut. Jakarta mengalami perubahan besar di masa itu. Di saat yang sama, arus urbanisasi ke Jakarta meningkat pesat. Orang-orang dari desa menyerbu kota karena kemiskinan di desa dan pemberontakkan daerah. Hal ini ikut menyebabkan jumlah penduduk Jakarta meningkat. Jumlah penduduk Jakarta telah mencapai tiga juta orang sejak 1961. Penduduk tersebut memerlukan tempat bermukim di kota. Mereka yang mempunyai modal cukup dapat membangun permukiman yang layak. Sementara mereka yang tidak mempunyai cukup modal, seperti gelandangan, hanya mampu mendirikan gubuk-gubuk atau rumah-rumah kumuh tak permanen yang berbahan kayu, bambu, dan kardus. Pekerjaan mereka sebagai buruh kasar, pedagang asongan, penarik becak, dan sektor informal lainnya tidak banyak menghasilkan pemasukkan yang cukup. Sementara itu, pemerintah daerah belum mampu menyediakan permukiman yang layak untuk kelompok masyarakat tersebut. Akibatnya permukiman kumuh muncul dan tersebar di ibukota. Pemerintah daerah berusaha memecahkan masalah permukiman kumuh yang dapat menimbulkan masalah tambahan lainnya seperti pelacuran dan kriminalitas tersebut melalui berbagai cara. Melalui metode sejarah, skripsi ini mencoba memaparkan permasalahan tersebut.

This undergraduate theses describes the history of slum settlements in Jakarta among year 1960—1969. In the midst of capital development, slum settlements were emerged and spread. In the early 1960, Jakarta was preparing to welcome the Asian Games 1962. Buildings, a huge sport complexes, city statues, streets, and other new buildings were prepared to welcome this event. Jakarta had experienced major change in that period. At the same time, urbanization had rapidly increased. People from villages stormed the city because of poverty in rural areas and regional rebellions. It contributed toward the increase of city dwellers number. The population of Jakarta had reached three million people by the year 1961. The residents needed a settlement to live in the city. Those who had enough capital could build proper housing. While those who had no capital, such as nomad people, could only build huts or non-permanent houses which were made of wooden, bamboo, and cardboard. They only worked as unskilled laborers, hawkers, becak pullers, and other informal sector so that they could not raise enough revenue to build a proper house. Meanwhile, local government dad not been able to provide proper housing for these weak communities. As the result, slum settlements emerged and spread in the capital of Indonesia. Local government tried to solve the problem of slums that could cause additional problem such as prostitution and crime by doing many ways. Through the historical method, this undergraduate theses tries to explain the problems."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S94
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Antari Ardhany Putri
"Artikel ini membahas mengenai upaya yang dilakukan oleh masyarakat marjinal kampung kota untuk dapat terlibat dalam perencanaan dan pembangunan kota. Studi-studi sebelumnya terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan bentuknya, yaitu studi mengenai upaya keterlibatan melalui aksi di ruang publik, upaya keterlibatan melalui kebijakan legislasi dan upaya keterlibatan publik melalui media sosial. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, studi ini berfokus pada bagaimana upaya kontrak politik yaitu community action plan dapat menjadi upaya alternatif kelompok masyarakat marjinal untuk terlibat dalam perencanaan dan pembangunan kota yang menekankan pada proses masyarakat marjinal kampung kota untuk ikut serta dalam proses perencanaan dan pembangunan kampungnya, dimana setiap individu memiliki peran aktif untuk terlibat dalam menyuarakan aspirasinya. Studi ini secara khusus menggambarkan keterlibatan publik kelompok masyarakat marjinal di Kampung Akuarium kota Jakarta yang dilihat menggunakan pendekatan civic engagement. Studi ini menggunakan metode kualitatif serta pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara mendalam.

This article discusses the efforts made by marginal urban villagers to be involved in urban planning and development. Previous studies are divided into three types based on their forms; the study of engagement through public action, through legislation and public engagement through social media. In contrast to previous studies, this study focuses on how political contracts through community action planning can be an alternative effort of marginalized groups to engage in urban planning and development. This political contract emphasizes the process of marginal urban villagers to participate in the village planning and development process where each individual has an active role to engage in voicing his aspirations through political contracts with political actors. This study specifically illustrates the public involvement of marginalized community groups in Kampung Akuarium Jakarta using a civic engagement approach. This study uses qualitative methods as well as data collection conducted through in-depth interviews."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyo Sutanto
"ABSTRAK
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang demikian pesat di DKI Jakarta berdimensi ganda. Pada dimensi yang satu hal itu dapat merupakan salah satu indicator makin meningkatnya kemampuan dan kemakmuran masyarakat. Sementara pada dimensi yang ke dua, hal itu justru dapat pula menimbulkan bencana kota. Artinya, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor dengan akselerasi 12-14 persen per tahun yang tidak diimbangi atau didukung pertumbuhan prasarana jalan yang saat ini hanya sebesar 4 persen per tahun dan disiplin masyarakat masih rendah atas peraturan lalu lintas, maka yang akan terjadi adalah kepadatan dan kemacetan lalu lintas yang parah. Konsekuensi lebih lanjut adalah adalah kerugian yang harus diderita oleh seluruh pengguna jalan semakin besar.
Pada kenyataannya, pelaku perjalanan di DKI Jakarta diisi oleh komposisi 84 persen adalah kendaraan pribadi dengan tingkat okupansi yang rendah, sementara kendaraan umum yang jumlahnya hanya 3 sampai 4 persen tingkat okupansinya sangat tinggi. Data yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar (80%) kendaraan pribadi hanya ditumpangi oleh 1 sampai 2 orang saja, dan hanya 4 persen yang ditumpangi oleh lebih dari 4 orang penumpang. Sementara itu, sejumlah 50 sampai 60 persen masyarakat DKI sangat tergantung pada jasa angkutan umum untuk menunjang mobilitasnya.
Oleh karena itu, untuk tidak menimbulkan kerugian yang kian besar bagi semua pelaku perjalanan di masa yang dating, Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan kebijaksanaan Lajur Khusus Bis.
LKB pada hakekatnya merupakan sebagian dari suatu kebijaksanaan pengelolaan lalu lintas (traffic management), yang dalam teknik lalu lintas disebut pembatasan lalu lintas atau traffic restraint. Tujuannya adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan pelayanan jasa angkutan terhadap masyarakat pengguna jalan secara adil.
Kinerja operasional LKB selama masa uji coba menunjukkan angka yang positif dipandang dari sudut pengurangan waktu tempuh, peningkatan kecepatan, peneingkatan ritasi bis dan jumlah penumpangnya di samping juga terdapat adanya dampak negative pada sisi lain terutama pengguna jalan angkutan pribadi. Pengoperasian LKB di jalur cepat lebih efektif disbanding di jalur lambat, namun perlu biaya 3 kali lebih untuk penyelenggaraan yang optimal.
Pada saat ini LKB bru menikmati prioritas operasi di ruas lintas (link) saja dan belum di persimpangan. Terjadinya penurunan penundaan (delay) angkutan umum merupakan hasil prioritas di ruas lintas dan bukan prioritas di persimpangan. Ada korelasi yang kuat antara panjang lintas LKB dengan penurunan penundaan. Semakin panjang lintas LKB di lalui angkutan umum, semakin besar penurunan penundaan yang dinikmatinya.
Disadari bahwa pengukuran atau penilaian keberhasilan dari kebijaksanaan LKB tidaklah sederhana. Sering kali hasil dari suatu kebijaksanaan, yang menurut kaidah teknik lalu lintas sudah dianggap cukup memadai, tidak dirasakan oleh pengguna angkutan umum; apalagi oleh pengguna kendaraan pribadi dan bahkan dianggap merugikan bagi sebagian pengguna jalan yang lain.
LKB dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan lalintas jalan raya secara sebagian (partial). Sedangkan untuk pemecahan masalah angkutan di DKI Jakarta secara menyeluruh, LKB harus segera diikuti dengan kebijaksanaan yang lain. Dalam konteks Jakarta, penerapan kebijaksanaan LKB harus dipandang sebagai tendangan awal (kick off) dari suatu usaha pemecahan masalah transportasi yang lebih luas dan harus segera dikuti dengan penerapan kebijaksanaan terpadu agar tidak kehilangan momentumnya."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>