Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184010 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Said
"Fokus penelitian ini adalah analisa kepemimpinan dan peran para kiai dalam penyelesaian konflik di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Penelitian ini dilatarbelakangi karena ketertarikan penulis terhadap fenomena Kiai dalam dunia politik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil informan dari lima belas orang anggota para Kiai dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terjadi perubahan posisi dan peran kiai dalam konflik PKB. Semula keberadaan kiai dan ulama dalam struktur partai maupun di luar partai ditempatkan sebagai sumber rujukan untuk pengambilan kebijakan strategis partai dan menjadi mediator dalam penyelesaian persoalan di internal maupun eksternal partai sekaligus sebagai perekat keutuhan partai.

The focus of this study is to analyze the role of kiai leadership and conflict resolution in the Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ). This research is motivated by their interest Kiai author of the phenomenon in the world of politics . This study used qualitative methods to take the informant of the fifteen members of the Kiai of the Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ). Results of this study concluded that a change in the position and role in the conflict kiai of PKB Originally existence kiai and scholars in the party structure and outside the party placed as a reference source for strategic decision making parties and be a mediator in the settlement of internal and external problems in the party as well as adhesive party unity"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barsky, Allan Edward
New York: Oxford University Press, 2017
303.69 BAR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Radissa Shafi Maharani
"Dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas bisnis industry event, penyelenggara acara semenjak terjadinya gelombang pertama pandemic covid-19 memutuskan untuk beralih menyelenggarakan acara secara digital atau secara virtual. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui perihal makna dari pergantian acara secara  langsung menjadi acara secara virtual serta dampaknya pada generasi milenial dan z di Indonesia. Dengan mempertimbangkan keminatan dan pengetahuan akan teknologi terkini, dapat diasumsikan bahwa generasi M/Z tersebut lebih unggul daripada generasi lain dalam hal kepekaan teknologi terbaru. Fokus penelitian ini mengarah pada pentingnya komunikasi pada acara virtual, keterlibatan, interaksi, dan hubungannya dengan pengalaman terhadap acara virtual yang nantinya dapat memengaruhi kepuasan konsumen yang mengarah pada perilaku konsumen. Penelitian ini menggunakan sampel 230 responden generasi milenial dan z di Indonesia yang pernah menghadiri acara virtual (online) dalam waktu 3 tahun terakhir. Structural equation modelling digunakan untuk menganalisis data. Hasil pengolahan dan analisis data, menunjukkan hubungan positif antara Online Consumer-to-Consumer Interaction dan Effective Communication terhadap Virtual Event Experiences yang mempengaruhi secara postifif terhadap Visitor’s Satisfaction. Sehingga pengunjung acara virtual memiliki niat perilaku positif (positive behavioral intention) terhadap acara virtual. Temuan daripada penlitian ini diharapkan dapat mengantisipasi penerapa acara virtual dimasa yang akan datang pada industry bisnis terkait, terutama pada industri bisnis pariwisata di Indonesia.

In order to increase the productivity of business event industry, event holders who have experienced restrictions during the first wave of the COVID-19 pandemic, have decided to shift all types of activities on to the digital field. This paper was made to examine the meaning behind the shifting of virtual events and the impact it made on Millennials and Z generations’s behavioural intention in Indonesia. Considering the level of interest and susceptibility to technology, it can be assumed that millennials and Z generations are more superior than other generations in this matter. This paper focused on the importance of online event’s communication, engagement, interaction, and its relation to online event experiences, that may affect consumer’s satisfaction that leads to consumer’s behaviour. The model on this paper uses samples of 230 respondent of Millennials and Z Generations in Indonesia that have attended virtual (online) events in the last 3 years. Structural equation modelling is used to analyse the data. The results show a positive relations of Online Consumer-to-Consumer Interaction and Effective Communication to Online Event Experiences that affects Visitor’s Satisfaction. So that visitors of virtual events has positive Behavioral Intentions toward virtual event. The findings of this paper may anticipate the future of implementing virtual events on any business-related industries, more so on the tourism business industry in Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anti Arianti, Author
"ABSTRAK
Seiring makin pesatnya trend penggunaan kartu kredit di mancanegara, bisnis kartu kredit di Indonesia kini juga semakin marak. Bisnis kartu kredit di Indonesia yang sempat terpuruk pada awal-awal krisis, kini telah bangkit kembali. Kecenderungan perbankan nasional yang saat ini lebih bergerak ke sektor consumer banking, telah berpengaruh secara signifikan terhadap bangkitnya bisnis kartu kredit di Indonesia. Hal ini terlihat dari melonjaknya jumlah kartu kredit yang beredar belakangan ini.
Setelah sempat anjlok selama 1997 - 1998, jumlah kartu kredit beredar di Indonesia sempat mengalami kenaikan signifikan lebih dari 50%, bahkan transaksinya melonjak lebih dari 100% di tahun 2001lalu. Jika pada tahun 1998 jumlah kartu yang beredar hanyalah sebanyak 2,53 juta kartu dengan transaksi senilai US$ 787 juta, maka pada tahun 2001 jumlah kartu yang beredar melonjak menjadi 3,99 juta kartu dengan nilai transaksi US$ 2,1 milyar. Jika dilihat dari pangsa pasarnya, pada 2003 lalu Citibank masih menempati urutan pertama dengan menguasai 28,9% dari total kartu kredit yang beredar. Peringkat berikutnya ditempati BNI yang menguasai 14,9%, lalu BCA dengan 13,2%. Sejumlah faktor lain yang mendorong maraknya kembali bisnis uahg plastik ini, diantaranya penurunan suku bunga kartu kredit, serta gencamya promosi yang dilakukan sejumlah perusahaan penerbit.
Visa Card dan Master Card merupakan pemegang brand kartu kredit terbesar di dunia, kini mulai kembali bergairah dengan pasar Indonesia. Keduanya merupakan penerbit kartu kredit yang mendominasi pasar Indonesia. Jika pada 1995 keduanya menerbitkan 1 ,35 juta kartu kredit, atau mencapai 80% dari total, untuk 2003 malah meningkat dengan menguasai 85% pangsa pasar kartu kredit. Rinciannya adalah sebagai berikut, 44,7% dikuasai Visa, 40,2% oleh MasterCard, dan penerbit lainnya hanya menguasai sebesar 15,1 %. Dengan kelebihannya menggantikan fungsi uang tunai dan turut meningkatkan "status sosial" pemiliknya, bisnis kartu kredit ini telah
menjadi salah satu andalan consumer banking di Indonesia. Karena itu tak heran jika pemain lama di sektor ini termasuk Citibank, berusaha untuk meningkatkan pangsa pasarnya.
Persaingan yang ketat membuat perusahaan berlomba-lomba untuk melihat lebih jeli peluang yang ada dan juga berusaha untuk memberikan inovasi serta pelayanan yang terbaik bagi konsumennya. Bagi PT. XXX, sebuah perusahaan penerbit kartu kredit terbesar di Indonesia, banyak hal -hal yang dapat dikaji untuk dapat mempertahankan posisinya sebagai pemegang pangsa pasar terbesar untuk mempertahankan konsumennya dan sekaligus untuk meraih lebih banyak konsumen dalam menggunakan produknya. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melihat kembali sistem dan strategi komunikasi yang dimilikinya sekarang ini.
Melihat peluang untuk melakukan diferensiasi yang tidak hanya berkutat didalam diferensiasi produk, namun juga diferensiasi pada strategi komunikasinya karena komunikasi merupakan bagian yang penting dalam menjalankan sebuah usaha.
Komunikasi merupakan sarana penghubung antara perusahaan dengan konsumennya, salah satu arti penting komunikasi dapat dilihat dari pesan yang disampaikan perusahaan kepada konsumennya melalui proses promosi, karena komunikasi selalu berkaitan erat dengan masalah promosi. Hal ini dilakukan agar para perancang kegiatan promosi mengerti bagaimana proses komunikasi itu berlangsung. Proses ini merupakan proses yang kompleks. Kesuksesan komunikasi pemasaran sangatlah tergantung dari beberapa faktor mulai dari pemilihan media, isi dan proses terjadinya komunikasi itu sendiri dan sejumlah faktor lainnya seperti banyaknya pesaing di pasar. Tapi tidak semua orang sadar bahwa dampak dari kemampuan sebuah perusahaan dalam melakukan komunikasi adalah sangat besar terhadap kesuksesan perusahaan.
Seiring dengan berjalannya waktu, masalah komunikasi ini telah dibuktikan sebagai faktor utama untuk menentukan apakah konsumen akan bertahan atau tidak, selain itu tingkat pengertian konsumen terhadap pesan yang ingin disampaikan oleh perusahaan pun menjadi faktor yang ikut berperan. Ketepatan isi dari pesan yang ingin disampaikan oleh perusahaan perlu diperhatikan agar proses komunikasi tidak mengalami penyimpangan. Selain itu proses penyampaian pesan tersebut pun harus
diperhatikan agar keseluruhan pesan yang disampaikan oleh perusahaan dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan tersebut, dalam hal ini konsumennya. Hal tersebut diatas juga berhubungan dengan bagaimana perusahaan mengkoordinasikan berbagai macam elemen dari alat promosi dan kegiatan marketing lainnya untuk berkomunikasi dengan pelanggannya.
Sangatlah penting bagi perusahaan untuk merancang sebuah konsep dari rencana komunikasi pemasaran yang tepat sehingga memiliki nilai tambah bagi keseluruhan rencana yang dapat mengevaluasi peranan staregi dari beberapa cara berkomunikasi yang dilakukannya. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya meraih perhatian konsumen melalui strategi komunikasi yang dimilikinya. Semua itu benar - benar membutuhkan kreatifitas terutama bagi berapa produk yang tingkat persaingannya terbilang tinggi di pasar seperti produk kartu kredit. Selain pelaksanaan dari komunikasi pemasaran tradisional, Marketing Public Relation adalah salah satu cara yang terbilang baru yang masih sangat potensial untuk dikembangkan di PT. XXX.
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Aulia Maharlika
"Kebutuhan akan perumahan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Angka pertumbuhan penduduk yang kian meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan perumahan. Oeh karena itu pemerintah berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahan rakyat, baik melalui lembaga/instansi pemerintah maupun mengajak pihak swasta untuk berpartisipasi membangun perumahan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing golongan masyarakat. Peluang ini dijadikan para pengusaha sebagai tambang emas Baru di sektor Mereka berusaha mencari lahan yang tidak begitu jauh dari Jakarta untuk dikembangkan menjadi perumahan bahkan kota satelit. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut ternyata tidak mudah, apalagi sejak krisis ekonomi yang melanda di tahun 1997. Banyak pengembang yang gulung tikar dikarenakan tidak mampu melunasi hutangnya ke lembaga-lembaga perbankan.
Tersendatnya kredit untuk konstruksi yang dikeluarkan oleh perbankan dan tingginya suku bunga pinjaman Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah sebagian contoh yang turut mempercepat kejatuhan sektor properti termasuk pengembang perumahan dengan segmen golongan menengah keatas. Hal ini diperburuk dengan naiknya harga minyak dunia yang menjadikan bahan dasar yang digunakan oleh pengembang perumahan tidak terbeli. Kondisi ini memaksa pengembang untuk mencari strategi pemasaran yang tepat untuk menyiasati situasi yang tidak pasti. Salah satu pengembang yang sekarang mulai berusaha lagi untuk bangkit dan menghidupkan perumahan yang mati akibat krisis ekonomi adalah PT Duta Realtindo Jaya dengan proyek perumahan Kedaton di wilayah Pasar Kemis, Cikupa Tangerang.
Ketika pertama kali diluncurkan pada tahun 1994, perumahan KEDATON merupakan proyek perumahan yang memiliki total lahan seluas 200ha, yang terdiri dari 80ha lapangan golf yang dikelilingi oleh danau alami dan 120ha lahan siap huni. Produk yang dijual berupa lahan kosong atau kavling siap bangun, dengan luasan yang berkisar antara 300 sampai dengan 3000m2, Kedua hal tersebut kemudian membuat Kedaton sebagai sebuah proyek hunian dengan target market kelas menengah keatas. Ditambah lagi dengan lokasi yang cukup strategis karena memiliki akses tol Pasar Kemis, makin memperkuat positioning tersebut.
Selain semua "comparative advantages" yang telah disebutkan diatas, pemasaran Kedaton tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kavling-kavling yang sudah terjual pun dibiarkan begitu saja oleh pembelinya sehingga komunitas yang diharapkan tidak terjadi. Meskipun lapangan golf tetap berjalan seperti biasa, tidak membuat pembeli tergerak untuk membangun. Hal ini membuat suasana di area perumahan tersebut menjadi sangat sepi dan lahan-lahan juga terlihat tidak terawat. Kondisi ini diperburuk dengan adanya krisis ekonomi pada tahun 1997. Penjualan yang lamban disertai dengan bunga bank yang sangat tinggi, membuat pengembang PT. Duta Realtindo Jaya (PT. DRJ) mengalami kredit macet sehingga perusahaan harus diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Pada tahun 2000, PT. DRJ dibeli oleh group Pikko dari BPPN. Mereka tidak melakukan pembangunan apa-apa di perumahan Kedaton sehingga pada akhirnya PT. DRJ diambil alih oleh group Equator pada akhir tahun 2004. Manajemen PT. DRJ yang baru berniat untuk mengembangkan kembali proyek perumahan Kedaton yang sudah lama terbengkalai. Mereka lalu membentuk tim yang terdiri dari pihak pengembang sendiri dan berbagai konsultan di bidang arsitek, lansekap, dan pemasaran untuk menciptakan konsep yang benar-benar berbeda dari yang sudah ada. Pada awal bulan Mei 2005, produk perdana "The View" diluncurkan. Nama Kedaton pun berganti dengan nama "The Grand Kedaton". Konsep yang ditawarkan adalah ?townhouse? yang dijual dengan harga berkisar antara 450 - 600 juta dengan luas tanah 120m2 dan luas bangunan 180m2. Namun sayangnya produk ini gagal di pasaran.
Berbagai spekulasi tentang alasan di balik kegagalan ini pun timbul. Dari sekian banyaknya opini pengamat, terdapat satu anggapan yang berulang kali muncul. Tipe rumah yang paling banyak terjual adalah tipe rumah kecil dengan luas bangunan 36 - 96m2 yang dijual dengan harga 100 - 200 juta. Hal ini disebabkan market terbesar saat ini adalah pasangan muda atau keluarga kecil yang masih mencari rumah pertama mereka. Beberapa cluster dengan tipe rumah kecil dapat menghidupkan komplek perumahan tersebut. Inilah yang sebenarnya dianggap dibutuhkan oleh pengembang untuk menghidupkan kembali Kedaton yang sudah tertidur lama.
Berbekal masukan tersebut, pengembang kemudian meluncurkan beberapa tipe rumah seperti yang telah disebutkan diatas. Cluster ini dinamakan "The Terrace", namun kali ini nama "The Grand Kedaton" berubah menjadi "Golf City" dengan tujuan untuk menghilangkan citra Kedaton yang sudah melekat di benak masyarakat. Harga yang ditawarkan pun dinilai bisa bersaing dengan kompetitor. Penjualan memang sedikit lebih baik dibandingkan dengan "The View", akan tetapi tidak bisa juga dibilang sukses dengan tidak signifikannya jumlah penjualan. Dengan demikian, anggapan yang muncul sebelumnya tidak bisa dikatakan efektif.
Kegagalan pengembang Kedaton terdahulu telah memberikan citra yang buruk terhadap proyek perumahan ini. Namun apabila dilihat dari segi desain, harga, dan fasilitas yang ditawarkan, produk Kedaton cukup menarik. Dibanding dengan kompetitor lain, di Kedaton pembeli dapat memiliki rumah dengan harga yang cukup terjangkau, lokasi dekat dengan lapangan golf; dan disertai dengan akses tol yang mudah. Namun demikian, pemasaran tetap tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis mencoba meneliti dan memberi masukan untuk segmentasi, targeting, dan positioning dari perumahan Kedaton dan strategi yang dapat dilakukan oleh pengembang melalui sudut bauran pemasaran yang terdiri dari Product, Price, Place, dan Promotion sehingga mampu bersaing dengan pengembang lainnya dikawasan Tangerang.
Dari hasil penelitian diperoleh (1) perlu adanya penyesuaian antara ekspektasi dan persepsi konsumen dalam memutuskan pembelian, (2) Adanya keinginan pembelian dari calon konsumen apabila adanya sarana promosi dan saluran komunikasi yang sesuai dari pengembang, (3) Persepsi yang salah terhadap lokasi perumahan harus segera dibenahi oleh pengembang agar calon konsumen mengetahui keadaan sebenar dari perumahan Kedaton,hal ini dapat dilakukan melalui sarana komunikasi melalui public relation yang handal.

One of human's primary needs is the need of housing. Indonesia is now experiencing a great increase in demands for housing due to the increasing birth rate each year. Seeing this phenomenon, the government is trying to provide proper housing for its people by asking both government and private owned companies to participating in building houses that fulfill the needs and economic condition of each class. Those who work as developers see this opportunity as a gold mine in real sector. However, due to the economic crisis back in 1997, this was not an easy thing to do. Many developers had to declare bankrupt and close down their business as they could not afford to pay back their loans to the banks.
Those bad loans and the high rate of housing credit (KPR) are just some of examples that made the fall of property industry faster, including developers of real estate for middle up class. It is also worsened by the world price of oil that is getting high, which made developers losing their ability to afford basic materials for building houses. This condition forced them to come up with a marketing strategy that can help them to survive in such uncertain situation. Among them is PT Duta Realtindo Jaya, a developer of Kedaton Real Estate in Pasar Kemis, Cikupa, Tangerang, that is now trying to rise again from their downfall during the crisis.
When it was first launched in the year of 1994, KEDATON real estate was a 200 hectares housing complex, which consisted of a 120 ready-built area and an 80 hectares golf course. They did not sell houses as their products; they offered land only product for their customers, with each land had an area around 300 to 3000 m2. These made Kedaton as a housing project with middle-up class as the target market. In addition, the quite strategic location (it has easy access to Pasar Kemis highway), supported the positioning they wanted.
Apart from all competitive advantages mentioned above, the marketing of Kedaton did not perform well. Those area sold were abandoned by their buyers so that the expected community was not accomplished. Even though the golf course was running well, it was not enough to make the buyers to start building. The environment of the real estate then became very quiet and the surrounding area was treated badly. The economic crisis in 1997 worsened this condition. With only a few of deals closed and the high rate of interest in banks made the developer, PT DRJ, could not pay their loan so that the company had to be taken over by BBPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
In 2002, Pikko Group bought PT DRJ from BPPN. They have not done any major development in KEDATON area until the developer company was taken over by Equator Group in 2004. Under a new management team, they intend to redevelop the real estate area that has been abandoned for many years. They then form a team that consists of the developer itself and various consultants in architect, landscapes, and marketing to create a new concept that is different from the existing.
The first product, "THE VIEW", was launched in the beginning of May 2005. The real estate's name itself was also changed to "The Grand Kedaton". The concept offered was a townhouse with a 450 - 600 million range of price and had a 120 m2 land area and a 180 m2 building area. Unfortunately, this product did not sell well.
Various speculation of the reasons of the failure then occurred. From all of those, there is one opinion that was heard a lot of times. The most sold home types are the small ones with a building area of 35 to 96 m2 with the price range of 100 - 200 million rupiah. This is mostly because the biggest market today is young couples or small families who are still looking for their first house. Some clusters with small-home types can make the housing area alive again. This theory is believed to be the one that the developer needs to wake KEDATON from its long sleep.
With that advice in mind, the developer then launched the house types mentioned above. That new cluster was named "The Terrace", but the name "The Grand Kedaton" was changed again to "Golf City" so that the bad image of KEDATON disappeared. The offered price was also competitive. Sales were better than the previous one, but it actually was not a success either considering that the numbers of sales conducted were not significant. Therefore, it is safe to say that the majority advice mentioned above is not completely true.
The failure of previous developer has created a bad image for the project. However, when it is observed from the point of design, price, and available facilities, products of Kedaton are quite interesting. When compared with other competitors, customers can own a house that has a view to the golf course and an easy access to the toll road with affordable price. But still the marketing did not go as planned.
Writer tries to examine the segmentation, targeting, and positioning of KEDATON real estate and what kind of strategies that the developer can apply with the method of marketing mix: Product, Price, Place, and Promotion so that in the end they can compete with other competitors in Tangerang.
From the research conducted, it has been concluded that (1) it is important to have an adjustment between customers' expectation and perception in making buying decision, (2) there will be transaction from prospective buyer when there are effective promotion and communication media about the project, (3) it is crucial to erase the wrong perception of the project from customers' mind by employ a good public relation to build good communication between two parties so that the prospective customers can know the actual condition of KEDATON.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumantir, Victoria Felisia
"ABSTRAK
Perkembangan kompetisi menunjukkan beberapa produsen kopi mulai melakukan inovasi produk dan kampanye iklan yang cukup gencar. Program promosi kopi yang sangat intensif oleh produsen diharapkan dapat mempengaruhi minat dan motivasi konsumen. Namun yang harus diperhatikan oleh para produsen adalah bahwa keputusan pembelian suatu barang atau jasa berada di tangan konsumen. Pengambilan keputusan konsumen tidak hanya dipengaruhi oleh produsen atau pemasar, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan konsumen, perbedaan individu konsumen itu sendiri, dan proses psikologis yang terjadi di dalam pikiran konsumen.
Penelitian ini memiliki 3 tujuan utama yaitu untuk mengidentifikasi atribut-atribut yang mempengaruhi konsumen dalam pemilihan merek kopi, mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memilih merek kopi yang paling sering dikonsumsi, dan mengetahui perceptual map kopi yang ada di pasaran saat ini. Daia untuk penelitian ini diperoleh melalui kuesioner terstruktur terhadap 150 responden di Jabodetabek yang berusia 20- 55 tahun. Responden dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok pertama terdiri dari 75 orang yang minum kopi bubuk setiap hari dan kelompok kedua juga terdiri dari 75 orang yang minum kopi instan setiap hari. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif, analisis korelasi, dan analisis correspondence.
Beberapa atribut yang mempengaruhi konsumen dalam memilih merek kopi bubuk yang akan dikonsumsi berdasarkan tingkat kepentingannya dari yang paling penting adalah rasa yang enak/mantap/nikmat, aroma harum, mudah didapat, bubuk kopi halus, tersedia dalam kemasan sachet, terbuat dari biji kopi pilihan, harga terjangkau, efektif menghilangkan ngantuk, merek terkenal, dan iklan menarik.
Sedangkan atribut yang mempengaruhi konsumen dalam memilih merek kopi instan berdasarkan tingkat kepentingannya dari yang paling penting adalah rasa yang enak/mantap/nikmat, aroma harum, praktis penggunaanya, mudah didapat, harga terjangkau, terbuat dari biji kopi pilihan, tersedia dalam kemasan sachet, merek terkenal, efektif menghilangkan ngantuk, dan iklan menarik.
Pada kopi bubuk maupun instan, merek yang paling sering digunakan dipengaruhi secara signifikan oleh top of mind, merek yang paling sering digunakan sebelumnya, dan merek yang terakhir digunakan. Oleh karena itu produsen kopi harus dapat meningkatkan brand awareness konsumen terhadap merek mereka agar dapat mendorong konsumen untuk mencoba merek tersebut.
Pada pasar kopi bubuk, setiap merek sudah memiliki persepsi masing-masing di benak konsumen kecuali Singa dan Ayam Merak tidak memperoleh penciri apapun yang menyebabkan konsumen ingat kepada kedua merek tersebut. Sedangkan pada pasar kopi instan, terdapat beberapa merek yang memiliki persepsi yang berdekatan di benak konsumen yaitu Nescafe dengan Torabika dan Indocafe dengan Good Day. Namun Singa dan Coffee Break tidak memperoleh penciri apapun yang menyebabkan konsumen ingat kepada kedua merek tersebut.
Atribut yang harus dimiliki oleh kopi bubuk maupun instan adalah rasa yang enak dan aroma yang harum karena dua atribut ini yang dianggap paling penting oleh konsumen dan dijadikan dasar penilaian utama terhadap suatu merek. Meskipun demikian, atribut ini hanya merupakan syarat minimal bagi pemain yang ingin masuk ke pasar kopi. Untuk memenangkan persaingan, produsen kopi harus beriklan secara intensif di televisi untuk meningkatkan awareness konsumen agar termotivasi untuk membeli. Selain itu jaringan distribusi yang luas juga diperlukan untuk mendukung keberhasilan pemasaran.
Meskipun atribut yang dianggap paling penting oleh konsumen bubuk maupun instan adalah rasa yang enak dan aroma yang harum namun dapat menekankan atribut lain yang dapat dijadikan penciri merek mereka di benak konsumen. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memberikan ciri khas pada merek adalah melalui iklan karena meskipun tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara merek-merek kopi yang ada namun konsumen tetap dapat membedakan merek yang satu dengan yang lain berdasarkan metode komunikasi yang digunakan oleh produsen.
Dari perceptual map dapat dilihat bahwa belum ada satupun merek kopi yang dipersepsikan sebagai kopi yang memiliki aroma harum sedangkan berdasarkan penelitian atribut aroma harum merupakan atribut kedua yang dianggap paling penting oleh konsumen kopi. Pemain baru yang ingin masuk ke pasar kopi bubuk maupun instan dapat memanfaatkan celah ini untuk merancang metode komunikasi yang dapat membuat merek yang ingin dipasarkan dipersepsikan sebagai kopi yang memiliki aroma yang harum. Namun sebelumnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aroma harum seperti apa yang paling sesuai dengan selera konsumen agar merek yang akan dipasarkan dapat diterima oleh konsumen.
Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah sample yang diambil relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah konsumen kopi yang sebenarnya dan metode sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan pengambilan sample karena sample dapat mengarah pada segmen tertentu."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Arina
"Merebaknya kasus perumahan pada dasarnya diawali dengan ketidaksesuaian
antara apa yang diperjanjikan dengan yang tersurat dalam perjanjian jual beli yang
ditandatangai oleh konsumen. Fakta-fakta yang ada semakin membuka mata bahwa
Konsumen berada pada posisi yang lemah serta perlindungan hukum terhadapnya
belum terjamin sebagaimana yang diharapkan. Faktor utama yang menjadi kelemahan
Konsumen adalah tingkat kesadaran Konsumenakanhaknya masih rendah. Hal ini
terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan Konsumen, sehingga dalam
pelaksanannya, pengembang selalu menjadi pihak yang kuat dan Konsumen sebagai
pihak yang lemah. Pada umumnya Konsumen tidak memahami isi perjanjian bahkan
langsung menandatangani perjanjian, sebelum memastikan apakah pengembang atau
agen pemasarannya itu sudah mencantumkan secara tertulis janji-janji yang sudah
disepakati atau belum dalam perjanjian tersebut, sehingga bias melindungi Konsumen
secara hukum. Demikian juga dalam pelaksanaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
antara Developer dengan Konsumen, pengembang secara seragam memberlakukan
Perjanjian Baku (Standart Contract) dalam setiap Perjanjian Pengikatan Jual Beli
rumah, dimana seluruh isi dari Perjanjian Pengikatan Jual-Beli tersebut ditentukan
secara sepihak oleh pengembang yang posisinya lebih kuat disbanding Konsumen.
Penggunaan Perjanjian Baku (Standart Contract) tersebut banyak menimbulkan
kerugian bagi Konsumen pembeli rumah karena ternyata pengaturan hak dan
kewajiban dalam Perjanjian Baku tersebut tidak seimbang dan cenderung
menguntungkan pengembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan
perjanjian pengadaan perumahan antara Developer, Bank dan Konsumen dan
mengetahui upaya perlindungan hokum bagi Konsumen dalam memahami isi
perjanjian serta kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank apabila ada para pihak yang
tidak memenuhi isi perjanjian tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, Kendala yang
dialami oleh Bank akibat macetnya pembayaran yang dilakukan oleh Konsumen
adalah ketidakfahaman Konsumen akan isi perjanjian, dimana mereka menuntut
sesuatu janji dari Developer yang tidak dituangkan dalam perjanjian tersebut sehingga
hal ini yang mengakibatkan lemahnya Konsumen untuk menuntut secara hukum.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian bersifat deskriptif. Deskriptif
dimaksudkan disini untuk memberikan gambaran data tentang pelaksanaan perjanjian
Developer, Konsumen dan Bank serta implikasinya bagi Bank sebagai penyedia dana,
secara khusus dalam pelaksanaannya di Bank BTN cabang Bandung Timur.
Pendekatan yang digunakana dalah bersifat Yuridis Normatif yang mengutamakan
tinjauan dari segi peraturan hukum yang berlaku serta data maupun dokumendokumen
yang mempunyai kaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum Konsumen dalam Kepemilikan Perumahan.

The incidence of housing problems basically begins with the discrepancy
between what was agreed and written in the contract of sale which signed by the
consumer. The existing facts will open our eyes that the customers’ position is in a
weak side, so legal protection against not guaranteed as expected. The main factor is, consumer awareness of right levels is too weak. This is mainly due to lower consumer education, so that on the implementation, the customers is always put as a weak group compared to the developer. In general, the consumers has signed the agreement without knowing the contents, before ensuring whether the developer or marketing agent has put in writing the promises that have been agreed or not in the agreement, so that consumers can legally protect. Similarly, in the execution of binding agreements between the developer and the consumer,the developers uniformly
execute contract standard in every binding trading agreement of houses, which all of
the content of the binding trading agreement was determined unilaterally by the
developer that has stronger position then the consumer. The using that standard
contract bring a lot of loss to the house consumer because actually the arrangement of
rights and obligations in standard contract is not equal and tend to exceptionally
beneficial the developer. The purposes of this research are to investigate the
undertaking of an agreement in housing project, between developer, customer, and
Bank and to determine the effort on legal protection for consumer in understanding
the content of the agreement and also to examine the problems faced by Bank BTN,
Bandung Timurbranch in undertaking agreement of housing project, and to recognize
the ways how to overcome the problems if there is one side that does not meet the
contents of the agreement. Based on the research results, the losses suffered by the
bank due to lack of consumer’s understanding into contents of the agreement, where
they demanded a promise from the developer, which is not contained in an agreement
letter, which lead to consumer weakness on legally demand.This research was
conducted with the descriptive research method, Here is intended to provide a
descriptive overview of the data on the implementation of the agreement among
developer, consumers and its implications for Bank BTN as a fund provider
particularly on the implementation at Bank BTN in East Bandung branch in terms of
applicable legislation as well as the data and documents which is concerned with the
problems in this research. The approach used was juridical-normative which
emphasized the use of the prevailing laws and regulations as well as data and
documents that were related to this research to form a point of view.
Keywords: Law of Consumer Protection in Real Estate Ownership.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Novindra Idroes, Author
"ABSTRAK
Hipotesa yang menyatakan bahwa forward rate merupakan alat prediksi yang tidak bias (unbiased predictor) darifuture spot rate merupakan bahasan yang sarat dengan teori serta literatur empiris. Namun demikian, pada umumnya basil dari penelitian tidak hanya menolak hipotesa, tapi juga berlawanan dengan kerangka pikir secara umum, dimana hubungan antara forward dan future spot rate adalah negati£ Selanjutnya, dalam hal kondisi pasar yang efisien tercapai maka forward rate akan merupakan spot rate pada waktu yang sesuai dengan transaksiforward yang menjadi underlying transaction. Dengan demikian, spot rate dan interest rate diffirential akan membentuk forward rate dan selanjutnyaforward rate akan merupakan spot rate masa depan.
Namun demikian, dalam kenyataannya siklus yang terjadi di pasar tidak dapat digambarkan secara sederhana sebagaimana tersebut di atas. Untuk itu, dengan menggunakan metoda kointegrasi yang diterapkan pada hipotesa ekspektasi (forward rate unbiased hypothesis) maka dilihat hubungan spot dan forward antara Rupiah terhadap US Dollar. selanjutnya forward rate akan menjadi spot rate masa yang akan datang.
Dalam menentukan forward rate, dasar perhitungan diperoleh dari spot rate yang berlaku pada saat tanggal transaksi ditambah atau dikurangi dengan suatu premium atau discount. Hal ini menggambarkan adanya interest diffirential antara dua mata uang yang terkait dan akan saling mempengaruhi dalam suatu transaksi. Untuk itu dapat dikatakan bahwa forward rate ditentukan oleh spot exchange rates dan interest diffirentials. Forward rate seringkali berkorelasi negatif dengan nilai yang akan datang spot rate, yang menunjukkan bahwa forward rate memprediksi perubahan pada spot rate dengan tanda yang salah (berbeda). Hal itu bertentangan dengan intuisi ekonomi dan mungkin menyimpang dari efisitmsi pasar. Penjelasan .yang rasional atas teka-teki itu mencakup time-varying risk premia, learning, peso problem dan kesalahan spesifikasi ekonometrik yang digunakan.
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ediharianto
"Bisnis Menengah Bank BRI merupakan suatu unit bisnis yang menyalurkan pinjaman diatas Rp.5 milyar. Melihat besamya putusan pinjaman di bisnis menengah maka dapat dibayangkan apabila terjadi default pada salah satu nasabah yang menikmati fasilitas pinjaman sebesar Rp.50 milyar maka akan sangat mempengaruhi kinerja perkreditan dari unit bisnis yang bersangkutan. Mengingat nasabah pinjaman untuk bisnis menengah merupakan nasabah yang sangat bankable, maksudnya memiliki dokumentasi perusahaan yang baik hingga agunan yang cukup memadai maka perlu suatu kajian mengenai penerapan suatu metode internal yang cocok untuk pengukuran risiko kredit bisnis menengah. Dalam pengukuran risiko kredit menggunakan internal model penting mengetahui probabilitas transisi, kualitas kredit untuk masing-masing sektor ekonomi dan perbandingan besamya hasil perhitungan expected loss dengan perhitungan cadangan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan actual loss kredit bisnis menengah di Bank BRI.
Perhitungan expected loss ini merupakan langkah awal dari penerapan Internal Rating Based Model dalam Creditmetrics Framework dan merupakan salah satu model untuk mengukur potensi kerugian karena penyaluran kredit dengan jumlah pinjaman yang besar dan jumlah nasabah yang sedikit. Perhitungan ini juga merupakan model unconditional sehingga tidak memerlukan tambahan data makro dan mengabaikan penyebab dari terjadinya default. Dalam perhitugan expected loss dari credit risk modelling ini digunakan tiga tahapan, yaitu pertama menghitung besarnya probability of default dari masing-masing sektor ekonomi dan dihitung probability of default dari kredit bisnis menengah. Kedua, menghitung present value non performing loan. Ketiga, menghitung besamya loss given default dari nilai recovery rate kredit bermasalah.
Hasil perbitungan expected loss menunjukkan potensi kerugian kredit menengah bank BRI masib lebib rendab dibandingkan dengan basil perbitungan cadangan PPAP dan masih lebih besar apabila dibandingkan dengan realisasi actual loss. Hal ini terlibat dari :
1 ). Pada tabu:n 2002, besamya cadangan PP AP yang dibentuk oleb bank BRI sebesar Rp.l.047.537.418.718,- atau sebesar 31,51% dari total EAD selurub sektor ekonomi sedangkan seandainya cadangan dibuat berdasarkan .perbitungan expected loss adalah 20,90% dari total EAD atau sebesar Rp. 694.743.347.139,- dan realisasi write off pinjaman atau actual loss sebesar 9,37% dari total EAD atau dalam bentuk nominal sebesar Rp. 311.609. 762.285,-.
2). Pada tabun 2003, besamya cadangan PP AP . yang dibentuk sebesar Rp.823.961.511.627,- atau 31,58% dari total EAD selurub sektor ekonomi sedangkan berdasarkan perbitungan expected loss sebesar 9,4"6% dari total EAD atau sebesar Rp. 246.815.428.656,- dan realisasi actual loss 4,20% dari total EAD atau sebesar Rp. 109.621.495.409,-.
Berdasarkan basil backtesting, pada tabun 2002 besamya actual loss berupa penghapusbukuan pinjaman bermasalab nilainya berada jaub dibawab hasil perhitungan expected loss. Sedangkan pada tabun 2003, besamya perbedaan actual loss dan hasil perhitungan expected loss sudab semakin kecil. Hal ini disebabkan karena:
(a). Sudah mulai semakin baiknya penerapan internal credit risk rating di bank BRI.
(b). Meningkatnya perbaikan penanganan kredit bermasalah di bank BRI sebingga dapat menekan angka actual loss.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, bank BRI perlu menerapkan dan mengembangkan Credit Risk Model mengenai The Internal Rating Based Model Foundation Approach dari Creditmetrics dalam perhitungan expected loss karena hasil perhitungan untuk pembentukan cadangan jauh lebih efisien dibandingkan dengan perhitungan cadangan PPAP yang diterapkan saat ini oleh bank BRI."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Mardiah
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh financial leverage terhadap pengelolaan laba. Pengujian dilakukan pada emiten BEJ sektor industri barang konsumer pada periode 1994 sld 2003. Memperhatikan krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, sampel dibagi menjadi 3 periode yaitu periode sebelum krisis 1994 - 1996, periode krisis 1997-1999 dan periode setelah krisis 2000 - 2003. Total sampel yang diperoleh adalah 88 perusahaan. Pengujian ini dipandang perlu, karena secara teori yaitu teori akuntansi positif : leverage/debt covenant hypothesis, manajemen termotivasi untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat meminimumkan kemungkinan perusahaan melanggar persyaratan perjanjian sehingga perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi cenderung untuk melakukanpengelolaan laba. Discretionary accruals sebagai pendekatan untuk variabel terikat pengelolaan laba dihitung dengan menggunakan model Jones yang telah dimodifikasi. Variabel babas terdiri dari financial leverage, likuiditas, ukuran perusahaan dan five cash flow. Kemudian dilakukan analisis regresi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penclitian membuktikan hipotesis penelitian bahwa financial leverage berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan laba, namun dengan arah yang berlawanan dengan leverage/debt covenant hypothesis yaitu bahwa financial leverage berhubungan positif dengan pengelolaan laba. Dalam penelitian ini koefisien yang diperoleh adalah negatif yang menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat financial leverage maka semakin rendah pengelolaan labs yang dilakukan melalui penggunaan akrual."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>