Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212303 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ravenda Tyara Kinanti
"Latar belakang: Infeksi saluran pernapasan atas merupakan penyakit yang umum terjadi pada anak usia sekolah (5-12 tahun). Gejala umumnya bersifat ringan dan self-limiting disease, sehingga menimbulkan perilaku swamedikasi oleh orang tua kepada anak. Perilaku swamedikasi harus dilandasi dengan pengetahuan yang baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan orang tua dengan pola swamedikasi gejala infeksi saluran pernapasan atas pada anak usia sekolah (5-12 tahun) di DKI Jakarta. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain cross-sectional. Subjek penelitian merupakan orang tua dengan anak usia 5-12 tahun yang berdomisili di DKI Jakarta. Penelitian menggunakan instrumen kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitas, dan disebarkan secara online dalam bentuk google form. Analisis hubungan variabel dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Hubungan dinyatakan bermakna apabila p<0.05. Hasil: Prevalensi swamedikasi gejala infeksi saluran pernapasan atas pada anak di penelitian ini adalah 90%. Mayoritas orang tua (60%) memiliki tingkat pengetahuan cukup dan sudah tepat dalam pemilihan obat (73.5%). Terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan orang tua dengan ketepatan pemilihan obat gejala infeksi saluran pernapasan atas pada anak (p=0.021). Faktor dengan hubungan bermakna terhadap tingkat pengetahuan orang tua adalah jenis kelamin (p=0.028), pekerjaan (p=0.004), dan pendapatan (p=0.003). Faktor dengan hubungan bermakna terhadap ketepatan pemilihan obat adalah jenis kelamin (p=0.047). Kesimpulan: Mayoritas orang tua memiliki tingkat pengetahuan cukup dan sudah tepat dalam pemilihan obat. Berdasarkan analisis didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap ketepatan pemilihan obat untuk gejala infeksi saluran pernapasan atas pada anak usia sekolah.

Introduction: Upper respiratory tract infection is common in school-aged children (5-12 years). Symptoms are generally mild and self-limiting and it gives rise to self-medication behaviour by parents towards children. Self-medication behaviour must be based on good knowledge. Therefore, aims of this study is to determine the relationship between the level of parental knowledge and the pattern of self-medication for symptoms of upper respiratory tract infections in school-aged children (5-12 years) in DKI Jakarta. Method: This research was conducted with a cross-sectional design. The subjects were parents with children aged 5-12 years who live in DKI Jakarta. The study used a questionnaire instrument that has been tested for validity and reliability, and distributed online as a Google form. Analysis of variable association was carried out using the Kruskal-Wallis and Mann-Whitney tests. The association is declared significant if p<0.05. Results: The prevalence of self-medication for symptoms of upper respiratory tract infections in children in this study was 90%. Most parents (60%) have sufficient knowledge and are appropriate in selecting drugs (73,5%). There is a significant association between the level of parental knowledge and the accuracy of choosing medication for symptoms of upper respiratory tract infections in children (p=0.021). Factors with a significant association to the level of parental knowledge were gender (p=0.028), occupation (p=0.004), and income (p=0.003). The factor with a significant association to the accuracy of drug selection is gender (p=0.047). Conclusion: Most of parents have a sufficient level of knowledge and are appropriate in selecting drugs. Based on the analysis, a significant association was found between the level of knowledge and the accuracy of drug selection for symptoms of upper respiratory tract infections in school-aged children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Adelia Selena
"Latar Belakang: Diare merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi pada anak usia sekolah (5-12 tahun). Umumnya, gejala diare ringan dan disebabkan oleh infeksi virus yang bersifat self-limiting sehingga menimbulkan perilaku swamedikasi pada orang tua kepada anaknya. Perilaku swamedikasi perlu didasari oleh pengetahuan orang tua yang baik untuk mencapai penggunaan obat rasional. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan orang tua dengan pola swamedikasi diare pada anak usia sekolah (5-12 tahun) dan faktor-faktor yang memengaruhinya di Tangerang dan sekitarnya. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional. Responden adalah orang tua yang memiliki anak 5-12 tahun dan berdomisili di Tangerang dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya serta disebarkan secara daring dalam bentuk Google Form. Analisis hubungan variabel dilakukan dengan menggunakan Kruskal Wallis dan Mann Whitney. Hubungan dinyatakan bermakna apabila p<0,05. Hasil: Prevalensi swamedikasi diare anak di penelitian ini sebesar 81,9% dengan mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan baik (59,6%) dan ketepatan pemilihan obat sebesar 84,9%. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan orang tua dengan ketepatan pemilihan obat diare anak (p = 0,511). Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan tingkat pengetahuan orang tua adalah jenis kelamin (p=0,036) dan pekerjaan (p=0,02). Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan ketepatan pemilihan obat diare anak adalah jenis kelamin (p=0,002). Kesimpulan: Pada penelitian ini, tingkat pengetahuan orang tua sudah tergolong baik. Namun, tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan orang tua dengan ketepatan pemilihan obat diare pada anak usia sekolah (5-12 tahun).

Introduction: Diarrhea is a common health problem that occurs in school-aged children (5-12 years old). Generally, the symptoms of diarrhea are mild and self-limiting and giving rise to self-medication behavior among parents towards their children. Self- medication behavior needs to be based on good parental knowledge to achieve rational drug use. Therefore, this research aims to determine the association between the level of parental knowledge and the pattern of self-medication for diarrhea in school-aged children (5-12 years old) and the influencing factors in Tangerang and surrounding areas. Method: This research was conducted with a cross-sectional design. Respondents are parents who have children aged 5-12 years and lived in Tangerang and surrounding areas. This research uses a questionnaire instrument that has been tested for validity and reliability and distributed online as Google Form. Analysis of variable association was carried out using the Kruskal Wallis and Mann Whitney tests. The association is declared significant if p<0.05. Results: The prevalence of self-medication for diarrhea in children in this study was 81.9% with the majority of respondents having a good level of knowledge (59.6%) and accuracy in drug selection was 84.9%. There was no significant association between parents’ knowledge level and the accuracy in children’s diarrhea drug selection (p=0.511). Factors that have a significant association with the level of parents’ knowledge are gender (p=0.036) and occupation (p=0.02). The factor that has a significant association with the accuracy in children’s diarrhea drug selections is gender (p=0.002). Conclusion: In this study, the level of parents’ knowledge was considered good. However, there was no significant association between parents’ knowledge level and the accuracy in children’s diarrhea drug selection in school-aged children (5-12 years)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Zahra Syahidah
"ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang
bagian atas atau bawah saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri.
Tingginya prevalensi ISPA akan mempengaruhi pola penggunaan antiinfeksi di
fasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pola penggunaan
antiinfeksi pada pasien ISPA di tiga puskesmas di Kota Depok tahun 2015. Desain
penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pengambilan data secara retrospektif
dari resep pasien, Sistem Informasi Pengelolaan Obat (SIPO), dan Sistem Informasi
Manajemen Puskesmas (SIMPUS). Analisis dilakukan secara kuantitatif dan
kualitatif menggunakan metode Anatomical Therapeutical Chemical/Defined Daily
Dose (ATC/DDD). Antiinfeksi diklasifikasikan berdasarkan ATC dan kuantitas
dihitung dalam satuan DDD/1000 pasien perhari. Kualitas dinyatakan dalam jenis
obat yang termasuk dalam Drug Utilization 90% (DU 90%). Sampel adalah resep
pasien ISPA periode Januari-Desember 2015. Berdasarkan hasil analisis, kuantitas
antiinfeksi yang digunakan di Puskesmas Cipayung sebanyak 0,9496 DDD/1000
pasien perhari, di Puskesmas Limo sebanyak 0,7590 DDD/1000 pasien perhari, dan
di Puskesmas Bojongsari sebanyak 0,6483 DDD/1000 pasien perhari. Antiinfeksi
yang termasuk dalam DU 90% di Puskesmas Limo adalah amoksisilin,
kotrimoksazol, dan sefadroksil, sedangkan antiinfeksi yang termasuk dalam DU
90% di Puskesmas Cipayung dan Puskesmas Bojongsari adalah amoksisilin.
Persentase kesesuaian penggunaan antiinfeksi dengan formularium nasional di
Puskesmas Bojongsari adalah 71,43%, di Puskesmas Limo adalah 70%, dan di
Puskesmas Cipayung adalah 63,64%.

ABSTRACT
Acute Respiratory Infections (ARI) is an acute infection that attacks the upper or
lower respiratory tract caused by viruses or bacteria. Prevalence of ARI will affect
the pattern of anti-infection use in healthcare facilities. This research aimed to
evaluate the usage pattern of anti-infection for ARI patients at three Puskesmas in
Depok City in 2015. A design of this research use descriptive analytic with a
retrospective data collection taken from patients? prescriptions, Sistem Informasi
Pengelolaan Obat (SIPO), and Sistem Informasi Manajemen Puskesmas
(SIMPUS). This analysis are done through quantitative and qualitative using
ATC/DDD (Anatomical Therapeutical Chemical/Defined Daily Dose) method. The
anti-infection classification are based on ATC, and the quantity are counted by
DDD/1000 patients per day. The quality are stated in Drug Utilization 90% (DU
90%). The sample are the prescriptions of ARI patients within period of January till
December 2015. Based on the output of the analysis, the anti-infection used at
Puskesmas Cipayung are 0,9496 DDD/1000 patients per day, at Puskesmas Limo
are 0,7590 DDD/1000 patients per day, and at Puskesmas Bojongsari are 0,6483
DDD/1000 patients per day. The anti-infection included in DU 90% at Puskesmas
Limo are amoxicillin, cotrimoxazole, and cefadroxil, while the anti-infection
included in DU 90% at Puskesmas Cipayung and Puskesmas Bojongsari are
amoxicillin. The percentages of compatibility of anti-infection usage with national
formulary at Puskesmas Bojongsari is 71,43%, at Puskesmas Limo is 70% and at
Puskesmas Cipayung is 60,64%.
;;"
2016
S65397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Nathanael
"Pendahuluan
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) adalah penyakit menular yang terjadi di hidung, faring, laring dan sinus. Gejala ISPA umum terjadi pada masyarakat Indonesia dan seringkali diobati sendiri. Penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dan praktik pengobatan mandiri terhadap ISPA masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan, mengevaluasi praktik pengobatan mandiri ISPA dan mencari hubungan kedua faktor tersebut. Peneliti juga ingin mengetahui ketepatan pemilihan obat dengan gejala ISPA yang dialami.
Metode
Desain penelitian ini adalah cross-sectional, dan menggunakan kuesioner online yang disebar melalui Google Form. Uji Cronbach dan Pearson menunjukkan bahwa kuesioner tersebut masing-masing mempunyai reliabilitas dan validitas yang dapat diterima (a=0.773). Analisis data menggunakan statistik deskriptif untuk menganalisis informasi demografi, tingkat pengetahuan dan praktik pengobatan mandiri. Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kesesuaian penggunaan obat dan gejala yang dialami.
Hasil
Tingkat pengetahuan baik, cukup dan kurang dimiliki masing-masing oleh 44,1%, 51% dan 4,9% subjek. Praktik pengobatan mandiri yang dilakukan subjek secara umum dapat diterima. Sebagian besar subjek sudah tepat memilih obat untuk mengatasi gejala infeksi saluran pernapasan atas (56% untuk rinorea, 95% untuk demam, dan 85% untuk batuk). Namun, tidak ditemukan hubungan antara tingkat pengetahuan dan kesesuaian pemilihan obat untuk gejala demam (p = 0,384), batuk (p = 0,660) dan rinorea (p = 0,837).
Kesimpulan
Sebagian besar subjek memiliki pengetahuan cukup dan dapat memilih obat dengan tepat sesuai gejala infeksi saluran pernapasan atas. Walaupun demikian dalam penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan ketepatan pemilihan obat untuk gejala infeksi saluran pernapasan atas.

Introduction
Upper respiratory tract infection (URTI) is an infectious disease that affects the upper respiratory tract. URTI symptoms are common within the Indonesian population. Hence, URTI symptoms are frequently self-medicated. Research about the association between knowledge and self-medication practices for URTI is limited. Therefore, this study aims to measure the level of knowledge, evaluate the self-medication practices for URTI and find the association between the two factors. We also want to find the appropriateness of their self-medication practices based on URTI symptoms.
Method
Design of this study was cross-sectional, using an online questionnaire was distributed through Google Form. Cronbach’s and Pearson test showed that the questionnaire had acceptable reliability (a=0.773) and validity respectively. Data analysis involved descriptive statistics to analyse the demographic information, level of knowledge and self-medication practices. Chi-Square test was done to determine the association between level of knowledge and appropriateness of drug indication.
Results
Good, adequate, and poor level of knowledge were possessed by 44.1%, 51% and 4.9% of respondents respectively. The self-medication practices of the participants were generally acceptable. Most of the self-medication practices for symptoms were appropriate (56% for rhinorrhea, 95% for fever and 85% for cough). However, there was no association between the level of knowledge and the appropriateness of self-medication practices for fever (p = 0,384), cough (p = 0,660) and rhinorrhea (p = 0,837).
Conclusion
Most of the subjects had adequate knowledge and could choose the appropriate medications according to the symptoms of URTI. However, in this study there was no relationship between the level of knowledge and the appropriateness of drug use for symptoms of URTI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Nadya Syahira
"Risiko kesalahan penggunaan obat pada praktik swamedikasi untuk pasien anak cukup besar meliputi pemilihan obat hingga regimen dosis yang berdampak negatif pada keselamatan pasien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan, sikap, terhadap perilaku pelaksanaan  swamedikasi obat batuk, flu, dan demam pada anak-anak di wilayah Jabodetabek. Desain penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional dengan metode mixed method tipe embedded design. Data diperoleh dengan teknik consecutive sampling menggunakan kuesioner yang telah memenuhi syarat valid dan reliabel melalui uji validitas dan reliabilitas. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh 239 orang tua di Jabodetabek dan dianalisis menggunakan program IBM®SPSS® versi 26. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menunjukkan pengetahuan (70,7%), sikap (84,1%), dan perilaku (94,6%) yang baik terkait swamedikasi anak. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap (p = <0.001; r = 0.494), pengetahuan dan perilaku (p = <0.001; r = 0.278), serta sikap dan perilaku (p = <0.001; r = 0.381) terkait swamedikasi anak. Semakin baik pengetahuan dan sikap orang tua terhadap swamedikasi, semakin baik perilaku mereka dalam melakukan swamedikasi pada anak. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi antara responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pendapatan (p <0.05). Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan tingkat pendidikan dan status pekerjaan (p >0.05). Studi ini memberikan pemahaman tentang pola swamedikasi pada orang tua di Jabodetabek, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi.

The risk of medication errors in self-medication practices for pediatric patients is significant, including issues related to drug selection and dosing regimens that can negatively impact patient safety. Several studies have shown that self-medication practices can be influenced by the level of knowledge and attitudes held by patients. This research aims to analyze the knowledge, attitudes, and practices related to self-medication for cough, flu, and fever medications in children in the Jabodetabek area. The design of this research is cross-sectional with a mixed-methods embedded design. Data was collected by using consecutive sampling technique using questionnaire that had fulfilled the validity and reliability test. Primary data was obtained from 239 parents in the Jabodetabek area and analyzed using IBM® SPSS® version 26. The research findings indicate that the majority of respondents demonstrated good knowledge (70.7%), attitudes (84.1%), and behaviors (94.6%) regarding self-medication practices for children. There were significant positive correlation between knowledge and attitudes (p = <0.001; r = 0.494), knowledge and behaviors (p = <0.001; r = 0.278), as well as attitudes and behaviors (p = <0.001; r = 0.381) regarding self-medication practices for children. The better the knowledge and attitudes of parents towards self-medication, the better their behaviors in practicing self-medication. There were significant correlation in knowledge, attitudes, and practices related to self-medication among respondents based on age, gender, and income (p <0.05). However, no significant differences were found based on education level and employment status (p >0.05). This study provides insights into the patterns of self-medication practices among parents in the Jabodetabek area."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajriani Damhuri
"Latar Belakang : Banyaknya pembangunan sarana prasana serta infrakstruktur di
Indonesia meningkatkan kebutuhan akan bahan bangunan termasuk beton, sehingga
produksi beton terus berjalan. Debu hasil proses produksi beton terdiri dari debu semen,
pasir, dan batu kerikil, yang sebagian mengandung silika yang telah terbukti dapat
menimbulkan masalah kesehatan terutama di saluran pernapasan. Pada pabrik beton yang
baru beroperasi selama 3 tahun seharusnya belum ada masalah gangguan saluran
pernapasan bila SMK3 diimplementasikan dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah sudah ada masalah gangguan awal saluran pernapasan dan
mengaitkannya dengan implementasi SMK3 dan faktor-faktor lainnya. sehingga bisa di
upayakan program promotif – preventif bagi pekerja sehubungan dengan pajanan
tersebut.
Metode : Desain cross-sectional dengan sampel berjumlah 70 responden yang diambil
secara total sampling. Data penelitian diperoleh dari wawancara keluhan saluran
pernapasan dengan menggunakan kuesioner Pneumobile Project dan pemeriksaan
spirometri, pengukuran kadar debu, serta pengisian formulir audit SMK3.
Hasil : Didapatkan 8 pekerja (11,40%) memiliki gejala awal gangguan saluran
pernapasan. Pengukuran debu lingkungan kerja melebihi nilai ambang batas pada plant 1
(16.5 mg/m3) dan plant 2 (12.1 mg/m3). Tidak terdapat hubungan bermakna antara, usia,
tingkat pendidikan, IMT, kebiasaan merokok, masa kerja, dan lama kerja terhadap gejala
awal gangguan saluran pernapasan. Tingkat pelaksanaan SMK3 pada PT. X masih kurang
(15,06%). Telah ada kebijakan K3, namun belum ada kegiatan perencanaan, pemantauan,
evaluasi maupun usaha peningkatan kinerja K3 yang terdokumentasi dan sistematis.
Kesimpulan : Didapatkan pekerja dengan gejala awal gangguan saluran pernapasan
sebanyak 8 (11,4%) orang. Hasil pemeriksaan kadar debu melebihi NAB. Tidak
didapatkan faktor risiko yang berhubungan secara statistik dengan gejala awal gangguan
saluran pernapasan, akan tetapi tingkat pelaksanaan SMK3 masih kurang sehingga harus
ditingkatkan.

Background : The large number of infrastructure development in Indonesia increased
the need of concrete. Therefore, the concrete factory production continues to run and
produce. The residue of the concrete production process derived from the dust of the
cement, sand, and gravel which partially contained silica, that had been proven to caused
health problems especially in the respiratory tract. The new concrete plant which had only
been operating for 3 years should have no cases of early symptoms of respiratory
disorders when the OSH management system is successfully implemented. This study
aimed to determine whether there are respondents with early symptoms of respiratory
disorders in association of the implementation of OSH management system and the other
factors, so that promotive-preventive programs in connection with the exposures able to
be planned regarding the conditions.
Method : Cross-sectional study with a total sampling of 70 respondents. Data were
obtained from interview using the Pneumobile Project questionnaire, spirometry
examination, measurement of dust levels, and OSH management system audit form
filling.
Results : There were 8 (11.40%) workers with early symptoms of respiratory disorders.
Dust measurement exceeds the threshold value, 16.5 mg/m3 on Plant 1 and 12.1 mg/m3
on Plant 2. There was no significant association between age, level of education, BMI,
smoking habits, working period and working time to early symptoms of respiratory tract
disorder. The implementation of OSH management system at PT. X was poor (15,06%).
There was already an OHS policy, but the planning, monitoring, evaluation or effort of
improvement of OSH were not documented systematically.
Conclusion : The prevalence of early symptoms of respiratory disorders is 11,40%. The
dust levels exceed the threshold level. No risk factors are found to be statistically associate
with early symptoms of respiratory disorders but the level of implementation of OSH is
below the expected results thus must be improved
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoedi Ariyanto
"Derajat kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar dan merupakan indikator status kesehatan di suatu negara sehingga sccara terus menurus perlu mendapat perhatian melalui upaya yang berkesinambungan. Salah sam indikator peming dalam menilai derajat kesehatan adalab Angka Kematian Balita (AKBa). Hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 200l, Angka Kematian Balita akibat penyakit Sistim pemapasan adalah 4,9 per l.000 yang berarti ada sekitar 5 dari 1.000 balita yang meninggal setiap tahun akibat ISPA, atau rata-rata 1 anak Balita Indonesia akibat meninggal akibat ISPA setiap 5 menimya.
Pengetahuan ibu dan keluarga tentang pengetahuan Infeksi Saluran Pemapasan Almt (ISPA) merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap upaya penurunan kesakitan dan kematian Balita, yaitu dengan mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kondisi kesehatannya Balita serta meningkatkan akses pada pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Citeureup Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor tahun 2008.
Penelitian ini menggunakan data primer yang berasal daxi pcnelitian yang dilakukan oieh peneliti pada bulan April tahun 2008 di Puskesmas Citeureup Kecamatan Ci1eureup Kabupaten Bogor tahun 2008. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah crass seclional (potong lintang). Populasi adalah scluruh ibu Balita yang terpilih menjadi subyek penelitian berdasarkan hasil survey di Puskesmas Citeureup Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor iahun 2008.
Hasil analisis diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita, pada ibu yang berpengetahuan rendah mempunyai resiko sebesar 3,673 kali Lmtuk menderita ISPA pada balitanya dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan tinggi. Variabel lainnya yang mempengaruhi hubungan pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kejadian ISPA pada balita adalah variabel pendidikan (0R= 3,037 nilai p= 0,000 dan 95 % CI: l,738-5,309). Riwayat imunisasi campak (0R= 1,814 nilai p= 0,037 dan 95 % CI: 1,036-3,l77) dan status gizi balitanya (OR= 1.807 nilai p= 0,039 dan 95 % CI: 1,030-3,l69) serta status sosial ekonomi keluarga (0R= 1.323 nilai p= 0,333 dan 95 % Cl: 0,750-2,335).
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan rcsponden dengan kejadian ISPA pada balita setelah dikontrol oleh variabcl pendidikan. Responden yang berpengetahuan rendah mempunyai kemungldnan 3,673 kali untuk meningkatkan resiko kejadian ISPA pada balitanya diban dingkan dengan responden yang berpengetahuan tinggi. Dampak pengetahuan terhadap kejadian ISPA pada balita cukup besar yaitu sebesar 72,4%, untuk itu perlu dilakukan penyuluhan yang lebih intensif dengan melibatlcan kader, tokoh masyarakat, tokoh agama dan ibu-ibu penggerak PKK untuk rnaningkatkan pengetahuan ibu tentang faktor risiko kejadian ISPA pada balita dalam memberikan penyuluhan, meningkatkan kctrampilan petugas kesehatan dcngan membcrikan pelatihan konseling dan mempermudah akses masyarakat ke pelayanan kcsehatan.

The degree of health is one of the basic needs and an indicator of health status in a country such that it requires constant attention through a continuous effon. One ofthe important indicator when evaluating the degree of health if Child Mortality Rate (CMR). Findings from a domestic health survei “SKR'l"’ in the year of 2001 stated that the CMR due to diseases ofthe respiratory system was 4,9 per 1000, which means there is 5 deaths out of 1000 children under 5 years old attributed to URTI, or an average of 1 child’s death every 5 minutes.
Mothers’ and families’ knowledge on Upper Respiratory Tract Infection (URTI) is the most influential factor in the effort to decrease morbidity and mortality of children under 5 years, that is by knowing the risk factors which influence the health conditions of children under 5 years and by increasing the accessibility to health services. The objective of this research was to determine the association between mothers’ knowledge on Upper Respiratory Tract Infection (URTI) and events of URTI in children under tive years in Citeureup Public Health Centre, Citeureup distrcit of Bogor region in the year of 2008.
This study used primary data which originated from a study conducted by the researcher in April 2008 in Citeureup Public Health Centre, Citeureup distrcit of Bogor region The study design used was cross sectional. The population was all mothers having children under 5 years old who were selected to be study subjects based on a survey in Citeureup Public Health Centre, Citeureup distrcit of Bogor region in the year of 2008.
Results from analysis fotmd that there were four variables which were significantly associated with URTI namely knowledge (OR= 3,673 nilai p= 0,000 dan 95 % Cl: 1,970-6,848), education (OR= 3,037 nilai p= 0,000 dan 95 % Cl: l,738- 5,309), measles variable (OR= l,8l4 nilai p= 0,037 dan 95 % Cl: l,036~3,l77) as well as nutrition (OR= l.807 nilai p= 0,039 dan 95 % Cl: 1,030-3,l69). Other variables namely occupation, social economy, birth weight, crowded residency, and presence of a smoker in one’s house, were not significantly associated with URTI events in children under 5 years.
It can be concluded that there was a significant association between the subjects’ knowledge and URTI events in children under 5 years after controlling for education variable. Subjects with lower knowledge had a probability of 3,673 times of increasing the risk of URTI events in their children under 5 years when compared to subjects with higher knowledge. Impact on knowledge on URTI events in children under 5 years was quite huge, which was 72,4%. 'Therefore health education and promotion need to be conducted more intensively by involving "kader”, public figures, religious figures, and PKK ladies in order to increase mothers’ knowledge on risk factors of URTI events in children \mder 5 years. This was done through giving heath education and increasing health personals’ skills by conducting counseling training and making the publichan easier access to health services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34276
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hastuti
"Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak dengan manifestasi ringan sampai berat (Pneumonia). Di dunia dperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena Pneumonia dari 9 juta total kematian balita. Pelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di wilayah Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo. Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif dan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian adalah semua balita yang berada di wilayah Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo. Sampel penelitian berjumlah 323 balita yang diambil dengan cara Quota sampling.
Analisis data dan uji statistik menggunakan chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dan status imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita (p=1.000, OR=1.579) dan (P=0.437, OR=1.439). Ada hubungan kejadian ISPA pada Balita dengan pencemaran asap rokok oleh anggota keluarga (p=0.006, OR=2.102), pemberian ASI Eklsklusif (p=0,19, OR=1.847) dan status ekonomi orang tua (p=0.34, OR=1,754).
Kesimpulan hasil penelitian: Status imunisasi dan status gizi tidak berhubungan dengan kejadian ISPA pada Balita, Pencemaran asap rokok oleh anggota keluarga, pemberian ASI Eksklusif dan status ekonomi orang tua mempunyai hubungan dengan kejadian ISPA pada Balita di Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo.

Acute Respiratory Infection (ARI) is a common disease in children with mild to severe manifestations (Pneumonia). In the world is estimated at more than 2 million Under Five Years Children died of pneumonia than 9 million total under-five deaths. The research aimed to determine Factors Associated with Acute Respiratory Infection incidence in Under Five Years Children in Ngombol District Purworejo Regency. This research is a research survey with quantitative approach and cross sectional research design. Research population was all children Under Five Years Children located in Ngombol District, Purworejo Regency.Number of sample was 323 Under Five Years Children were taken by Quota sampling.
Data analysis and statistical test using chi square. The results showed that there was no relationship between nutritional status and immunization status of in Under Five Years Children with ARI incidence (p=1.000, OR=1,579) and (P=0.437, OR=1.439). No association ARI genesis in Under Five Years Children in with cigerette smoke pollution by family members (p=0.006, OR=2.102), Exclusive breastfeeding (p=0.19, OR=1,847) and parents' economic status (p=0:34, OR=1.754).
The conclusion of the research : immunization status and nutritional status was not associated with the incidence of ARI in Under Five Years Children, smoke pollution by family members, exclusive breastfeeding and economic status of the parents had a relationship with the incidence of ARI in Under Five Years Children in Ngombol District, Purworejo Regency.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47443
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Elysia Pramesti
"Latar Belakang: Pandemi COVID-19 menyebabkan masyarakat khawatir melakukan perawatan gigi dan mulut di praktik dokter gigi akibat khawatir terpapar virus SARS-CoV-2 sehingga dapat menjadikan swamedikasi sebagai pilihan perawatan.
Tujuan: Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan praktik swamedikasi orang tua serta perbedaan praktik swamedikasi dengan berbagai karakteristik orang tua.
Metode: Studi potong lintang kepada 421 orang tua dengan anak usia 0-12 tahun di DKI Jakarta pada Agustus hingga Oktober 2021 menggunakan kuesioner daring berisi 21 pertanyaan. Digunakan uji Chi-Square dan dilanjutkan uji regresi logistik.
Hasil: Mayoritas orang tua (73,9%) melakukan swamedikasi saat pandemi dengan obat yang utama digunakan adalah analgesik dan antibiotik, serta mayoritas mengetahui mengenai efek samping obat terhadap sistem pencernaan. Terdapat perbedaan bermakna praktik swamedikasi berdasarkan tingkat pendidikan orang tua, tingkat ekonomi orang tua, kekhawatiran orang tua ke dokter gigi saat pandemi, dan kemauan (willingness) orang tua membawa anak ke dokter gigi saat pandemi. Tingkat pendidikan orang tua dan kemauan orang tua membawa anak ke dokter gigi saat pandemi merupakan prediktor swamedikasi.
Kesimpulan: Swamedikasi orang tua terhadap masalah gigi dan mulut pada penelitian memiliki prevalensi tinggi namun masih terdapat cara serta pengetahuan yang kurang tepat. Sehingga diperlukannya edukasi kepada orang tua untuk mengurangi risiko swamedikasi, terutama dalam penggunaan antibiotik.

Background: The COVID-19 pandemic has caused people to worry about getting dental care at a dentist's practice due to concerns about the SARS-CoV-2 virus, making self-medication a treatment option.
Objective: To describe the knowledge, attitudes, and practices of parents' self-medication towards children's dental problems and to find out the significant differences in the practice of self-medication with various characteristics of parents.
Methods: A cross-sectional study of 421 parents with children aged 0-12 years in DKI Jakarta from August to October 2021 using an online questionnaire containing 21 questions. Chi-Square test was used and continued with logistic regression.
Results: Most parents (73.9%) self-medicated during the pandemic, with the primary drugs used being analgesics and antibiotics. The majority of parents knew about the side effects of drugs on the digestive system. There are significant differences in the practice of self-medication based on parents' education level, parents' economic level, parents' worries about going to the dentist during the pandemic, and the willingness of parents to take their children to the dentist during the pandemic. The level of parental education and the willingness of parents to take their children to the dentist during a pandemic are predictors of self-medication.
Conclusion: In this study, parents' self-medication towards children's dental problems was highly prevalent, but some parents used inappropriate methods and knowledge. Thus, education is needed to reduce the risk of self-medication, especially in antibiotics.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verry Adrian
"Infeksi SARS CoV-2 sebagai penyebab terjadinya pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) kini menjadi perhatian kesehatan masyarakat. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian, sehingga tidak jarang membutuhkan perawatan intensif. Diduga komorbiditas akan memperberat kondisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak komorbiditas yakni hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit paru obstrktif kronis terhadap kejadian perawatan intensif pada pasien COVID-19 di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menggunakan data registri pasien COVID-19 milik Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada Maret-Juni 2020 yand diperoleh dari formulir pencatatan dan pelaporan COVID-19. Kriteria inklusi adalah usia lebih dari 18 tahun, terdiagnosis COVID-19 dari hasil pemeriksaan swab PCR positif, dan pasien dirawat di Rumah Sakit di DKI Jakarta. Kriteria eksklusi adalah memiliki kondisi imunodefisiensi (HIV, keganasan, sedang menjalani kemoterapi atau radiasi). Data dianalisis secara bivariat dan multivariat menggunakan regresi logistik multipel dengan mempertimbangkan kovariat berupa usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, jumlah gejala dan durasi gejala yang dialami. Berdasarkan 12 699 pasien terkonfirmasi COVID-19 pada periode penelitian, terdapat 6 359 pasien yang memenuhi kriteria penelitian ini. Diketahui 623 (9,8%) mengalami hipertensi, 421 (6,62%) mengalami diabetes melitus, dan 133 (2,09%) mengalami PPOK. Sebanyak 166 (2,61%) diantaranya mendapat perawatan di ICU. Setelah dikontrol kovariat, ketiga komorbiditas tersebut secara independen meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di ICU, tertinggi pada penderita hipertensi tanpa diabetes yang memiliki lebih dari 2 gejala OR 23,98 (IK95% 12,83-44,83) diikuti penderita hipertensi yang disertai diabetes dan lebih dari 2 gejala OR 16,53 (IK95% 8,76-31,17). Penderita PPOK memiliki risiko OR 1,80 (IK95% 0,95-3,40) untuk dirawat di ICU. Disimpulkan bahwa hipertensi, diabetes melitus, dan PPOK meningkatkan risiko perawatan di ICU pada pasien COVID-19 di DKI Jakarta.

COVID-19 cases can lead to pneumonia, acute respiratory distress syndrome, acute kidney failure, and death. The presence of comorbidities are tought to worsen that condition. This study aimed to investigate impact of hypertension, diabetes mellitus, and chronic obstructive pulmonary disease to admission to intensive care unit (ICU) among COVID-19 patients in DKI Jakarta. This cross sectional study utilize COVID-19 patients registry data owned by DKI Jakarta Provincial Health Office from March to June 2020. Inclusion criteria are aged 18 years old or older, confirmed by positive PCR swab test result, and hospitalized in DKI Jakarta. Exclusion criteria are patients with immunodeficiency condition (HIV, malignancy, in chemotherapy or radiation therapy). Data were analyzed in bivariate and multivariate analysis using multiple logistic regression by considering covariates (age, sex, working status, number of symptoms, and duration of symptoms). Among 12 699 patients, 6 359 were included. Approximately 623 (9,8%) had hypetension, 421 (6,62%) had diabetes mellitus, and 133 (2,09%) had COPD. Among them, 166 (2,61%) were admitted to ICU. After controlling for covariates, those comorbidities are independently increase risk of ICU admission. The highest risk are found among hypertension patients without diabetes melitus and had more than two symptoms OR 23,98 (95%CI 12,83-44,83) followed by hypertension patients with diabetes melitus and had more than two symptoms OR 16,53 (95%CI 8,76-31,17). COPD patients had risk OR 1,80 (95%CI 0,95-3,40) for ICU admission. In conclusion, hypertension, diabetes mellitus, and COPD increase risk of ICU admission among COVID-19 patients in DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>