Ditemukan 195823 dokumen yang sesuai dengan query
Alya Noor Aminah Saleh
"Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan oleh Badan Pusat Statistik menemukan bahwa Maluku Utara telah menempati peringkat pertama sebagai provinsi paling bahagia di Indonesia selama lima tahun berturut-turut. Meskipun begitu, Maluku Utara tergolong sebagai salah satu provinsi di Indonesia dengan tingkat kesetaraan gender yang rendah. Populasi dewasa muda di Maluku Utara juga kerap kali menjadi korban dan pelaku dalam data mengenai kasus-kasus kekerasan dalam hubungan. Oleh karena itu, penelitian ini menguji kembali hubungan antara kesejahteraan subjektif dan sikap terhadap kesetaraan gender pada 226 orang dewasa muda berusia 20 - 40 tahun di Maluku Utara. Gender Egalitarianism Attitude digunakan untuk mengukur sikap terhadap kesetaraan gender, dan The PERMA-Profiler digunakan untuk mengukur kesejahteraan subjektif. Hasil analisis korelasi menunjukkan hubungan negatif signifikan antara kesejahteraan subjektif dan sikap terhadap kesetaraan gender. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber dalam meneliti egalitarianisme gender di Indonesia, dan dapat digunakan sebagai acuan Indeks Pembangunan Gender di Indonesia, terutama di Maluku Utara.
The Happiness Level Measurement Survey by the Central Statistics Agency found that North Moluccas has consistently ranked first as the happiest province in Indonesia for five consecutive years. However, North Moluccas is categorized as one of the provinces in Indonesia with a low level of gender equality. The young adult population in North Moluccas often becomes victims and perpetrators in romantic relationship violence data. Therefore, this study reexamines the relationship between subjective well-being and attitudes toward gender equality among 226 young adults aged 20 - 40 in North Moluccas. The Gender Egalitarianism Attitude is used to measure attitudes toward gender equality, and The PERMA-Profiler is used to measure subjective well-being. The results of the correlation analysis show a significant negative relationship between subjective well-being and attitudes toward gender equality. The findings of this research can serve as a source for studying gender egalitarianism in Indonesia and can be used as a reference for the Gender Development Index in Indonesia, especially in North Moluccas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Silalahi, Audrey Hana
"Dalam menjalankan perannya, generasi sandwich memiliki berbagai tantangan yang salah satunya berkaitan dengan aspek finansial. Untuk mengatasi tantangan tersebut, generasi sandwich perlu mengatasinya dengan bekerja. Namun, bekerja berpotensi untuk memunculkan konflik pekerjaan-keluarga pada generasi sandwich yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektifnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Sebanyak 111 partisipan berusia 35–65 tahun yang merupakan pekerja diukur menggunakan Skala Kesejahteraan Subjektif serta Skala Konflik Pekerjaan-Keluarga. Berdasarkan hasil analisis menggunakan Pearson Correlation, ditemukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara konflik pekerjaan-keluarga dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan intervensi seperti apa yang perlu diberikan kepada generasi sandwich agar dapat mengurangi konflik pekerjaan-keluarga yang dirasakan.
The sandwich generation faces several challenges in fulfilling its roles, one of which is financial. The sandwich generation had to work hard to overcome these challenges. However, the sandwich generation may experience work-family conflict as a consequence of employment, which may affect their subjective well-being. The purpose of this study is to examine the relationship between subjective well-being and work-family conflict in sandwich generation. 111 employed participants between the ages of 35 and 65 were assessed using the Work-Family Conflict Scale and the Subjective Well-Being Scale. According to the findings with an analysis using the Pearson Correlation, there is a significant negative relationship between work-family conflict and subjective well-being in the sandwich generation. Given the result of this research, it can be decided what kinds of interventions should be provided for the sandwich generation to minimize their perceived work-family conflict."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rahmah Nurul Hayya
"Kesejahteraan subyektif (SWB) merupakan masalah krusial bagi remaja karena berperan penting dalam mengurangi efek negatif stres akibat perubahan pada periode ini. Diketahui bahwa komunikasi orang tua memberikan kontribusi terhadap angka SWB remaja, namun kondisi kerja orang tua pada keluarga berpenghasilan ganda dapat mempengaruhi keterbukaan orang tua dan masalah komunikasi dan diperkirakan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi orang tua dan kesejahteraan subjektif pada anak laki-laki dan perempuan dari beberapa keluarga pencari nafkah. Hasil analisis korelasi pada 112 remaja usia 12-18 tahun di Jabodetabek menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara komunikasi orang tua dengan kesejahteraan subjektif.
Subjective well-being (SWB) is a crucial issue for adolescents because it plays an important role in reducing the negative effects of stress due to changes in this period. It is known that parental communication contributes to the SWB rate of adolescents, but the working conditions of parents in double-income families can affect parental openness and communication problems and are expected to affect the level of subjective adolescent welfare. This study aims to determine the relationship between parental communication and subjective welfare of boys and girls from several breadwinner families. The results of correlation analysis on 112 adolescents aged 12-18 years in Jabodetabek showed a significant positive relationship between parental communication and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sarah Salma Santosa
"Menjalankan perannya dalam mengasuh anak dan merawat orang tua pada saat yang bersamaan membuat generasi sandwich rentan mengalami stres, depresi, dan juga kesulitan dalam mengelola segala tuntutan yang dimilikinya. Hal ini dapat mengganggu kesejahteraan subjektifnya. Resiliensi diketahui memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Desain korelasional digunakan melibatkan 129 orang dewasa pada usia menengah antara 35 dan 60 tahun yang mengemban peran ganda dalam merawat orang tua dan anak-anak mereka. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Kesejahteraan Subjektif dan The-14 Resilience Scale (The-14 RS). Temuan penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata resiliensi dan kesejahteraan subjektif tinggi. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara resiliensi dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Temuan ini menunjukkan bahwa tingkat resiliensi yang tinggi berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi di antara individu dalam generasi sandwich.
The simultaneous role of caring for children and taking care of their parents exposes the sandwich generation to potential stress, depression, and difficulties in managing their responsibilities, ultimately affecting their Subjective Well-Being. Resilience has been recognized as a factor that positively influences Subjective Well-Being. Therefore, this study aimed to investigate the relationship between resilience and Subjective Well-Being in the sandwich generation. A correlational design was employed, involving 129 middle-aged adults aged between 35 and 60 who assumed dual caregiving roles for their parents and children. The Subjective Well-Being Scale and The-14 Resilience Scale (The-14 RS) were used as measurement tools. The research findings revealed high average scores for resilience and Subjective Well-Being. Furthermore, the results indicated a significant positive association between resilience and Subjective Well-Being in the sandwich generation. This finding suggests that higher levels of resilience correspond to elevated levels of Subjective Well-Being among individuals in the sandwich generation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Syifa Yazid Habibah
"Pengalaman membesarkan anak dan merawat orang tua dalam satu waktu yang dialami generasi sandwich menuntut untuk menjalankan dua perannya dengan seimbang. Tanggung jawab ini tidak terlepas dari berbagai macam tantangan yang rentan mengganggu kesejahteraan subjektif individu. Welas asih diri diduga dapat berkaitan dengan kesejahteraan subjektif individu. Penelitian dilakukan menggunakan desain korelasional kepada 130 dewasa madya dengan rentang usia 35-60 tahun yang merawat serta mengasuh anak dan orang tua. Tujuan penelitian ini adalah melihat adanya hubungan antara welas asih diri dan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Alat ukur yag digunakan adalah Skala Kesejahteraan Subjektif dan Self-Compassion Scale Short Form (SCS-SF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa welas asih diri secara signifikan berkorelasi positif dengan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich. Hal ini mengimplikasikan welas asih diri dapat menjadi intervensi untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif pada generasi sandwich.
The experience of raising children and caring for parents at the same time experienced by the sandwich generation demanded that they carry out their two roles in a balanced way. This responsibility is inseparable from various kinds of challenges that are prone to disrupting individual subjective well-being. Self-compassion is thought to be related to individual subjective well-being. The study was conducted using a correlational design with 130 middle adults aged around 35-60 years who cared for their parents and children simultaneously. The purpose of this study was to see a relationship between self-compassion and subjective well-being in the sandwich generation. The measuring tools used are Skala Kesejahteraan Subjektif and Self-Compassion Scale Short Form (SCS-SF). The result showed that self-compassion was positively significant correlated with subjective well-being in sandwich generation. This implies self-compassion can be an intervention to improve subjective well-being in sandwich generation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nadia Tsabita Husna
"Riset evaluasi ini bertujuan untuk menganalisis dampak program Pendidikan Kesetaraan dalam mewujudkan social well-being peserta didik. Literatur terkait topik ini masih belum mengangkat sisi perubahan social well-being peserta didik, padahal aspek ini dapat menjadi perhatian utama yang digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh program bagi penerima manfaat. Evaluasi ini dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan observasi. Kerangka analisis CIPP (Context, Input, Process, Product) digunakan untuk menilai implementasi dan dampak program, analisis SWOT untuk melihat aspek tata kelola program, serta analisis dampak dengan fokus pada parameter social well-being (Personal, Relational, Societal). Hasil evaluasi menunjukkan bahwa implementasi program berdampak cukup baik pada social well-being peserta, terutama pada aspek personal. Program mampu meningkatkan kepuasan hidup peserta, meningkatkan kapabilitas interaksi, serta meningkatkan kepercayaan mereka terhadap institusi yang ada di masyarakat. Lebih lanjut, hasil evaluasi CIPP memperlihatkan bahwa dimensi context dan process lebih menonjol dibandingkan dua dimensi lainnya. Dari sisi tata kelola, keterbatasan dana dan kurangnya SDM tutor masih menjadi kelemahan utama. Hal ini kemudian berpengaruh terhadap implementasi program yang diselenggarakan. Program Pendidikan Kesetaraan terlihat masih fokus pada target output dan kurang memperhatikan outcome atau dampaknya. Sehingga, evaluasi program serupa perlu menaruh perhatian pada dua dimensi tersebut.
This evaluation research aims to analyze the impact of the Education Equivalency Program in creating the student's social well-being. The literature related to this topic still has not addressed the transformation in the student's social well-being, even though this aspect can be the primary concern that is used to see how the program affects the beneficiaries. This evaluation was conducted using qualitative methods with in-depth interviews and observation techniques. The CIPP (Context, Input, Process, Product) framework analysis is used to assess program implementation and impact, SWOT analysis to see the program's governance aspects, and impact analysis focuses on social well-being parameters (Personal, Relational, Societal). The evaluation results showed that the program's implementation had a reasonably good impact on the participants' social well-being, especially on the personal aspect. The program can increase participants' life satisfaction, interaction capabilities, and trust in institutions in the community. Furthermore, the results of the CIPP evaluation show that the context and process dimensions are more prominent than the other two dimensions. In terms of governance, limited funds and lack of human resources for tutors are still the main weaknesses that affect the program's implementation. The Education Equivalency Program still focuses on output targets and less on outcomes or impacts. Thus, evaluating a similar program needs to consider these two dimensions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mutiyari Ayunindya Mudyaningrum
"Pandemi COVID-19 membawa berbagai perubahan dan tantangan bagi individu di seluruh dunia. Berbagai permasalahan muncul dan kemudian menurunkan kebahagiaan (subjective well-being) individu terhadap hidupnya. Salah satu aspek penting yang juga berpengaruh dalam hidup individu yaitu hubungan sosial yang di dalamnya terdapat hubungan berpacaran. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara subjective well-being (SWB) dengan kepuasan berpacaran pada individu dewasa muda di masa Pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif cross-sectional dengan strategi penelitian non-eksperimental. Sebanyak 222 individu dewasa muda yang menjalani hubungan berpacaran mengisi alat ukur Subjective Happiness Scale yang disusun oleh Lyubomirsky dan Lepper (1999), serta alat ukur Relationship Assessment Scale yang disusun oleh Hendrick (1988). Melalui teknik analisis korelasi, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara SWB dengan kepuasan berpacaran. Hasil lain yang didapatkan dari penelitian ini yaitu sebagian besar individu memiliki SWB dan kepuasan berpacaran yang tergolong sedang. Dikarenakan Pandemi COVID-19 diasosiasikan dengan permasalahan yang berdampak negatif, individu dianjurkan untuk tetap menjaga dan/atau meningkatkan perasaan positif terhadap hidup maupun pasangan. Selain itu, individu dianjurkan untuk dapat menyelesaikan atau meminimalisir berbagai permasalahan yang dialami selama Pandemi COVID-19 secara efektif agar tidak menurunkan kebahagiaan dan kepuasan berpacaran.
The COVID-19 Pandemic brings various changes and challenges for individuals around the world. Various problems arise and then reduce the individual's happiness (subjective well-being) towards their life. One important aspect that also influences an individual's life is the social relationship, which include dating relationship. This research aims to see the relationship between subjective well-being (SWB) and dating satisfaction among young adults in COVID-19 Pandemic. This research is a cross-sectional quantitative approach with a non-experimental research strategy. A total of 222 young adults in dating relationships completed the Subjective Happiness Scale by Lyubomirsky and Lepper (1999), as well as the Relationship Assessment Scale by Hendrick (1988). Correlation analysis found that there was a positive and significant relationship between SWB and dating satisfaction. Another result obtained from this study is that most individuals have moderate SWB and dating satisfaction. Because the COVID-19 Pandemic is associated with problems that have a negative impact, individuals are suggested to maintain and increase positive affect towards life and their partners. In addition, individuals are suggested to be able to solve various problems experienced during the COVID-19 Pandemic effectively to avoid decrease lowering of happiness and satisfaction with dating."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Siregar, Launa Qistie
"Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar merupakan salah satu usaha untuk mendukung pendidikan formal yang merata bagi setiap anak. Namun, pada implementasinya tidak terlepas dari berbagai tantangan, sehingga penting bagi guru untuk memiliki karakter yang bersemangat dan berkomitmen terhadap pekerjaannya dalam jangka panjang terlepas dari tantangan yang dihadapi melalui kegigihan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif untuk mengetahui hubungan antar variabel yang melibatkan 111 partisipan. Karakteristik partisipan dalam penelitian ini terdiri dari: guru aktif di tingkat sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) inklusif, pernah atau sedang mengajar minimal 1 anak berkebutuhan khusus (ABK) di dalam kelas, berdomisili di Indonesia, dan telah mengajar selama minimal 1 semester (6 bulan). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur 12-Item Grit Scale (Duckworth dkk., 2007) dan alat ukur Teachers’ Subjective Well-being Questionnaire bahasa Indonesia (Saleh, dkk., n.d). Hasil uji korelasi menggunakan Spearman correlation menemukan bahwa kegigihan dan kesejahteraan subjektif guru memiliki korelasi positif yang signifikan dengan r=0.41**, p<0,01. Hasil penelitian juga menemukan bahwa komponen dalam kegigihan, yaitu: consistency of interest dan perseverance of effort memiliki korelasi positif dan signifikan dengan kesejahteraan subjektif guru di sekolah dasar (SD) inklusif.
Inclusive education at the primary school is one of the efforts to support equality in formal education for every child. However, the implementation cannot be separated from various challenges, such as: increasing teacher assignments, stress due to the diversity of students in the classroom, and lack of competence to deal with special education needs students which can affect the level of teachers' subjective well-being. To face it, teachers need to have passion and consistent character towards their work in the long term regardless of the challenges through grit. This study is a quantitative study to determine the relationship between variables involving 111 participants. The characteristics of the participants in this study consisted of: teachers at the primary inclusive school or madrasah ibtidaiyah (MI), had or was teaching at least 1 special education needs student in the classroom, domiciled in Indonesia, and being a teacher for at least 1 semester (6 months). In this study, researcher used 12-item Grit Scale (Duckworth, et.al., 2007) and Teachers’ Subjective Well-being Questionnaire Indonesian Version (Saleh, et.al, n.d). The results of Spearman correlation found that grit and teachers' subjective well-being had a significant positive correlation with r=0.41**, p<0.01. This research also finds positive correlation between components of grit (consistency of interest and perseverance of effort with teachers’ subjective well-being on inclusive primary school’s teachers."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Marsha Amara Queency
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kesejahteraan subjektif berdasarkan gender antara individu yang tidak bekerja, bekerja, dan mengurus rumah tangga di Indonesia. Metode yang digunakan adalah analisis regresi logistik biner dengan menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status pekerjaan berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan subjektif. Individu yang bekerja dan mengurus rumah tangga memiliki kesejahteraan subjektif lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak bekerja. Perempuan secara keseluruhan memiliki kesejahteraan subjektif lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dapat disimpulkan bahwa status pekerjaan berhubungan positif dengan kesejahteraan subjektif di Indonesia dan perempuan cenderung memiliki kesejahteraan subjektif lebih tinggi dibandingkan laki-laki, baik dalam konteks pekerjaan maupun peran mengurus rumah tangga.
This study aims to compare subjective well-being by gender among individuals who are unemployed, employed, and managing household chores in Indonesia. The method used is binary logistic regression analysis using data from the 2014 Indonesian Family Life Survey (IFLS). The results showed that employment status was significantly positively associated with subjective well-being. Individuals who are employed or doing household chores have higher subjective well-being compared to those who are unemployed. Overall, women had higher subjective well-being compared to men. It can be concluded that employment status is positively associated with subjective well-being in Indonesia, and women tend to have higher subjective well-being compared to men, both in the context of work and household roles."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Roy Akbar Al Rofiq
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara outness dan subjective well-being pada laki-laki homoseksual dewasa muda di wilayah JABODETABEK. Penelitian ini diikuti oleh responden yang berjumlah 100 orang yang terdiri dari laki-laki homoseksual dewasa muda yang berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan meminta kesediaan responden untuk malegisi kuesioner outness dan subjective well-being. Variabel dalam penelitian diukur dengan menggunakan alat ukur Outness Inventory yang dikembangkan oleh Mohr & Fassinger (2000) dan The Satisfaction With Life Scale karya Diener et al. (1985). Melalui penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara kedua variabel yaitu sebesar r = 0.223, yang artinya semakin tinggi skor outness laki-laki homoseksual dewasa muda maka semakin tinggi pula subjective well-being mereka.
This research was conducted to examine the correlation between outness and subjective well-being among homosexual young adult male in JABODETABEK. The number of participants in this study were 100 homosexual young adult male, aged 20-40, who reside in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi. This research was carried out quantitatively using a questionnaire to assess the outness and subjective well-being of the participants. The variables in this research were measured using the Outness Inventory by Mohr & Fassinger (2000) and the Satisfaction With Life Scale by Diener et al. (1985). Analysis of the results proved that there is a significant positive correlation between the two variables with a Pearson?s coefficient of r = 0.540, which means that the higher the outness, the higher the subjective well-being of the homosexual young adult male."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55836
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library