Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96840 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vinia Ardiani Permata
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T59078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Evasari
"Sifilis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum subspesies pallidum (T. pallidum), merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik. Sifilis merupakan penyakit yang progresif dengan gambaran klinis aktif (stadium primer, sekunder, dan tersier) serta periode tidak bergejala (sifilis laten). Sifilis masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan 80-90% kasus baru terjadi di negara berkembang dengan sedikit atau tidak ada akses diagnostik. Sejumlah besar sifilis tidak bergejala. Akibatnya, sebagian sifilis tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan tatalaksana yang baik, sehingga berpotensi menimbulkan gejala sisa serius, manifestasi sifilis tersier, kardiovaskular, neurologik, oftalmologik, otologik, dan berlanjutnya rantai penularan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan rapid Test STANDARD Q Syphilis Ab dengan menggunakan spesimen serum dan darah kapiler dibandingkan dengan TPHA dalam mendeteksi sifilis pada populasi risiko tinggi yang terdiri atas waria, lelaki yang berhubungan seksual dengan lelaki, dan wanita penjaja seks di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Penelitian ini adalah uji diagnostik dengan dengan rancangan studi potong lintang. Hasil penelitian menggunakan spesimen serum memberikan hasil sensitivitas 91,30%, spesifisitas 97,53%, nilai duga positif 95,45%, nilai duga negatif 95,18%, dan akurasi 95,28% dibandingkan dengan TPHA sebagai baku emas. Hasil pengujian dengan spesimen darah kapiler memberikan hasil sensitivitas 84,78%, spesifisitas 98,77%, nilai duga positif 97,50%, nilai duga negatif 91,95%, dan akurasi 93,70% dibandingkan dengan TPHA sebagai baku emas. Kesesuaian hasil rapid test STANDARD Q Syphilis Ab antara spesimen serum dan darah kapiler sangat baik (κ = 0,8223). Rapid test STANDARD Q Syphilis Ab dapat dijadikan alternatif uji treponemal dalam menunjang diagnosis sifilis, baik sebagai penapisan rutin maupun konfirmasi hasil uji nontreponemal serta penggunaan spesimen darah kapiler dapat dijadikan alternatif uji treponemal yang lebih cepat dan mudah dilakukan.

Syphilis is a chronic and systemic disease caused by Treponema pallidum subspecies pallidum (T. pallidum). Syphilis is a progressive disease with active clinical features (primary, secondary, and tertiary syphilis) and asymptomatic periods (latent syphilis). Syphilis is still a worldwide health problem with 80-90% of new cases occurring in developing countries with little or no diagnostic access. A large number of syphilis are asymptomatic. As a result, some syphilis is undiagnosed and does not get good management, potentially causing serious sequelae, the manifestation of tertiary syphilis, cardiovascular, neurologic, ophthalmologic, otologic, and continuous chain of transmission. This study aimed to assess STANDARD Q Syphilis Ab's rapid test capability using serum and fingerprick whole blood specimens compared with TPHA in detecting syphilis in high-risk populations comprised of transgenders, men who have sex with men, and female sexual workers in Puskesmas Pasar Rebo. This study is a diagnostic test with a cross sectional study design. The results of this study using serum specimens were sensitivity of 91.30%, specificity of 97.53%, positive predictive value 95.45%, negative predictive value of 95.18%, and accuration 95.28%, compared to TPHA as the gold standard. Test results with fingerprick whole blood specimens gave sensitivity of 84.78%, specificity of 98.77%, positive predictive value of 97.50%, negative predictive value of 91.95%, and accuration 93.70%, compared to TPHA as the gold standard. Compatibility of rapid test STANDARD Q Syphilis Ab results between serum and fingerprick whole blood specimens was very good (κ = 0.8223). Rapid test STANDARD Q Syphilis Ab can be used as an alternative treponemal test in supporting syphilis diagnosis, either as routine screening or confirmation of nontreponemal test result and the use of fingerprick whole blood specimen can be used as treponemal test alternative which is faster and easier to do.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Effendi
"ABSTRAK
Sifilis merupakan penyakit multistadium yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual. Saat ini penggunaan uji polymerase chain reaction (PCR) untuk Treponema pallidum telah banyak digunakan dan diharapkan mampu mengurangi masalah dalam uji diagnostik sifilis. Hasil uji PCR Treponema pallidum dipengaruhi oleh jenis spesimen, metode PCR dan gen target. Penelitian ini ditujukan untuk menilai penggunaan darah dan serum untuk uji multiplex nested PCR dengan gen target 23S rRNA Treponema pallidum. Studi potong lintang dilakukan dari bulan April 2015 - April 2016. Pengambilan sampel secara konsekutif dari pasien dengan gambaran klinis sifilis sekunder yang datang ke poliklinik Infeksi Menular Seksual (IMS) di Jakarta. Uji PCR dilakukan terhadap 122 spesimen klinis (61 darah dan 61 serum). Uji serologi rapid plasma reagin (RPR) dan Treponema pallidum Haemagglutination Assay (TPHA) dilakukan pada semua serum. Hasil positif uji PCR darah sebesar 22,95% dan serum sebesar 6,56%, sedangkan hasil positif uji serologi sebesar 68,85%. Pada hasil uji serologi positif, proporsi hasil positif uji multiplex nested PCR Treponema pallidum darah sebesar 30,95% dibandingkan serum 9,52%. Uji PCR terhadap darah mampu mendeteksi 3,25 kali lebih tinggi daripada serum. Penggunaan darah memberikan nilai kepositivan yang lebih tinggi dibandingkan serum pada uji multiplex nested PCR Treponema pallidum menggunakan gen target 23S rRNA

ABSTRACT
Syphilis is a multistage disease transmitted primarily through sexual intercourse. Nowadays, polymerase chain reaction (PCR) test for Treponema pallidum has been widely used and expected to overcome problems in diagnostic test for syphilis. The PCR Treponema pallidum are influenced by type of specimens, PCR methods and gene targets. This study is aim to assess the use of blood and serum using multiplex nested PCR Treponema pallidum targeting 23S rRNA. Cross-sectional study was conducted from April 2015 - April 2016. Sampling was carried out consecutively from patients with clinical features of secondary syphilis who came to sexual transmitted infection (STI) clinics in Jakarta. PCR test performed on 122 clinical specimen ( 61 blood and 61 serum). All serum were tested with RPR and TPHA assay. The positive results of PCR test on blood was 22,95% and serum was 6,56%, while the positive results of serology was 68,85%. On positive serological test results, the proportion of positive results of multiplex nested PCR Treponema pallidum on blood was 30,95% compared to serum 9,52%. PCR test on blood is able to detect 3,25 times higher than serum. The use of blood give a higher positivity compared to serum in multiplex nested PCR Treponema pallidum using 23S rRNA gene target."
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony Handoko
"Human papillomavirus (HPV) adalah sekelompok virus DNA yang bersifat epiteliotropik. Virus ini menginfeksi kulit dan mukosa serta bersifat spesifik hanya pada manusia. Dahulu HPV dianggap hanya merupakan satu tipe virus sebagai penyebab infeksi, tetapi dengan berkembangnya penelitian dalam bidang biomolekular, dengan metode hibridisasi dan polymerise chain reaction (PCR) ternyata ditemukan banyak tipe HPV.2 Hingga saat ini telah diidentifikasi sekitar 200 tipe HPV yang dapat bermanifestasi menjadi berbagai bentuk gambaran klinis dan lokasi, mulai dari Iasi kulit jinak, misalnya warts, kondilomata akuminata, hingga keganasan anogenital, yaitu karsinoma serviks.3 Terdapat 2 kelompok tipe HPV yaitu tipe high-risk HPV dan tipe low-risk HPV, sesuai hubungannya dengan keganasan.4 Sampai saat ini terdapat sekitar 15 tipe high-risk HPV dan tipe ini ditemukan pada 90 - 95% kasus karsinoma serviks, terutama tipe high-risk HPV 16, selain tipe 18, 31, 33, dan 35.3.4.
Infeksi HPV ditularkan melalui kontak langsung dengan partikel virus, antara lain melalui hubungan seksual, sehingga infeksi HPV genital dapat dianggap sebagai salah satu penyakit infeksi menular seksual. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wanita yang aktif seksual, berisiko tinggi terkena infeksi HPV genital, dan risiko ini akan semakin meningkat bila mempunyai banyak pasangan seksual, frekuensi hubungan seksual yang tinggi, serta melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia dini. Karena pekerjaan yang dijalankan, maka para wanita penjaja seks (WPS) dianggap merupakan kelompok berisiko tinggi untuk terkena infeksi high-risk HPV genital dan karsinoma serviks di kemudian hari.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2004 oleh Mak R dkk terhadap WPS di Belgia, terdapat prevalensi infeksi high-risk HPV sebesar 55,9%. Dengan tersedianya fasilitas laboratorium yang mampu melakukan metode hibridisasi untuk mendeteksi kelompok HPV dan metode PCR untuk penentuan tipe HPV, serta terkumpulnya sampel yang cukup, maka diharapkan dapat diperoleh data mengenai proporsi kepositivan high-risk HPV beserta tipenya pada kalangan WPS. Hal ini akan sangat berguna mengingat karsinoma serviks merupakan salah satu jenis keganasan tersering pada wanita, sehingga penting dilakukan deteksi dini terhadap infeksi high-risk HPV genital yang dapat berkembang menjadi keganasan serviks di kemudian hari. Keterbatasan penelitian ini pada metode hibridisasi, yaitu menggunakan probe yang berisi 13 tipe high-risk HPV serta metode PCR yang hanya menggunakan primer untuk menentukan 5 tipe high-risk HPV, yaitu tipe 16, 18, 31, 33, dan 35."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadi Rihatmadja
"Sepengetahuan penulis, belum ada data koinfeksi VHS-2 dan T. pailidum pada individu yang terinfeksi HIV di Indonesia. Mengingat tingginya transmisi HIV melalui rute heteroseksual di Indonesia maka kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi kedua 1MS tersebut. Data yang diperoleh diharapkan dapat berguna bagi program pencegahan transmisi HIV di Indonesia. Diagnosis infeksi kedua IMS pada penelitian ini akan dinyatakan dengan kepositivan pemeriksaan serologik antibodi terhadap VHS-2 serta RPR dan TPHA.
Penelitian ini akan dilakukan di Poliklinik Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kelompok ini dibentuk sejak ,kasus AIDS ditemukan pertama kali di Indonesia tahun 1986. Pokdisus AIDS mengerjakan berbagai aktivitas yang terkait dengan pengendalian HIVIAIDS, termasuk pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan, Iayanan telepon hotline khusus AIDS, konseling dan pemeriksaan laboratorium, akses ke fasilitas diagnostik dan pengobatan, dan juga berfungsi sebagai pusat rujukan. Dalam kegiatannya tersebut Pokdisus AIDS telah membantu Iebih dari 1000 orang penderita infeksi HIVIAIDS memperoleh ()bat antivirus sejak tahun 1999. Dalam dua tahun terakhir, Pokdisus AIDS menangani kira-kira 700-800 kasus infeksi HIV baru. Selain kegiatan medis, Pokdisus AIDS juga melakukan berbagai penelitian pada populasi penderita HIVIAIDS khususnya di Jakarta. Dari penelitian yang pemah dilakukan, dapat dikemukakan di sini bahwa herpes simpleks merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering dijumpai, dan infeksi HIV di kalangan IDU amat tinggi, hingga mencapai 80%.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
5
1. Berapakah proporsi kepositivan pemeriksaan antibodi (IgG) terhadap VHS-2 pada pasien HIV/AIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
2. Berapakah proporsi kepositivan pemeriksaan serologik terhadap Treponema pallidum (RPR dan TPHA) pada pasien HIVIAIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
3. Faktor sosiodemografi dan perilaku seksual apakah yang berhubungan dengan kepositivan pemeriksaan IgG VHS-2, RPR dan TPHA pada pasien HIVIAIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niode, Nurdjanah Jane
"Hepatitis B merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual, sehingga kelompok risiko tinggi seperti WPS rentan terhadap kemungkinan terinfeksi penyakit ini dan juga menularkannya kepada orang lain.
Di Sulawesi Utara belum ada penelitian tentang prevalensi hepatitis 8 di kalangan risiko tinggi termasuk WPS.Jumlah WPS di Bitung, Sulawesi Utara cukup tinggi, sehingga perlu diketahui seberapa besar masalah hepatitis B dan hubungannya dengan -pengetahuan, sikap, Berta perilaku mereka terhadap penya kit tersebut.
RUMUSAN MASALAH
a. Berapakah prevalensi kepositivan serologik HBsAg pada WPS di Bitung ?
b. Bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku WPS di Bitung terhadap hepatitis B?
c. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap hepatitis B pada WPS di Bitung dengan kepositivan serologik HBsAg?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Novi Yanti
"Sifilis adalah penyakit menular seksual kronik yang memiliki manifestasi klinis yang bervariasi dan menetap untuk waktu yang lama. Neurosifilis merupakan salah satu komplikasi sifilis sistemik dengan temuan di cairan serebrospinal dengan atau tanpa gejala yang jelas. Pemeriksaan yang saat ini tersedia dalam mendukung diagnosis hanya tersedia pemeriksaan analisis cairan serebrospinal dan serologi Treponema pallidum. Saat ini belum diketahui prevalensi neurosifilis di rumah sakit peneliti dan profil serologi Treponema pallidum dari bahan cairan serebrospinal.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang, dilakukan November 2017-Maret 2018 terhadap 50 cairan serebrospinal dan darah yang diperiksakan analisis cairan serebrospinal dengan keterangan klinis terduga infeksi intrakranial. Serum dan cairan serebrospinal diperiksakan RPR, TPHA, anti-Treponema pallidum ELISA IgG dan khusus cairan serebrospinal diperiksa pula rapid test Treponema pallidum. Uji statistik menggunakan chi quare and Fisher exact test.
Dari penelitian terhadap 50 cairan serebrospinal dan serum didapatkan rapid test Treponema pallidum, RPR dan TPHA cairan serebrospinal reaktif 4(8%). Dari bahan serum didapatkan RPR reaktif 8(16%) dan TPHA reaktif 9(18%). Anti-Treponema pallidum ELISA IgG positif 4 sampel (8%). Dari 50 sampel didapatkan 7 (14%) neurosifilis, 4 confirmed neurosyphilis dan 3 probable neurosyphilis sesuai kriteria Center for Disease Control and Prevention. Profil analisis cairan serebrospinalnya tidak berwarna, jernih, tidak ada bekuan, hitung sel 12.71 ±9.20 sel/μl, dominasi mononuklear 11.57±9.47 sel/μl, Pandy positif, protein cairan 42.29±21.49 mg/dl, glukosa cairan 55±5.16 mg/dl, glukosa serum 101.04±20.10 mg/dl, dan klorida 122.14±2.48 mEq/L. Pemeriksaan RPR, TPHA, dan anti-Treponema pallidum ELISA IgG dengan bahan serum dan cairan serebrospinal memiliki hubungan bermakna.
Dari penelitian ini didapatkan 14% sesuai dengan neurosifilis dari populasi penelitian dan didapatkan 85.71% dengan HIV reaktif. Pada pasien HIV disarankan RPR dan TPHA serum untuk pemeriksaan skrining sifilis.

Syphilis is a chronic sexually transmitted disease that has varying clinical manifestations and persist for a long time. Neurosyphilis is one of the complications of systemic syphilis with findings in cerebrospinal fluid with or without obvious symptoms. Examinations currently available for diagnostic support were cerebrospinal fluid analysis and serology of Treponema pallidum. There is currently no known prevalence of neurosyphilis in the research hospital and serologic profile of Treponema pallidum from cerebrospinal fluid.
This study was a cross sectional study, conducted November 2017-March 2018 against 50 cerebrospinal fluid and blood samples that examined cerebrospinal fluid analysis with clinical information of suspected intracranial infection. Serum and cerebrospinal fluid examined by RPR, TPHA, anti-Treponema pallidum ELISA IgG and particulary rapid test Treponema pallidum for cerebrospinal fluid. Statistic tests were chi quare and Fisher exact test.
From a total of 50 cerebrospinal fluid and serum, 4(8%) had reactive cerebrospinal fluid T. pallidum rapid tests, RPRs and TPHAs. From serum there were 8(16%) reactive RPRs and 9(18%) reactive TPHAs. Anti-Treponema pallidum ELISA IgG was positif 4 samples (8%). Among the 50 samples, 7 (14%) had neurosyphilis, 4 were confirmed neurosyphilis and 3 were probable neurosyphilis according to Center for Disease Control and Prevention criteria. The cerebrospinal fluid analysis profile is colorless, clear, without clot, cell count 12.71±9.20 cells/μl, mononuclear 11.57±9.47 cells/μl, positive for Pandy, cerebrospinal fluid protein 42.29±21.49 mg/dl, glucose 55±5.16 mg/dl, serum glucose 101.04±20.10 mg/dl, and chloride 122.14±2.48 mEq/L. Rapid Plasma Reagin, TPHA, and anti-Treponema pallidum ELISA IgG were associated between serum specimen and cerebrospinal fuid.
Neurosyphilis was found in 14% of our patient population and 85.71% was reactive for HIV. Rapid Plasma Reagin and TPHA in sera were recommended for syphilis screening for HIV patient."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Sifilis adalah penyakit menular seksual kronik yang memiliki manifestasi klinis yang bervariasi dan menetap untuk waktu yang lama. Neurosifilis merupakan salah satu komplikasi sifilis sistemik dengan temuan di cairan serebrospinal dengan atau tanpa gejala yang jelas. Pemeriksaan yang saat ini tersedia dalam mendukung diagnosis hanya tersedia pemeriksaan analisis cairan serebrospinal dan serologi Treponema pallidum. Saat ini belum diketahui prevalensi neurosifilis di rumah sakit peneliti dan profil serologi Treponema pallidum dari bahan cairan serebrospinal. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang, dilakukan November 2017-Maret 2018 terhadap 50 cairan serebrospinal dan darah yang diperiksakan analisis cairan serebrospinal dengan keterangan klinis terduga infeksi intrakranial. Serum dan cairan serebrospinal diperiksakan RPR, TPHA, anti-Treponema pallidum ELISA IgG dan khusus cairan serebrospinal diperiksa pula rapid test Treponema pallidum. Uji statistik menggunakan chi quare and Fisher exact test. Dari penelitian terhadap 50 cairan serebrospinal dan serum didapatkan rapid test Treponema pallidum, RPR dan TPHA cairan serebrospinal reaktif 4 8 . Dari bahan serum didapatkan RPR reaktif 8 16 dan TPHA reaktif 9 18 . Anti-Treponema pallidum ELISA IgG positif 4 sampel 8 . Dari 50 sampel didapatkan 7 14 neurosifilis, 4 confirmed neurosyphilis dan 3 probable neurosyphilis sesuai kriteria Center for Disease Control and Prevention. Profil analisis cairan serebrospinalnya tidak berwarna, jernih, tidak ada bekuan, hitung sel 12.71 9.20 sel/ l, dominasi mononuklear 11.57 9.47 sel/ l, Pandy positif, protein cairan 42.29 21.49 mg/dl, glukosa cairan 55 5.16 mg/dl, glukosa serum 101.04 20.10 mg/dl, dan klorida 122.14 2.48 mEq/L. Pemeriksaan RPR, TPHA, dan anti-Treponema pallidum ELISA IgG dengan bahan serum dan cairan serebrospinal memiliki hubungan bermakna. Dari penelitian ini didapatkan 14 sesuai dengan neurosifilis dari populasi penelitian dan didapatkan 85.71 dengan HIV reaktif. Pada pasien HIV disarankan RPR dan TPHA serum untuk pemeriksaan skrining sifilis.
ABSTRACT
Syphilis is a chronic sexually transmitted disease that has varying clinical manifestations and persist for a long time. Neurosyphilis is one of the complications of systemic syphilis with findings in cerebrospinal fluid with or without obvious symptoms. Examinations currently available for diagnostic support were cerebrospinal fluid analysis and serology of Treponema pallidum. There is currently no known prevalence of neurosyphilis in the research hospital and serologic profile of Treponema pallidum from cerebrospinal fluid. This study was a cross sectional study, conducted November 2017-March 2018 against 50 cerebrospinal fluid and blood samples that examined cerebrospinal fluid analysis with clinical information of suspected intracranial infection. Serum and cerebrospinal fluid examined by RPR, TPHA, anti-Treponema pallidum ELISA IgG and particulary rapid test Treponema pallidum for cerebrospinal fluid. Statistic tests were chi quare and Fisher exact test. From a total of 50 cerebrospinal fluid and serum, 4 8 had reactive cerebrospinal fluid T. pallidum rapid tests, RPRs and TPHAs. From serum there were 8 16 reactive RPRs and 9 18 reactive TPHAs. Anti-Treponema pallidum ELISA IgG was positif 4 samples 8 . Among the 50 samples, 7 14 had neurosyphilis, 4 were confirmed neurosyphilis and 3 were probable neurosyphilis according to Center for Disease Control and Prevention criteria. The cerebrospinal fluid analysis profile is colorless, clear, without clot, cell count 12.71 9.20 cells/ l, mononuclear 11.57 9.47 cells/ l, positive for Pandy, cerebrospinal fluid protein 42.29 21.49 mg/dl, glucose 55 5.16 mg/dl, serum glucose 101.04 20.10 mg/dl, and chloride 122.14 2.48 mEq/L. Rapid Plasma Reagin, TPHA, and anti-Treponema pallidum ELISA IgG were associated between serum specimen and cerebrospinal fuid. Neurosyphilis was found in 14 of our patient population and 85.71 was reactive for HIV. Rapid Plasma Reagin and TPHA in sera were recommended for syphilis screening for HIV patient. "
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Febrianti
"Infeksi Chlamydia trachomatis (CT) genital merupakan penyebab infeksi menular seksual (IMS) terbanyak baik di negara industri, maupun di negara berkembang. Prevalensi infeksi ini bervariasi bergantung pada faktor risiko, kelompok populasi yang diteliti, dan metode pemeriksaan yang digunakan. Penelitian meta-analisis di tahun 2005 melaporkan bahwa prevalensi infeksi CT berkisar antara 3,3% hingga 21,5%.5 Prevalensi infeksi CT pada wanita risiko tinggi meningkat 8 kali lipat dibandingkan dengan wanita risiko rendah. Penelitian tahun 2001 di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mufya Jaya mendapatkan angka kejadian infeksi CT adalah 31,1% dengan metode probe DNA PACE 2® dan 27,8% dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) Chlamydiazime®. Data tahun 2004 hingga 2005 di PSKW Mulya Jaya berdasarkan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear (PMN) tanpa ditemukan penyebab spesifik dengan pewarnaan gram, menunjukkan bahwa insidens infeksi genital nonspesifik sebesar 11,1%. Morbiditas dan komplikasi infeksi CT mempengaruhi kesehatan reproduksi wanita akan menimbulkan masalah ekonomi dan psikososial yang serius. Penyakit ini pada wanita dapat menimbulkan gejala uretritis, servisitis, dan penyakit radang panggul (PRP). Selanjutnya dapat terjadi nyeri panggul kronis, kehamilan ektopik, serta infertilitas. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat Iebih dari 4 juta kasus Baru infeksi CT setiap tahun dan akibatnya 50.000 wanita mengalami infertilitas. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi CT dapat menderita konjungtivitis dan/atau pneumonia. Selain itu, infeksi CT juga meningkatkan risiko terkena infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan menderita kanker serviks.
Umumnya infeksi CT bersifat asimtomatik pada 75-85% wanita dan pada 50-90% pria, sehingga penderita tidak mencari pengobatan. Individu terinfeksi CT yang asimtomatik merupakan sumber penuiaran di masyarakat, khususnya wanita penjaja seks (WPS) yang berganti-ganti pasangan seksual. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan uji diagnostik infeksi CT terhadap semua wanita seksual aktif usia <20 tahun; wanita baik usia 20-24 tahun, maupun usia >24 tahun dengan salah satu faktor risiko sebagai berikut: tidak selalu menggunakan kondom, atau mempunyai pasangan seks baru, atau memiliki pasangan seks >1 selama 3 bulan terakhir; serta wanita hamil. Skrining CT pada kelompok wanita risiko tinggi efektif menurunkan insidens infeksi CT dan risiko terjadinya sekuele jangka panjang. Dengan demikian, diperLukan uji diagnostik untuk deteksi infeksi CT yang cepat dan sederhana, sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat serta efektif pada kunjungan pertama guna mencegah transmisi dan komplikasi penyakit lebih lanjut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>