Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144816 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silmi Kaffa
"Novasi atau pembaharuan utang adalah salah satu cara berakhirnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Terdapat 3 (tiga) jalan dalam melakukan novasi, yaitu pergantian perikatan lama dengan perikatan baru (novasi objektif), pergantian kreditur lama dengan kreditur baru (novasi subjektif aktif), dan pergantian debitur lama dengan debitur baru (novasi subjektif pasif). Perjanjian alih debitur merupakan salah satu contoh peristiwa novasi subjektif pasif karena adanya pergantian antara debitur lama menjadi debitur baru. Selain harus memenuhi syarat-syarat perjanjian, dalam peristiwa novasi subjektif pasif ini juga harus memenuhi syarat-syarat lain agar novasi dapat dikatakan telah terjadi dan sah. Salah satunya terkait adanya persetujuan dari kreditur bahwa kerditur telah menyetujui dan membebaskan debitur lama dari kewajiban utangnya yang digantikan oleh debitur baru. Penelitian ini membahas suatu kasus terkait keabsahan suatu perjanjian alih debitur Kredit Pemilikan Rumah di bawah tangan tanpa sepengetahuan pihak bank selaku kreditur dalam Putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor 64/Pdt.G/2018/PN.Cbn. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perjanjian alih debitur di bawah tangan yang dibuat oleh debitur lama dengan debitur baru tanpa diketahui dan disetujui oleh bank selaku kreditur dapat dikatakan tidak sah karena tidak memenuhi syarat terjadinya novasi subjektif pasif dengan sempurna, sehingga keberlakuannya dapat dinyatakan batal demi hukum.

Novation or renewal of debt is one way to end an agreement as regulated in Article 1381 of the Civil Code. There are 3 (three) ways to novation, namely the replacement of old engagement with new engagement (objective novation), the replacement of old creditors with new creditors (active subjective novation), and the replacement of old debtors with new debtors (passive subjective novation). Debtor transfer agreement is an example of a passive subjective novation event because there is a change between old debtors to become new debtors. In addition to meeting the conditions of the agreement, in the event of passive subjective novation, it must also fulfill other conditions so that novation can be said to have happened and is valid. One of them relates to the approval of the creditor that the creditor has approved and freed the old debtor from the debt obligations which were replaced by the new debtors. This study discusses a case related to the validity of an agreement over the ownership of a mortgage under the hand without the knowledge of the bank as a creditor in the Cirebon District Court Decision Number 64/Pdt.G/2018/PN.Cbn. The research method used is normative juridical analytical descriptive. The result of this study is the under the hand debtor over agreement made by the old debtor with the new debtor without being known by the bank as the creditor can be said to be invalid because it does not meet the requirements of passive subjective novation perfectly, so that its validity can be declared null and void by law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairinaya Nizliandry
"Pembubaran badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Bab X Undang-Undang Perseroan Terbatas. Pembubaran PT wajib diikuti dengan proses likuidasi oleh Likuidator. Likuidator secara umum memiliki tugas untuk melakukan pemberesan harta kekayaan PT, namun di dalam undang-undang tidak diatur secara rinci mengenai batasan wewenang Likuidator terkait hal tersebut. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para krediturnya seperti yang terjadi pada pembubaran PT A, dimana di dalam proses likuidasinya kreditur diberikan opsi novasi piutangnya kepada perusahaan induk PT A yang juga merupakan debitur PT A. Penelitian ini akan menganalisis mengenai wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab Likuidator yang berasal dari luar PT serta implikasi dari penandatanganan perjanjian novasi oleh Likuidator bagi krediturnya. Untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini digunakan metode yuridis normatif yang dilengkapi dengan wawancara dengan narasumber terkait. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perbuatan pemberesan dalam proses likuidasi haruslah dipandang secara luas meliputi penyelesaian utang piutang. Oleh karena itu, wewenang dan kewajiban Likuidator menjadi lebih luas dari yang diberikan oleh undang-undang, termasuk di dalamnya wewenang untuk menandatangani perjanjian novasi dengan kreditur dan debiturnya. Adapun saran yang diberikan dari penelitian ini yaitu membuat pengaturan secara rinci dan terang mengenai batasan tugas dan wewenang Likuidator dalam undang-undang serta pentingnya peran aktif RUPS dalam mengatur mengenai batasan tersebut.

Dissolution of a business entity in the form of a Limited Liability Company (LLC) is regulated in Chapter X of the Company Law. The dissolution of the LLC must be followed by a liquidation process by the Liquidator. Liquidator generally has the duty to settle the assets of a LLC, but the law does not regulate in detail the limits of the Liquidator's authority in this regard. This situation can cause legal uncertainty for its creditors as happened at PT A’s dissolution, in which at their liquidation process the creditors are given the option of novation of their receivables to PT A’s parent company which is also the debtor of PT A. This study will analyze the authorities, obligations, and responsibilities of Liquidators from outside the LLC and the implications of the signing of novation agreement by the Liquidator for creditors. To answer the problems in this study, normative legal research was used and complemented by interviews with relevant informants. The results of this study indicate the settlement in the liquidation process must be viewed comprehensively, including the settlement of accounts payable. Therefore, the authorities and obligations of the Liquidator are broader than those provided by law, including the authority to sign novation agreements with their creditors and debtors. Suggestions given from this study are to make detailed and clear arrangements regarding the limits of the Liquidator's duties and authorities in the law and the importance of the active role of the GMS in regulating these limits."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denisa Khairani
"Pembaharuan utang (Novasi) merupakan salah satu upaya Peralihan utang atas terjadinya kredit macet yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya pembayaran kredit oleh debitur. Penelitian ini membahas mengenai peralihan utang dari debitur lama kepada debitur baru yang seharusnya dilakukan dengan persetujuan kreditur namun dalam kasus ini pembaharuan utang yang dilakukan tanpa persetujuan kreditur, Peralihan utang dari debitur lama kepada debitur baru dengan persetujuan kreditur dikenal sebagai Novasi Subjektif Pasif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keabsahan pembebanan jaminan fidusia, surat outstanding utang sebagai alat bukti peralihan hak, serta keabsahan eksekusi yang dilakukan oleh kreditur secara sepihak dengan bantuan Pihak Kepolisian dalam Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor 11/Pdt.G/2019/PN SLK. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Doktrinal, yang dilakukan berdasarkan norma hukum yang terdapat dalam peraturan tertulis serta norma dalam masyarakat. Permasalahan yang diajukan kepada pengadilan adalah Pertama, terkait keabsahan pembebanan jaminan fidusia , pembebanan jaminan fidusia tidak sah dalam perkara ini dikarenakan dilakukan dengan akta dibawah tangan, sedangkan seharusnya dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia yang berbentuk Akta Jaminan Fidusia. Kedua, terkait keabsahan surat outstanding utang sebagai alat bukti peralihan hak, Novasi subjektif pasif seharusnya dilakukan dengan persetujuan kreditur secara tertulis, surat outstanding utang bukan merupakan alat bukti peralihan hak yang sah dikarenakan tidak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata dimana tidak terkandung di dalamnya pernyataan bahwa utang tersebut beralih dari debitur lama kepada debitur baru. Ketiga, terkait keabsahan eksekusi jaminan fidusia oleh kreditur secara sepihak dengan bantuan pihak kepolisian, eksekusi jaminan fidusia secara langsung tidak dapat dilakukan oleh penerima fidusia atau kreditur dengan bantuan dari pihak kepolisian tanpa diterbitkannya surat pelaksanaan eksekusi oleh Pengadilan Negeri. Namun, dalam hal terjadinya tindak pidana yaitu pengalihan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia maka dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian untuk dilakukan penyitaan.

Debt renewal (Novation) is one attempt to transfer debt to the occurrence of bad credit caused by non-fulfillment of credit payments by the debtor. This study discusses the transfer of debt from the old debtor to the new debtor which should be done with the creditor's approval, but in this case the debt renewal was carried out without the creditor's approval. The transfer of debt from the old debtor to the new debtor with the creditor's approval is known as Passive Subjective Novation. This study aims to analyze the legitimacy of imposing fiduciary guarantees, outstanding debt securities as evidence of the transfer of rights, and the validity of executions carried out by creditors unilaterally with the assistance of the police in the Solok District Court Decision Number 11/Pdt.G/2019/PN SLK. The research method used is doctrinal research based on legal norms contained in written regulations and societal norms. The problems submitted to the court are, First, related to the legitimacy of the imposition of fiduciary guarantees, the imposition of fiduciary guarantees is invalid because it was carried out under an underhand deed. In contrast, it should have been drawn up with a notarial deed in Indonesian as a Deed of Fiduciary Guarantees. Second, regarding the validity of the outstanding debt certificate as evidence of the transfer of rights, passive subjective novation should be carried out with the approval of the creditor in writing, and the outstanding debt certificate is not valid evidence of the transfer of rights because it is not following the terms of the agreement in Article 1320 of the Civil Code which does not contain in it a statement that the debt was transferred from the old debtor to the new debtor. Third, regarding the validity of executing fiduciary guarantees by creditors unilaterally with the assistance of the police, direct execution of fiduciary guarantees cannot be carried out by fiduciary recipients or creditors with assistance from the police without issuing a letter of execution by the District Court. However, if a crime occurs, namely the transfer of the fiduciary guarantee object without the written consent of the fiduciary recipient, it can be reported to the police for confiscation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Surahman
"Dalam dunia usaha saat ini, penggunaan Surat Berharga Komersil biasa dilakukan untuk memperoleh fasilitas pembiayaan jangka pendek untuk menambah modal kerja perusahaan. Skripsi ini membahas tiga hal, yaitu: (1) bagaimana tanggung jawab hukum para pihak dalam transaksi Surat Berharga Komersial; (2) apakah Trade Confirmation of Promissory Notes dapat dianggap sebagai novasi; dan (3) apakah Surat Berharga Komersial telah daluwarsa.
Hasil penelitian dengan metode deskriptif ini menunjukkan bahwa: (1) ) tanggung jawab hukum para pihak dalam transaksi Surat Berharga Komersial melekat pada masing-masing pihak sesuai kapasitasnya; (2) Trade Confirmation of Promissory Notes tidak dapat dianggap sebagai novasi. Issuer masih terkait dan bertanggung jawab atas utang-piutang dalam perikatan dasar, sehingga investor masih mempunyai hak tagih atas utang-piutang tersebut; dan (3) Surat Berharga Komersial telah daluwarsa, namun perikatan dasarnya belum daluwarsa. Oleh karena itu, issuer masih bertanggung jawab atas utang piutang, sehingga investor masih dapat melakukan penuntutan atas utang-piutang.

In present business world, the usage of commercial paper commonly perfomed to obtain short term financing facility in addition of corporate working capital. This thesis discusses three issues, namely: (1) how the legal responsibility of the parties in commercial paper transactions, (2) whether the Trade Confirmation of Promissory Notes can be considered as a novation, and (3) whether the Securities Commercial has expired.
The results of this descriptive method reaserch showed that: (1) the legal responsibilities of the parties in commercial paper transactions are attached to each party according to its capacity, (2) Trade Confirmation of Promissory Notes should not be construed as a novation. Issuers are still relevant and responsible for the debts of the underlying agreement, so that investor still have the right to bill for these debts, and (3) Commercial paper has expired, but the underlying agreement has not expired. Therefore, the issuer is still liable for debts, so that investors can still make the prosecution of debts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1293
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R Wahyu Ari Antono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22206
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Elisabeth
"Peralihan hak atas tanah dan bangunan rumah harus dibuktikan dengan jelas dan secara tertulis, yang pada prinsipnya haruslah dilakukan secara terang dan tunai di hadapan Pejabat yang berwenang. Begiu juga dengan peralihan kredit pemilikan tanah dan bangunan rumah dari debitur lama kepada debitur baru, yang harus dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan dari kreditur serta harus dapat dibuktikan dengan sebuah akta autentik yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Metode Penelitian ini adalah Doktrinal dan Studi Pustaka. Penelitian ini menjelaskan tentang prosedur yang perlu diketahui Masyarakat dalam perbuatan hukum peralihan kepemilikan atas tanah dan bangunan rumah dan peralihan kredit atas tanah dan bangunan rumah yang harus dilakukan secara tegas dan tertulis dalam suatu akta autentik yang dibuat oleh Notaris dan/atau PPAT, karena peralihan kredit pemilikan rumah merupakan bentuk dari Perjanjian Novasi Subyektif Pasif yang mensyaratkan diharuskannya peralihan dibuat dalam suatu akta. Apabila dilakukan di bawah tangan maka perjanjian peralihan tersebut tidak sah, kecuali dikuatkan melalui Penetapan atau Putusan dari Pengadilan Negeri yang menyatakan telah terjadi suatu perjanjian peralihan Novasi Subyektif Pasif dalam Kredit Pemilikan Tanah dan Bangunan Rumah.

The transfer of Rights to Land and House buildings must be proven clearly and in writing, which in principle must be carried out in cash and clearly before an authorized Officer, likewise, with the transfer of land and building mortgage loans from the previous debtor to the new one. The transfer must be carried out with the consent and approval of the creditor and should be proven by an authentic deed made by an authorized officer in this case Notary and/or Land Deed Officer (PPAT). This research method is a doctrinal and literature study. This research explains the procedures that the Community needs to know in the legal act of transferring ownership of land and house buildings and the transfer of mortgage loans for Land and house with an authentic deed. Because the transfer of credit for Land and House Buildings is a form of Passive Subjective Novation Agreement, which requires the transfer to be made in a deed. If it is done under the hand, the transfer agreement is not valid, unless it strengthened through a Stipulation or Decision from the District Court stating that there has been a Passive Subjective Novation transfer agreement in the Land and Building Ownership Loans."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stientje, Ambat
"Kredit Pemilikan Rumah jika diselesaikan dengan jangka waktu yang disetujui dalam perjanjian kredit tentunya tidak menimbulkan masalah, akan tetapi sering terjadi pihak debitur tidak lagi meneruskan pembayaran kreditnya dengan alasan tidak sanggup membayar lagi, ingin pindah tempat ataupun alasan lainnya, sehingga mereka ingin mengalihkan kredit pemilikan rumah yang menjadi kewajibannya kepada pihak lain. Akan tetapi, sering pengalihan kredit ini dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang sesungguhnya dan hanya melalui bukti pengalihan berupa surat di bawah tangan dan bahkan hanya berupa kwitansi saja. Yang lebih meresahkan lagi pengalihan ini terjadi dari tangan ke tangan sampai beberapa kali. Ada juga pembeli/debitur baru yang ingin melindungi haknya dengan datang ke Notaris dengan membuat Surat Pengikatan Jual Beli secara di bawah tangan dikuatkan dengan Akta Kuasa secara notariil.
Yang menjadi masalah tanah dan bangunan yang dilihkan tersebut masih terkait sebagai jaminan pada Bank. Sedangkan untuk menempuh pengalihan kredit langsung melalui Bank para debitur antara lain terhalang tidak ada waktu luang untuk mengadakan wawancara dengan Bank, ada syarat-syarat yang sulit dipenuhi. Untuk mencapai tujuan penulisan tesis ini, digunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan penelitian lapangan.
Adapun kesimpulan yang dapat menjawab pokok-pokok permasalahan dalam tulisan ini pembuatan Surat Pengikatan Jual Beli secara di bawah tangan dikuatkan dengan Akta Kuasa secara notariil merugikan salah satu jalan keluar bagi pembeli/debitur baru agar dikemudian hari setelah tunas kredit, haknya atas tanah dan bangunan yang dibelinya dapat diperoleh. Walaupun hal ini melanggar ketentuan perjanjian dengan Bank, akan tetapi berdasarkan asas kebebasan berkontrak hal ini dapat saja dilakukan asalkan tidak merugikan pihak lain dan bahkan hal ini juga dapat menguntungkan pihak Bank karena dapat mengurangi kredit macet."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agnes Kusuma Putri
"Pemilikan rumah melalui fasilitas KPR saat ini menjadi alternatif pilihan yang banyak diminati masyarakat. Dengan fasilitas KPR, masyarakat dapat memiliki rumah dengan cara kredit, atau setidaknya sudah dapat menempati rumah tanpa harus melunasi harga rumah terlebih dahulu. Namun kebutuhan ekonomi atau sebab-sebab lainnya, membuat nasabah KPR (debitur) berniat untuk mengalihkan rumah yang menjadi objek KPR tersebut kepada pihak lain yang lebih mampu dan berkeinginan untuk melanjutkan pembayaran angsuran kredit pemilikan rumah tersebut. Tindakan pengalihan tersebut dilakukan tanpa persetujuan dari pihak bank yang bersangkutan dan dilakukan dengan perjanjian dibawah tangan. Padahal dalam prosedur formal pengalihan kredit pemilikan rumah tersebut harus dilakukan atas sepengetahuan dan persetujuan terlebih dahulu dari pihak bank. Oleh karenanya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perjanjian pengalihan kredit (oper kredit) secara dibawah tangan terhadap keabsahan kepemilikan rumah objek KPR dan perlindungan hukum bagi penerima pengalihan hak tersebut serta untuk mengetahui seberapa besar peran Notaris dalam penyelesaian perjanjian pengalihan kredit secara dibawah tangan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan bersifat yuridis normatif dengan cara mempelajari berbagai literatur dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perjanjian pengalihan kredit (oper kredit) secara dibawah tangan hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja dalam hal ini pihak penjual dan pembeli, di mana pihak bank tetap hanya mengakui pihak penjual sebagai debitur bank yang sah sehingga pihak pembeli selaku penerima pengalihan kredit tersebut tidak memperoleh perlindungan hukum yang kuat. Demikian pula dengan peran seorang Notaris yang harus dapat memberikan saran dan masukan kepada pihak penjual maupun pihak pembeli agar perjanjian pengalihan kredit (oper kredit) tersebut dibuat secara notariil atau dalam bentuk akta otentik.

The credit home loans facility has become a popular alternative in today's society in obtaining home ownership. This fact is due to the possibility of owning a house through means of mortgages, or, at least, the possibility of residing in a house without having to pay for the total cost of the house in advance. Though this is so, economic needs or other reasons have influenced the credit home loans clients to divert the instalment payments of the house towards another party who is more capable and willing to continue paying these credit instalments for the ownership of the house. This take over credit is done without the consent of the involved bank and accomplished through unauthentic deeds. Whereby, under the formal procedure of take over credit home loans, this act should have been performed with the consent and in agreement with the concerned bank beforehand. Thus, this study has the objectives to determine the effect of take over contract of credit home equity loans in unauthentic deeds towards the legitimacy of credit home loans house ownership and the legal protections that may be applied to the recipient of the take over credit contract. Also, to determine how significant the impact of a notary is in regards to resolving this issue. The method of research is facilitated through various literatures including regulations and its character is juridis normative.
The result of research indicate that take over contract of credit home equity loans in unauthentic deeds only applies to the parties that made the agreement, in this case the seller and the buyer, whereby the bank will only acknowledge the seller as the legitimate bank debtor, thus, the buyer as the recipient of the take over credit will not obtain an adequate legal protection. Moreover, a notary has the obligation to recommend, suggestions and inputs for the seller as well as the buyer with the intention that the take over credit contract is produced through means of authentic certification."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27404
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Helmi Saleh
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>