Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106829 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nava Alisia
"Salah satu faktor utama penyebab penuaan kulit adalah paparan sinar matahari berlebihan yang mengarah pada terjadinya pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS). Akumulasi ROS dalam kulit dapat menyebabkan stres oksidatif yang mengarah pada kerusakan protein, lipid, serta DNA yang mempengaruhi fungsional dan estetis kulit. Senyawa fenol, flavonoid, vitamin C dan E serta karotenoid merupakan antioksidan alami yang dapat menghambat pembentukan ROS. Kulit jeruk mengandung senyawa fenol dan flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan agen antioksidan lain seperti vitamin C, vitamin E, dan karotenoid. Sehingga senyawa fenol dan flavonoid dalam kulit jeruk yang biasa dibuang dapat dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia), jeruk lemon (C. limon), dan jeruk purut (C. hystrix) serta menghitung kadar fenol total dan flavonoid totalnya. Kulit buah jeruk diekstraksi dengan metode soxhlet dan menggunakan pelarut etanol 70%. Uji antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode perdaman radikal 1-1-difenil-2-pikrihidrazil (DPPH) dan metode daya antioksidan pereduksi besi (FRAP). Ekstrak kulit buah jeruk lemon memberikan hasil kadar fenol dan flavonoid total berturut-turut 94,450 mg GAE/g ekstrak dan 11,383 mg QE/g ekstrak. Aktivitas antioksidan tertinggi berdasarkan uji DPPH adalah ekstrak kulit buah jeruk lemon dengan nilai IC50 131,9619 µg/mL. Pembanding asam askorbat digunakan dalam metode DPPH memiliki nilai IC50 3,1276 µg/mL. Pada uji FRAP aktivitas antioksidan tertinggi adalah ekstrak kulit buah jeruk lemon dengan nilai FeEAC 411,16 µmol/g. Pembanding kuersetin pada uji FRAP menunjukkan nilai FeEAC 4124,003 µmol/g. Ekstrak kulit buah jeruk lemon menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak kulit buah jeruk nipis dan jeruk purut.

One of the main factors causing skin aging is excessive sun exposure which leads to the formation of reactive oxygen species (ROS). The accumulation of ROS in the skin can cause oxidative stress that leads to lipid and protein peroxidation as well as DNA damage which affects the functional and aesthetics of the skin. Polyphenols and flavonoids are natural antioxidant that can prevent ROS formation. Citrus peel contains phenol and flavonoid compounds which are higher than other natural antioxidant such as vitamin C, vitamin E and carotenoids. Therefore the phenol and flavonoid compounds in citrus peel which are usually discarded can be used as a source of natural antioxidants. The objective of this research was to determine antioxidant activity of the peel extracts of key lime (Citrus aurantifolia), lemon (C. limon), and kaffir lime (C. hystrix). Total phenol and total flavonoid content were also determined. Citrus peels were extracted by soxhlet method and using 70% ethanol as solvent. The antioxidant test was carried out using the 1-1-diphenyl-2-picrilhydrazyl (DPPH) radical scavenging method and the ferric reducing antioxidant power method (FRAP). Lemon peel extract gave the highest results of total phenol and flavonoid content of 94,450 mg GAE/g extract and 11,383 mg QE/g extract, respectively. The highest antioxidant activity based on the DPPH test was lemon peel extract with an IC50 value of 131,9619 µg/mL. In comparison, ascorbic acid has an IC50 value of 3,1276 µg/mL. In the FRAP test, the highest antioxidant activity was lemon peel extract with FeEAC value of 411,16 µmol/g. In comparison, quercetin showed FeEAC value 4124,003 µmol/g. Lemon peel extract showed higher antioxidant activity than key lime peel and kaffir lime peel."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Pitaloka
"Proses penuaan kulit secara ekstrinsik dipengaruhi oleh radiasi UV, merokok, gizi buruk, polusi udara, dan stres fisik. Dermoscopic photoaging scale (DPAS) adalah metode non-invasif untuk menilai penuaan foto. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi prevalensi penuaan kulit akibat paparan sinar UV pada personel militer pria berusia 30-42 tahun, dengan membandingkan kelompok infanteri dan administrasi yakni kelompok kesehatan militer (CKM) menggunakan DPAS. Selain itu, hubungan antara prevalensi penuaan, konsumsi alkohol, dan kebiasaan merokok akan diteliti. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Kriteria penuaan foto dinilai berdasarkan DPAS. Hasil dari penelitian ini yaitu sebanyak 40 subjek penelitian, semuanya memiliki skor DPAS total > 1, dengan kriteria yang paling sering ditemukan adalah ephelides/lentigines, yellow papules, dan superficial wrinkles. Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara kebiasaan merokok dan skor DPAS di setiap wilayah wajah. Setelah melakukan penelitian, peneliti memiliki kesimpulan bahwa berdasarkan metode DPAS, tidak ada perbedaan prevalensi penuaan foto di kedua kelompok. Namun, skor total DPAS (StDPAS) infanteri lebih tinggi daripada StDPAS kelompok CKM, dengan perbedaan signifikan pada skor DPAS di wilayah pipi kanan dan pipi kiri dibandingkan dengan wilayah wajah lainnya.

The extrinsic process of skin aging influenced by UV radiation, smoking, poor nutrition, air pollution, and physical stress. Dermoscopic photoaging scale (DPAS) is a non-invasive method to assess photoaging. This study aims to evaluate the prevalence of UV-induced skin aging in male military personnel aged 30-42, comparing infantry and administration groups in this research represented by military medical service group using DPAS. Additionally, the relationship between aging prevalence, alcohol consumption, and smoking habits will be examined. This is a descriptive analytic research with cross-sectional design. Photoaging criteria was assessed based on DPAS. The results of this research are a total of 40 research subjects, all had a total DPAS score > 1, with the most frequently found criteria being ephelides/lentigines, yellow papules, and superficial wrinkles. There was no statistically significant association between smoking habits and DPAS scores in each facial region. After doing this research, the writer concludes that based on DPAS method, there is no prevalence difference of photoaging in both groups. But the infantry's DPAS total score (TsDPAS) was greater than military medical service’s TsDPAS, with a significant difference in the DPAS score in the right and left cheek regions compared to other facial regions."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Kusumawardhani
"Bedah kimia trichloroacetic acid (TCA) memiliki efek samping yang lebih banyak dibandingkan larutan bedah kimia lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas pelembap dalam mengurangi efek samping pasca-bedah kimia TCA. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dengan metode split face yang dilakukan di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo. Penilaian global peneliti (PGP), penilaian subjektif pasien (PSP), pemeriksaan indeks eritema (IE), transepidermal water loss (TEWL), dan skin capacitance (SCap) dilakukan pada hari ke-0, 3, dan 7. Subjek penelitian (SP) merupakan wanita dengan diagnosis penuaan kulit (rata-rata usia 46,7 tahun). Sebanyak 27 SP dirandomisasi untuk mendapatkan krim intervensi (krim campuran ekstrak spent grain wax, argan oil, dan shea butter) atau krim vehikulum pada salah satu sisi wajah pasca-tindakan bedah kimia TCA 15%. Terdapat penurunan nilai PGP, PSP, kadar TEWL, dan IE pada kelompok intervensi pada hari ke-3 dan 7 dibandingkan dengan kelompok vehikulum, namun tidak signifikan secara statistik. Kadar SCap meningkat signifikan pada hari ke-7 pada pasien yang mendapat krim intervensi dibandingkan dengan krim vehikulum. Tidak ada efek samping obat yang dilaporkan pada penelitian ini. Krim campuran ekstrak spent grain wax, argan oil, dan sheabutter  aman digunakan dan dapat mengurangi efek samping pasca-bedah kimia TCA.

TCA chemical peel has more side effects than other chemical peel solutions. This study aims to assess the effectiveness safety of a post-peel cream containing spent grain wax, argan oil, and shea butter in reducing TCA peel side effects. A randomized, placebo-controlled, double-blinded, split face trial on women undergoing TCA 15% chemical peels. Assessment for global investigator assessment (GIA), subject self-assessment (SSA), erythema index, transepidermal water loss (TEWL), and skin capacitance (SCap) was conducted on days 0, 3, and 7. Twenty-seven patients (mean age 46.7 years) were recruited. There were significant improvements in GIA and SSA scores on both groups, but it is not different between the treatment groups. There were erythema index and TEWL improvement on days 3 and 7 compared to baseline, however, there were no differences between groups. The SCap measurement showed significant improvement in skin capacitance on both groups on day 7, but it was better improvement within intervention group. No adverse effects were reported. Cream containing spent grain wax, argan oil, and shea butter showed higher skin capacitance levels but did not significantly affect erythema index, TEWL, clinical and subjective assessments after TCA chemical peeling. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Choirunnisa
"Kulit banyak terpapar oleh stres oksidatif yang disebabkan oleh adanya spesies reaktif oksigen (SRO) yang bersumber baik dari endogen maupun eksogen. Hal ini dapat menyebabkan penuaan kulit. Pemakaian sediaan antioksidan topikal diharapkan dapat mencegah penuaan kulit ini. Salah satu minyak nabati yang kaya akan antioksidan adalah minyak biji anggur. Untuk menjaga stabilitas minyak biji anggur, pada penelitian ini dibuatlah mikroemulsi gel minyak biji anggur. Mikroemulsi dibuat dengan menggunakan surfaktan tween 80 dan kosurfaktan gliserol dan propilenglikol. Sedangkan, basis gel yang digunakan adalah Carbopol.
Dalam penelitian ini diperoleh sediaan mikroemulsi gel minyak biji anggur yang memiliki warna kuning agak keruh (pantone 100) dan bau mirip dengan bau tween 80, dengan massa jenis 1,0829 g/ml. Sediaan ini memiliki sifat alir pseudoplastis dengan viskositas rata-rata 31002,86 cps.

Skin is highly exposed to oxidative stress that caused by reactive oxygen species (ROS), either from endogenous or exogenous. It can lead to skin aging. The use of topical antioxidant is expected to prevent skin aging. One of natural oil that rich of antioxidant is grape seed oil. To keep the stability of grape seed oil, microemulsion gel is prepared in this research. Microemulsion is prepared by using tween 80 as surfactant and glycerol and propylene glycol as cosurfactant. While gel base is prepared by using carbopol 940 as gelling agent.
This research is obtained gel microemulsion with these characteristics: yellow (pantone 100), smelled like tween 80, with density 1,0829 g/ml. The flow properties of this preparation is pseduoplastic with average viscocity 31002,86 cps.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sanggita Dhifa Salsabila
"Latar Belakang: Radikal bebas memiliki sifat destruktif pada perawatan kedokteran gigi, salah satunya pada prosedur perawatan saluran akar. Pada perawatan saluran akar, bahan irigasi yang selama ini digunakan dapat menyebabkan kerusakan pada saluran akar karena memiliki senyawa radikal bebas. Oleh karena itu, perlu ditemukan bahan alami herbal yang dapat menjadi sumber antioksidan sebagai penangkal radikal bebas yang dapat berperan positif dalam perawatan saluran akar. Penelitian sudah banyak dikembangkan oleh para peneliti untuk menjadikan larutan ekstrak daun jeruk purut dan larutan cuka apel Malang sebagai obat herbal terstandar dari Indonesia hingga fitofarmaka. Salah satu pengujian yang harus dilakukan adalah pengujian antioksidan karena pada kedua bahan alami herbal tersebut ditemukan senyawa antioksidan berupa fenol dan flavonoid pada uji fitokimia dan GCMS. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan aktivitas dan kadar antioksidan pada larutan ekstrak daun jeruk purut dan larutan cuka apel Malang pada berbagai konsentrasi. Metode: Penelitian ini merupakan eksperimental laboratorik dengan metode DPPH. Sampel uji berupa larutan 10%, 5%, dan 2,5% ekstrak daun jeruk purut dan cuka apel Malang yang dibuat serial konsentrasi dengan pengenceran. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan melihat perubahan warna pada larutan, dari warna ungu menjadi warna kuning apabila terdapat aktivitas antioksidan di dalam larutan uji. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar antioksidan dengan melihat tingkat absorbansi menggunakan Spektrofotometer UV/VIS dengan panjang gelombang 517 nm dan kemudian dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Setelah itu, dilakukan perhitungan persentase inhibisi dan didapatkan kadar IC50 antioksidan. Kemudian, perbedaan kadar antioksidan keduanya dilakukan uji statistik Independent T-Test. Hasil: Terdapat aktivitas antioksidan pada larutan ekstrak daun jeruk purut dan larutan cuka apel Malang. Larutan ekstrak daun jeruk purut dapat dideteksi dengan larutan induk konsentrasi 0,1% dengan kadar antioksidan 347,691 µg/ml dan larutan cuka apel Malang dapat dideteksi dengan larutan induk 5% dan 2,5% dengan kadar antioksidan 8375,25 µg/ml dan 8021,162 µg/ml. Keduanya memiliki perbedaan kadar antioksidan secara statistik. Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar antioksidan pada larutan ekstrak daun jeruk purut dan larutan cuka apel Malang dengan berbagai konsentrasi. Larutan ekstrak daun jeruk purut efektif menangkal radikal bebas pada konsentrasi sekitar 0,03%, sedangkan larutan cuka apel Malang efektif pada konsentrasi sekitar 0,8%.

Background: Free radicals have destructive properties in dental treatments, one of which is in root canal procedures. In root canal treatment, irrigation materials that have been used can cause damage to the root canal because they have free radical compounds. Therefore, it is necessary to find natural herbal ingredients that can be a source of antioxidants as an antidote to free radicals that can play a positive role in root canal treatment. Many studies have been developed by researchers to make kaffir lime leaf extract solution and Malang apple vinegar solution as standardized herbal medicines from Indonesia to phytopharmaceuticals. One of the tests that must be done is antioxidant testing because the two natural herbal ingredients are found antioxidant compounds in the form of phenols and flavonoids in phytochemical and GCMS tests. Objective: This study aims to see the differences in antioxidant activity and levels in kaffir lime leaf extract solution and Malang apple vinegar solution at various concentrations. Methods: This research is a laboratory experiment with DPPH method. Test samples in the form of 10%, 5%, and 2.5% kaffir lime leaf extract solution and Malang apple vinegar solution were made in serial concentrations by dilution. Antioxidant activity test was conducted by looking at the color change in the solution, from purple to yellow color if there is antioxidant activity in the test solution. Furthermore, the antioxidant content was measured by looking at the absorbance level using UV/VIS Spectrophotometer with a wavelength of 517 nm and then repeated 3 times. After that, the percentage of inhibition was calculated and the IC50 value of antioxidant was obtained. Then, the difference in antioxidant levels between the two was carried out Independent T-Test statistical test. Results: There is antioxidant activity in kaffir lime leaf extract solution and Malang apple vinegar solution. Kaffir lime leaf extract solution can be detected with 0.1% concentration mother liquor with antioxidant levels of 347.691 µg/ml and Malang apple vinegar solution can be detected with 5% and 2.5% mother liquor with antioxidant levels of 8375.25 µg/ml and 8021.162 µg/ml. Both have statistically different antioxidant levels. Conclusion: There are differences in antioxidant levels in kaffir lime leaf extract solution and Malang apple vinegar solution with various concentrations. Kaffir lime leaf extract solution is effective against free radicals at a concentration of about 0.03%, while Malang apple vinegar solution is effective at a concentration of about 0.8%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah
"Pegagan (Centella asiatica L. Urban) mengandung asiatikosid yang dapat dimanfaatkan dalam penggunaan kosmetik anti-aging yang terbukti dapat meningkatkan sintesis kolagen. Asiatikosid memiliki berat molekul yang besar dan bersifat hidrofilik sehingga menyebabkan sulit berpenetrasi melalui kulit. Transfersom merupakan salah satu sistem pembawa yang cocok untuk meningkatkan penetrasi zat aktif. Penelitian ini bertujuan memformulasikan dan mengkarakterisasi transfersom ekstrak daun pegagan. Selanjutnya transfersom dengan formula terbaik diformulasikan ke dalam bentuk sediaan gel serta dibuat gel kontrol tanpa transfersom. Kedua sediaan tersebut dievaluasi dan diuji penetrasi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz pada tikus betina galur Sprague Dawley. Pada penelitian ini telah dilakukan optimasi formula transfersom, yaitu F1, F2 dan F3 dengan konsentrasi asiatikosid berturut-turut adalah 0,3%; 0,5%; dan 0,7% Hasil menunjukan bahwa F1 adalah formula terbaik dengan morfologi yang sferis, efisiensi penjerapan 85,80 ± 0,22 %, Dmean volume 124,62 ± 0,86 nm, nilai indeks polidispersitas 0,125 ± 0,008, zeta potensial -36,3 ± 0,30 mV dan indeks deformabilitas 1,12 sehingga digunakan pada formulasi gel. Jumlah kumulatif asiatikosid yang terpenetrasi dari sediaan gel, yaitu 1050,85 ± 19,82 μg/cm2 untuk gel transfersom dan 540,21 ± 12,28 μg/cm2 untuk gel kontrol. Presentase jumlah asiatikosid terpenetrasi dari sediaan gel transfersom dan sediaan gel kontrol secara berturut-turut adalah 51,80 ± 0,97 % dan 26,63 ± 0,60%. Fluks dari sediaan gel transfersom dan gel kontrol berturut-turut 47,92 ± 1,74 μg/cm2/jam dan 26,57 ± 0,77 μg/cm2/jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan gel transfersom memiliki daya penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan gel kontrol.
Asiaticoside from Gotu kola leaves extract (Centella asiatica L. Urban) could be used as an active substance for anti-aging cosmetics. It has proven to increase collagen synthesis. Asiaticoside is hydrophillic and has a high molecular weight, therefore it would be difficult to penetrate to the skin. Transfersome is a suitable carrier system that can enhance the penetration of active substances. This study aims to formulate and characterize transfersome Gotu kola leaves extract and formulated it into a gel, a control gel also prepared without transfersome. Both gels were evaluated and penetration tested using Franz diffusion cells with the skin of female Sprague Dawley rats. Transfersome was formulated with different concentration of active substance; equals of asiaticoside 0,3% (F1), 0,5% (F2), and 0,7% (F3). The F1 transfersome were incorporated into gel dosage form, since the F1 transfersome had spherical morphology, the highest entrapment efficiency 85.80 ± 0.22%, Dmean volume 124.62 ± 0.86 nm, polydispersity index 0.125 ± 0.008, zeta potensial -36,3 ± 0,30 mV and deformability index 1.12. The cumulative amount of asiaticoside that was penetrated is 1050.85 ± 19.82 μg/cm2 for transfersome gel and 540.21 ± 12.28 μg/cm2 for control gel. Cumulative percentage of penetrated asiaticoside for transfersome gel and control gel were 51.80 ± 0.97% and 26.63 ± 0.60%, respectively. The flux of transfersome gel containing asiaticoside and control gel are respectively 47.92 ± 1,74 μg/cm2/hours and 26.57 ± 0.77 μg/cm2/hours. Based on these results it can be concluded that asiaticoside contained in transfersome gel has a better penetration compared to the control gel.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S63789
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusma Yulita
"Penuaan kulit dapat terjadi pada setiap individu dan menjadi suatu proses fisiologis yang tidak bisa dihindari seiring bertambahnya usia. Efek yang paling tampak sebagai penanda penuaan kulit wajah adalah kerutan yang ditandai dengan munculnya garis halus atau lekukan lebih dalam pada permukaan kulit wajah. Polimorfisme genetik dapat dijadikan sebagai penanda daerah genomik yang menjadi pembawa sifat penting pada individu. Adapun informasi mengenai hubungan antara varian gen dan fenotipe kulit terutama kerutan wajah masih sangat terbatas. Genome-wide association study (GWAS) digunakan pada penelitian ini untuk mengidentifikasi marka genetik pembentukan kerutan wajah pada populasi perempuan dewasa yang tinggal di Jakarta. Penelitian ini dilakukan secara observasional analitik. Hasil GWAS menunjukkan terdapat lima SNPs yang memiliki suggestive association level, dengan dua SNP hits teratas berada pada daerah gen ALCAM yaitu rs1044240 (P=9,461x10-7) berlokasi pada daerah pengkode (varian missense) dan rs2049217 (P=4,047x10-7) pada daerah intron. Berdasarkan analisis pengayaan fungsi gen diketahui bahwa ekspresi gen ALCAM pada jaringan kulit berkorelasi dengan fibroblas. Fibroblast senescence itu sendiri diketahui bermanifestasi pada penuaan kulit sebagai kerutan. Perlu dilakukan replikasi dan sampel yang lebih besar untuk memvalidasi hasil asosiasi genotipe-fenotipe kerutan serta pengayaan SNP dan gen.

Skin aging can occur in every individual and becomes a physiological process that cannot be avoided as people get older. The most visible effect as a marker of facial skin aging is wrinkles which are characterized by the appearance of fine lines or deeper indentations on the surface of the facial skin. Genetic polymorphisms can be used as markers of genomic regions that carry important traits in individuals. Information regarding the relationship between gene variants and skin phenotypes, especially facial wrinkles, is still very limited. Genome-wide association study (GWAS) was used in this research to identify genetic markers with the formation of facial wrinkles in adult female population living in Jakarta. This research was conducted in an analytical observational. The GWAS results showed that five SNPs had a suggestive association level, with the top two hits SNPs in the region of ALCAM gene, namely rs1044240 (P=9.461x10-7) located in the coding region (missense variant) and rs2049217 (P=4.047x10-7) in the intron region. Based on gene functional enrichment analysis, it is known that ALCAM gene expression in skin tissue is correlated with fibroblasts. Fibroblast senescence itself is known to manifest in skin aging as wrinkles. Replication and larger samples are needed to validate the results of the genotype-wrinkle phenotype association and also SNPs and gene enrichment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adara Permata Halimatunnisa
"Jeruk limau adalah salah satu sumber minyak atsiri yang dapat dijumpai secara mudah di Indonesia, tetapi belum banyak penelitian yang menguji manfaatnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi minyak atsiri kulit jeruk limau dalam menghambat aktivitas enzim tirosinase dan elastase, serta melakukan karakterisasi menggunakan pengukuran massa jenis, indeks refraksi, putaran optik, dan analisis GC-MS. Metode ekstraksi minyak atsiri dilakukan menggunakan distilasi air, kemudian pengujian antitirosinase dan antielastase dilakukan dengan mengukur absorbansi minyak atsiri dalam menghambat enzim menggunakan microplate reader. Asam kojat sebagai pembanding uji antitirosinase memiliki IC50 sebesar 4,26 μg/mL, sedangkan minyak atsiri kulit jeruk limau memiliki IC50 sebesar 235,89 μg/mL. Pada pengujian antielastase, pembanding kuersetin menunjukkan IC50 6,12 µg/mL terhadap enzim elastase, sedangkan minyak atsiri kulit jeruk limau memiliki IC50 sebesar 40,66 μg/mL. Nilai massa jenis minyak atsiri kulit jeruk limau sebesar 0,8317 g/mL, indeks refraksi sebesar 1,467, dan perputaran optik sebesar [α] 25 = +35,10 (c=1, neat, λ=589 nm) yang memberikan informasi awal mengenai kebenaran minyak atsiri yang diteliti. Hasil analisis GC-MS menunjukkan adanya senyawa aktif dalam minyak atsiri, yaitu β-pinena, d-limonena, sitronelal, sitronelol, dan α-pinena. Oleh karena itu, penelitian ini menunjukkan kebenaran minyak atisiri kulit jeruk limau dan potensinya sebagai ihibitor tirosinase dan elastase.

One such source of essential oil is Citrus amblycarpa, commonly known as kaffir lime, which is readily available in Indonesia, but there have been limited studies exploring its potential applications. This research aims to investigate the inhibitory potential of kaffir lime peel essential oil against tyrosinase and elastase enzymes, while also characterizing its physical and chemical properties through density, refractive index, optical rotation, and GC-MS analysis. The essential oil was extracted using water distillation, and its anti- tyrosinase and anti-elastase activities were evaluated by measuring its absorbance using a microplate reader. The positive control, kojic acid, exhibited an IC50 value of 4.26 μg/mL in the anti-tyrosinase assay, while the kaffir lime peel essential oil sample showed an IC50 value of 235.89 μg/mL. In the anti-elastase assay, the positive control, quercetin, displayed an IC50 value of 6.12 µg/mL, while the kaffir lime peel essential oil sample demonstrated an IC50 value of 40.66 μg/mL. The measured density of kaffir lime peel essential oil was 0.8317 g/mL, with a refractive index of 1.467 and an optical rotation of [α]D25 = +35.10 (c = 1, neat, λ = 589 nm). GC-MS analysis identified several active compounds in the essential oil, including β-pinene, d-limonene, citronellal, citronellol, and α-pinene."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inez Hanida
"Latar Belakang : E. faecalis merupakan bakteri yang mampu membentuk biofilm dan banyak ditemukan pada kasus kelainan periapeks. Tujuan : Mengetahui perbandingan daya antibakteri ekstrak kulit jeruk lemon (Citrus limon l.) dan klorheksidin 2% terhadap biofilm E. faecalis dari isolat klinis. Metode : Menilai kekeruhan larutan biofilm E. faecalis pasca pemaparan bahan uji, dengan ELISA reader. Hasil : Terdapat daya antibakteri ekstrak kulit jeruk lemon (Citrus limon l.) terhadap biofilm E. faecalis tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna dengan klorheksidin 2% (p>0.05). Kesimpulan : Daya antibakteri ekstrak kulit jeruk lemon (Citrus limon l.) terhadap biofilm E. faecalis sebanding dengan klorheksidin 2%.

ackground : E. faecalis has the ability to form biofilm and is often found in cases of periapical lesions. Aim: To compare the effectivity of lemon peel extract and 2% chlorhexidine against biofilm of E. faecalis. Method : Score the turbidity of E. faecalis biofilm after immersion in antibacterial agent, with ELISA reader. Result : Lemon peel extract has antibacterial effectivity against E. faecalis biofilm but has no significant difference compared to 2% chlorhexidine (p>0.05). Conclusion : Antibacterial effectivity of lemon peel extract against E. faecalis biofilm is equal to2% chlorhexidine. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reniza Handayani Syah
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
S31209
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>