Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180096 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zakky Ashidiqi
"Pandemi Covid-19 telah menjadi tantangan global. Salah satu dampaknya terlihat pada perusahaan yang menggunakan pendanaan melalui debt financing mengalami kredit macet. Ketika perusahaan selaku debitur mengalami kesulitan keuangan yang serius, perusahaan dapat mengajukan homologasi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Tingginya tingkat perkara PKPU mendorong perusahaan mempertimbangkan konsekuensi akuntansi dan perpajakan atas homologasi PKPU. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif untuk memberikan gambaran analisis untuk memahami dan mengeksplorasi problematika terkait perlakuan perpajakan atas restrukturisasi utang baru dalam homologasi PKPU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terminologi seperti penghapusan utang dan pembebasan utang dalam konteks perpajakan menekankan substansi transaksi (substance over form), khususnya penambahan kemampuan ekonomis dan aspek legalitasnya. Penerapan perpajakan pada homologasi PKPU dengan dan tanpa haircut melibatkan pertimbangan substansial, dengan fokus pada peningkatan kemampuan ekonomis sebagai kunci pengakuan penghasilan kena pajak. Dalam konteks perpajakan, pajak penghasilan dikenakan pada pendapatan yang telah direalisasikan atau diterima dalam bentuk kas atau aset yang dapat dinilai, sehingga unrealized gain pada diskonto utang tidak memenuhi kriteria untuk diakui sebagai penghasilan kena pajak. Otoritas pajak diharapkan dapat merumuskan kebijakan perpajakan atas penghapusan utang dengan mempertimbangkan ability to pay debitur dan mengembangkan framework yang dapat memberikan panduan praktis bagi perusahaan dalam praktik homologasi PKPU khususnya terkait penghapusan utang.

The Covid-19 pandemic has emerged as a global challenge, particularly impacting companies utilizing debt financing, resulting in defaults. When companies, acting as debtors, face severe financial difficulties, they may seek a moratorium through the Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). The high rate of PKPU cases urges companies to consider the accounting and tax consequences of PKPU homologation. This qualitative research employs a qualitative research approach to provide an analytical overview, understanding, and exploration of tax treatment issues concerning the restructuring of debt within PKPU homologation. The findings underscore that terminology such as debt write-off and debt relief in the tax context emphasizes the substance of the transaction (substance over form), particularly the enhancement of economic capacity and its legal aspects. The tax application in PKPU homologation, whether with or without a haircut, involves substantial considerations, focusing on the enhancement of economic capacity as a key factor in recognizing taxable income. In the tax context, income tax is levied on realized or received income in the form of cash or assessable assets, rendering unrealized gains on long-term debt discount ineligible for tax recognition. Tax authorities are expected to formulate tax policies on debt write-offs by considering the ability to pay of debtors and developing a framework providing practical guidance for companies in the practice of PKPU homologation, particularly concerning debt write-offs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Syamsudin Manan
Jakarta: Departemen kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2002
346.07 SIN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Octavia Karlita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S23846
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bunga Fitri Wijayanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25014
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Indriawati
"Permasalahan penyelesaian sengketa bisnis menjadi sangat penting bagi pelaku bisnis ketika akan memilih lembaga mana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa bisnis. Dalam hal sengketa utang piutang, pihak yang merasa dirugikan dapat memilih lembaga kepailitan (Pengadilan Niaga) sebagai lembaga penyelesai sengketa apabila harta kekayaan pihak yang berutang (debitor) diduga tidak mencukupi untuk melunasi seluruh kewajiban-kewajibannya kepada beberapa pihak (kreditor) sehingga ada suatu permintaan dari beberapa kreditor untuk meletakkan sita umum terhadap harta kekayaan debitor dengan cara mengajukan permohonan pailit terhadap debitor. Kepailitan dalam hukum harta kekayaan (vermogensrecht) merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu prorata parte yang terdapat di dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Permohonan pailit para kreditor dapat dikabulkan apabila syarat adanya debitor; 2 kreditor atau lebih; dan adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih dapat dibuktikan secara sederhana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) UUK. Syarat terpenting dikabulkannya permohonan pailit adalah adanya utang. Pembahasan syarat-syarat pailit, pengertian utang dan unsur-unsur keberadaaannya menjadi sangat penting, ketika terjadi perdebatan hukum di Pengadilan Niaga antara pemohon dengan termohon dan Majelis Hakim mengenai apa-apa saja yang dapat dikualifikasikan sebagai utang. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan “utang”. Dengan terlebih dahulu mendudukkan persoalan mengenai pengertian utang dan utang seperti apa yang dapat mempailitkan seseorang atau badan hukum, maka kita dapat menentukan dan mengkualifikasikan sesuatu termasuk utang atau tidak.

Business Dispute Solution problem becomes of great consequence for business doers when it comes to choose which institute can be used to solve Business Dispute. In a Debt and Credit Dispute, the party in suffer can choose which Bankruptcy Institute (Business Court) to be their Dispute Solution if the total asset of the party in debt (debitor) was estimated not enough to pay off all the debt obligations to several creditors in such that an appeal was made to confiscate the total asset of the debitor by filing a bankruptcy petition. Bankruptcy in the Property Asset Law (Vermogensrecht) is the implementation continuation of the Poritas Creditorium Principle and the Pari Passu Prorata Parte Principle contained in the Article 1131 and 1132 KUHPerdata. Bankruptcy Petition from the creditors can be granted by condition presence of a debitor; 2 creditor or more and an account payable dues to date and billable and can be easily proven as mentioned in the article 2 verse 1 UUK. The most vital condition to grant a bankruptcy petition is the existence of a debt. Bankruptcy conditions review, debt definition, and the elements of existence becomes very vital when a Law Debate happens in the Business Court between the petitioner, the petitioned and the Judge Committee regarding what else can be qualifiedasdebt. Therefore it is very vital to know in advance the meaning of “debt”. Beforehand sit through the problem concerning the definition of debt and debts that can bankrupt somebody or a law institute, until then can we determine and qualify it as debt or not."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25017
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Josua
"PKPU bertujuan agar Debitur yang memiliki masalah pembayaran utang tidak langsung dipailitkan karena sebenarnya masih dapat membayar utang-utangnya apabila diberi kesempatan oleh para Kreditur konkuren untuk menjalankan usahanya. Pemberian ini akan berpuncak pada diterima atau tidaknya perdamaian yang dapat berisi apa saja sepanjang disetujui Kreditur konkuren berdasarkan ketentuan Pasal 265 UUK. Dari sini terlihat pentingnya peranan suara Kreditur sehingga dalam pemberian PKPU eksistensi Kreditur dan adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih merupakan hal-hal yang harus dibuktikan agar PKPU dapat dikabulkan Pengadilan Niaga dan perdamaian dapat dilaksanakan dan disahkan; pembuktian ini harus dapat dilakukan dengan sederhana berdasarkan asas adil, cepat, terbuka, dan efisien. Dalam perkara IFC V.S. POF dan Perkara BPPN V.S Davomas, Debitur (POF dan Davomas) diduga kuat beritikad tidak baik. Mereka diduga memunculkan Kreditur Fiktif untuk memenangkan pemungutan suara. Masalah Kreditur fiktif dalam proses PKPU terkait dengan aspek kepailitan dan PKPU, perdata dan juga aspek pidana baik materi maupun hukum acaranya tetapi UUK tidak secara tegas mengatur apakah Pengadilan Niaga berwenang memeriksa dugaan Kreditur Fiktif ini. Secara implisit, UUK membuka kemungkinan untuk memberikan kewenangan kepada Pengadilan Niaga memeriksa dugaan Kreditur fiktif karena terkait dengan proses PKPU; walaupun demikian hal ini masih dapat diperdebatkan. Batasannya adalah sepanjang dapat diperiksa dan dibuktikan secara sederhana; apabila tidak maka Pengadilan Niaga seharusnya menangguhkan perkara PKPU dan menentukan hakim perdata atau hakim pidana yang memutuskan dugaan kreditur fiktif. Apabila Perdamaian yang telah disahkan diketahui adanya kreditur fiktif setelah perdamaian disahkan maka terhadap putusan itu dapat diajukan upaya hukum Penunjauan Kembali."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22033
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delny Teoberto
"ABSTRAK
Pada dasarnya setiap orang yang cakap menurut hukum, pasti pernah membuat
suatu perjanjian dengan pihak lainnya, baik orang perorangan maupun badan
hukum. Apabila dalam perjanjian yang dibuat terdapat klausula arbitrase, maka
para pihak dapat mengajukan penyelesaian sengketa yang timbul melalui badan
arbitrase yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Penundaan kewajiban
pembayaran utang merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk
menyelesaikan perkara yang timbul antara para pihak yang berjanji dalam
perjanjian tertentu jika salah satu dari kedua pihak tersebut mengalami kesulitan
melakukan pembayaran utang. Permohonan pengajuan penundaan kewajiban
pembayaran utang tersebut diajukan kepada Pengadilan Niaga.

ABSTRACT
Basically every person who is legally qualified, s/he must have entered into an
agreement with other party which can be a person and or corporation. if the
agreement contains a clause about arbitration, each parties can submit a dispute
case to board of arbitration which had been agreed upon by both of parties.
Suspension of payment obligations is one way that can be taken to resolve matters
arising between the parties to an agreement if one of the the those parties has
difficulties in servicing its debt. A request for Suspension of the payment should
be filled with the designated commercial court."
2013
T32548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Amanda Novia Anggita
"Adakalanya jalan restrukturisasi utang menjadi suatu tindakan yang perlu diambil apabila debitor mengalami kesulitan dalam pembayaran utang. Hal ini pada dasarnya merupakan salah satu upaya contingency plan perseroan untuk menyelamatkan perseroan dari kebangkrutan maupun menghindari perseroan dilikuidasi atau dipailitkan. Halmana debitor yang akan dipailitkan oleh kreditornya sesungguhnya masih memiliki prospek usaha yang baik dan dapat kembali menjadi perusahaan yang sehat apabila diberikan beberapa keringanan terhadap utang-utangnya, maka langkah restrukturisasi utang seringkali menjadi solusi pilihan bagi debitor maupun kreditor. Restrukturisasi utang dilakukan sepanjang utang-utang debitor layak untuk direstrukturisasi karena perseroan debitor masih memiliki prospek usaha yang baik untuk mampu melunasi utang dan akan menjadi perseroan yang sehat untuk dapat melanjutkan kegiatan usahanya apabila diberi penundaan jangka waktu pelunasan dalam jangka waktu yang wajar, baik dengan atau tanpa diberi keringanan terhadap persyaratan utangnya, juga baik restrukturisasi utang itu dilakukan dengan atau tanpa disertai upaya untuk menyehatkan perseroan yang bersangkutan. Untuk itu, peraturan perundang-undangan di Indonesia memberikan kesempatan kepada para debitor yang kesulitan dalam membayar utang-utangnya untuk dapat menunda pembayaran utangnya dalam jangka waktu tertentu, dan memungkinkan untuk mengajukan proposal restrukturisasi utang kepada kreditornya dalam rangka Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini akan memberikan pandangan mengenai restrukturisasi utang dalam rangka Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang secara khusus akan membahas mengenai studi kasus PT Bakrie Telecom, Tbk.

Sometimes the debt restructuring might be an action that needs to be taken when the debtor experiencing difficulties in payment of debts. It basically is an effort as the company's contingency plan to save the company from insolvency and to avoid the company from being liquidated or bankrupted. Whereas the debtor who will be liquidated by their creditors still has good business prospects, and is able to recover from a financial distress when given some relief on its debt, hence the debt restructuring shall be the win-win solution for both debtor and creditor. The debt restructuring may only occur when the debts of the debtor eligible to be restructured, provided that there is still light at the end of the tunnel. In the case of the company might be able to continue its operation if given a delay of the term of repayment within a reasonable time, either with or without the debt remissions, the debt restructuring shall occur. Therefore, the legislation in Indonesia provides the opportunity for debtors who have difficulty in paying its debts in order to delay payment of the debt within a certain period, and allow for debt restructuring proposal to its creditors in terms of the Suspension of Debt Repayment (SDR). This study will provide the framework of debt restructuring in terms of the Suspension of Debt Repayment, which particularly discuss the case study of PT Bakrie Telecom, Tbk.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T44766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>