Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77996 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aura Galuh Aiyesa
"Studi ini melihat bahwa prekaritas kerja pada produksi film panjang dan iklan di Indonesia mendorong para pekerja ke dalam fenomena flexploitation. Dalam studi ini, konsep flexploitation merujuk pada strategi manipulasi ruang produksi serta pembentukan kondisi tidak aman yang bertujuan untuk memaksa para pekerja agar menerima kondisi kerja yang eksploitatif. Dengan menggunakan metode existing statistics research dan content analysis, studi ini mengidentifikasi bahwa prekaritas kerja dalam lingkungan kerja kru produksi film secara garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu (1) keresahan kru produksi film terkait prekaritas kerja yang tidak disuarakan; dan (2) ketidaktaatan pihak pemberi kerja terhadap hukum yang berlaku dalam menjamin hak normatif kru produksi. Melalui perspektif working-class criminology, hasil analisis menunjukkan bahwa prekaritas kerja yang melekat pada kondisi kerja kru produksi film mendorong terjadinya dehumanisasi terhadap para pekerja. Dampak dari prekaritas kerja ini meliputi keterbatasan pilihan yang dimiliki para pekerja sehingga memaksa mereka untuk menjadi konformis dan menjerumuskan mereka ke dalam proses viktimisasi struktural.

This study examines the presence of work precarity within the realms of feature films and advertisings production in Indonesia, elucidating its ramifications in the context of flexploitation. Within the scope of this research, flexploitation is conceptualized as a delineate strategies involving the manipulation of production spaces and the establishment of precarious conditions, ultimately aiming to coerce workers into accepting exploitative work conditions. Utilizing the existing statistics research method and content analysis, this study identifies that work precarity within the film production crew work environment was largely caused by two factors, namely (1) the anxiety of film production crews related to unvoiced work precaricity; and (2) the employer's non-compliance to applicable law in guaranteeing the normative rights of the production crew. Through the perspective of working-class criminology, the results of the analysis show that the inherent work precarity in the conditions of film production crew environments contributes to the dehumanization of workers. The ramifications of work precarity encompass limitations on the choices available to workers, compelling them towards conformity and ensnaring them in processes of structural victimization.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aura Galuh Aiyesa
"Studi ini melihat bahwa prekaritas kerja pada produksi film panjang dan iklan di Indonesia mendorong para pekerja ke dalam fenomena flexploitation. Dalam studi ini, konsep flexploitation merujuk pada strategi manipulasi ruang produksi serta pembentukan kondisi tidak aman yang bertujuan untuk memaksa para pekerja agar menerima kondisi kerja yang eksploitatif. Dengan menggunakan metode existing statistics research dan content analysis, studi ini mengidentifikasi bahwa prekaritas kerja dalam lingkungan kerja kru produksi film secara garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu (1) keresahan kru produksi film terkait prekaritas kerja yang tidak disuarakan; dan (2) ketidaktaatan pihak pemberi kerja terhadap hukum yang berlaku dalam menjamin hak normatif kru produksi. Melalui perspektif working-class criminology, hasil analisis menunjukkan bahwa prekaritas kerja yang melekat pada kondisi kerja kru produksi film mendorong terjadinya dehumanisasi terhadap para pekerja. Dampak dari prekaritas kerja ini meliputi keterbatasan pilihan yang dimiliki para pekerja sehingga memaksa mereka untuk menjadi konformis dan menjerumuskan mereka ke dalam proses viktimisasi struktural.

This study examines the presence of work precarity within the realms of feature films and advertisings production in Indonesia, elucidating its ramifications in the context of flexploitation. Within the scope of this research, flexploitation is conceptualized as a delineate strategies involving the manipulation of production spaces and the establishment of precarious conditions, ultimately aiming to coerce workers into accepting exploitative work conditions. Utilizing the existing statistics research method and content analysis, this study identifies that work precarity within the film production crew work environment was largely caused by two factors, namely (1) the anxiety of film production crews related to unvoiced work precaricity; and (2) the employer's non-compliance to applicable law in guaranteeing the normative rights of the production crew. Through the perspective of working-class criminology, the results of the analysis show that the inherent work precarity in the conditions of film production crew environments contributes to the dehumanization of workers. The ramifications of work precarity encompass limitations on the choices available to workers, compelling them towards conformity and ensnaring them in processes of structural victimization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thompson, E.P.
New York: Pantheon Books, 1963
331.44 THO m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ma. Mayla Imelda M. Lapa
"There is an increasing share of people aged 50 years and over in the labor market structure and the rapid aging of the global workforce that supports the latter claim but with a little tank of information on qualitative research describing the experiences of a working octogenarian. An octogenarian is a person who is between 80 and 89 years old. This study aimed to investigate the experiences of a working octogenarian in her fieldwork through a qualitative case study analysis. From the interview, the following three themes were revealed: (a) Work as a legacy, (b) Work as an advocacy, and (c) Work as an opportunity. In the first theme, the participant described that she had a laden path and a mission. These had been sustained along with the desire to serve and make a difference. In work as advocacy, she presented the vision to make the lives of the elderly better by making the environment compatible with her aspiration extending beyond the confines of her organization. Considering every work that she took part in as an opportunity to explore and further her vision was the very core of the theme “work as an opportunity.” Working beyond 80 years old becomes possible when one dedicates the undertakings in the fulfillment of the individual’s vision and mission."
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
610 UI-JKI 23:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurul Fajriyati
"Shameless (2011) sering disebut sebagai serial TV beraliran sosial realisme yang menggambarkan secara nyata kehidupan kelas pekerja dan perjuangannya. Penelitian ini menganalisis representasi kelas pekerja dalam serial TV Shameless (2011) berdasarkan tiga tema utama yang sering muncul dalam film atau serial TV beraliran sosial realisme. Tiga tema utama tersebut adalah minimalisasi pekerjaan milik kaum pekerja, rasa rendah diri kaum pekerja, dan stigmatisasi bantuan/pertolongan oleh kaum pekerja.
Metode yang digunakan untuk menganalisis representasi kelas pekerja dalam serial TV Shameless (2011) adalah metode tekstual analisis. Hasil dari penelitian ini disandingkan dengan konsep sosial realisme oleh Raymond William (1977) untuk melihat dampak representasi kelas pekerja pada aliran sosial realisme dalam serial TV Shameless (2011).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serial TV Shameless (2011) dapat dikategorikan sebagai serial TV beraliran sosial realisme, kecuali dalam aspek representasi kelas pekerja yang memicu munculnya prasangka buruk atau stereotip negatif pada kaum pekerja.

Shameless (2011) has always been said to be the realist social realism TV series that depicts the life of the working class and the struggle within it. This study analyzes the representation of working class on Shameless (2011) based on three main themes that are often used in social realism movie or TV series. The three main themes are the minimization of working-class job, working-class self deprecation and defeat, and stigmatization of aid/assistance by working class.
The method that is used for analyzing the representation of working class in Shameless (2011) is textual analysis. The results are juxtaposed with Raymond William?s (1977) concept of social realism to see how is the representation of working class affecting the social realism within Shameless (2011).
The result shows that Shameless (2011) can be considered as social realism TV series except for its representation of working class that creates prejudice to the working class itself."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
London: Taylor and Francis, 1997
305.5 CLA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Damsar
"ABSTRAK
Pembangunan yang dilaksanakan pada masa semenjak 1965 telah merubah infrastruktur material dan struktur sosial yang ada sebelumnya. Keadaan ini akan memberi dampak terhadap seluruh aktifitas kehidupan masyarakat, termasuk pola pembagian kerja secara seksual. Pertanyaan penelitian ini adalah mengapa terjadi perubahan pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab sebelumnya a. Perubahan apa yang terjadi pada pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat? b. Bagaimana sebab-sebab muncul pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat? c. Perubahan infrastruktur material dan struktur sosial apa yang telah terjadi selama proses pembangunan? Serta reaksi simbolik masyarakat terhadap perubahan infrastruktur material dan struktur sosial tersebut? dan apa dampaknya terhadap pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat?
Penelitian ini dilakukan di Desa Galo Gandang Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Pengumpulan data primer dan sekunder secara intensif dilakukan pada akhir Februari sampai Juni 1992. Fokus waktu yang dilihat adalah masa Orde Baru dan memperbandingkannya dengan masa sebelum Orde Baru, ini dilakukan untuk memahami suatu proses perubahan. Dalam melakukan penelitian, pertama kali dilakukan sensus terhadap seluruh rumahtangga yang ada di Galo Gandang selanjutnya dilakukan wawancara mendalam terhadap sejumlah informan kunci.
Hasil penelitian ini berkesimpulan bahwa pembangunan adalah proses perubahan sosial yang direncanakan untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Ini berarti pembangunan, bagi pelaksananya, merupakan hasil interpretasi terhadap kenyataan yang ada. Pembangunan dilakukan karena ada sesuatu hal yang problematis. Hal yang problematis ini diinterpretasikan dan dicari jalan keluarnya. Pencarian jalan keluar, dengan melakukan suatu pembangunan, merupakan suatu usaha untuk mengintegrasikan hal yang problematis ke dalam hal yang non problematis.
Pembangunan yang dilaksanakan di Galo Gandang telah menyebabkan perubahan atau pergeseran pada sebagian infrastruktur material dan struktur sosial yang ada sebelumnya. Faktor-faktor infrastruktur material dan struktur sosial serta perubahan yang terjadi didalanya dan faktor super struktur budaya merupakan faktor yang bermain dalam proses interpretasi para aktor terhadap hal yang problematis dalam pembagian kerja secara seksual.
Proses interpretasi dilakukan lewat interaksi dan konversasi, para aktor mengeksternalisasikan diri dalam bentuk tindakan. Seiring dengan perjalanan waktu, tindakan tersebut mengalami pembiasaan dan berlanjut menjadi institusi bila terjadi tipifikasi dari tindakan pembiasaan yang dilakukan secara bersama, seperti yang terjadi pada pembagian kerja secara seksual dalam pekerjaan membuat genteng dan batu bata pada masa pembentukannya. Namun, tidak semua habitualuisasi berlanjut pada institusi, masuknya pria dalam penyediaan bahan baku berupa pasir pada pekerjaan membuat gerabah misalnya. Institusi berupa pola pembagian kerja secara seksual, seperti pria membuat batu bata wanita membuat genteng, merupakan sesuatu yang bersifat umum, eksternal, dan coersive.
Melalui proses sosialisasi, pembagian kerja secara seksual, seperti pria membuat batu bata wanita membuat genteng, dialami sebagai data subyektif dalam kesadaran aktor yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, terlihat bahwa pembagian kerja secara seksual dikonstruksi secara sosial.
Ada beberapa perubahan pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat di Galo Gandang. Dalam industri gerabah terjadi dua perubahan yang berhubungan dengan pembagian kerja secara seksual yaitu masuknya pria dalam kegiatan pemasaran dan kegiatan penyediaan bahan baku gerabah, sebelumnya hanya dilakukan wanita. Sementara itu, perubahan yang berhubungan dengan pembagian kerja secara seksual dalam industri batu bata adalah masuknya wanita dalam kegiatan membuat batu bata, semula hanya dilakukan pria.
Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa tautan hubungan antara patron dan klien dimotivasi oleh klien yaitu sebanyak 3 (75%) dari 4 kasus, sisanya dimotivasi oleh patron. Juga ditemukan bahwa perekrutan pekerja didasarkan atas saling kenal.
Penelitian ini merekomendasikan bahwa perlu dipertimbangkan variabel hubungan anak-bapak angkat dalam pemilihan lokasi penelitian. Temuan penelitian akan lebih kaya dan menarik apabila dilakukan di dua lokasi yang berbeda tetapi masih dalam konteks budaya yang sama. Dan akan lebih menarik, apabila dilakukan kajian lintas budaya. Di samping itu, metode penelitian ini dapat juga dipergunakan dalam penelitian yang lain."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Wahyuningtias
"Pandangan usia tepat untuk menikah (kekkon tekireiki) telah mengalami perubahan. Dewasa ini, perkawinan tidak terkonsentrasi pada batas usia yang sempit, dan usia rata-rata orang Jepang pertama kali menikah bertambah tinggi. Adapun orang-orang yang tidak ingin terikat dalam tugas dan tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga lebih memilih untuk terus melajang (single life) atau hidup bersama tanpa menikah (cohabitation). Sikap mereka tersebut didasari atas keinginan untuk tidak mau disusahkan oleh kewajiban hukum dan sosial.
Penelitian ini mengkaji dan menganalisis pengaruh terbukanya peluang kerja di luar sektor tradisional dan tampilnya pekerja wanita dalam angkatan kerja terhadap usia dan minat berumah tangga, keinginan pasangan suami-istri untuk mempunyai anak, dan pola hubungan suami-istri serta sikap mereka terhadap kelangsungan rumah tangga. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini, berkisar antara tahun 1990-2003."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>