Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85151 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kerenhapukh Dwiputri
"Latar Belakang Hipoksia hipobarik merupakan kondisi hipoksia akibat menurunnya tekanan parsial oksigen dalam darah. Saat keadaan hipoksia, terjadi peningkatan produksi radikal bebas yang menyebabkan peroksidasi lipid dengan hasil akhir malondialdehid (MDA). Hipoksia hipobarik intermiten dapat menginduksi berbagai mekanisme adaptasi untuk melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dan dapat diukur salah satunya dengan penurunan kadar MDA. Metode Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan melibatkan 30 ekor tikus yang dibagi ke dalam 6 kelompok, yakni kelompok hipoksia hipobarik akut, hipoksia hipobarik (HH) 7 kali, HH 14 kali, HH 21 kali, HH 28 kali, dan kelompok kontrol. Pajanan hipoksia hipobarik intermiten dilakukan dengan prosedur hypobaric chamber training. Kadar MDA diukur melalui metode Will’s dengan absorbansi dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Hasil Kelompok 1 (HH akut) dan 2 (HH 7 kali) mengalami peningkatan kadar MDA dibandingkan dengan kadar MDA pada kelompok kontrol. Kelompok 3 (HH 14 kali) mengalami penurunan kadar MDA dibandingkan dengan kelompok 2. Peningkatan kadar MDA kembali terjadi pada kelompok 4 (HH 21 kali) dan kadar MDA kelompok 5 (HH 28 kali) sama dengan kelompok 4. Dapat terlihat tren perubahan antar kelompok perlakuan meskipun secara statistik perbedaan tidak signifikan. Kesimpulan Perlakuan hipoksia hipobarik akut dan hipoksia hipobarik 7, 21, dan 28 kali pada ketinggian setara 10.000 kaki meningkatkan kadar MDA. Akan tetapi pemberian hipoksia hipobarik 14 kali menurunkan kadar MDA.

Introduction Hypobaric hypoxia is a hypoxic condition resulting from a decrease in the partial pressure of oxygen in the blood. During hypoxia, there is an increase in the production of free radicals which causes lipid peroxidation with the final result being malondialdehyde (MDA). Intermittent hypobaric hypoxia can induce various adaptation mechanisms to protect the body from damage caused by free radicals and can be measured, one of which is a decrease in MDA levels. Method This study used an experimental design involving 30 rats divided into 6 groups, namely the acute hypobaric hypoxia (1 time), 7 times of hypobaric hypoxia (HH), 14 times of HH, 21 times of HH, 28 times of HH, and the control group. Intermittent hypobaric hypoxia exposure was carried out using the hypobaric chamber training procedure. MDA levels were measured using the Will’s method with absorbance read with a spectrophotometer at a wavelength of 530 nm. Results Groups 1 (acute HH) and 2 (7 times of HH) experienced increased MDA levels compared to MDA levels in the control group. Group 3 (14 times of HH) experienced a decrease in MDA levels compared to group 2. An increase in MDA levels occurred again in group 4 (21 times of HH) and group 5 (28 times of HH) MDA levels were the same as group 4. A trend of change between groups can be seen even though the differences are not statistically significant. Conclusion Acute hypobaric hypoxia treatment and 7, 21, and 28 times of hypobaric hypoxia at an altitude equivalent to 10,000 feet increased MDA levels. However, treatment of 14 times of hypobaric hypoxia reduced MDA levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Rahmat Hidayat
"Hipoksia hipobarik merupakan kondisi ketika konsentrasi oksigen mengalami penurunan seiring bertambahnya ketinggian. Fenomena ini dapat memicu stres oksidatif melalui peningkatan produksi radikal bebas yang menyerang komponen molekuler. Pemaparan hipoksia hipobarik intermiten (HHI) disinyalir dapat melatih kemampuan adaptasi jaringan sehingga menjadi lebih toleran terhadap kondisi hipoksia. Penelitian eksperimental ini menggunakan 30 tikus Sprague-Dawley jantan yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang mendapat perlakuan selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari. Pemberian pajanan hipoksia hipobarik setara 10.000 kaki (523 mmHg) dilakukan setiap hari selama satu jam dengan menggunakan hypobaric chamber. Kadar malondialdehid (MDA) setiap sampel kemudian diukur dengan melakukan metode Wills yang dibaca dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Rata-rata kadar MDA secara perlahan mengalami penurunan pada kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik intermiten ketika dibandingkan dengan kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik akut. Meskipun uji statistik menunjukkan bahwa perubahan ini tidak signifikan, pajanan hipoksia hipobarik intermiten setara 10.000 kaki selama satu jam per hari dapat memengaruhi kadar MDA di jaringan paru tikus Sprague-Dawley.

A condition known as hypobaric hypoxia occurs when the concentration of oxygen falls with increasing altitude. This phenomenon can trigger oxidative stress through increased production of free radicals, which damage molecules. It is believed that exposure to intermittent hypobaric hypoxia (IHH) can train tissue adaptation mechanisms, increasing the tissues' tolerance to hypoxic environments. Thirty male Sprague-Dawley rats were utilized in this experiment as they were split into six groups: the control group and the groups that were exposed to IHH for 1, 7, 14, 21, and 28 days. Using a hypobaric chamber, exposure to hypobaric hypoxia equal to 10,000 feet (523 mmHg) was done once a day for an hour. The malondialdehyde (MDA) levels of each sample were measured using the Wills method which was read using a spectrophotometer at a wavelength of 530 nm. Compared to the acutely exposed to hypobaric hypoxia group, the average MDA level gradually decreased in the group that was exposed to intermittent hypobaric hypoxia. Despite the insignificant result, exposure to intermittent hypobaric hypoxia equivalent to 10,000 feet for one hour per day can affect MDA levels in the lung tissue of Sprague-Dawley rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Rafael Satyadharma
"Latar belakang: Tekanan udara rendah pada dataran tinggi berdampak buruk bagi tubuh pendaki gunung dan pilot. Salah satu dampaknya adalah terjadi hipoksia jaringan yang dapat mencetuskan stres oksidatif. Kondisi tersebut dapat merusak struktur penting sel seperti protein, lipid, dan asam nukleat. Di otot, stres oksidatif dapat menyebabkan atrofi dan gangguan kontraktilitas. Di sisi lain, pajanan hipoksia hipobarik berulang diketahui mampu memicu proses adaptasi di berbagai organ. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri pengaruh paparan hipoksia hipobarik intermiten terhadap kadar malondialdehid, yang merupakan marker stres oksidatif, di otot gastrocnemius tikus Sprague-Dawley. Metode: Sebanyak 25 tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam kelompok kontrol dan empat kelompok uji. Kelompok uji mendapat perlakuan berupa dimasukkan ke dalam hypobaric chamber yang mensimulasikan ketinggian 25.000 kaki selama 5 menit. Kelompok uji 1 mendapat 1x perlakuan, kelompok uji 2 mendapat 2x perlakuan, kelompok uji 3 mendapat 3x perlakuan, dan kelompok uji 4 mendapat 4x perlakuan. Pada kelompok uji 2,3, dan 4, terdapat jeda 1 minggu antarperlakuan. Setelah mendapat perlakuan, jaringan otot gastrocnemius diambil dari tikus. Kadar malondialdehid pada otot gastrocnemius selanjutnya diukur menggunakan metode Wills. Hasil: Pada uji one-way ANOVA, rata-rata kadar malondialdehid meningkat secara bermakna (p = 0.008) pada kelompok yang mendapat paparan hipoksia hipobarik satu kali dibandingkan kelompok kontrol. Rata-rata kadar malondialdehid pada kelompok yang mendapat tiga paparan dan empat paparan mengalami penurunan yang bermakna secara statistik (p < 0,05) dibandingkan kelompok yang terpapar satu kali dan dua kali. Kesimpulan: Paparan hipoksia hipobarik sebanyak satu kali meningkatkan kadar malondialdehid pada otot gastrocnemius tikus yang menandakan terjadinya kondisi stres oksidatif. Paparan hipoksia hipobarik yang dilakukan berulang secara intermiten (tiga kali dan empat kali) mampu menciptakan adaptasi jaringan otot gastrocnemius terhadap stres oksidatif sehingga kadar malondialdehid lebih rendah dibandingkan kelompok yang lebih sedikit mendapat perlakuan hipoksia hipobarik

Introduction: Low barometric pressure in high altitude has detrimental effects on hikers and pilots. One of which is inducing tissue hypoxia that can instigate oxidative stress. Oxidative stress can damage important cellular structures such as protein, lipid, and nucleic acid. Oxidative stress can cause muscle atrophy and contractile dysfunction in skeletal muscle. On the other hand, repeated hypobaric hypoxia exposure is known for its effect to induce adaptation in various organs. This study aims to assess intermittent hypobaric hypoxia effects on malondialdehyde level, a marker of oxidative stress, in gastrocnemius muscle of Sprague-Dawley rat. Method: Twenty-five Sprague-Dawley rats were divided to a control group and four experimental group. The experimental group were then exposed to hypobaric environment by being placed on hypobaric chamber that simulated altitude of 25,000 ft for 5 minutes. Experimental group 1 got one exposure, experimental group 2 got two exposures, experimental group 3 got three exposures, and experimental group 4 got four exposures. There was a week interval between each exposure for experimental group that got more than one exposure (experimental group 2, 3, and 4). After getting the treatment, gastrocnemius muscle was taken from each rat as sample. Malondialdehyde level in the tissue was then measured by Wills method. Result: Mean malondialdehyde level in the group of rats subject to one hypobaric hypoxia exposure was significantly higher than that of control group (p = 0.008). Mean malondialdehyde level in the group of rats subject to three and four hypobaric hypoxia exposures were significantly (p < 0,05) lower than that of groups of rats subject to one and two exposures. Conclusion: One-time hypobaric hypoxia exposure increased malondialdehyde level in rat gastrocnemius muscle, implying stress oxidative had occurred. Three and four times of intermittent hypobaric hypoxia exposures induced adaptive response against oxidative stress in gastrocnemius muscle tissue, as seen by lower level of malondialdehyde in those groups compared to the groups exposed to fewer intermittent hypobaric hypoxia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Raditya Danendra
"Latar belakang: Hipoksia hipobarik seringkali terjadi pada orang yang terbiasa berada di tempat berketinggian rendah dan tiba-tiba berpindah ke tempat yang tinggi, seperti penerbang pesawat militer dan pendaki gunung. Kondisi hipoksia menginduksi stress oksidatif. Salah satu molekul yang dapat terdampak oleh stress oksidatif adalah protein, menyebabkan peningkatan kadar karbonil melalui proses karbonilasi protein. Otot rangka adalah jaringan yang sangat rentan mengalami stress oksidatif pada kondisi hipoksia, terutama yang melibatkan karbonilasi protein, mengingat kandungan protein dan kebutuhan oksigen yang tinggi pada jaringan tersebut. Peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh induksi hipoksia hipobarik intermiten terhadap kadar karbonil pada hewan coba tikus.
Metode: Sebuah penelitian eksperimental in vivo dilakukan dengan mengkondisikan empat kelompok tikus pada keadaan hipoksia hipobarik di dalam hypobaric chamber sebanyak satu kali (I), dua kali (II), tiga kali (III), dan empat kali (IV). Satu kelompok berperan sebagai kontrol. Musculus gastrocnemius semua tikus diambil untuk diukur kadar karbonilnya. Karbonil dimodifikasi oleh 2,4-dinitrofenilhidrazin (DNPH) sebelum diukur kadarnya dengan spektrofotometri. One-Way ANOVA digunakan untuk analisis data.
Hasil: Rata-rata kadar karbonil pada kelompok kontrol, I, II, III, dan IV secara berturut-turut adalah 2.801±0.1198, 3.909±0.3172, 5.577±0.3132, 3.823±0.3038, dan 3.731±0.2703 nmol/ml. Rata-rata kadar karbonil masing-masing kelompok I, II, III, dan IV berbeda signifikan (p < 0,05) dengan kelompok kontrol (kelompok yang tidak memperoleh paparan hipoksia hipobarik intermiten).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar karbonil yang signifikan antara musculus gastrocnemius tikus Sprague-Dawley yang diberi perlakuan hipoksia hipobarik intermiten dan yang tidak diberi perlakuan hipoksia hipobarik intermiten.

Introduction: Hypobaric hypoxia often occurs in people who are used to low altitudes and suddenly move to high places, such as military airplane pilots and mountain climbers. Hypoxic conditions induce oxidative stress. Oxidative stress can affect proteins, causing increased carbonyl levels through protein carbonylation. Skeletal muscle is susceptible to oxidative stress under hypoxic conditions, especially those involving protein carbonylation, given the high protein content and oxygen demand. We are interested in examining the effect of intermittent hypobaric hypoxia induction on carbonyl levels in rats.
Method: An in vivo experimental study was carried out by conditioning four groups of rats in a hypobaric hypoxic state in a hypobaric chamber once (I), twice (II), three times (III), and four times (IV). One group acted as control. Carbonyl content of gastrocnemius muscle of all rats was measured. The carbonyl is modified by 2,4-dinitrophenylhydrazine (DNPH) before its concentration is measured by spectrophotometry. One-Way ANOVA was used for data analysis.
Result: The average carbonyl content in the control group, I, II, III, and IV were 2.801±0.1198, 3.909±0.3172, 5.577±0.3132, 3.823±0.3038, and 3.731±0.2703 nmol/ml, respectively. The average carbonyl levels of each group I, II, III, and IV were significantly different (p < 0.05) with the control group (the group that did not receive intermittent hypobaric hypoxia exposure).
Conclusion: There was a significant difference in carbonyl levels between the gastrocnemius muscle of Sprague-Dawley rats treated with intermittent hypobaric hypoxia and those not treated with intermittent hypobaric hypoxia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eric Ferdinand
"Iron overload disebabkan oleh transfusi darah jangka panjang pada penderita hemoglobinopati. Iron overload menyebabkan stress oksidatif yang meningkatkan produksi malondialdehid (MDA) yang dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis. Mangiferin yang terkandung dalam buah Phaleria macrocarpa memiliki potensi sebagai kelator besi dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa dalam menurunkan kadar MDA paru tikus Sprague-Dawley. Sebanyak 30 tikus Sprague-Dawley menjadi kelompok normal, kontrol negatif, deferiprone 462,5 mg/kgBB, mangiferin 50 mg/kgBB, Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBB (PM1) dan 200 mg/kgBB (PM2). Besi dekstran 15 mg diberikan dua kali seminggu secara intraperitoneal pada semua kelompok kecuali normal. Pada minggu ke-7, organ paru sampel diambil untuk dibuatkan homogenat. Homogenat direaksikan dengan TBA dan TCA untuk mengukur kadar MDA dan direaksikan dengan reagen Bradford untuk mengukur protein jaringan yang kemudian diukur dengan spektrofotometer. Hasil yang didapatkan adalah kadar MDA dibagi dengan protein jaringan dan kemudian dilakukan analisis dengan One-Way ANOVA. Kadar MDA paru pada seluruh kelompok yang diinduksi besi cenderung meningkat dibandingkan normal. Kadar MDA pada kelompok PM1 dan mangiferin lebih rendah (p < 0,05) dari deferiprone, sedangkan PM2 dan deferiprone cenderung lebih tinggi dari kontrol negatif. Kelompok PM1 menurunkan kadar MDA lebih baik dibandingkan PM2 dan deferiprone.

Iron overload is caused by long-term blood transfusion in hemoglobinopathies patients. Iron overload causes oxidative stress that increases malondialdehyde (MDA) production, which cause chronic obstructive pulmonary disease. Mangiferin contained in Phaleria macrocarpa fruit have potential as iron chelator and antioxidant. This study aimed to evaluate the effectiveness of Phaleria macrocarpa fruit ethanol extract in reducing lung MDA levels in Sprague-Dawley rats. Thirty Sprague-Dawley rats were divided into normal group, negative control, deferiprone 462.5 mg/kgBW, mangiferin 50 mg/kgBW, Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBW (PM1) and 200 mg/kgBW (PM2). Iron dextran 15 mg was administered intraperitoneally twice a week in all groups except normal. At week 7, lung organs samples were taken to make homogenates. Homogenates were reacted with TBA and TCA to measure MDA levels and reacted with Bradford's reagent to measure tissue protein which was measured by spectrophotometer. Results obtained were MDA levels divided by tissue protein and then analyzed using One-Way ANOVA. Lung MDA levels in all iron-induced groups tended to increase compared to normal. MDA levels in the PM1 and mangiferin were lower (p < 0.05) than deferiprone, while PM2 and deferiprone tended to be higher than negative controls. PM1 group reduced MDA levels better than PM2 and deferiprone."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ayu Anatriera
"Penelitian ini membahas aktivitas spesifik katalase dalam mencegah stres oksidatif pada jaringan yang disebabkan oleh kondisi hipoksia hipobarik. Hipoksia hipobarik akut berulang sering dialami oleh para penerbang, terutama ketika harus menjalani prosedur Hypobaric Chamber training yang rutin diadakan dua tahun sekali. Salah satu jaringan yang rentan terhadap stres oksidatif akibat hipoksia adalah jaringan ginjal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan yang diinduksi hipoksia hipobarik akut yang berulang.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain eksperimental. Sampel jaringan ginjal diambil dari total 25 ekor tikus jantan galur Wistar yang dikelompokkan menjadi empat kelompok perlakuan dengan perbedaan frekuensi terhadap perlakuan prosedur Hypobaric chamber dan satu kelompok kontrol. Metode untuk mengukur aktivitas spesifik katalase menggunakan metode Mates et al. (1999) yang telah dimodifikasi oleh Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan bermakna aktivitas spesifik katalase semua kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0.05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perubahan berupa peningkatan yang signifikan aktivitas spesifik katalase di jaringan ginjal tikus percobaan yang diinduksi hipoksia hipobarik akut secara berulang dibandingkan dengan kelompok kontrol.

This research determines about specific activity of catalase in preventing hypoxiainduced oxidative stress. Besides, one of the most common hypoxia condition which occurs in aviators is hypobaric hypoxia. Hypobaric chamber training which has been a fundamental component of aviation training could induce acute intermittent hypobaric hypoxia. Kidney was known as highly-demand organ of oxygen which makes its susceptible to oxidative injury. This research aims to determine changes in specific activity of catalase in rat?s kidney exposed to acute intermittent hypobaric hypoxia.
The research design used was experimental design. Twenty five male Wistar rats were divided into five groups of five animals each. One control group of rats were kept under normobaric oxygen atmosphere. Four experimental group were exposed to acute hypobaric hypoxia in a hypobaric chamber for some intermittent period of time. Specific activity of catalase was determined using Modified Mates method.
The result shows that all experimental groups are significantly different in comparison with control group. This research concludes that there are significant increases in specific activity of catalase in all experimental groups compared to control group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Kohar
"Latar belakang: Besi berlebih dalam tubuh manusia dapat memicu stress oksidatif dan menyebabkan kerusakan ginjal. Malondialdehid (MDA) merupakan produk samping peroksidasi lipid akibat stres oksidatif. Penelitian menunjukkan bahwa senyawa mangiferin yang terkandung dalam buah Phaleria macrocarpa bermanfaat sebagai pengkelat besi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa dalam menurunkan kadar MDA pada ginjal tikus yang diberi besi berlebih. Metode: 30 tikus Sprague-Dawley dibagi dalam 6 kelompok, yaitu normal, kontrol negatif, Deferiprone 462,5 mg/kgBB, Mangiferin 50 mg/kgBB, ekstrak etanol Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB. Kelompok perlakuan diinjeksikan besi sukrosa intraperitoneal (15 mg/kali) dua kali seminggu selama tiga minggu, dilanjutkan perlakuan sesuai kelompok. Pada minggu ke-7, organ ginjal diambil untuk dibuat homogenat yang selanjutnya diukur kadar proteinnya menggunakan metode Bradford. Kadar MDA diukur dengan Thiobarbituric Acid menggunakan spektrofotometer 530 nm, kemudian hasilnya dibagi kadar protein (nmol/mg protein). Uji statistik yang digunakan berupa perbandingan rerata >2 kelompok menggunakan One-Way ANOVA. Hasil: Semua kelompok induksi besi mengalami peningkatan MDA secara signifikan dibandingkan kelompok tanpa perlakuan. Pemberian mangiferin dan ekstrak etanol Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBB berhasil menurunkan kadar MDA secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol negatif. Selain itu, dosis 100 mg/kgBB juga memiliki hasil yang paling mendekati nilai normal (3,876 ± 0,248 vs 2,890 ± 0,497). Namun, pemberian dosis 200 mg/kgBB menunjukkan hasil kadar MDA yang paling tinggi (4,868 ± 0,774 nmol/mg protein). Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBB dapat menurunkan kadar MDA ginjal tikus Sprague-Dawley yang paling baik dibandingkan dosis 200 mg/kgBB maupun kontrol positif.

Introduction: Iron overload in human body may induce oxidative stress and kidney failure. Malondialdehyde (MDA) is byproduct of oxidative stress induced lipid peroxidation. Studies shown that Mangiferin in Phaleria macrocarpa fruit also useful as chelator agent. This study aims to analyze the effectivity of Phaleria macrocarpa fruits ethanol extract on reducing kidney Malondialdehyde (MDA) levels in rats induced by iron overload. Method: Thirty Sprague-Dawley rats were divided into six groups: normal, negative control, Deferiprone 462.5 mg/kgBW, Mangiferin 50 mg/kgBW, Ethanol extract of Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBW, and 200 mg/kgBW. Intervention groups received iron sucrose intraperitoneally (15 mg/times) biweekly for three weeks, followed by corresponding group intervention. At week 7, kidneys were taken to make homogenate. Each sample homogenate was measured its protein using Bradford and MDA level using Thiobarbituric Acid method by spectrophotometer 530 nm (nmol/mg protein). Statistical test used was mean difference among >2 groups using One-Way ANOVA. Result: Iron overload induction groups were associated with significantly higher MDA levels than normal. The administration of mangiferin and ethanol extract 100 mg/kgBW successfully reduced MDA level significantly compared to negative control. Besides, 100 mg/kgBW dose group had the closest MDA to normal (3.876 ± 0.248 vs. 2.890 ± 0.497). However, dose of 200 mg/kgBW showed the highest MDA (4,868 ± 0,774 nmol/mg protein). Conclusion: The administration of 100 mg/kgBW Phaleria macrocarpa fruits ethanol extract was associated with the best reduction of kidney MDA level in Sprague-Dawley rats induced by iron overload compared to either 200 mg/kgBW dose or positive control."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naela Himayati Afifah
"Pada kondisi hipoksia, untuk tetap mencukupi jumlah adenosine trifosfat (ATP), sel akan melakukan adaptasi dengan mengubah metabolisme dari proses aerob menjadi anaerob. Sebagai enzim glikolisis anaerob, jumlah laktat dehidrogenase (LDH) pun akan meningkat di dalam sel. Paru, sebagai organ vital penyedia oksigenasi adekuat bagi tubuh, juga memiliki respon terhadap kondisi hipoksia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran adaptasi metabolisme jaringan paru melalui aktivitas spesifik LDH, pada tikus yang telah diinduksi hipoksia sistemik dibandingkan dengan normoksia (kontrol). Sejumlah tikus ditempatkan pada kandang hipoksia (kandungan O2 10%) selama 1, 3, 7, dan 14 hari. Pada akhir periode, bersama dengan kelompok tikus normoksia, semua tikus percobaan dieuthanasia, dan organ parunya dianalisis untuk pengukuran aktivitas spesifik LDH.
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas LDH paru menurun pada kondisi hipoksia dibandingkan dengan normoksia. Penurunan glikolisis anaerob pada sel paru menggambarkan kegagalan mekanisme adaptasi sel yang berujung pada apoptosis. Perhitungan One-Way ANOVA menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok normoksia dan kelompok-kelompok hipoksia (p=0,015). Pada Uji Post-Hoc diketahui bahwa aktivits LDH pada kelompok hipoksia 1 hari, 7 hari, dan 14 hari, berbeda bermakna dibandingkan normoksia.
Disimpulkan bahwa pada jaringan paru tikus hipoksia sistemik terdapat penurunan bermakna aktivitas spesifik LDH dibandingkan kontrol normoksia.

In hypoxia, to maintain adenosine triphosphate (ATP) production, cell conducts an adaptation mechanism by shifting metabolism from aerobic into anaerobic. As an anaerobic glycolytic enzyme, the amount of lactate dehydrogenase (LDH) is increasing intracellularly regarding hypoxia condition. Lung, as a vital organ regulating adequate oxygenation to systemic, has a response to hypoxia.
This research aims to get a display of metabolism adaptation on lung tissue in systemic hypoxia induced rats compared to normoxia. Some amount of rats are divided into groups and placed inside hypoxic cage (O2 10%) in 1, 3, 7, and 14 days. In the end, together with normoxia group, they were euthanized, and the lung organ was analyzed for specific LDH activity.
The result shows a declining on LDH activity in hypoxia compared to normoxia. The decreasing of anaerobic glycolytic process in lung tissue portrays a failure of lung cell adaptation mechanism, and this condicition leads to cell apoptosis. One-way ANOVA test shows significant difference on LDH specific activity between normoxia and hypoxia groups (p=0,015). Post-Hoc test then shows the significant difference is between 1 day, 7 days, and 14 days hypoxia compared to normoxia.
In conclusion, there is significant decreasing of specific LDH activity on hypoxia compared to normoxia in lung tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Ramadhani
"Hipoksia adalah defisiensi oksigen setingkat jaringan.Otak merupakan organ yang mutlak memerlukan oksigen. Hipoksia akan mengganggu integritas otak, dan bermanifestasi menjadi berbagai penyakit. Untuk itu, tubuh memiliki sistem penginderaan oksigen.Pada saat perfusi oksigen jaringan kurang, muncul mekanisme adaptasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) pada jaringan otak saat keadaan hipoksia sistemik.Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang dilakukan kepada 25 tikus Sprague Dawley yang dibagi rata ke dalam 5 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol, dipelihara dalam keadaan normoksia. Sisanya dipelihara dalam keadaan hipoksia (10% O2 dan 90% N2) masing-masing selama 1, 3, 7, dan 14 hari.Otak tikus diambil, dan dijadikan homogenat. Dilakukan pengukuran kadar protein jaringan otak untuk setiap sampel. Kemudian, dilakukan pengukuran aktivitas ALT menggunakan spektrofotometer.
Hasilnya dibagi dengan kadar protein untuk mengetahui aktivitas spesifik. Data kadarprotein dianalisis menggunakan ujione-way ANOVA. Diperoleh nilai p>0,05, artinya kadar protein di jaringan otak normoksia dan hipoksia tidak berbeda bermakna. Hasilnya,nilai p>0,05 yang berarti aktivitas enzim ALT di jaringan otak tikus pada keadaan normoksia tidak berbeda bermakna dengan keadaan hipoksia sistemik semua kelompok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari kadar protein dan aktivitas ALT pada keadaan hipoksia.

Hypoxia is a deficiency of O2 at tissue level. Brain is an organ that absolutely requires O2. Hypoxia will disrupt brain's integrity, and manifests as various diseases. Therefore, the body has oxygen sensing system. When oxygen perfusion level decreases, there will be some adaptive mechanisms to cope with the situation.
This study intends to ascertain the activity of ALT in brain tissue induced by systemic hypoxia. This is an experimental based study. Twenty five rats were divided into 5 groups. First group was placed in the normoxic condition. Four other groups were placed in hypoxic chamber (O2 10% and N2 90%), each group were placed for 1, 3, 7, 14 days. Their brains were extracted. Tissues? protein level was measured for sample. Subsequently, the measurement of ALT activity was done by using reagent in assay kit.
The results were divided by tissues protein level. Data of tissues protein level were analyzed using one-way ANOVA parametric test. This test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and hypoxic groups. Data of specific ALT activity were analyzed using Kruskal-Wallis non-parametric test.The test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and the hypoxic groups. Hence, it can be concluded that there were no significant difference of protein level and ALT activity in hypoxic brain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Christian
"Saat hipoksia, tubuh memproduksi radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Radikal bebas, salah satunya, dapat menyerang protein sehingga menghasilkan dikarbonil. Namun, terdapat mekanisme adaptasi tubuh yang mungkin diinduksi hipoksia hipobarik intermiten, termasuk antioksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan dapat dilihat, salah satunya dengan penurunan produksi dikarbonil. Penelitian ini dilakukan dengan desain eksperimental dengan melibatkan 25 ekor tikus yang dibagi ke dalam 5 kelompok, yakni kelompok Hipoksia Hipobarik Intermiten (HHI) 7 kali, kelompok HHI 14 kali, kelompok HHI 21 kali, kelompok HHI 28 kali, dan kelompok kontrol. Terjadi fluktuasi kadar dikarbonil dan dapat terlihat tren perubahan kadar dikarbonil antara kelompok-kelompok perlakuan walaupun hasil uji statistik tidak memiliki perbedaan signifikan. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dari kadar dikarbonil pada jaringan hati tikus di kelompok yang diberikan perlakuan hipoksia hipobarik intermiten dengan kelompok kontrol sehingga hipotesis “jumlah paparan hipoksia hipobarik intermiten yang berbeda mengakibatkan perbedaan kadar dikarbonil yang bermakna pada jaringan hati tikus” dan adanya efek perlindungan HHI terhadap radikal bebas tidak terbukti.

During hypoxia, the body produces free radicals which are harmful to the body. Free radicals can attack proteins to produce dicarbonyl. However, there are body adaptation mechanisms that may be induced by intermittent hypobaric hypoxia, including antioxidants that protect the body from free radicals and can be seen, one of which is by decreasing dicarbonyl production. This study was conducted using an experimental design involving 25 rats which were divided into 5 groups, namely the Intermittent Hypobaric Hypoxia (HHI) group 7 times, the HHI group 14 times, the HHI group 21 times, the HHI group 28 times, and the control group. Fluctuations in dicarbonyl levels occurred and a trend of changes in dicarbonyl levels could be seen between the treatment groups, although the results of the statistical tests did not have a significant difference. The results showed that there was no significant difference in dicarbonyl levels in rat liver tissue in the group that was given intermittent hypobaric hypoxia treatment with the control group so that the hypothesis "different amounts of intermittent hypobaric hypoxia exposure resulted in significant differences in dicarbonyl levels in rat liver tissue" and there was an effect HHI's protection against free radicals is not proven."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>