Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101924 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Milena Rahmanova
"Penelitian ini membahas mengenai praktek Female Genital Mutilation (FGM) di Mesir yang masih terjadi, meskipun negara ini telah meratifikasi berbagai konvensi internasional seperti Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) 1981, Kovensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) 1982, Konvensi tentang Hak-Hak Anak (CRC) 1990, dan Konvensi tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1997. Dalam perspektif norma hak asasi manusia Internasional, praktik FGM ini melibatkan diskriminasi dan kontrol atas kehidupan sosial perempuan, pelanggaran hak untuk bebas dari diskriminasi gender, hak untuk hidup dan integritas fisik, hak atas kesehatan fisik dan mental yang maksimal, dan hak untuk mendapatkan kesehatan fisik dan mental serta hak atas perlindungan anak. Teori norma HAM Internasional yang dicetuskan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Teori Lokalisasi Norma yang dicetuskan oleh Amitav Acharya, digunakan sebagai alat analisa untuk membahas isu ini. Dengan menggunakan Teori lokalisasi norma, penelitian ini mengeksplorasi proses penerimaan norma eksternal baru di negara dengan budaya patriarki serta bagaimana Pemerintah Mesir berhasil mencapai konsensus dengan semua actor domestik untuk kepentingan bersama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui studi literatur dan studi dokumen. Lewat analisis data naratif hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa FGM bertentangan dengan norma HAM internasional dalam konvensi-konvensi internasional.

This research discusses the practice of Female Genital Mutilation (FGM) in Egypt which still occurs, even though this country has ratified various international conventions such as the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) 1981, the International Convention on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1982, the Convention on the Rights of the Child (CRC) 1990, and the Convention on Civil and Political Rights (ICCPR) 1997. In the perspective of International Human Rights Norms, the practice of FGM involves gender discrimination, a violation the right to be free from gender discrimination, the right to life and physical integrity, the right to maximum physical and mental health, and the right to child protection. Theory of International Human Rights norms which was coined in the Universal Declaration of Human Rights and the Theory of norm localization which was coined by Amitav Acharya, are used to analysis this issue. Using Norm Localization Theory, this research explores the process of accepting new external norms in a country with a patriarchal culture and how the Egyptian Government succeeded in reaching consensus with all domestic actors for the common good. This research uses qualitative research methods with data collection methods through literature study and document study. Through narrative data analysis, research findings show that FGM is contrary to international human rights norms in international conventions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Safriska Desna Putri
"Norma global merujuk pada harapan bersama atau standar perilaku yang dianggap pantas dan diharapkan diterima oleh semua negara di seluruh dunia. Salah satu aspek dari norma global adalah norma kesehatan global, yang telah diterima dan dijadikan lembaga di Indonesia karena dianggap penting dan relevan bagi masyarakatnya. Namun, terdapat kendala dalam adopsi norma global terkait kesehatan reproduksi, khususnya norma global anti-FGM, di Indonesia. Negara ini menempati peringkat ketiga tertinggi dalam praktik sunat perempuan setelah Gambia dan Mauritania. Di Indonesia, Gorontalo adalah salah satu wilayah dengan angka praktik FGM tertinggi dengan 83,7% dari anak perempuannya mengalami FGM. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjawab mengapa norma global anti-FGM gagal diadopsi di Gorontalo, Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menerapkan analisis thematic analysis. Pengumpulan data dilakukan melalui interview, kuesioner, dokumen resmi pemerintah, jurnal, buku, dan artikel daring. Konsep yang digunakan sebagai kerangka pemahaman dalam penelitian ini adalah konsep internalisasi norma milik Amitav Acharya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 aspek penyebab kegagalan adopsi norma global anti-FGM di Gorontalo, Indonesia yaitu kuatnya nilai, norma dan kepercayaan masyarakat Gorontalo (people aspect), lemahnya NGO dalam menyuarakan isu FGM (transmission belt aspect), dan ketidakseriusan pemerintah dalam legalitas pelarangan FGM (state aspect). 

Global norms refer to shared expectations or standards of behaviour that are considered appropriate and expected to be accepted by all countries worldwide. One aspect of global norms is global health norms, which have been accepted and institutionalized in Indonesia because they are considered essential and relevant to society. However, there are obstacles to the adoption of global norms related to reproductive health, particularly anti-FGM global norms, in Indonesia. The country ranks third highest in the practice of female circumcision after Gambia and Mauritania. In Indonesia, Gorontalo is one of the regions with the highest FGM rate, with 83.7% of its girls undergoing FGM. Therefore, this study aims to answer why the global anti-FGM norm failed to be adopted in Gorontalo, Indonesia. The research uses a qualitative method by applying thematic analysis. Data were collected through interviews, questionnaires, official government documents, journals, books, and online articles. Amitav Acharya's concept of norm internalization is used as the analysis framework in this research. The results showed that there are three leading causes for the failure of the adoption of global anti-FGM norms in Gorontalo, Indonesia, namely: the strong values, norms and beliefs of the Gorontalo community (people aspect), the weakness of NGOs in voicing the issue of FGM (transmission belt aspect), and the government's lack of seriousness in the legality of prohibiting FGM (state aspect)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gilang Tri Wibisono
"Migrasi tenaga kerja Tajikistan ke Rusia memainkan peran dalam pertumbuhan ekonomi Tajikistan. Namun dibalik itu migrasi tenaga kerja Tajikistan melibatkan berbagai resiko untuk tenaga kerja migran. Tahun 2013 merupakan tahun terberat para pekerja migran. Isu-isu anti-migran dan xenophobia berkembang dan berdampak pada serangan-serangan terhadap migran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelanggaran Hak Asasi Manusia pekerja migran Tajikistan di Rusia 2013. Penelitian ini menggunakan Teori Hak Asasi Manusia yang dikaitkan dengan pasal-pasal DUHAM dan pasal-pasal konvensi internasional perlindungan hak buruh yang dikeluarkan oleh ILO (International Labour Organization). Dari analisis diketahui bahwa kasus ini merupakan pelanggaran HAM dilihat dari pasal-pasal DUHAM dan dan pasal- pasal konvensi internasional perlindungan hak buruh yang dikeluarkan oleh ILO (International Labour Organization). Kejadian ini memiliki dampak bagi para migran Tajikistan dan Negara Rusia.

Tajikistan's labor migration to Russia plays a role in the economic growth of Tajikistan. But behind the labor migration Tajikistan involves various risks to migrants. 2013 was the toughest year of migrant workers. Issues of anti-migrant and growing xenophobia and impact on attacts against migrants. This study aims to analyze the human rights violations of Tajikistan migrant workers in Russia 2013. This study uses the theory of Human Rights, which is associated with the articles of the Universal Declaration and the provisions of international conventions the protection of labor rights issued by ILO (International Labour Organization). From the analysis shows that this case is a violation of human rights seen from the articles of the Universal Declaration and the provisions of international conventions the protection of labor rights issued by ILO (International Labour Organization). This incident could have implications for migrants Tajikistan and Russia."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hadaris Samulia Has
"Tak ada hal yang lebih memilukan barangkali dari kekerasan dan permusuhan antara kelompok yang terjadi di Ambon atau Maluku pada umumnya.Tak ada kata yang menggambarkan secara tepat apa yang sesungguhnya terjadi di kawasan yang penduduknya plural ini.
Tesis yang berjudul Pelanggaran Hak Asasi Manusia ()lab Aparat Keamanan (TNI dan POLRI) Dalam Penanganan Konflik Di Ambon, mencoba untuk melihat faktor-faktor penyebab pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang justru terjadi pada saat proses penanganan konflik yang dilakukan, oleh aparat keamanan, mengakibatkan pelanggaran yang bersifat vertikal dan melihat bagaimana bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh TNI dan POLRI dalam penanganan konflik tersebut.
Masuknya unsur-unsur Negara dan kekuatan militer dalam konflik yang terjadi bukanya tanpa resiko, kemungkinan terbesar dari faktor resiko itu adalah penggunaan alat-alat kekerasan yang paling dikuasai militer, maka muncul penyelesaian konflik kekerasan dengan cara-cara yang tidak beda dengan kekerasan itu sendiri.
Dalam menganalisa persoalan tersebut digunakan beberapa tinjauan pustaka seperti definisi dari konflik, konflik sosial, sifat koflik, jenis-jenis konflik, sifat dari masyarakat majemuk, Tahapan dari penyelesaian konflik (conflict resolution), konsepsi pelanggaran Hak Asasi Manusia dan instrument pokok perlindungan Hak Asasi Manusia baik yang bersifat nasional dan internasional.
Selain untuk lebih mendekatkan pada permasalahan penulis juga menggunakan beberapa tinjauan pustaka dari konsepsi militer profesioanal dan peran militer dalam sosial politik khususnya Dwifungsi ABRI, sosialisasi Hak Asasi manusia bagi kalangan aparat keamanan merupakan salah satu pokok bahasan pula.
Metode Penelitian tesis ini berssifat library research dimana digunakan data sekunder, inventarisasi peraturan perundang-undangan atau lainya serta dokumentasi peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di daerah konflik, disamping itu penulis juga mengunakan data yang bersifat penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa institusi yang dapat dipertanggung jawabkan ke absahanya.

It seems that human rights violation and mass conflict happening in Ambon and Moluccas are more sorrowful than other things ever. One finds no precise word to describe what is going on in such a plural region.
This Thesis entitled "Human Rights Violation by the Military and Police Officers in the Conflict Resolution Process in Ambon", tries to reveal some reasons of the Human Rights violation that simply happened as the conflict resolution process was undertaken by military and police officers resulting in vertical violation, and observes how Human Rights violation by TNI and POLRI emerges in the conflict resolution.
Involved elements of the state and military forces in the ongoing conflict are not without risks; the major risk factor is using mostly military-controlled violation instruments and that mass conflict and human rights violation are settled in the same process as the violation itself.
Analyzing the case, one uses library research such as definitions of conflict, social conflict, types of conflict, characteristics of plural community, phases of conflict resolution, conception of Human Rights violation and principal instruments of securing both national and international Human Rights.
Besides approaching to the problem statement, the author also applies library researches of professional military conception and military roles in social and political situation especially "Dwifungsi ABRI" (Indonesian Armed Forces' Dual Functions)?nd socialization of Human Rights to the security agents as a problem, as well.
Research methodology employed in this thesis is Library Research where the author uses secondary data, inventory of legislation and others, and documentation of the ongoing events in the conflict area. Moreover, the author applies data of researches carried out by several institutions for which one is liable for their validity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T19394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cassesse, Antonio
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 1994
323 CAS h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Farah Nurfirman
"Dominasi kelompok laki-laki terhadap perempuan dalam masyarakat menimbulkan diskriminasi gender di tempat kerja. Ketimpangan gender menunjukkan bagaimana perempuan tidak mampu berbicara lantang karena dibungkam oleh kelompok dominan. Akibat dari dominasi oleh laki-laki di tempat kerja adalah wanita tidak dapat mengekspresikan diri mereka dengan bebas. Jika wanita mencoba untuk menyuarakan suara mereka, akan menghambat efektifitas kerja dan berujung pada mengundurkan diri dari pekerjaan. Kejadian ini menunjukan Teori Muted Group yang berfokus pada kurangnya suara dan juga perlawanan terhadap pembungkaman. What Men Want (2019) adalah film produksi Amerika yang disutradarai oleh Adam Shankman yang menggambarkan diskriminasi gender di tempat kerja. Penelitian ini menggunakan analisis film naratif, yang bertujuan untuk menghubungkan teori Muted Group dengan keadaan lingkungan kehidupan nyata yang digambarkan dalam film What Men Want (2019). Studi ini digunakan untuk menunjukkan bahwa laki-laki terus mendominasi tempat kerja yang menghambat wanita untuk berkembang dalam pekerjaanya dan hal ini digambarkan dalam perfilman Amerika. Studi ini menemukan bahwa perempuan dianggap sebagai kelompok bisu karena perempuan tidak mendapatkan kesempatan promosi yang sama seperti laki-laki yang digambarkan dalam film What Men Want (2019) karena kebisuan dan ketidakmampuan mereka untuk tampil sesuai dengan pikiran dan bahasa mereka mengakibatkan diskriminasi di tempat kerja. oleh laki-laki. Film ini menggambarkan karakter perempuan sebagai sosok yang tidak berdaya di tempat kerja ketika pendapat mereka tidak didengar selama proses pengambilan keputusan karena laki-laki membungkam mereka sebagai kelompok dominasi. Untuk rekapitulasi, dominasi dan diskriminasi laki-laki terhadap perempuan di tempat kerja mengakibatkan pelecehan, penghinaan, dan merendahkan perempuan, seperti yang digambarkan dalam What Men Want (2019).

The domination of men over women in society creates gender discrimination in the workplace. Gender imbalance shows how women are unable to speak out loud because they are silenced by the dominant group. The result of domination by men in the workplace is that women cannot express themselves freely. If women try to voice their voices, it will hinder work effectiveness and lead to resigning from work. This would result in Muted Group Theory focuses on lack of voice as well as resistance to silencing. What Men Want (2019) is an American film directed by Adam Shankman that depicts gender discrimination in the workplace. This study uses narrative film analysis, which aims to connect Muted Group theory to the real-life environmental circumstance portrayed in the film What Men Want (2019). This study is used to show that men continue to dominate the workplace, which hinders women from developing in their jobs and this is depicted in American cinema. This study found that women are regarded as the muted group as women do not get equal promotion opportunities as men portrayed in the film What Men Want (2019) because of their silence and incapacity to perform in line with their thoughts and language results in workplace discrimination by males. The film illustrates women characters as powerless undervalued in the workplace when their opinion is unheard during the decision-making process because men are muting them as the domination group. To recapitulate, men's domination and discrimination towards women at work resulted in harassment, humiliation, and undervaluing women, as depicted in What Men Want (2019)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nurfirman
"Dominasi kelompok laki-laki terhadap perempuan dalam masyarakat menimbulkan diskriminasi gender di tempat kerja. Ketimpangan gender menunjukkan bagaimana perempuan tidak mampu berbicara lantang karena dibungkam oleh kelompok dominan. Akibat dari dominasi oleh laki-laki di tempat kerja adalah wanita tidak dapat mengekspresikan diri mereka dengan bebas. Jika wanita mencoba untuk menyuarakan suara mereka, akan menghambat efektifitas kerja dan berujung pada mengundurkan diri dari pekerjaan. Kejadian ini menunjukan Teori Muted Group yang berfokus pada kurangnya suara dan juga perlawanan terhadap pembungkaman. What Men Want (2019) adalah film produksi Amerika yang disutradarai oleh Adam Shankman yang menggambarkan diskriminasi gender di tempat kerja. Penelitian ini menggunakan analisis film naratif, yang bertujuan untuk menghubungkan teori Muted Group dengan keadaan lingkungan kehidupan nyata yang digambarkan dalam film What Men Want (2019). Studi ini digunakan untuk menunjukkan bahwa laki-laki terus mendominasi tempat kerja yang menghambat wanita untuk berkembang dalam pekerjaanya dan hal ini digambarkan dalam perfilman Amerika. Studi ini menemukan bahwa perempuan dianggap sebagai kelompok bisu karena perempuan tidak mendapatkan kesempatan promosi yang sama seperti laki-laki yang digambarkan dalam film What Men Want (2019) karena kebisuan dan ketidakmampuan mereka untuk tampil sesuai dengan pikiran dan bahasa mereka mengakibatkan diskriminasi di tempat kerja. oleh laki-laki. Film ini menggambarkan karakter perempuan sebagai sosok yang tidak berdaya di tempat kerja ketika pendapat mereka tidak didengar selama proses pengambilan keputusan karena laki-laki membungkam mereka sebagai kelompok dominasi. Untuk rekapitulasi, dominasi dan diskriminasi laki-laki terhadap perempuan di tempat kerja mengakibatkan pelecehan, penghinaan, dan merendahkan perempuan, seperti yang digambarkan dalam What Men Want (2019).
The domination of men over women in society creates gender discrimination in the workplace. Gender imbalance shows how women are unable to speak out loud because they are silenced by the dominant group. The result of domination by men in the workplace is that women cannot express themselves freely. If women try to voice their voices, it will hinder work effectiveness and lead to resigning from work. This would result in Muted Group Theory focuses on lack of voice as well as resistance to silencing. What Men Want (2019) is an American film directed by Adam Shankman that depicts gender discrimination in the workplace. This study uses narrative film analysis, which aims to connect Muted Group theory to the real-life environmental circumstance portrayed in the film What Men Want (2019). This study is used to show that men continue to dominate the workplace, which hinders women from developing in their jobs and this is depicted in American cinema. This study found that women are regarded as the muted group as women do not get equal promotion opportunities as men portrayed in the film What Men Want (2019) because of their silence and incapacity to perform in line with their thoughts and language results in workplace discrimination by males. The film illustrates women characters as powerless undervalued in the workplace when their opinion is unheard during the decision-making process because men are muting them as the domination group. To recapitulate, men's domination and discrimination towards women at work resulted in harassment, humiliation, and undervaluing women, as depicted in What Men Want (2019).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Eksistensi transgender Male to Female (MTF) atau yang secara umum sering kita dengar dengan istilah Waria lebih populer dibandingkan dengan transgender Female to Male (FTM). Eksistensi FTM atau seseorang yang terlahir secara biologis perempuan tetapi mendefinisikan dirinya sebagai laki-laki belum diangkat dan terdokumentasikan secara baik, sehingga eksistensi FTM sulit dikenali dalam diskursus publik. Pemilihan Jakarta sebagai area penelitian karena merupakan kota urban yang mempresentasikan Indonesia. Responden yang diinterview berjumlah 22 orang, dan di dalam perjalanan penelitian, 5 FTM dari luar Jakarta. Studi FTM ini menemukan bahwa seseorang tidak secara otomatis akan mendefinisikan gendernya sesuai dengan seks/jenis kelamin biologinya. Mereka membentuk identitas dirinya sendiri secara subjektif melalui proses pendefinisian diri. Dalam perjalanan menuju "diri", FTM mengalami banyak kekerasan baik dari negara, masyarakat, tempat kerja dan keluarga. "
362 JP 20:4 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>