Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 218174 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rabiatul Adabia Zahra
"Tanah merupakan suatu bagian yang penting bagi kehidupan manusia, tanah-tanah ini harus didaftarkan untuk mendapat validasi kepemilikan yaitu, melalui sistem pendaftaran tanah yang difasilitasi oleh Kantor Pertanahan. Dalam hal pendaftaran tanah sering ditemukan kesalahan pada administrasi yang dapat menyebabkan sertipikat hak atas tanah menjadi cacat administrasi, hak ini biasanya berujung menjadi sengketa pertanahan seperti dalam kasus ini Ny. IF melawan PT. X dimana PT. X menjual bidang tanah yang Ny. IF sedang lakukan upaya hukum di Pengadilan, sejalan dengan permasalahan yang diangkat penulis dalam tesis ini yaitu Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Pada Akta Jual Beli dari Objek Tanah Yang Masih Dalam Upaya Hukum. Penelitian ini menganalisis pertimbangan Kantor Badan Pertanahan dalam menerbitkan kembali Sertipikat Hak Guna Bangunan saat masih ada sengketa dan juga meneliti tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membuat Akta Jual Beli dari objek tanah yang masih bersengketa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif, dengan tipologi penelitian diagnostik dan preskriptif. Pengumpulan jenis data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, yang berupa studi literatur dan wawancara sebagai bahan pendukung. Data yang sudah ada akan dianalisis secara kualitatif, dan bentuk hasil penelitian ini bersifat deskriptifanalitis. Hasil dari penelitian, yakni atas penerbitan kembali sertifikat yang telah dibatalkan juga adanya perbuatan hukum jual-beli atas tanah tersebut ternyata sah adanya, dikarenakan telah terdapat putusan terdahulu yang menyatakan Ny. IF Ne Bis In Idem yang artinya atas keluarnya putusan tersebut atas objek tanah tidak dapat lagi dilakukan upaya hukum. Oleh Karena itu Pertanggung Jawaban PPAT terhadap Akta Jual Beli tidak memenuhi unsur untuk dapat dimintakan pertanggung jawaban baik secara administratif, perdata, maupun pidana.

The land is a crucial aspect of human existence; this land must be registered to get ownership validation, which is done through a land registration system facilitated by the Land Office. Administrative faults are frequently discovered in land registration, causing the certificate of land rights to become administratively faulty; this right usually results in a land dispute, as in Mrs. IF's case against PT. X, where PT. X sold the plot of land for which Mrs. IF is currently pursuing legal action in court, in line with the problem raised by the author in this thesis; It is Responsibilities of the Land Deed Officer in the Sale and Purchase Deed of Disputed Land Objects. This study analyzed some concerns of the Land Agency Office in re-issuing the Right to Build Certificate while there is still a disagreement and the obligation of the Land Deed Official in creating the Sale and Purchase Deed of land objects that are still in dispute. This study used a juridicalnormative research method with a diagnostic and prescriptive typology of research. Secondary data types were collected using primary, secondary, and tertiary legal documents in literature reviews and interviews as supporting materials. Existing data will be qualitatively examined, and the research's findings will take the form of descriptiveanalytical reports. Based on the findings, the re-issuance of a canceled certificate, as well as a legal act of purchasing and selling land, were both lawful due to a previous ruling saying that Mrs. IF Ne Bis In Idem, which indicates that legal remedies are no longer available following the issuing of the decision on land objects. Therefore PPAT's Liability for the Sale and Purchase Deed does not meet the elements to be able to be held accountable both administratively, civilly, and criminally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Yoland Shinta Martuani
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pelaksanaan jual beli tanah dengan menggunakan akta jual beli tanah atas objek yang telah terikat dengan perjanjian pengikatan jual beli tanah dengan pihak lain sehingga menimbulkan kerugian dari pembeli pertama yang kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah keabsahan akta jual beli tanah yang objeknya sudah terikat dengan perjanjian pengikatan jual beli pihak lain dan perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang dirugikan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif khususnya mengenai perjanjian dan keabsahan jual beli tanah. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang di dukung dengan data primer berupa wawancara. Hasil analisis (1) Akta Jual Beli tanah yang objek terikat dengan PPJB pihak lain tetap sah dan mengikat para pihak apabila pembeli merupakan pembeli beritikad baik, dan pihak dalam PPJB belum memenuhi persyaratan berpindahnya hak yuridis atas tanah, yaitu pelunasan, dan penguasaan fisik atas tanah tersebut dan (2) pihak yang dirugikan dalam pembuatan akta ini merupakan pembeli beritikad baik yang wajib dilindungi oleh hukum. Pembeli beritikad baik ini berhak menuntut pemenuhan prestasi dan mendaftarkan dirinya sebagai pemilik tanah dengan didahului dengan pembuatan akta jual beli tanah yang sah di hadapan PPAT.

This research is motivated by the implementation of land sale and purchase by using a land sale and purchase deed on objects that have been bound by a land sale and purchase binding agreement with other party, resulting to a material damage to the first buyer that ended up suing the seller to the district court. The subject matter of this research is the validity of the deed of sale and purchase of land whose object has been bound by a binding agreement of sale and purchase of other parties and legal protection for good faith buyers who are harmed. The research method is normative juridical, especially regarding agreements and the validity of land sale and purchase. The type of data used is secondary data supported by primary data in a form of interview. The results of the analysis (1) The Sale and Purchase Deed of land whose object is bound by another party's PPJB remains valid and binding on the parties if the buyer is a good faith buyer, and the party in the sale and purchase binding agreement has not fulfilled the requirements for the transfer of juridical rights to land, namely payment, and physical control of the land. and (2) the injured party in making this deed is a good faith buyer who must be protected by law. This good faith buyer has the right to demand the fulfillment of performance and register himself as the owner of the land preceded by the making of a valid land sale and purchase deed before a land deed officer"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly Manthovani
"Jual beli tanah di Indonesia seharusnya tidak dilakukan dengan hanya berdasarkan bukti pembayaran berupa kwitasi, melainkan harus dilakukan dengan prinsip dan tata cara jual beli tanah yang berlaku. Jual beli tanah dalam hukum pertanahan nasional mengacu pada asas terang, tunai dan riil. Terang artinya dibuat di hadapan Pejabat yang berwenang. Namun, tak jarang ditemukan di dalam kehidupan bermasyarakat, jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertipikat sekalipun dilakukan dengan hanya membuat secarik kertas tanda terima / kwitansi yang dibuat di bawah tangan tidak di hadapan Pejabat. Beberapa contoh jual beli hanya berdasarkan kwitansi terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 964 PK/Pdt/2018 tertanggal 16 Januari 2019, Putusan Mahkamah Agung RI No. 2538 K/Pdt/2020 tertanggal 20 Oktober 2020, Putusan Mahkamah Agung No. 312 K/Pdt/2017 tanggal 24 Mei 2017, Putusan Mahkamah Agung RI No. 755 K/Pdt/2022 tertanggal 28 Maret 2022, Putusan Mahkamah Agung RI No. 2433 K/Pdt/2017 tertanggal 5 Maret 2018, Putusan Mahkamah Agung RI No. 2354 K/Pdt/2018 tertanggal 22 November 2018. Penelitian akan menganalisis jual beli hanya berdasarkan kwitansi ditinjau dari peraturan perundang-undangan dan pertimbangan-pertimbangan hukum dalam Putusan-Putusan Mahkamah Agung RI tersebut di atas. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dari buku-buku dan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian, syarat keabsahan jual beli tanah di Indonesia masih terdapat perbedaan penilaian oleh Majelis Hakim yaitu terdapat putusan yang menyatakan jual beli berdasarkan kwitansi saja sah, dan ada yang menyatakan jual beli berdasarkan kwitansi saja tidak memenuhi syarat formil jual beli tanah, sehingga jual beli tidak sah

Sale and purchase of land in Indonesia should not be carried out solely on the basis of proof of payment in the form of a receipt, but must be carried out according to the principles and procedures for buying and selling land that apply. The sale and purchase of land in the national land law refers to the principle of clear and cash. Clear means made before an authorized official. However, it is not uncommon to find in social life, the sale and purchase of land even that land has been certified is carried out by simply making a piece of receipt / receipt made privately containing information that payment has been received for the purchase of a plot of land. Several example of buying and selling based only on receipts are contained in Decision of Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 964 PK/Pdt/2018 dated 16 Januari 2019, No. 2538 K/Pdt/2020 dated 20 Oktober 2020, No. 312 K/Pdt/2017 dated 24 Mei 2017, No. 755 K/Pdt/2022 dated 28 Maret 2022, No. 2433 K/Pdt/2017 dated 5 Maret 2018, and No. 2354 K/Pdt/2018 dated 22 November 2018. This research method uses normative juridical research methods using secondary data from books and statutory regulations. Based on the research results, there are still differences in the requirements by the judges for the validity of land sales and purchases in Indonesia, namely that there are decisions that state that sales and purchases based on receipts only are valid, and there are those that state that sales and purchases based on receipts do not meet the formal requirements for land sales and purchases, so the sale and purchase invalid."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Diah Wiyat Apriliyani
"

Masih banyaknya jumlah bidang tanah yang belum terdaftar dan terpetakan di Indonesia serta lambannya proses sertifikasi tanah menjadi latar belakang dibentuknya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Para aktor pelaksana dituntut untuk melaksanan PTSL secara profesional yang mengacu pada ketentuan hukum maupun teknis sehingga tidak terjadi praktik maladministrasi. Hal tersebut menjadi alasan  dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan program PTSL serta faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program PTSL di Kantor Pertanahan Kota Jakarta Utara Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan teori dari Edwards III (1980) dengan pendekatan post-positivist  dan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari segi capaian, pelaksanaan program PTSL tahun 2018 di Kantor Pertanahan Kota Jakarta Utara berhasil mencapai target yang telah ditetapkan. Namun, secara keseluruhan program PTSL di Kota Jakarta Utara belum dilaksanakan dengan baik dikarenakan terdapat beberapa kendala seperti kurangnya penyuluhan intensif dari Kantor Pertanahan, kurangnya kuantitas sumber daya manusia dan fasilitas dalam menunjang pelaksanaan PTSL, serta terdapat kekosongan hukum perihal peraturan teknis  pembiayaan persiapan pelaksanaan program PTSL. Peneliti juga menemukan faktor lain yang mempengaruhi dalam pelaksanaan program PTSL yaitu faktor kepemimpinan faktor sosial ekonomi masyarakat. 


The large number of land parcels that have not yet been registered and mapped in Indonesia and the slow process of land certification is the background for the establishment of a complete systematic land registration program (PTSL). The actors involved in this program are required to implement PTSL professionally which refers to legal and technical provisions so that there is no practice of maladministration, thus being the reasons for this research that aims to analyze the implementation of the PTSL program and the factors that influence it at the Land Office of North Jakarta in 2018. This research refers to the theory from Edwards III (1980) with a post-positivist approach with qualitative data collection techniques through in-depth interviews and literature studies. The results of the research show that in terms of achievement, the implementation of the PTSL program in 2018 at the Land Office of North Jakarta City successfully achieved the set target. However, overall the PTSL program in North Jakarta City has not been implemented properly due to several constraints such as lack of intensive counselling from the Land Office the quantity of human resources and facilities are still lacking in supporting the PTSL implementation, and there is a legal vacuum regarding technical regulations that regulate the financing of preparation for implementing PTSL programs. The researcher also found other factors that influence the implementation of the PTSL program, namely the leadership factors and the socio-economic factors of the community.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Adminstrasi Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asrawati Purnama Satryanegara
"Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN menyusun program besar transformasi digital, salah satunya melalui kebijakan sertipikat tanah elektronik.[1] Untuk mewujudkan pelaksanaan kebijakan ini, diperlukan skema dan infrastruktur pendukung digitalisasi sertipikat tanah. [2] Namun kebijakan tersebut mendapatkan kritikan dari masyarakat. Pemerintah dianggap belum memiliki kesiapan dalam memasuki era digitalisasi sertipikat tanah.[3] Terdapat sejumlah permasalah yang harus dibenahi dalam rangka menyiapkan pelaksanaan program ini. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengidentifikasi kebijakan Kementerian ATR/BPN menyelenggarakan pendaftaran tanah secara elektronik. Selain itu untuk menguraikan akar permasalahan penerapan pendaftaran tanah secara elektronik di negara lain yang menjadi pembelajaran bagi penerapannya di Indonesia. Untuk mengidentifikasi prospek penerapan dan permasalahan kebijakan ini berdasarkan pembelajaran (lessons learned) dari negara lain. Tipologi penelitian menggunakan metode preskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan dengan study kepustakaan dan wawancara (kualitatif). Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan cara memadukan antara penelitian kepustakaan dengan penelitian lapangan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat potensi permasalahan dan hambatan penerapan sertipikat elektronik di Indonesia dari segi kesiapan sistem, kelengkapan data dan SDM. Hal ini dapat menghambat penerapan digitalisasi pendaftaran tanah.

The government through the Ministry of ATR/BPN has compiled a major digital transformation program, one of which is through the electronic land certificate policy. To realize the implementation of this policy, a scheme and infrastructure to support the digitization of land certificates are needed. However, this policy has received criticism from the public. The government is considered not yet ready to enter the era of digitizing land certificates. There are a number of problems that must be addressed in order to prepare for the implementation of this program. The purpose of writing this thesis is to identify the policy of the Ministry of ATR/BPN in conducting electronic land registration. In addition, to describe the root cause of the application of electronic land registration in other countries which is a lesson for its application in Indonesia. To identify the implementation prospects and problems of this policy based on lessons learned from other countries. Typology of research using prescriptive analysis method, data collection is done by literature study and interviews (qualitative). The data collected was analyzed qualitatively by combining library research with field research. Based on the results of the study, it was concluded that there are potential problems and obstacles to the application of electronic certificates in Indonesia in terms of system readiness, completeness of data and human resources. This can hinder the implementation of digitizing land registration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Aprilian
"Akta Jual Beli (AJB) dengan objek tanah semestinya dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang terdiri atas syarat subjektif dan objektif. Selain itu, seharusnya dalam pembuatan akta tersebut dipertimbangkan pula ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata tentang batalnya perjanjian yaitu dengan adanya cacat kehendak yang meliputi ancaman, kekhilafan, dan penipuan. Demikian pula halnya dalam jual beli dengan objek tanah yang menggunakan ketentuan yang diatur Undang-undang Nomor 5 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam kenyataannya dijumpai AJB dengan objek tanah yang perjanjiannya mengandung cacat kehendak karena adanya penipuan. Kasus tersebut ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 2/PDT.G/2021/PN Kla. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis keabsahan dari AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak, selain itu menganalisis juga tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap adanya cacat kehendak dalam pembuatan AJB dengan objek tanah. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal yang dipaparkan secara eksplanatoris analitis untuk mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan. Selanjutnya bahanbahan hukum tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa cacat kehendak (dalam hal ini adalah penipuan) membuat tidak terpenuhinya syarat subjektif yang berkenaan dengan kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri melalui perbuatan hukum jual beli yang dituangkan dalam AJB di hadapan PPAT sehingga akta tersebut menjadi dibatalkan oleh Hakim. Adapun terkait tanggung jawab dari PPAT dalam pembuatan AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak adalah sebatas formalitas dari akta autentik yang dibuatnya, sedangkan berkenaan dengan kebenaran dari substansi (isi) perjanjian yang merupakan kehendak para pihak, bukan merupakan tanggung jawab PPAT.

The Deed of Sale and Purchase (AJB) involving land objects should be made in accordance with the validity requirements of an agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata), which includes both subjective and objective conditions. Furthermore, the making of such a deed should also consider the provisions of Article 1321 of the Civil Code regarding the annulment of agreements due to defects in consent, which include coercion, mistake, and fraud. Similarly, in land sale and purchase transactions governed by the provisions of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA), there are cases where the AJB involving land objects contains defects in consent due to fraud. Such a case was found in the decision of the Kalianda District Court Number: 2/PDT.G/2021/PN Kla. This research aims to analyze the validity of the AJB involving land objects that contain defects in consent and to analyze the responsibility of the Land Deed Official (PPAT) regarding the defects in consent in the making of the AJB involving land objects. This legal research is doctrinal, presented in an explanatory-analytical manner to collect secondary data in the form of legal materials through literature study. The legal materials are then analyzed qualitatively. The research findings indicate that defects in consent (in this case, fraud) result in the non-fulfillment of the subjective requirement regarding the agreement of the parties to bind themselves through the legal act of sale and purchase as stated in the AJB before the PPAT, thus rendering the deed annulled by the Judge. As for the responsibility of the PPAT in making the AJB involving land objects that contain defects in consent, it is limited to the formality of the authentic deed they made. However, regarding the truth of the substance (content) of the agreement, which is the will of the parties, it is not the responsibility of the PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitha Elra Yustisia
"Profesi Notaris erat kaitannya dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Fungsi dan peran notaris serta PPAT ialah memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyuluhan hukum serta menjaga kepentingan pihak yang terkait. Dalam menjalankan tugasnya Notaris dan PPAT tidaklah lepas dari aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Notaris dan PPAT ditunjuk dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik seperti yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam menjalankan tugasnya telah memiliki peraturan masing-masing mengenai tata cara yang tertuang dalam peraturan jabatannya. Dalam prakteknya, masih banyak pelanggaran dalam melaksanakan jabatan yang mempunyai akibat hukum bagi akta yang dibuatnya. Undang-Undang Jabatan Notaris menunjuk Menteri untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris dan dalam melaksanakan pengawasannya, Menteri membentuk. Majelis Pengawas Notaris. Pada dasarnya kedua jabatan tersebut hanya membedakan tugas pokok dalam pembuatan akta otentik, namun subjek kedua jabatan tersebut adalah satu, yaitu seorang Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Notaris/ PPAT harus memperhatikan prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan akta dimana objek jual beli masih dalam boedel waris serta pengawasan PPAT dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam hal terjadinya pelanggaran dalam menjalankan jabatannya.

Notary profession is closely related to land deed officer or PPAT. Both a notary and a PPAT have functions and roles in public service as well as conducting legal counseling and maintaining interest of related parties. As public officials who seal authentic deeds, a notary and a PPAT are bonded to PPAT, Notary, and Civil Code appointed in Article 1868 of Civil Code which regulates procedures of notary and PPAT duties. However, violations, which bring legal consequences to deeds a notary or a PPAT ratifies, are often encountered during task enforcement. According to law on notary, Law and Human Rights Minister is appointed to supervise notaries through Notary Supervisor Assembly. A notary and a PPAT basically are the same subjects, though main duty in drawing up authentic deeds differs. This thesis employs normative-juridical method with qualitative data analysis. Based on analysis, a notary or a PPAT should notice procedures and provisions in designing deeds in which sale and purchase object is still in boedel inheritance, and duty procedure violation is supervised by Notary Supervisor Assembly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katrine Novia
"PPAT dalam menjalankan jabatannya seharusnya bekerja dengan penuh tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak dalam proses pemecahan sertipikat hak atas tanah. PPAT juga harus bertanggung jawab atas akta autentik yang dibuatnya, yaitu salah satunya Akta Pembagian Hak Bersama dan Akta Jual Beli. Salah satu permasalahan yang ditemui terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 990 PK/PDT/2020 dimana adanya keterlibatan PPAT dalam proses pemecahan sertipikat dan pembuatan akta autentik. Hal ini menimbulkan permasalahan dimana PPAT melakukan perbuatan melawan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya dimana dalam Akta Pembagian Hak Bersama tanda tangan para pemilik sertipikat hak atas tanah dipalsukan oleh penghadap yang datang sehingga menimbulkan suatu perbuatan hukum bersama-sama dengan salah satu pemilik sertipikat hak atas tanah. Atas permasalahan tersebut, dalam penelitian ini akan menganalisis mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam proses pemecahan sertipikat hak milik yang dilanjutkan dengan akta pembagian hak bersama dan akta jual beli dan akibat hukum jika akta pembagian hak bersama sebagai dokumen rujukan tidak ditandatangan oleh seluruh ahli waris dalam proses pemecahan sertipikat hak milik. Penelitian ini mengunakan metode penelitian doktrinal yang ditinjau dari sudut sifatnya merupakan penelitian deskriptif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa PPAT bertanggung jawab secara pidana, perdata dan administratif serta dalam proses pemecahan sertipikat hak atas tanah PPAT TN bertanggung jawab sebatas kuasa untuk melakukan pengurusan ke Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional dan akibat hukum yang ditimbulkan bahwa Akta Pembagian Hak Bersama dapat dibatalkan dengan dasar penyimpangan syarat formil tata cara pembuatan akta autentik dan Akta Jual Beli dapat dibatalkan dengan dasar adanya penyimpangan dalam pembuatan akta autentik serta pembeli NA tidak termasuk dalam kriteria pembeli yang beritikad baik.

Land Deeds Officials in its position should work responsibilty, independently, honestly and impartially in the process of splitting freehold title. Also Land Deeds Officials must be responsible for the authentic deeds, namely the Deed of Sharing of Shared Rights and the Deed of Sale and Purchase. The problems is found in the Supreme Court Decision Number 990 PK/PDT/2020 where there is involvement of Land Deeds Officials in the process of splitting freehold title and authentic deeds. This raises problem where the Land Deeds Officials commits an unlawful act against the authentic deed he made where in the Deed of Sharing of Joint Rights the signatures of the owners of the freehold title are falsified by one of the owners who come to sign, causing a legal action. This study will analyze the responsibilities of the Land Deed Official in the process of splitting freehold title followed by the deed of sharing of joint rights and the deed of sale and purchase and the legal consequences if the deed of sharing of joint rights as a reference document is not signed by all the heirs in the process of splitting freehold title. This research uses doctrinal research method which in terms of its nature is descriptive research. The results shows Land Deeds Officials is liable criminally, civilly and administratively and in the process of splitting freehold title, Land Deeds Officials TN is only responsible as power to go to the Land Office and the resulting legal consequences that the Deed of Sharing of Shared Rights can be canceled on the basis of deviation from the formal requirements of the procedure for making an authentic deed and the Deed of Sale and Purchase can be canceled on the basis of irregularities in making an authentic deed and the buyer is not included in the criteria for a good faith buyer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khrisna Adjie Laksana
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap Akta Jual Beli “pura-pura” (AJB “Pura-Pura”). Dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. AJB “Pura-Pura” dinyatakan batal demi hukum dan PPAT dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali yang disaksikan oleh perangkat desa; akta jual beli yang dibuat oleh seorang PPAT secara “pura-pura”; serta tanggung jawab PPAT terhadap AJB “Pura-Pura”. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan analisa data dilakukan secara deskriptif analitis. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali merupakan surat dibawah tangan yang melanggar ketentuan Hukum Tanah Nasional dan Hukum Adat. Akta Jual Beli Tanah antara Penjual dan Pembeli yang dibuat secara pura-pura atau bersifat pura-pura terbukti merupakan perbuatan melawan hukum karena melanggar syarat suatu sebab yang halal. Kemudian, bagi PPAT yang membuat Akta “Pura-Pura” dapat diberhentikan dengan tidak hormat serta dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran bahwa masyarakat dilarang membuat Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali karena hal tersebut tidak dikenal dalam Hukum Adat; Pembuatan Akta Jual Beli “Pura-Pura” termasuk pelanggaran berat yang merusak citra profesi yang dapat menurunkan kepercayaan terhadap profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah; serta bagi PPAT dalam melakukan kewenangannya harus tunduk pada Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kode Etik serta selalu menjunjung tinggi kejujuran dan kebijaksanaan dalam membuat akta.

This research discusses the responsibilities of the Land Deed Drafting Officer (PPAT) regarding the "Pretended" Sale and Purchase Deed ("Pretended" Purchase Deed (AJB)). In Karanganyar District Court Decision Number 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. “Pretended” Purchase Deed was declared null and void and the PPAT was declared to have committed an unlawful act. The issues raised in this research are regarding land sale and purchase agreements with the right to repurchase witnessed by village officials; sale and purchase deed made by a PPAT "pretendly"; as well as PPAT's responsibility towards “Pretended” Purchase Deed. To answer this problem, doctrinal legal research methods are used with data analysis carried out descriptively analytically. In this research, it was concluded that the Land Sale and Purchase Agreement with the Right to Repurchase is a private letter which violates the provisions of National Land Law and Adat Law. A Deed of Sale and Purchase of Land between a Seller and a Buyer that was made under pretense or on a pretentious basis is proven to be an unlawful act because it violates the requirements of a lawful cause. Then, PPATs who make “Pretended” Purchase Deed can be dishonorably dismissed and can be sued based on Article 1365 of the Civil Code. Based on the research results, the author advises that people are prohibited from making land sale and purchase agreements with the right to repurchase because this is not recognized in customary law; Making a "Pretended" Sale and Purchase Deed is a serious violation that damages the image of the profession and can reduce trust in the profession of PPAT; and for PPAT, in exercising its authority, it must comply with the Position Regulations for Land Deed Making Officials and the Code of Ethics and always uphold honesty and wisdom in making deeds."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Harmoko Awang
"Sengketa pertanahan umumnya terjadi karena adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual atau sebaliknya. Akan tetapi pada penelitian ini terdapat penipuan yang tidak hanya dilakukan salah satu pihak dalam perjanjian, melainkan salah satu pihak yaitu penjual yang bekerjasama dengan PPAT. Mereka  melakukan penipuan terhadap pembeli dengan membuat Akta Jual Beli dari sertipikat palsu sebagaimana dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 789/Pid.B/2021/PN.Sby. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas mengenai keabsahan Akta Jual Beli dan perlindungan hukum bagi pembeli tanah atas tindakan PPAT yang turut serta melakukan penipuan dalam pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen. Tipe penelitian yang digunakan adalah eksplanatoris dengan menganalisis data secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya tindakan PPAT yang turut serta melakukan penipuan dalam pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu menyebabkan Akta Jual Beli yang dibuatnya menjadi tidak sah. Tindakan yang dilakukan PPAT tersebut dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata yaitu dengan gugatan pembatalan perjanjian serta ganti rugi atas dasar perbuatan melanggar hukum sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pembeli tanah. Selain itu PPAT tersebut juga dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi kode etik. Diharapkan terdapat aturan hukum yang mewajibkan pembeli, penjual dan PPAT secara bersama-sama melakukan pengecekan sertipikat pada kantor pertanahan sebelum sertipikat dijadikan dasar pembuatan Akta Jual Beli. Hal ini  untuk mencegah terjadinya sengketa pertanahan berupa pembuatan Akta Jual Beli dari sertipikat palsu.

Land disputes generally occur due to fraud committed by the buyer against the seller or vice versa. However, in this research there is a fraud that is not only done by one of the parties in the agreement but there is one parties that is the seller who cooperates with PPAT to commit fraud against the buyer by making the Sale and Purchase Deed based on counterfeit certificates as in the case of the Surabaya District Court Verdict Number 789/Pid.B/2021/PN.Sby. Therefore, this research will discuss the legality of the Sale and Purchase Deed and the legal protection for land buyers from the actions of PPAT who participated in committing fraud in making the Sale and Purchase Deed based on counterfeit certificates. The research method used in this thesis is normative juridical by using document study. The type of research used is explanatory by analyzing qualitatively. The result of this research shows that the PPAT was involved in committing fraud during the formulation of the Sale and Purchase Deed proceeding from the counterfeit certificates causing the Sale and Purchase Deed to be invalid. The actions taken by PPAT can be criminally prosecuted or a lawsuit for cancellation of the agreement and compensation can be filed on the basis of unlawful acts as a form of legal protection for the land buyers. In addition, the PPAT may also be subject to administrative sanctions and code of ethics sanctions. It is hope that there will be a legal rule that obligate the buyer, seller, and PPAT to check the certificate together at the land office before the certificate is used as the basis for composing Sale and Purchase Deeds to prevent land disputes such as composing Sale and Purchase Deeds Proceeds from counterfeit certificates."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>