Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133460 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Starleen Ellexia
"Latar Belakang
Tumor otak adalah neoplasma intrakranial di dalam otak atau di kanal tulang belakang pusat. Tumor otak ganas primer mempengaruhi sekitar 200.000 orang di seluruh dunia setiap tahun. Tumor otak disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal dan tidak terkontrol. Penanganan tumor otak di Indonesia masih belum terintegrasi baik dari segi promotif, preventif, maupun kuratif. Tumor otak sendiri dapat menyebabkan berbagai komplikasi sampai kematian. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan studi mengenai keterkaitan jenis, letak, dan ukuran tumor dengan skor fungsional berupa skor KPS yang didapatkan pasien pre dan post tindakan serta hubungannya dengan tingkat resektabilitas tumor pasien saat dilakukan operasi. Skor KPS dapat berfungsi sebagai salah satu faktor prognosis kualitas hidup pasien.
Metode
Penelitian ini akan menggunakan metode kohort retrospektif dengan melihat rekam medis pasien tumor otak dari tahun 2021 sampai 2022 yang ditatalaksana di RSCM. Rekam medis akan diambil secara consecutive sampling.
Hasil
Terdapat hubungan antara jenis tumor dengan skor KPS pre operasi dimana nilai median untuk semua jenis adalah 80 namun, adenoma mendapatkan mean skor KPS tertinggi (84,59) dan jenis tumor lain mendapatkan mean skor KPS terendah (73,73). Ukuran tumor dan skor KPS pre operasi tidak didapatkan hubungan korelasi yang kuat yaitu hanya sebesar -0,194 (CI 95% -0,313 - -0,069). Letak tumor dengan skor KPS pre operasi didapatkan ada hubungannya dengan hasil tumor supratentorium memiliki median skor KPS pre operasi lebih tinggi dibandingkan tumor infratentorium. Hasil ini berbeda dengan studi-studi lainnya sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Demikian juga dengan tingkat resektabilitas dengan skor KPS post operasi dimana didapatkan hasil signifikansi sebesar p=0,107 sehingga hubungannya tidak signifikan. Namun jika dilihat mediannya, (Gross Total Resection) GTR memiliki skor KPS post operasi yang lebih baik dibandingkan dengan (SubTotal Resection) STR yaitu 85 dan 80 secara berurut.
Kesimpulan
Perbedaan jenis tumor mempengaruhi skor KPS pre operasi. Semakin besar ukuran tumor yang dialami pasien, maka semakin rendah skor KPS pre operasi yang didapatkan. Selain itu, skor KPS pre operasi juga berhubungan dengan letak tumor yang dialami pasien. Sedangkan, skor KPS post operasi pada penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan tingkat resektabilitas tumor pada pasien yang dioperasi.

Introduction
Brain tumors are intracranial neoplasms within the brain or in the central spinal canal. Primary malignant brain tumors affect around 200,000 people worldwide each year. Brain tumors are caused by abnormal and uncontrolled cell division. Management of brain tumors in Indonesia is still not integrated in terms of promotive, preventive and curative. Brain tumors themselves can cause various complications up to death. Therefore, In this study, an investigation was carried out to explore the correlation between the type, location, and size of the tumor and its impact on the functional score, measured by the KPS score, obtained from patients before and after surgery. Additionally, the study examined the association between the level of resectability and the type of tumor. KPS score can be used as one prognostic factor for patient quality of life.
Method
This study will use a retrospective cohort method by looking at the medical records of brain tumor patients from 2021 to 2022 who were treated at RSCM. Medical records will be taken by consecutive sampling.
Results
A correlation exists between tumor types and preoperative KPS scores, with a median value of 80 for all types. Adenomas achieve the highest mean KPS score (84.59), while other tumor types have the lowest mean KPS score (73.73). A weak correlation is observed between tumor size and preoperative KPS scores, with a coefficient of only - 0.194 (95% CI -0.313 to -0.069). There is a relationship between tumor location and preoperative KPS scores, as supratentorial tumors have a higher median preoperative KPS score compared to infratentorial tumors. These findings differ from other studies, suggesting the need for further research. Similarly, the level of resectability and postoperative KPS scores show a non-significant relationship with a p-value of 0.107. However, when looking at the medians, Gross Total Resection (GTR) is associated with a higher postoperative KPS score compared to Subtotal Resection (STR), namely 85 and 80, respectively.
Conclusion
The type of tumor affects preoperative KPS scores. The larger the tumor size, the lower the preoperative KPS score. Additionally, preoperative KPS scores are also associated with tumor location. However, postoperative KPS scores in this study do not show a significant relationship with the resectability of tumors in operated patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulius Seno Nugroho
"ABSTRAK
Latar Belakang : Pada studi di Jepang terdapat 678 kasus tumor intradura ekstramedulla selama tahun 2000-2009, presentasi kasus tersering adalah Schwannoma 15-50 dan Meningioma 30 . Kualitas hidup adalah persepsi individu tentang kehidupan mereka, dapat diukur dengan MOS 36-item SF-36.Metodologi : Studi retrospektif deskriptif analitik menggunakan data rekam medis 55 pasien tumor intradural ekstramedulla yang dioperasi di RS Cipto Mangunkusumo tahun 2014-2016. Subjek penelitian adalah seluruh populasi terjangkau, berdasarkan rujukan registrasi tumor intradura ekstramedula. Terdapat 30 pasien dengan hasil patologi Meningioma atau Schwanoma, sampel penelitian sebanyak 29 sampel, 1 pasien meninggal 1 bulan setelah operasi. Pasien diwawancara via telepon, dinilai dengan item SF-36, diolah menggunakan program SPSS 21.Hasil : Subjek terbanyak pada kategori 50 ndash; 60 tahun 9 subjek 30 , perempuan 20 subjek 69 , laki-laki 9 subjek 31 , lama keluhan sebelum operasi rata-rata 7,79 bulan. Didapatkan data Patologi Anatomi berupa Meningioma 10 subjek 34,5 dan Schwanoma 19 subjek 65,5 . Sebaran domisili diluar Jakarta 16 subjek 53,3 dan di Jakarta 13 subjek 46,7 . Hasil SF-36 pada penelitian ini Role Emotional, Role Physical dan Physical Function menunjukan perubahan yang signifikan dibandingkan dengan kriteria lainnya,Simpulan : Ada perubahan signifikan kriteria Role Emotional, Role Physical dan Physical Function dibandingkan dengan kriteria lainnya.

ABSTRACT
Background A study in Japan found 678 cases of intradural extramedullary tumors during 2000 2009, most common case is Schwannoma 15 50 and Meningioma 30 . Quality of life is the individual 39 s perception of their life can be measured using MOS 36 item SF 36.Methodology Descriptive analytics retrospective study using medical records of 55 intradural extramedullary tumors patients which are operated in Cipto Mangunkusmo Hospital during 2014 2016. There were 30 patients with Meningioma or Schwannoma pathology results. Sample were 29 samples, 1 patient died 1 month after surgery. Patients were interviewed by phone, assessed by SF 36 items, processed by using SPSS 21 program.Results The highest number of sample was in 50 60 years rsquo s category, 9 subjects 30 , female gender 20 subjects 69 , men 9 subjects 31 , long complaints until surgery averaged 7.79 months. Obtained results of Anatomical Pathology of Meningioma 10 subjects 34.5 and Schwanoma 19 subjects 65.5 . Distribution of domicile outside Jakart 16 subjects 53.3 and in Jakarta 13 subjects 46.7 . The results of SF 36 in this study Emotional Role, Physical Role and Physical Function showed significant changes compared to other criteriaConclusion Obtained improved outcomes Emotional Role, Physical Role and Physical Function that showed significant changes compared to other criteria. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Zalfa Meutia Abubakar
"Pendahuluan: Lesi serebral intrakranial, khususnya tumor, awalnya dapat muncul sebagai gejala oftalmik akibat adanya massa dan/atau peningkatan tekanan intrakranial yang mengganggu jalur penglihatan, jaringan mata, dan saraf. Diagnosis dini tumor otak penting untuk mencegah gangguan penglihatan dan/atau kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Namun, rendahnya kesadaran pasien tentang pentingnya manajemen bedah saraf yang tepat waktu sering mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik untuk mengetahui kebutaan akibat tumor otak. Data dari 54 pasien pada tahun 2020, dikelompokkan berdasarkan karakteristik demografi, dianalisis untuk mengeksplorasi hubungan antara durasi dari timbulnya gejala hingga kunjungan medis pertama dan terjadinya kebutaan pada pasien tumor otak.
Hasil: 35 (64,81%) pasien tumor otak ditemukan mengalami kebutaan. Temuan penelitian ini mengungkapkan adanya hubungan antara kebutaan pada pasien tumor otak dan durasi dari timbulnya gejala hingga kunjungan medis pertama dan konsultasi bedah saraf. Pasien yang mengalami keterlambatan dalam berkonsultasi dengan dokter layanan primer dan/atau bedah saraf sejak gejala awal menunjukkan insiden kebutaan yang lebih tinggi, hal ini menunjukkan pentingnya mencari pertolongan medis segera.
Kesimpulan: Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya intervensi medis yang tepat waktu dan konsultasi bedah saraf khusus untuk mengurangi kejadian kebutaan di antara pasien tumor otak. Hal ini menekankan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat, sistem rujukan yang efisien, dan pertolongan medis yang cepat untuk meringankan beban kebutaan pada populasi pasien tumor otak.

Introduction: Intracranial cerebral lesions, particularly tumours, can initially present as ophthalmic symptoms due to masses and/or elevated intracranial pressure disturbing the visual pathway, ocular tissues, and nerves. Early diagnosis of brain tumours is crucial to prevent irreversible visual impairment and/or blindness. However, low patient awareness about the importance of timely neurosurgical management often results in delayed diagnosis and treatment.
Methods: This study utilized an analytic cross-sectional design to investigate blindness related to brain tumours. Data from 54 patients in 2020, stratified by demographic characteristics, were analyzed to explore the association between the duration from symptom onset to the first medical visit and the occurrence of blindness in brain tumor patients.
Results: 35 (64.81%) brain tumour patients were found to be blind. The study findings revealed an association between blindness in brain tumour patients and the duration from symptom onset to both the first medical visit and neurosurgery consultation. Patients experiencing delays in consulting a primary care physician and/or a neurosurgeon from the initial onset of symptoms exhibited a higher incidence of blindness, highlighting the importance of seeking prompt medical attention.
Conclusion: This study underscored the critical need for timely medical intervention and specialized neurosurgical consultation to mitigate the incidence of blindness among brain tumour patients. It emphasized the necessity for increased public awareness, efficient referral systems, and prompt medical attention to alleviate the burden of blindness in patients with brain tumour.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arry Setyawan
"ABSTRAK
Latar Belakang Peningkatan insidensi tumor metastasis intrakranial setiap tahunnya, juga diikuti oleh meningkatnya angka disabilitas dan mortalitas pada pasien. Terapi standar pada tumor metastasis otak adalah WBRT, SRS, operasi atau kombinasi dari ketiganya. Dengan semua pilihan terapi yang ada, sangat penting untuk memerhatikan prognosis pasien dengan tumor metastasis otak untuk menentukan jenis terapi yang sesuai, salah satunya dengan menggunakan indeks prognosis. Belum terdapat data yang menggambarkan profil demografis dan kesintasan pasien tumor metastasis otak di Indonesia dengan menerapkan indeks prognosis yang sudah ada.Tujuan dan Metode Penelitian ini merupakan studi cohort retrospektif untuk melihat kesesuaian hasil analisis kesintasan pasien tumor metastasis otak di Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2012-2014 dengan data acuan indeks RPA, GPA, dan BSBM.Hasil Terdapat 62 subyek yang diikutsertakan dalam penelitian ini setelah mendapat persetujuan. Median kesintasan keseluruhan mencapai 9,16 bulan. Hasil analisis kesintasan berdasarkan indeks RPA memperlihatkan median kesintasan Kelas I, Kelas II dan Kelas III, secara berurutan 16.3 bulan, 11.2 bulan, dan 4.7 bulan. Karakteristik dan median kesintasan subyek pengamatan berdasarkan indeks GPA, secara berurutan mulai dari GPA 0-1 sampai GPA 3,5-4 adalah 4.3, 10.4, 12.4, dan 16.3 bulan. Hasil penerapan kedua indeks tersebut terlihat sesuai dengan data acuan penelitian pendahulunya. Namun indeks BSBM tidak mampu memperlihatkan hasil yang sesuai saat diterapkan pada populasi sampel penelitian.Kesimpulan Indeks RPA dan GPA dapat digunakan untuk memprediksi prognosis pasien tumor metastasis otak di RSUPN-CM karena memberikan karakterisitik yang sesuai dengan data acuan. Indeks GPA dianggap lebih baik karena menggunakan variabel yang lebih objektif.

ABSTRACT
Background The incidence of intracranial metastasis has increased annually, which also followed by the increased number of patient rsquo s disability and mortality. Standard therapy in brain metastasis are Whole Brain Radiotherapy WBRT , Stereotactic Radio Surgery SRS , surgery, or combination of all. With all these treatment options available, it is very important to consider the prognosis in order to decide which therapy is appropriate. One of the methods that can be used to determine the prognosis is by using the prognostic indices. Currently, there has been no data or report about the demographic and survival profile of patients with brain metastastis in Indonesia using the available index prognosis.Methods This is a retrospective cohort study to evaluate the survival analysis in patients with brain metastasis that are undergoing treatment in Radiotherapy Department, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2012 2014 based on RPA, GPA, and BSBM index.Results Sixty two patients are included in this study after obtaining the approved consent. The median of survival rate is 9.16 months. Survival analysis based on RPA index showed median class I, II, and III are 16.3, 11.2, and 4.7 months, respectively. Characteristics and median observer based on GPA, from GPA 0 1 to GPA 3.5 4 are 4.3, 10.4, 12.4, and 16.3 months, respectively. These findings are similar with the previous studies. However, BSBM index does not able to illustrate the result that is appropriate when it is being applied to the subjects of this study.Conclusions RPA and GPA index can be used to predict the prognosis in patients with brain metastasis that are undergoing treatment in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo because it provides characteristics, which correspond to the reference data. GPA index is considered better because it uses more objective variables."
[, ]: 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Taqwa Rizki Fadhilah
"Latar Belakang: Nyeri tulang belakang adalah masalah umum di kalangan orang dewasa. Ini dapat mengakibatkan pembatasan aktivitas dan absensi pekerjaan. Penyakit tulang belakang lainnya seperti nyeri leher dan nyeri pinggang juga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang meningkat, terutama di kalangan remaja. Penyakit tulang belakang dapat disebabkan oleh kerusakan tulang belakang atau saraf yang menyebabkan rasa sakit dan gangguan stabilitas tulang belakang. Di Indonesia, nyeri punggung sering diabaikan atau diobati sendiri sehingga menyebabkan keterlambatan dalam penanganan yang tepat. Masih kurang penelitian tentang profil operasi tulang belakang di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan sedikit data epidemiologis penyakit tulang belakang yang dipublikasikan di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional retrospektif terhadap pasien bedah tulang belakang di departemen bedah saraf RSCM dari Januari 2018 hingga Desember 2022 yang bertujuan untuk menggambarkan profil demografi, presentasi klinis, dan waktu antara gejala pertama dan operasi pasien. Data akan dikumpulkan dari semua rekam medis yang tersedia dan dianalisis menggunakan IBM SPSS Statistik 24.0. Data tersebut akan ditabulasikan dan disajikan secara deskriptif.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 363 pasien, dengan usia rata-rata 46,55 ± 15,732 tahun. Mayoritas pasien (41,1%) mengalami keterlambatan lebih dari 12 bulan antara onset gejala pertama dan operasi. Gejala klinis yang paling umum adalah defisit sensorik bilateral (44,6%) dan nyeri radikular (29,2%), dan penyakit tulang belakang degeneratif, terutama degenerasi lumbal (25,4%), adalah etiologi yang paling umum.
Kesimpulan: Penelitian ini menggarisbawahi prevalensi penyakit tulang belakang degeneratif dan menyoroti pentingnya diagnosis dan intervensi tepat waktu untuk meningkatkan hasil bedah untuk kondisi penytulang belakang di Indonesia.

Introduction: Back pain is a common issue among adults. It can result in activity restrictions and job absences. Other spinal diseases such as neck pain and low back pain are also becoming a rising public health concern, especially among teenagers. The number of spinal surgeries has almost doubled from 2004 to 2015. Spinal disease can be caused by damage to the spine or nerves, leading to pain and impaired spinal stability. In Indonesia, back pain is often ignored or self-treated, leading to a delay in proper treatment. There is a lack of studies on the profiles and outcomes of spinal surgeries in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) and little to no published epidemiological data of spinal diseases in Indonesia.
Method: This study is a retrospective observational study of spinal surgery patients at the department of neurosurgery RSCM from January 2018 to December 2022 that aims to describe demographic profiles, clinical presentations, and time between first symptoms and surgery of the patients. The data will be collected from all available medical records and analyzed using IBM SPSS Statistics 24.0.  The data will be tabulated and presented in a descriptive manner.
Results: The study included 363 patients, with a mean age of 46.55 ± 15.732 years. The majority of patients (41.1%) experienced delays of more than 12 months between first symptom onset and surgery. The most common clinical symptoms were bilateral sensoric deficits (44.6%) and radicular pain (29.2%). Degenerative spinal diseases, particularly lumbar degeneration (25.4%), were the most common etiology.
Conclusion: The findings underscores the prevalence of degenerative spinal diseases and highlights the importance of timely diagnosis and intervention to improve surgical outcomes for spinal conditions in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
K.M.A. Halim Habibi
"LATAR BELAKANG Pembedahan merupakan pengobatan utama tumor spinal pada umumnya. Pembedahan minimal invasif menjadi trend karena menghasilkan cidera jaringan minimal dengan tujuan operasi tetap tercapai. Laminektomi unilateral merupakan salah satu teknik yang memenuhi pilar dasar operasi minimal invasif. Penulis mengevaluasi efektivitas dan efisiensi teknik laminektomi unilateral removal tumor serta perbandingan terhadap teknik konvensional.
METODE Disain studi deskriptif analitik dengan data rekam medis periode Januari 2015 – Juni 2020. Skor fungsional (VAS, KPS, Recovery rate/Hirabayashi, Nurick) dihitung saat pra dan pascaoperasi 1, 3, 6, 12, dan 24 bulan. Efisiensi teknik laminektomi unilateral dievaluasi melalui lama operasi, jumlah perdarahan, lama rawat. Efektivitas dievaluasi melalui resektabiltas intraoperasi dan MRI kontrol tulang belakang pasca operasi
HASIL Terdapat 26 pasien, rerata usia (44.17 ± 14.4) tahun, lelaki 12 (46.1%) dan perempuan 14 (53.8%). Skor fungsional pra operasi (Median VAS 4 (0-8), Nurick 4.5 (1-6), JOA servikal 5 (2-10), Torakal 3.5 (2-9), lumbal 19 (14-23) dan KPS 60 (40-80). Follow up 24 bulan pascaoperasi VAS (0) 94%, recovery rate excellent 81%, Nurick (< 3) 87% dan KPS (> 70%) 87%. Median perdarahan intraoperasi 175 (50-1200) ml, lama operasi 180 (120-540) menit dan lama rawat 6.5 (4-42) hari. Gross total resection 76.9%. Terdapat satu komplikasi pseudomeningocele pada follow up 3 bulan pascaoperasi yang menghilang tanpa intervensi pada follow up MRI kontrol 6 bulan pascaoperasi.
SIMPULAN Laminektomi unilateral memungkinkan gross total resection dengan recovery rate baik, trauma operasi dan komplikasi lebih kecil terhadap teknik konvensional.

BACKGROUND Pembedahan merupakan pengobatan utama tumor spinal pada umumnya. Pembedahan minimal invasif menjadi trend karena menghasilkan cidera jaringan minimal dengan tujuan operasi tetap tercapai. Laminektomi unilateral merupakan salah satu teknik yang memenuhi pilar dasar operasi minimal invasif. Penulis mengevaluasi efektivitas dan efisiensi teknik laminektomi unilateral removal tumor serta perbandingan terhadap teknik konvensional.
METHOD Design of study is analytic descriptive using medical records period January 2015 – June 2020. Functional Scores (VAS, KPS, Recovery rate/Hirabayashi, Nurick) achieved pre and postoperation 1,3,6,12,and 24 months. Efficiency is observed from operative time, intraoperative bleeding, length of stay. Effectivity is observed from resectability during intraoperative and MRI control post operation.
RESULT There are 26 patients, mean age ( 44.17 ± 14.4) years, male 12 (46.1%), female 14 (53.8%). Functional score pre operation (median VAS 4 (0-8), Nurick 4.5 (1-6), JOA cervical 5 (2-10), Thoracal 3.5 (2-9), lumbar 19 (14-23) and KPS 60 (40-80). At Follow up 24 months after operation there are 94% with no pain, 81% excellent recovery rate, 87% Nurick <3 and 87% KPS >70%. Median of estimated blood loss 175 (50-1200) ml, operative time 180 (120-540) min and length of stay 6.5 (4-42) days. Gross total resection are 20 (76.9)% cases. There are one complication pseudomeningocele which detected in MRI control after 3 month surgery, then resolved without surgery by the 6 months control.
CONCLUSION Gross total resection maybe achieved by unilateral laminectomy and produces less complication and trauma compare to conventional technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mustaqim Prasetya
"Latar Belakang: Gangguan penglihatan adalah gejala kedua yang sering muncul pada tumor otak setelah nyeri kepala. Gejala gangguan penglihatan yang paling sering terjadi pada tumor otak adalah penurunan visus atau tajam penglihatan (low vision sampai kebutaan), sedang tanda yang paling sering dijumpai adalah atrofi n. optikus dan papilledema. Penurunan tajam penglihatan yang dialami penderita tumor otak dapat sangat berat hingga berupa kebutaan. Sampai saat ini belum terdapat data angka kejadian gangguan penglihatan sampai kebutaan pada tumor otak di Indonesia.
Metode: Sebagai studi potong lintang analitik, dikumpulkanlah data pasien penderita tumor otak di atas usia 6 tahun yang datang berobat ke poliklinik Bedah Saraf FKUIRSCM pasien September 2013 hingga Februari 2014 dari catatan rekam medis.
Hasil: Jumlah pasien tumor otak yang mengalami buta sebanyak 37 orang (34,6 %) dengan usia rata-rata 45,3 (SD 11,3 tahun). Sebesar 86,5 % penderita berada pada usia produktif 15-54 tahun. Dari 37 pasien tumor otak yang buta terlihat proporsi gejala penyerta terbesar adalah sefalgia (terutama sefalgia kronis), diikuti oleh gangguan oftalmologi lain. Data pemeriksaan funduskopi hanya ditemukan pada kurang dari 50 % penderita, dengan temuan yang terbanyak adalah papil atrofi.
Kesimpulan: Besar angka kebutaan pada pasien tumor otak menunjukkan bahwa kondisi ini tidak hanya menjadi masalah medis saja tetapi juga masalah sosial yang serius. Banyaknya jumlah pasien tanpa data funduskopi menandakan masih lemahnya standar pemeriksaan neurooftalmologi ataupun pencatatan yang ada saat ini, padahal pemeriksaan funduskopi berperan sangat penting mendeteksi dini kejadian tumor otak pada pasien dengan gangguan penglihatan.

Background: Vision impairment is the second most common symptom in brain tumor after headache, with decreased visual acuity or low vision as its most common manifestation, and optic nerve atrophy and papilledema as its most common sign. Blindness may be the final outcome of this impairment. Until now, there is no data regarding the prevalence of vision impairment in brain tumor patient in Indonesia.
Method: As a analytic cross-sectional study, data is collected from the medical record regarding brain tumor patient above the age of 6 years old who were seen in the neurosurgery facility in FKUI-RSCM from September 2013 to February 2014.
Result: As much as 37 patient (34,6%) brain tumor patient were found to be blind; mean age was 45,3 years old (SD 11,3 years old), with 86,5% patient was in the productive age 15-54 years old. The commonest related symptoms was headache (especially chronic headache), followed by other ophthalmologic symptoms. Funduscopy data was found only in less than 50% patient; the commonest finding was optic nerve atrophy.
Conclusion: Blindness rate in brain tumor patient is not just a medical issue, but also a social one. Funduscopy usage must be encouraged more to provide early detection for brain tumor patient with vision impairment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvi Aulia
"Latar Belakang. Epidermal Growth Factor Receptor mengatur beberapa proses selular penting. Overekspresi EGFR merupakan penanda negatif prognosis pada glioma.
Metode. Tujuh belas pasien astrositoma dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk mengevaluasi overekspresi EGFR. Seluruh pasien dievaluasi Karnofsky Performance Score 1 tahun pasca operasi.
Hasil. Sembilan pasien high-grade glioma, 67 memiliki overekspresi EGFR yang positif dan hanya 1 pasien yang hidup dengan KPS 70. Empat pasien low-grade glioma dengan overekspresi EGFR yang positif, memiliki KPS 0.
Kesimpulan. Low-grade glioma dengan overekspresi EGFR yang positif memiliki KPS yang rendah pada 1 tahun pasca operasi.

Background. Epidermal Growth Factor Receptor regulate several important cellular process. EGFR overexpression is one of negative prognostic marker in glioma.
Method. Seventeen patients with astrocytoma were performed immunohistochemistry to evaluate EGFR overexpression. All of this patient evaluate for Karnofsky Performance Score at 1 year after surgery.
Hasil. Nine patients with high grade glioma, 67 have positive EGFR overexpression, and only 1 patient still alive with KPS 70. Four patient in low grade glioma with positive EGFR overexpression have KPS 0.
Conclusion. Low grade glioma with positive EGFR overexpression have a poor KPS at 1 year after surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Dewi Handari
"Tuberkulosis resistan obat (TB RO) menjadi tantangan utama kesehatan global, dengan Indonesia sebagai salah satu dari 7 negara dengan beban kasus TB RO tertinggi dengan insiden rate 10 per 100.000 orang-tahun. Keberhasilan pengobatan TB RO secara nasional rendah sebesar 51% dengan angka kematian pasien TB RO cukup tinggi sebesar 20%. Infeksi HIV pada pasien TB RO memperburuk kondisi klinis, meningkatkan risiko kegagalan pengobatan dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mortality rate dan perbedaan probabilitas survival antara pasien TB RO dengan komorbid HIV dan tanpa komorbid HIV, dan mengetahui hubungan komorbid HIV dengan kematian pasien TB RO dewasa di Indonesia tahun 2021-2022. Penelitian dilakukan dengan desain studi kohort restrospektif menggunakan data sekunder SITB Nasional Kemenkes tahun 2021-2022. Analisis data dilakukan menggunakan survival Kaplan Meier dan cox regression dengan ukuran asosiasi Hazard Ratio (HR). Terdapat 7172 pasien TB RO eligible yang dijadikan sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan mortality rate pasien TB RO dewasa yang memiliki komorbid HIV (14,191 per 10.000 orang-hari) lebih tinggi dibandingkan pasien TB RO dewasa yang tidak memiliki komorbid HIV (4,776 per 10.000 orang-hari). Probabilitas kumulatif survival pasien TB RO dewasa yang memiliki komorbid HIV (41,89%) secara signifikan lebih rendah dibandingkan probabilitas kumulatif survival pasien TB RO dewasa yang tidak memiliki komorbid HIV (78,32%). Pasien TB RO dewasa dengan komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka panjang memiliki risiko kematian 6,66 kali lebih tinggi dibandingkan pasien TB RO dewasa tanpa komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan jangka pendek (HR adjust:6,66, 95%CI:4,96-8,96). Pasien TB RO dewasa dengan komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka pendek memiliki risiko kematian 6,02 kali lebih tinggi dibandingkan pasien TB RO dewasa tanpa komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka pendek (HRadjust:6,02, 95%CI:3,89-9,31). Komorbid HIV secara signifikan meningkatkan risiko kematian pasien TB RO selama pengobatan. Tatalaksana pengobatan TB RO dan infeksi HIV yang tepat diperlukan untuk menurunkan risiko kematian pasien TB RO selama pengobatan.

Drug-resistant tuberculosis (DR TB) is a major global health challenge, Indonesia is one of 7 countries with the highest burden of DR TB cases with an incidence rate of 10 per 100.000 persons per year. The success of DR TB treatment nationally is low at 51% with the proportion of mortality high at 20%. HIV infection in DR TB patients worsens the condition, increasing the risk of treatment failure and death. The purpose of this study is to determine the mortality rate and the difference in survival probability between comorbid HIV patients and noncomorbid HIV patients and to determine the relationship between comorbid HIV and death in adult DR TB patients in Indonesia in 2021-2022. The design of this study was a retrospective cohort study using secondary data on SITB national DR TB cases that started treatment in 2021-2022. Data analysis was performed using survival Kaplan Meier and Cox regression to obtain hazard ratio (HR). There were 7172 patients as eligible patients who became the research sample. The results showed that the mortality rate for adult DR TB patients who had comorbid HIV (14,191 per 10,000 person days) was higher than adult DR TB patients without comorbid HIV (4,776 per 10,000 person days). The cumulative probability of survival of adult DR TB patients with comorbid HIV (41.89%) is significantly lower than the cumulative probability of survival of adult RO TB patients without comorbid HIV infection (78.32%). Adult DR TB patients with comorbid HIV who used long-term TB regimens have a 6,66 times higher risk of death than adult DR TB patients without comorbid HIV who used short-term TB regimens (adjusted HR: 6,66 95%CI: 4,96-8,96). Adult RO TB patients with comorbid HIV who used a short-term TB regimen have a 6.02 times higher risk of death than adult DR TB patients without comorbid HIV who used a short-term TB regimen (adjusted HR: 6.02, 95%CI:3.89-9.31).Comorbid HIV significantly increased the the risk of death during treatment. Appropriate DR TB and HIV treatment management is needed to reduce the risk of  DR TB patient death during treatment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Ismawati Sulistyorini
"Pasien dengan kasus tumor otak memerlukan perawatan yang komprehensif dan membutuhkan waktu yang lama untuk pasien dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Selama pasien menjalani masa perawatan di rumah sakit, asuhan keperawatan yang tepat diberikan kepada pasien adalah dengan model konsep teori adaptasi Roy. Asuhan dengan pendekatan model adaptasi ini menjadi pilihan yang sesuai untuk kasus-kasus perawatan jangka panjang sehingga pasien dapat menjalani kehidupan lanjutan pasca perawatan dengan baik, mengembalikan kemandirian, kepercayaan diri terutama konsep gambaran diri dan status peran di masyarakat. Perawat dengan pendidikan spesialis harus mampu menjalankan berbagai peran terutama sebagai Clinical Care Manager, dengan demikian peningkatan layanan keperawatan di rumah sakit dapat dicapai dengan lebih optimal dan memberikan kepuasan pelanggan. Laporan analisis praktek ini membahas mengenai asuhan keperawatan perioperative pada pasien dengan tumor otak, laporan praktik keperawatan berbasis fakta yaitu early mobilization dan resume pasien dengan gangguan neurologis di RS PON Jakarta,serta e handbook peran perawat perioperative dalam pembedahan spinal. Analisis praktik residensi ini dapat digunakan sebagai dasar perawat dalam latihan critical thinking, mengelola kasus sulit dan menerapkan asuhan keperawatan berbasis bukti.

Patients with cases of brain tumor require comprehensive care and require a long time for the patient to adapt of the changes that occur. As long as the patient is undergoing treatment in the hospital, the appropriate nursing care is using Roy's adaptation teori concept model. Adaptation model approach is an appropriate choice for cases of long-term care so that patients can live a good post- treatment follow-up life, restore independence, self-confidence, especially the concept of self-image and role status in society. Nurses with specialist education must be able to carry out various roles, especially as Clinical Care Managers, thus improving nursing services in hospitals can be achieved more optimally and provide customer satisfaction. This practice analysis report discusses perioperative nursing care for patients with brain tumor, a fact-based nursing practice report, namely and resumes of patients early mobilization with neurological disorders at National brain centre Hospital Jakarta. E handbook about perioperative nursing at spinal surgery. This residency practice analysis can be used as a basis for nurses in critical thinking exercises, managing difficult cases and implementing evidence-based nursing care. Keywords: Brain tumor, Roy's adaptation model, early mobilization, E handbook about perioperative nursing at spinal surgery."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>