Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171520 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aureilia Calista Zahra
"Pendahuluan: Sindrom polikistik ovarium adalah salah satu gangguan metabolikendokrin yang paling umum yang banyak ditemukan pada wanita dengan usia reproduksi. Sindrom ini ditandai dengan ketidakseimbangan hormon, dan terdapat beberapa tanda klinis seperti ketidakteraturan siklus menstruasi dan hiperandogrenisme yang dapat menyebabkan anovulasi. Sindrom polikistik ovarium merupakan kondisi yang banyak dikaitkan dengan obesitas serta resistensi insulin, yang dapat diukur dengan menghitung rasio gula darah/insulin puasa. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara obesitas dan rasio gula darah/insulin puasa pada pasien dengan sindrom polikistik ovarium. Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik yang menggunakan metode crosssectional dengan menggunakan data yang diperoleh dari rekam medis di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. Variabel independent merupakan index massa tubuh dan variable dependen adalah rasio dari gula darah/insulin puasa. Hasil: Terdapat lebih banyak pasien sindrom polikistik ovarium dengan obesitas jika dibandingkan dengan normal dan overweight. Pasien sindrom polikistik ovarium dengan obesitas memiliki rata-rata rasio gula darah/insulin puasa yang paling rendah, dengan rata-rata 11.484 (SD + 5.325). Terdapat perbedaan yang signifikan jika dibandingkan kelompok index massa tubuh normal dan overweight. Selain itu, terbukti bahwa ada korelasi yang signifikan (P < 0.001) antara index massa tubuh dengan rasio gula darah/insulin puasa, dengan nilai Pearson Correlation -0.408, yang menandakan bahwa jika satu variabel memiliki nilai yang tinggi, maka nilai dari variabel lain akan turun. Kesimpulan: Penelitian ini menemukan bahwa adanya korelasi negaitf yang signifikan antara index massa tubuh dengan rasio gula darah/insulin puasa. Keduanya memiliki nilai yang tidak sebanding, dimana nilai dari rasio gula darah/insulin puasa akan menjadi lebih rendah jika index massa tubuh pasien dengan sindrom polikistik ovarium tinggi.

Introduction: Polycystic ovary syndrome is one of the most common metabolicendocrine disease that can be found in women in reproductive age. This syndrome is characterized by hormonal imbalance, and will give rise to several clinical manifestations such as irregular menstrual cycle and hyperandrogenism, which is one of the cause of anovulation. Polycystic ovary syndrome is a condition that is closely correlated to obesity and insulin resistance, which can be measured by counting the fasting glucose/insulin level ratio. Thus, this study aims to analyse the correlation of obesity and fasting glucose/insulin level ratio in polycystic ovary syndrome patients. Methods: This research is an analytical study that uses cross-sectional method and utilize medical records from patients in Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. The independent variable is the body mass index, meanwhile the dependent variable is the ratio of fasting glucose/insulin level. Results: There are more obese than lean and overweight polycystic ovary syndrome patients. PCOS patients with obesity present the lowest average fasting glucose/insulin level ratio, with value of 11.484 (SD + 5.325). The difference is significant when compared to lean and overweight patients. Additional to that, it is found that there is a significant correlation (P < 0.001) between body mass index and fasting glucose/insulin level ratio. This result have Pearson Correlation value of -0.408, which means when one variable value is high, the other variable value will be low. Conclusion: This research has found that there is a significant negative correlation between body mass index and fasting glucose/insulin level ratio, with both values are disproportionate to one another. This can be seen by the lower the fasting glucose/insulin level ratio is, the higher the body mass index will be."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahnaz Quamila
"Latar Belakang Sejumlah penelitian telah menunjukkan dampak negative obesitas pada fertilitas dan hasil kehamilan pada pasien sindrom ovarium polikistik (SOPK) yang menjalani in vitro fertilization (IVF) atau juga umumnya dikenal sebagai program bayi tabung. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara obesitas sebagaimana direpresentasikan oleh indeks massa tubuh (IMT) dan angka kehamilan pada pasien SOPK di Klinik Yasmin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSM). Metode Sejumlah 45 pasien SOPK obese dan 45 pasien non-obese dikumpulkan dari rekam medis. Analisis chi-square dilakukan untuk meneliti hubungan obesitas dengan angka kehamilan biokimia dan klinis. Terlebih dari itu, dilakukan analisis perbedaan kelompok rata-rata untuk melihat perbedaan perlakuan program bayi tabung yang diberikan pada dua kelompok pasien SOPK yang dapat memengaruhi hasil dan menjelaskan hasil tingkat kehamilan. Hasil Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara obesitas, sebagaimana direpresentasikan oleh IMT, dan angka kehamilan baik secara biokimia maupun klinis pada pasien SOPK yang menjalani program bayi tabung di Klinik Yasmin RSCM. Kesimpulan Meskipun tidak teridentifikasi hubungan yang signifikan antara IMT dan angka kehamilan pada pasien SOPK dalam populasi penelitian kami, hal ini menunjukkan adanya kemungkinan adanya faktor lain yang berkontribusi pada infertilitas dan patofisiologi SOPK. Maka dari itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelajahi faktor-faktor tersebut.

Introduction Previous studies have suggested the negative impact obesity on fertility and pregnancy outcomes in polycystic ovary syndrome (PCOS) patients undergoing in vitro fertilization (IVF). Therefore, this study aims to investigate the significance of obesity in PCOS pregnancy outcomes by identifying the association between body mass index (BMI) and pregnancy rates in obese and non-obese (lean) PCOS patients undergoing IVF at Klinik Yasmin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Method Ninety patient records were collected and analyzed (obese N = 45; lean N = 45). The study mainly focused on assessing the association between BMI and both biochemical and clinical pregnancy rates in obese patient group using chi-square analysis. We also conducted a supplementary analysis of mean group differences to explore variations in IVF intervention between the two patient groups that could possibly account for pregnancy rate outcomes. Results No statistically significant association between obesity, as denoted by BMI, and biochemical as well as clinical pregnancy rates in PCOS patients undergoing IVF in Klinik Yasmin RSCM. Conclusion Although we were unable to identify a statistically significant association between BMI and pregnancy rates in PCOS patients undergoing IVF within our study population, our findings suggest the possible role of additional factors that may contribute to infertility in this syndrome. Further research is needed to explore other factors that may strongly contribute to pregnancy outcomes in women with PCOS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`Matul Isna
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan reproduksi yang ditandai dengan anovulasi, menstruasi tidak teratur, dan hirsutisme yang seringkali menyebabkan infertilitas. Meski etiologinya belum sepenuhnya dipahami, namun telah diketahui bahwa sebagian besar wanita dengan SOPK mengalami obesitas dengan prevalensi mencapai 40—80%. Obesitas merupakan kelebihan akumulasi lemak tubuh yang dicirikan dengan hipertrofi. Salah satu gen yang diduga terkait dengan obesitas adalah gen fat mass and obesity associated (FTO). Gen FTO menyebabkan peningkatkan nilai BMI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi mRNA gen FTO dan korelasinya dengan BMI pada wanita SOPK dan normal dengan obesitas dan non-obesitas. Jaringan darah digunakan sebagai sumber mRNA yang diambil pada 30 wanita non obesitas, 30 wanita normal obesitas, 30 wanita SOPK non-obesitas, dan 30 wanita SOPK obesitas. Kuantitas ekspresi mRNA gen FTO ditentukan dengan menggunakan quantitative real-time PCR. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan ekspresi mRNA gen FTO pada kelompok wanita SOPK dan normal dengan obesitas, serta tidak terdapat korelasi antara ekspresi mRNA gen FTO dengan BMI. Gen FTO merupakan gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas akan tetapi tidak memiliki keterkaitan dengan sindrom ovarium polikistik, serta tidak memiliki korelasi dengan BMI

Polycystic ovary syndrome (PCOS) is a reproductive disorder characterized by anovulation, irregular menstruation, and hirsutism which often causes infertility. Although the etiology is not fully understood, it is well known that most women with PCOS are obese with a prevalence of 40-80%. Obesity is an excess of body fat accumulation which is characterized by hypertrophy. Fat mass and obesity associated gene (FTO) is known to correlate with obesity. The study found that FTO gene causes an increase in the BMI. This reserach aim to determine the differences in FTO mRNA gene expression and its correlation with BMI in normal and PCOS woman with obesity and lean. This study used blood tissue as a source of mRNA taken in 30 normal lean woman, 30 normal obese women, 30 PCOS lean women, and 30 PCOS obese women. The quantity of FTO mRNA gene expression was determined using quantitative real-time PCR. The result shows that there is differences in FTO mRNA gene expression in PCOS and normal woman with obesity dan non-obesity. FTO mRNA expression in PCOS and normal obesity woman is higher than those in the PCOS and normal lean women, and there is no correlation between FTO gene mRNA expression and BMI. Thus, the FTO gene is a gene responsible for obesity but has no association with polycystic ovary syndrome, and does not have a correlation with BMI. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beeleonie
"Pendahuluan: Sindrom Ovarium Polikistik SOPK merupakan gangguan endokrin tersering penyebab infertifilitas pada wanita usia reproduktif. Wanita-wanita dengan SOPK diketahui memiliki tingkat apoptosis yang rendah dibandingkan dengan wanita tanpa SOPK dan memiliki kadar Anti-Muellerian Hormone AMH yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa SOPK. Akan tetapi, belum ada penelitian yang menghubungkan kadar AMH dengan apoptosis yaitu adanya atresia folikel pada ovarium wanita penderita SOPKTujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kadar AMH yang tinggi dengan tingkat apoptosis sel granulosa yang terjadi pada pasien SOPK sehingga dapat diketahui salah satu patogenesis kelainan folikulogenesis pada pasien SOPKMetodologi: Studi cross sectional dengan mengambil sampel sel granulosa wanita SOPK dan tanpa SOPK atau kelainan ovarium yang mengikuti program Fertiisasi In Vitro FIV di Yasmin dan SMART-IVF, klinik dr. Sander B Jakarta. Jumlah sampel yaitu 40 sampel yang terdiri dari 20 wanita dengan SOPK dan 20 wanita tanpa SOPK. Tingkat apoptosis dievaluasi dengan mengukur ekspresi mRNA dari gen pengkode protein keluarga apoptotic Bcl2 Bax dan Bcl2 menggunakan metode kuantitatif absolut qPCR. Pengukuran kadar AMH di serum dilakukan dengan metode ELISA.Hasil: Terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kadar AMH wanita SOPK dan kontrol pABSTRACT
Background Polycystic Ovary Syndrome PCOS is a common endocrine abnormality in causing infertility in reproductive aged women. Women with PCOS were reported have lower apoptosis rate compared to women without PCOS and have higher level Anti Muellerian Hormone compared to women without PCOS. However, there are no reported studies which directly study to know correlation between AMH level in serum and apoptosis result in follicle atresia in ovarium of PCOS patients.Objective To analysis correlation between serum AMH level and apoptosis in granulosa cell in PCOS pasien that may underlie the folliculogenesis abnormality in PCOS.Methods Cross sectional study of sample from granulose cells women with PCOS and without PCOS or with ovarian abnormalities that following Fertility In Vitro FIV program in Yasmine and SMART ndash IVF, dr. Sander B clinic, Jakarta. Sample number were 40 consisting 20 women with PCOS and 20 women without PCOS. Apoptosis level were evaluated with measuring mRNA expression from gene that of coding apoptotic Bcl2 family Bax and Bcl2 using quantitave absolute method qPCR. AMH level in serum were measured using ELISA method.Results There was a statistical significance difference AMH level between PCOS group and control group p"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Shadrina
"Pada perempuan nir-obese dengan SOPK perlu dicari tahu mengenai apa saja faktor yang berpengaruh terhadap patofisiologi terjadinya SOPK. Sejumlah faktor diketahui menjadi penyebab dalam patofisiologi terjadinya SOPK, termasuk faktor epigenetik. Namun, sampai saat ini belum ada yang menyatakan mengenai faktor yang menjadi penyebab utama serta korelasi sejumlah faktor tersebut, seperti metilasi DNA reseptor insulin dan juga kadar insulin, dengan Free Androgen Index (FAI) pada SOPK nirobese. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi antara gonadotropin, profil antropometri, metilasi DNA reseptor insulin, kadar insulin dengan Free Androgen Index (FAI) pada subjek dengan Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) nir-obese. Dilakukan studi potong lintang pada 43 perempuan nir-obese di Jakarta yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok positif dengan SOPK dan kelompok tanpa SOPK. Pemeriksaan dilakukan pada sejumlah variabel seperti usia, IMT, lingkar pinggang, kadar FSH, kadar LH, level metilasi reseptor insulin, dan FAI, kemudian dianalisis secara statistik. Diperoleh level metilasi reseptor insulin yang berkorelasi positif dengan tingkat korelasi sedang ((p = 0.01, r = 0.53), juga pada nilai LH (p = 0.02, r = 0.5). Sementara nilai SHBG pada kelompok SOPK nir-obese menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat korelasi sedang (p = 0.02, r = -0.5). Terdapat asosiasi signifikan antara kadar SHBG dengan FAI baik pada kelompok SOPK maupun kelompok kontrol, juga ditemukannya korelasi negatif pada kedua kelompok, serupa dengan yang terdapat pada nilai LH. Kondisi ini tanpa disertai hubungan bermakna dari insulin yang menunjukkan bahwa SHBG dan LH merupakan suatu faktor independen dari patofisiologi terjadinya SOPK. Korelasi negatif pada metilasi reseptor insulin menunjukkan terjadi silencing pada fungsi reseptor insulin, sehingga terjadi penurunan sensitivitas dari reseptor insulin dan berujung pada meningkatnya kadar FAI.

Many factors that corresponding to pathophysiology of PCOS on lean women with PCOS. Some factors were still needed to be evaluated such as epigenetics, but until now no studies explaining about main cause and also correlation of those factors, including DNA methylation of insulin receptor and also insulin level, with Free Androgen Index (FAI) of lean PCOS. The aim of this study to evaluate the correlation between gonadotropin, anthropometric profile, DNA methylation of insulin receptor, insulin level, with Free Androgen Index (FAI) on Lean People with Polycystic Ovary Syndrome. A cross-sectional study included 43 lean women in Jakarta was done, and subjects were further classified into two groups, with PCOS and without PCOS. Several related variables such as age, body mass index (BMI), waist circumference, FSH level, LH level, DNA methylation of insulin receptor, insulin level, and FAI, were assessed and analyzed statistically. The DNA methylation of insulin receptor showed positive correlation with moderate correlation (p = 0.01, r = 0.53), and also to LH level (p = 0.02, r = 0.5). While SHBG level of lean PCOS group showed negative correlation with moderate correlation (p = 0.02, r = -0.5). Significance association was resulted between SHBG level and FAI of both groups, also found in LH level. This condition was found without significance association of insulin level which conclude that SHBG and LH level were independent factor of PCOS pathophysiology. Negative correlation of DNA methylation of insulin receptor showed silencing process of insulin receptor function, then decrease the sensitivity of insulin receptor which ended to increasing FAI level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Danang Prasetyo
"Latar Belakang: Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan endokrin dan metabolisme dengan prevalensi tinggi. Salah satu akibat dari SOPK merupakan infertilitas. Fertilisasi In Vitro (FIV) merupakan salah satu alternatif dari masalah tersebut. Akan tetapi, belum terdapat penelitian yang mendeskripsikan hubungan SOPK dengan komplikasi obstetri pada pasien yang menjalani FIV dibandingkan dengan pasien lainnya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komplikasi obstetri pada wanita yang menjalani program FIV dengan SOPK Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2013-2019. Subjek penelitian merupakan seluruh wanita berusia diatas 18 tahun yang menjalani program FIV tanpa kelainan ginekologis lain selain SOPK. Luaran dalam penelitian ini adalah komplikasi obsteri berupa abortus dan IUFD. Analisa dilakukan dengan menggunakan cox-regresi untuk mendapatkan nilai Risk Ratio (RR) setelah dilakukan control terhadap confounding Hasil: Penelitian ini mengikutsertakan 355 wanita, dimana 72 diantaranya memiliki SOPK (20,3%). Komplikasi obstetri yang didapatkan pada subjek dengan SOPK adalah preterm (2,78%), IUFD (17,24%), abortus (9,72%), dan kehamilan ektopik (1,39%). Tidak dijumpai hubungan antara SOPK dengan IUFD pada wanita yang menjalani program FIV (RR: 1.07, 95%CI: 0.52-2.20, p-value: 0.864). Didapatkan adanya hubungan antara interaksi antara SOPK dengan pembelahan nisbah < 6 terhadap terjadinya abortus pada wanita yang menjalani program FIV. (RR: 7.32, 95%CI: 2.10-25.45, P-value: 0.002). Simpulan: SOPK tidak memengaruhi terjadinya IUFD dan abortus pada wanita yang menjalani program FIV.

Introduction: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is an endocrine and metabolic disorder with a high prevalence. One result of PCOS is infertility. In Vitro Fertilization (FIV) is one of the alternatives to the problem. However, there are no study describing the differences in obstetric complications of PCOS patients undergoing FIV compared to other patients. Aim: This study aims to determine the relationship of obstruction complications in women undergoing FIV programs with PCOS.
Methods: This was a retrospective cohort study conducted at Dr. RSUPN. Cipto Mangunkusumo since 2013-2019. The study subjects were all women aged over 18 years who underwent FIV programs without other gynecological abnormalities besides PCOS. The outcomes in this study were obstetric complications in the form of abortion and IUFD. Analysis is done by using cox-regression to get the value of Risk Ratio (RR) after controlling for confounding Results: This study included 355 women, of whom 72 had PCOS (20.3%). Complications found in subjects with PCOS were preterm preterm were found in (2.78%), IUFD (17.24%), abortion (9.72%) and ectopic pregnancy (1.39%). No association was found between PCOS and IUFD in women undergoing FIV programs (RR: 1.07, 95% CI: 0.52-2.20, p-value: 0.864). Interaction between PCOS and ratio <6 had higher probability of having abortion in women
undergoing FIV program obtained. (RR: 7.32, 95% CI: 2.10-25.45, P-value: 0.002). Conclusion: PCOS does not affect the occurrence of IUFD and abortion in women undergoing FIV programs.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Dediat Kapnosa Hasani
"Latar Belakang: Sindrom ovarium polikistik merupakan kelainan endokrin dan metabolik terbanyak yang dialami oleh wanita usia reproduksi. Penyebab dari SOPK diketahui multifaktorial, namun faktor lemak memiliki peranan penting dalam perjalanan penyakit. Pada pasien SOPK ditemukan akumulasi lemak dilokasi tertentu. Komposisi lemak tubuh dapat menyebabkan proses inflamasi klinis derajat rendah yang berperan dalam terjadinya resistensi insulin pada pasien SOPK. Pengukuran komposisi lemak tubuh berdasarkan indeks massa tubuh kurang spesifik. Persentase lemak tubuh diperkirakan lebih spesifik dalam menggambarkan komposisi lemak tubuh dan memiliki korelasi dengan proses inflamasi kronis derajat rendah yang gambarkan oleh peningkatan prokalsitonin darah pasien dengan SOPK.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi komposisi lemak tubuh terhadap kadar prokalsitonin sebagai penanda biokimiawi inflamasi kronis derajat rendah.
Metode: Penelitian dilakukan dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional), di klinik Yasmin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo dan Laboratorium Terpadu FKUI selama tahun 2014-2015. Pasien yang sudah terdiagnosis SOPK berdasarkan kriteria Rotterdam 2003, dilakukan pemeriksaan indeks massa tubuh, persentase lemak tubuh dengan menggunakan metode bioelectrical impedance analysis dan pemeriksaan prokalsitonin darah. Dilakukan uji korelasi antara indeks massa tubuh dan persentase lemak tubuh terhadap kadar prokalsitonin darah pasien.
Hasil: Dari total 32 subyek penelitian, didapatkan peningkatan komposisi lemak tubuh dengan rerata indeks massa tubuh 29,09±5,11 kg/m2 dan komposisi lemak tubuh 39,38±9,04 %. Pada uji korelasi didapatkan peningkatan indeks massa berkorelasi positif terhadap kadar prokalsitonin namun tidak bermakna secara statistik (r =0,27; p =0,131). Persentase lemak tubuh didapatkan berkorelasi positif bermakna secara statistik dengan kadar prokalsitonin (r=0,35; p=0,048).
Kesimpulan: Terdapat peningkatan rerata komposisi lemak tubuh pada pasien dengan sindrom ovarium polikistik. Persentase lemak tubuh memiliki korelasi yang lebih baik dibandingkan dengan indeks massa tubuh terhadap kadar prokalsitonin darah sebagai penanda biokimia inflamasi kronis derajat rendah pada pasien.

Background: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is the most common metabolic and endocrine problems in reproductive ages women. PCOS has multifactorial cause, but body fat was known to has significant role in disease course. Patient with PCOS known to have body fat accumulation in some body location. Body fat composition can cause low grade chronic inflamation which can cause insulin resistence. Measuring body fat composition with body mass index is not an ideal method. Body fat percentage should be more specific in measuring body fat composition and should have better corelation than body mass index to procalcitonin as low grade chronic inflamation marker.
Purpose: The purpose of this research is to identify corelation between body fat composition and procalcitonin as low grade chronic inflamation in PCOS.
Method: The study was conducted with a cross sectional study design, in Yasmin Clinic, RSUPN Dr.Cipto Mangunkusomo and Integrated Laboratory of Medical Faculty University of Indonesia during 2014-2015. Patients who have been diagnosed with PCOS based on the criteria of Rotterdam, 2003, was examined the body mass index, body fat percentage using bioelectrical impedance analysis and blood procalcitonin level. We measure the correlation between body mass index and body fat percentage to procalcitonin levels of the patient's blood.
Result: From a total of 32 subjects of the study, we found an increase in body fat composition with a mean body mass index 29.09 ± 5.11 kg/m2 and body fat composition 39.38 ± 9.04%. From correlation test, we found that body mass index was positively correlated to the levels of procalcitonin but not statistically significant (r = 0.27; p = 0.131). Body fat percentage has significant positive corellation to procalcitonin levels (r = 0.35; p = 0.048).
Conclutions: There is an increase in the average composition of body fat in patients with polycystic ovary syndrome. Body fat percentage has a better correlation than the body mass index on blood levels of procalcitonin.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachreza Aulia Trinanda
"ABSTRAK
Psoriasis merupakan kelainan kulit yang diakibatkan oleh disregulasi sistem imun yang berdampak sangat besar terhadap kualitas hidup pasien. Sindrom metabolik, di antaranya termasuk obesitas dan hipertensi, diduga memiliki hubungan yang kuat dengan psoriasis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh IMT dan tekanan darah dengan tingkat keparahan psoriasis yang diukur dengan skor Psoriasis Area and Severity Index PASI . Penelitan dilakukan di Unit Rekam Medis Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo RSCM dan melibatkan 63 pasien psoriasis yang berobat di RSCM pada tahun 2015 dan 2016. Dari 63 pasien yang ikut serta dalam penelitian ini, tingkat keparahan psoriasis terbagi 18 orang untuk kategori ringan dan 45 orang untuk kategori sedang berat. Terdapat 35 pasien yang dikategorikan obese dan 16 pasien yang dikategorikan mengalami hipertensi. Analisis statistik yang dilakukan pada penelitian ini yaitu berupa uji Chi-Square menunjukkan beberapa hubungan statistik yang signifikan yaitu hubungan antara tingkat keparahan psoriasis dengan IMT p=0,025 dan tekanan darah p=0,026 . Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dan hipertensi dengan tingkat keparahan psoriasis.

ABSTRACT
Psoriasis is a skin disorder caused by immune disregulation which impacts the quality of life of the patient. Metabolic syndrome, which includes obesity and hypertension, was suspected to have a strong association with psoriasis. The purpose of this research is to find out the association between Body Mass Index BMI and blood pressure to psoriasis severity which was measured using the Psoriasis Area and Severity Index PASI score. The research was done at the Medical Record Unit of dr. Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM and includes participation of 63 psoriasis patient who was seeking medical care at year 2015 and 2016. Of all 63 patients participated in this research, the psoriasis severity was divided into 18 patients in mild category and 45 patients in moderate to severe category. There are 35 patients who are categorized as obese and 16 patients that are categorized in hypertensive. Statistical analysis that was done in this research shows some statistically significant association between psoriasis severity and BMI p 0,025 and blood pressure p 0,026 . This concludes that there are significant associations between obesity and hypertension to psoriasis severity. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roselina Panghiyangani
"Pendahuluan: Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan masalah reproduksi yang sering terjadi pada perempuan usia reproduksi, namun hingga saat ini etiopatogenesis SOPK masih belum jelas. Penelitian ini bertujuan menganalisis peran sel granulosa folikel ovarium dalam etiologi SOPK, keterkaitan genotip FSHR Asn680Ser dengan patogenesis SOPK dan peran gen CYP19A1(aromatase) dalam patogenesis SOPK.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik observasional berbentuk studi seran lintang (cross sectional study) dan dilakukan di Departemen Biologi FKUI, Klinik Yasmin-RSCM Kencana dan Laboratorium terpadu FKUI pada tahun 2011-2014. Sebanyak 142 subyek penelitian (66 pasien SOPK dan 76 pasien bukan SOPK) terlibat dalam penelitian ini. Sampel penelitian berupa darah tepi dan cairan folikel ovarium yang diaspirasi ketika proses ovum pick up sebagai sumber sel granulosa. Dilakukan isolasi DNA untuk analisis RFLP polimorfisme FSHR Asn680Ser, dilakukan kultur sel granulosa untuk mengetahui kemampuan proliferasi sel granulosa dan analisis ekspresi mRNA aromatase sel granulosa dengan metode RT-qPCR.
Hasil: Indeks proliferasi sel dan ekspresi mRNA aromatase sel granulosa pada kelompok SOPK lebih rendah secara bermakna dibandingkan bukan SOPK (p<0,05). Tidak ditemukan perbedaan bermakna distribusi genotip FSHR Asn680Ser antara kelompok SOPK dan bukan SOPK (p>0,05), tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kadar hormon FSH basal berdasarkan variasi genotip FSHR Asn680Ser pada kelompok SOPK dan bukan SOPK (p>0,05). Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna indeks proliferasi sel granulosa berdasarkan variasi genotip FSHR Asn680Ser baik pada kelompok SOPK maupun bukan SOPK (p>0,05). Tidak terdapat korelasi antara indeks proliferasi sel granulosa dengan ekspresi mRNA aromatase (p>0,05).
Kesimpulan: Indeks proliferasi sel dan tingkat ekspresi mRNA aromatase sel granulosa kelompok SOPK menurun dibandingkan kelompok bukan SOPK. Genotip FSHR Asn680Ser tidak menentukan kerentanan individu untuk menderita SOPK. Kadar hormon FSH basal dan indeks proliferasi sel granulosa tidak berbeda antara kelompok SOPK dan bukan SOPK berdasarkan variasi genotip FSHR Asn680Ser. Tidak ada korelasi antara indeks proliferasi sel dengan ekspresi mRNA aromatase sel granulosa pada penelitian ini.

Introduction: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is a common reproductive problem in women at reproductive age, but until now aetiopathogenesis of PCOS has not been fully understood. The objective of this study was to analyse interrelationship between proliferation of ovarian follicular granulosa cells, CYP19A1 expression and polymorphism at codon 680 of FSHR towards the etiology of PCOS.
Methods: Observational analytic in the form of cross-sectional study was used in this research. The study was carried out between 2011-2014 at the Department of Biology, Integrated laboratory of Faculty of Medicine University of Indonesia and Yasmin clinic at the Cipto Mangunkusumo Hospital. A total of 142 subjects (66 patients with PCOS and 76 patients without PCOS) were involved in this study. Granulosa cells for culture were obtained from ovarian follicular fluid and total RNA was isolated from the cells. DNA samples were extracted from peripheral blood. Granulosa cell proliferation index was determined by counting under a phase-contrast microscope. CYP19A1 expression was measured by qRT-PCR, whereas polymorphism at Asn680Ser FSHR was performed by RFLP.
Result: Cell proliferation index and CYP19A1 mRNA expression levels in the granulosa cells of the PCOS group was significantly lower than non-PCOS (p < 0.05). There was no significant difference found in Asn680Ser FSHR genotype distribution between PCOS and non-PCOS group (p > 0.05). Based on Asn680Ser FSHR genotype variation, no significant difference was found between basal FSH hormone levels in the PCOS and non- PCOS group (p > 0.05) and FSHR genotype variation did not correlate with granulosa cell proliferation index between PCOS and non-PCOS group (p > 0.05). Moreover, there was no correlation between the granulosa cell proliferation index with aromatase mRNA expression levels (p > 0.05).
Conclusion: Cell proliferation index and CYPA1 expression of granulosa cells in PCOS group were lower compared to the non PCOS group although no correlation was found between the two parameters. Asn680Ser FSHR genotype did not correlate with individual susceptibility to PCOS. FSHR genotype variation did not correlate with basal FSH levels and granulosa cell proliferation index between PCOS and non-PCOS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Silvana
"ABSTRAK
Latar Belakang: Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan penyebab 40%
infertilitas pada wanita usia reproduksi. Resistensi insulin sebagai salah satu
patofisiolofi yang mendasari SOPK, berkaitan erat dengan jaringan adiposa
viseral dan ditemukan pada 30-50% pasien SOPK dengan indeks masa tubuh
normal serta lingkar pinggang kurang dari 80 cm. Retinol Binding Protein-4
(RBP-4) yang disekresi oleh jaringan adiposa viseral diketahui sebagai salah satu
adipokin yang menyebabkan resistensi insulin. Pengukuran IMT dan lingkar
pinggang tidak dapat mewakili akumulasi jaringan adiposa viseral pada SOPK
dengan IMT normal serta lingkar pinggang kurang dari 80 cm. Dengan
diketahuinya titik potong optimal kadar serum RBP-4 sebagai penanda jaringan
adiposa viseral, diharapkan dapat memprediksi risiko kejadian resistensi insulin
yang bermanfaat dalam menentukan penatalaksanaan kasus SOPK dengan IMT
normal terkait strategi pengurangan akumulasi jaringan adiposa viseral.
Tujuan: Diketahuinya titik potong optimal kadar serum RBP-4 sebagai penanda
jaringan adiposa viseral untuk memprediksi risiko kejadian resistensi insulin pada
penderita SOPK dengan IMT normal.
Metode: Studi observasional dengan desain potong lintang selama periode Juli
2014 hingga Maret 2015 di Poliklinik Yasmin, RSCM, Jakarta.
Hasil: Sejumlah 40 subjek SOPK dengan IMT normal yang memenuhi kriteria
inklusi didapatkan 16 subjek (40%) yang mengalami resistensi insulin dan 24
subjek (60%) nir resistensi insulin. Sejumlah 23 subjek (57.5%) memiliki lingkar
pinggang kurang dari 80 cm, dimana 6 subjek (26%) diantaranya mengalami
resistensi insulin. Kadar serum RBP-4 pada kelompok resistensi insulin bermakna
lebih tinggi dibandingkan nir resistensi insulin (p 0.008). Dengan analisis ROC
didapatkan AUC kadar serum RBP-4 78.8% (IK 95% -8445.59 ? -1447.98)
dengan nilai p 0.002. Titik potong optimal kadar serum RBP-4 adalah 24133
ng/mL dengan sensitivitas sebesar 75% dan spesifisitas sebesar 75%. Dengan
analisis regresi logistik biner didapatkan pemeriksaan serum RBP-4 menambah
nilai diagnostik dari parameter demografis dan klinis AUC 85.7% menjadi 91.1%.
Kesimpulan: Kadar serum RBP-4 sebagai penanda jaringan adiposa viseral dapat digunakan untuk memprediksi risiko kejadian resistensi insulin pada penderita SOPK dengan IMT normal. ABSTRACT Background: Polycystic ovarian syndrome (PCOS) contributes to fourty percent
of infertility?s issues on reproductive women. Insulin resistance as one of
important pathophysiology in PCOS, correlates with visceral adipose tissue and is
found on 30-50% PCOS patients with normal body mass index and waist
circumference less than 80 cm. Retinol Binding Protein-4 (RBP-4), which is
secreted by visceral adipose tissue, known as one of adipokines that cause insulin
resistance. The measurement of body mass index and waist circumference could
not represent visceral adiposity on PCOS with normal body mass index and waist
circumference less than 80 cm. Determination of serum RBP-4 cut off level as
visceral adipose tissue marker hopefully could predict the risk of insulin
resistance on polycystic ovarian syndrome with normal body mass index,
therefore it will be useful on its management related to reduction of visceral
adiposity.
Objective: To obtain serum RBP-4 cut off level as visceral adipose tissue marker
to predict the risk of insulin resistance on PCOS with normal body mass index.
Method: This was an observational study with cross sectional design conducted at
Yasmin Clinic, RSCM, Jakarta during a period of July 2014 until March 2015.
Result: Fourty PCOS patients with normal body mass index were participated on
this study. There were 16 subjects (40%) who were insulin resistance and 24
subjects (60%) who were not insulin resistance. There were 23 subjects (57.5%)
who had waist circumference less than 80 cm, where 6 of them (26%) were
insulim resistance. Serum RBP-4 level was significantly higher on insulin
resistance group (p 0.008). After ROC analysis was performed, AUC of serum
RBP-4 was 78.8% (CI 95% -8445.59 ? -1447.98, p 0.002). The cut off level of
serum RBP-4 was 24133 ng/mL with sensitivity 75% and specificity 75%. After
logistic regression analysis was performed, it was found that serum RBP-4 increase diagnostic value of demographic and clinical parameter with AUC 85.7% to 91.1%. ;Background: Polycystic ovarian syndrome (PCOS) contributes to fourty percent
of infertility?s issues on reproductive women. Insulin resistance as one of
important pathophysiology in PCOS, correlates with visceral adipose tissue and is
found on 30-50% PCOS patients with normal body mass index and waist
circumference less than 80 cm. Retinol Binding Protein-4 (RBP-4), which is
secreted by visceral adipose tissue, known as one of adipokines that cause insulin
resistance. The measurement of body mass index and waist circumference could
not represent visceral adiposity on PCOS with normal body mass index and waist
circumference less than 80 cm. Determination of serum RBP-4 cut off level as
visceral adipose tissue marker hopefully could predict the risk of insulin
resistance on polycystic ovarian syndrome with normal body mass index,
therefore it will be useful on its management related to reduction of visceral
adiposity.
Objective: To obtain serum RBP-4 cut off level as visceral adipose tissue marker
to predict the risk of insulin resistance on PCOS with normal body mass index.
Method: This was an observational study with cross sectional design conducted at
Yasmin Clinic, RSCM, Jakarta during a period of July 2014 until March 2015.
Result: Fourty PCOS patients with normal body mass index were participated on
this study. There were 16 subjects (40%) who were insulin resistance and 24
subjects (60%) who were not insulin resistance. There were 23 subjects (57.5%)
who had waist circumference less than 80 cm, where 6 of them (26%) were
insulim resistance. Serum RBP-4 level was significantly higher on insulin
resistance group (p 0.008). After ROC analysis was performed, AUC of serum
RBP-4 was 78.8% (CI 95% -8445.59 ? -1447.98, p 0.002). The cut off level of
serum RBP-4 was 24133 ng/mL with sensitivity 75% and specificity 75%. After
logistic regression analysis was performed, it was found that serum RBP-4 increase diagnostic value of demographic and clinical parameter with AUC 85.7% to 91.1%. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>