Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bernadine Gracia Duindrahajeng
"Latar Belakang: Prevalensi obesitas sentral di Indonesia sedang meningkat dan populasi yang cukup terpengaruh oleh ini adalah wanita umur reproduktif, terutama pada masa beranak karena banyaknya paparan faktor risiko. Salah satu faktor risiko yang dapat dieksplor lebih jauh adalah kualitas diet, dimana teori menunjukkan bahwa nilai buruk pada indeks kualitas diet menjadi prediktif terhadap status gizi yang buruk, salah satunya ukuran lingkar perut. Studi ini memiliki tujuan untuk menganalisis hubungan antara kualitas diet dan lingkar perut pada wanita 6-bulan postpartum. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitikal numerik dengan bentuk potongan melintang menggunakan data sekunder dari projek besar ‘BRAVE’ oleh Grand Challenges Canada di Human Nutrition Research Center (HNRC) IMERI yang diambil dari wanita 6-bulan postpartum. Wanita pada studi diambil dari beberapa daerah di Jakarta dalam rentang umur 20-40 tahun, lalu dilakukan randomisasi untuk mengambil 130 data demi analisis study. Nilai kualitas diet diukur dengan Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy (AHEI-P) dan lingkar perut diukur oleh tim riset dari BRAVE menggunakan pemeriksaan fisik langsung pada subjek. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata nilai AHEI-P subjek adalah 39.42± 8.12 , dengan 77.7% termasuk dalam kategori buruk dan 22.3% termasuk dalam kategori butuh peningkatan. Prevalensi obesitas sentral di populasi adalah 76.9%. Tidak ada hubungan ditemukan antara nilai AHEI-P dan lingkar perut. Melalui multiple linear regression, ditermukan bahwa 1-unit peningkatan AHEI-P score meningkatkan lingkar perut 0.055 cm (p = 0.50, Adjusted β = 0.055, 95% CI = -0.11 - 0.22) namun asosiasi tidak dapat ditegakkan antara AHEI-P dan lingkar perut meskipun sudah disesuaikan dengan perancu. Kesimpulan: Studi menunjukkan kualitas diet pada populasi subjek termasuk buruk dan prevalensi obesitas sentral termasuk tinggi, dengan tidak ditemukan adanya hubungan antara nilai AHEI-P yang mengukur kualitas diet dengan lingkar perut, bahkan setelah disesuaikan dengan perancu. Studi lebih lanjut dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah subjek untuk melakukan konfirmasi pada penemuan.

Background: The prevalence of central obesity in Indonesia has been increasing, with the majority affecting women of reproductive age, especially during childbearing ages due to the many risk factors they are exposed to. One risk factor that has not been extensively analyzed is diet quality in postpartum women and its association with nutritional status such as waist circumference. This study aims to find the association between diet quality and waist circumference in 6-month postpartum women. Methods: This research is cross-sectional design study using secondary data from the end line measurement from the ‘BRAVE’ study from Grand Challenges Canada of the Human Nutrition Research Center (HNRC) IMERI on 6-month postpartum women. The women are recruited from xx areas in Jakarta within the age range of 20-40 years old. Randomly selected 130 women’s WC and diet data were analyzed in the study. The diet quality score is measured by the Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy (AHEI-P) and WC are measured by primary BRAVE researchers through home visits physical examination. The association were analyzed by a numerical correlation analysis. Results: This study found that the subjects has a mean AHEI-P score of 39.42± 8.12, with 77.7% considered in the poor category and 22.3% in the needing improvement (22.3%) category. Prevalence of central obesity in the population is 76.9%. Between AHEI-P score and waist circumference measurement, no association can be concluded between the two. Through multiple linear regression with the adjusted model, 1 (one) unit increase of AHEI-P score, the WC measurement would increase by 0.055 cm (p = 0.50, Adjusted β = 0.055, 95% CI = -0.11 - 0.22), but no association could be established between the two even after adjustments with the confounders. Conclusion: The study shows that the diet quality is poor and prevalence of central obesity is high in the study population, with no association found between AHEI-P score and waist circumference measurements even after adjustment with significant confounding. However, further study with bigger sample sizes is needed to confirm the finding."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Listyandini
"ABSTRAK
Akhir-akhir ini, berbagai studi berfokus pada indeks antropometri untuk obesitas seperti lingkar pinggang (LP), rasio lingkar pinggang-lingkar pinggul (RLPP), dan rasio lingkar pinggang-tinggi badan (LP-TB) sebagai faktor prediksi sindrom
metabolik. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi cut-off points dengan sensitivitas
dan spesifistas optimal dari indeks antropometri untuk obesitas dalam mendefinisikan
sindrom metabolik menurut kriteria NCEP-ATP III pada pegawai di area Tanjung
Priok di Jakarta. Desain penelitian adalah cross sectional. Analisis data menggunakan
kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) untuk mengindentifikasi cut-off
points optimal dari LP, RLPP, dan LP-TB dalam memprediksi sindrom metabolik.
Total sampel diperoleh sebanyak 256 responden (174 pria dan 82 wanita) berusia 20-
58 tahun, yang bekerja di instansi pemerintah di area pelabuhan Tanjung Priok.
Berdasarkan area under curve (AUC), didapatkan indeks antropomteri dengan angka
terbesar hingga terkcecil secara berurutan yaitu LP-TB, LP, dan RLPP. Didapati cutoff
point LP ≥88 cm pada pria dan ≥85 cm pada wanita. Cut-off points RLPP pada
pria ≥0,9 dengan sensitifitas 63% dan spesifisitas 60%, sedangkan RLPP pada wanita
≥0,83 dengan sensitifitas 73% dan spesifitas 62%. Didapatkan LP-TB dengan cut-off
points 0,5, dengan sensitivitas 66% (pria) dan 67% (wanita) serta spesifisitas 65%
(pria) dan 62% (wanita). Sebagai faktor prediksi sindrom metabolik, indeks
antropometri dapat dipilih dengan pertimbangan kemudahan pengukuran. LP dinilai
lebih mudah dipraktikkan karena pengukuran tidak berbentuk rasio dan hanya
melibatkan satu pengukuran antropometri saja, sehingga bias pengukuran dapat
diminimalisir. Dibutuhkan studi longitudinal untuk memperkuat hasil penelitian ini.

ABSTRACT
Recently, many studies have focused on anthropometric indices for abdominal obesity
as waist circumference (WC), waist to hip ratio (WHR), and waist to height ratio
(WHtR) to define metabolic syndrome (MetS). This study aimed to compare WC,
WHR, and WHtR and define an optimal cut-off values, which is most closely
predictive of the components of the NCEP-ATP III MetS definition among employees
in Port of Tanjung Priok, Jakarta. This study was cross-sectional study. Receiver
Operating Characteristic (ROC) analysis was used to examine discrimination and
find optimal cut-off values of WC, WHR, and WHtR to predict components of MetS. It
included 256 subjects (174 men and 82 women) aged 20-58 years, who worked in
Port of Tanjung Priok. According to area under curve, we found WHtR with the
highest score, followed by WC, and followed by WHR with the lowest score. WC cutoff
points were ≥88 cm in men dan ≥85 cm in women. WHR cut-off points were ≥0,9
in men (sensitivity 63%; specificity 60%), ≥0,83 in women (sensitivity 73%;
specificity 62%). WHtR cut-off points was 0,5, in men and women (sensitivity 66%
and specificity 65% in men; sensitivity 67% and specificity 62% in women).
Anthropometric indices for metabolic syndrome prediction could be determined by
considering measurement complexity. WC was considered as an easy measurement
because it`s not in ratio and involved one measurement. Bias of measurement could
be minimized. Longitudinal studies is needed to evaluate the consistency of the
findings."
2016
T47064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Triatmanto
"Obesitas merupakan pandemi yang prevalensinya semakin meningkat termasuk di Indonesia, yang komplikasinya dapat diccegah dengan penatalaksanaan dini. Obesitas sentral ditemukan pada penelitian sebelumnya dengan nilai luas penampang VAT ≥ 100 cm2. Saat ini di Indonesia belum ada yang meneliti mengenai luas penampang lemak viseral pada populasi perempuan usia 18-50 tahun untuk mengetahui komposisi lemak tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara parameter antropometri dengan luas penampang lemak viseral (VAT) pada perempuan berusia 18-50 tahun. Dilakukan  studi cross sectional pada subjek yang CT-scan regio abdomen di departemen radiologi RSCM dan kemudian dilakukan pengukuran parameter antropometri yang mencakup lingkar pinggang (WC), rasio lingkar pinggang-tinggi badan (WtHR), dan indeks massa tubuh (IMT). Analisis korelasi, analisis bivariat dan multivariat dilakukan pada paremeter antropometri tersebut untuk mendapatkan formula yang dapat memprediksi komposisi lemak viseral tubuh. Ditemukan 51,9% subjek memiliki status gizi overweight dan obesitas, dan ditemukan 28,8% subjek memiliki luas penampang VAT ≥ 100 cm2. WC, WtHR, dan IMT memiliki korelasi positif kuat terhadap nilai luas penampang VAT dengan nilai p <0,0001 dan nilai R masing-masing 0,770, 0,770, dan 0,797. Ditemukan titik potong untuk nilai luas penampang VAT = 100cm2 untuk WC=83,1 cm (sensitivitas,spesifisitas: 93,3%,83,3%), WtHR= 0,5376 (86,7%, 81,1%), dan IMT = 24,1203 (86,7, 81,1%). Sebagai simpulan, terdapat korelasi positif kuat antara WC, WtHR, dan IMT terhadap luas penampang VAT. Ditemukan titik potong untuk nilai VAT = 100cm2 untuk masing-masing parameter antropometri yang dapat memprediksi terjadinya obesitas sentral.

Obesity has become pandemic and it’s prevalence has been increasing each years, including in Indonesia, and the complication can be prevented with early intervention. Central obesity has been measured based on previous studies with VAT surface area ≥ 100 cm2. At the moment in Indonesia there are no studies regarding VAT surface area in 18-50 years old women. This study aims to identify the correlation of antropometric profile to Visceral Adipose Tissue surface area in 18-50 years old women. A cross-sectional study was conducted on subjects who had a CT scan of the abdominal region at the RSCM radiology department and then anthropometric parameters were measured including waist circumference (WC), waist circumference-height ratio (WtHR), and body mass index (BMI). Correlation analysis, bivariate and multivariate analysis were carried out on these anthropometric parameters to obtain a formula that can predict the body's visceral fat composition. It was found that 51.9% of subjects had overweight and obesity nutritional status, and it was found that 28.8% of subjects had a VAT cross-sectional area ≥ 100 cm2. WC, WtHR, and IMT have a strong positive correlation with the VAT cross-sectional area value with a p value <0.0001 and an R value of 0.770, 0.770, and 0.797, respectively. The cut point was found for the cross-sectional area value VAT = 100cm2 for WC = 83.1 cm (sensitivity, specificity: 93.3%, 83.3%), WtHR = 0.5376 (86.7%, 81.1%), and BMI = 24.1203 (86.7, 81.1%). In conclusion, there is a strong positive correlation between WC, WtHR, and BMI on VAT cross-sectional area. A cut point was found for the VAT value = 100cm2 for each anthropometric parameter which can predict the occurrence of central obesity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaniya Meidini Tahsya Hermawan
"Latar Belakang Sindrom Polikistik Ovarium (SAPK) adalah salah satu penyakit metabolic-endokrin yang paling sering ditemui pada Wanita dalam usia reproduktif. Sindrom Polikistik Ovarium merupakan kondisi yang banyak dikaitkan dengan obesitas dan meningkatnya jaringan adiposa, yang bisa diukur dengan lingkar pinggang dan tingkat lemak viseral. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisis korelasi dari obesitas dengan jaringan lemak viseral pada pasien sindrom polikistik ovarium dan kontrol pada klinik Yasmin, RSCM Kencana Metode Penelitian ini merupakan studi retrospektif analitik yang menggunakan metode cross-sectional dengan menggunakan data yang diperoleh dari rekam medis di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. Variabel independent merupakan index massa tubuh, sedangkan variable dependen adalah lingkar pinggang dan tingkat lemak viseral pada pasien SOPK dan kontrol. Hasil Penelitian ini menemukan perbedaan yang signifikan pada Lingkar pinggang (LP) dan Tingkat lemak viseral antar parameter IMT yang berbeda. Ketika membandingkan SOPK dan kelompok tidak SOPK pada kelompok yang disesuaikan dengan IMT, hanya kelompok obesitas yang memiliki perbedaan signifikan pada LP dan tingkat lemak viseral. Selain itu, ditemukan adanya korelasi yang signifikan antara indeks massa tubuh dan lingkar pinggang (p<0,000), serta lemak viseral (p<0,000) pada pasien PCOS. Hasilnya memiliki nilai Korelasi Pearson masing-masing sebesar 0,892 dan 0,871 yang berarti variabel lainnya akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya salah satu variabel. Kesimpulan Hasil dari penelitian ini menemukan adanya korelasi signifikan positif antara jaringan lemak viseral dan IMT pada pasien SOPK.

Introduction Polycystic ovary syndrome (PCOS) is one of the most common metabolic-endocrine disease that can be found in women in reproductive age. Polycystic ovary syndrome is a condition that is closely correlated to obesity and increase of adipose tissue, which can be measured by waist circumference and visceral fat level. Thus, this study aims to analyse the correlation of obesity with waist circumference and visceral fat in polycystic ovary syndrome and control patients. . Method This research is a retrospective analytical study that uses cross-sectional method and utilize medical records from patients in Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana. The independent variable is the body mass index, meanwhile the dependent variable is the waist circumference and visceral fat level. Results This research has found a significant difference in WC and VF among different BMI parameters. When comparing PCOS and the control group in their BMI-matched group, only the Obese group had a significant difference in WC and VF. Additionally, it is found that there is a significant correlation between body mass index and waist circumference (p<.000), as well as visceral fat (p<.000) in PCOS patients. The result has Pearson Correlation values of 0.892 and 0.871, respectively, which means the other will be higher as one variable increases. . Conclusion This research has found that there is a significant positive correlation between visceral adipose tissue and body mass index in PCOS patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Oky Nur Setyani
"Latar Belakang: Pengukuran Indeks Massa Tubuh tunggal tidak cukup menilai atau mengelola risiko kardiometabolik yang terkait peningkatan adipositas pada dewasa. Lingkar Perut direkomendasikan untuk secara rutin dinilai dalam praktik klinis sehari-hari namun angkanya bervariasi antar ras dan etnis. Tujuan : Penelitian ini bermaksud menentukan nilai titik potong optimal untuk prediksi kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) dan penyakit kardiovaskular pada populasi di Indonesia. Metode : Kami menganalisis data sekunder dari studi Kohort Penyakit Tidak Menular Bogor di tahun 2011-2018, terdiri dari 2077 orang dewasa berusia 25-65 tahun. Nilai titik potong baru yang diusulkan untuk Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP) dihitung menggunakan analisis kurva ROC dan Youden indeks. Hasil : Insidensi Kejadian Diabetes Mellitus dan penyakit Kardiovaskular pada follow up subjek di tahun keenam sejak baseline, didapatkan yaitu sebanyak 13,7% dan 8,9%. Nilai titik potong IMT untuk kejadian diabetes melitus tipe 2 atau penyakit kardiovaskular ialah 23 kg/m2 dengan sensitivitas 72,2 % dan spesifisitas 41,8 %. Nilai titik potong lingkar perut (LP) untuk laki-laki 79 cm dengan sensitivitas 60,9% dan spesivisitas 66,4% sedangkan untuk perempuan ialah 77 cm dengan sensitivitas 74,3% dan spesivisitas 40,5%. Kesimpulan : Nilai titik potong yang baru diusulkan yaitu untuk IMT ialah 23 kg/m2 dan LP 79 cm untuk Laki-Laki dan 77 cm untuk perempuan dapat digunakan untuk penyaring risiko DMT2 dan penyakit Kardiovaskular pada penduduk Indonesia.

A single Body Mass Index (BMI) measurement does not adequately assess or manage the cardiometabolic risk in adults. Waist circumference (WC) is recommended to be routinely assessed in daily clinical practice but might be differ based on different race or ethnicity. This study aims to determine the optimal cut-off point for predicting the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) and cardiovascular disease in Indonesia. We analyzed secondary data from the Bogor Non-Communicable Disease Cohort study in 2011-2018, consisting of 2077 adults aged 25-65 years. The new proposed cut-off values for BMI and WC were calculated using ROC curve analysis. The incidence of T2DM and CV events in the sixth year followup, was found to be 13.7% and 8.9%, respectively. The cut-off point for BMI for the incidence of T2DM or CV disease was 23 kg/m2 (Sn 72.2% and Sp 41.8%). The cut-off point of WC for men is 79 cm (Sn 60.9% and Sp 66.4%), while for women is 77 cm (Sn 74.3% and a Sp 40.5%). As conclusions The newly proposed cut-off value for BMI is 23 kg/m2 and WC 79 cm for men and 77 cm for women can be used to screen for the risk of T2DM and CV disease in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anselma Prasti Keishani
"Latar Belakang Masa remaja perempuan krusial untuk persiapan kehamilan di kemudian hari, namun isu gizi tetap persisten, terutama keterbatasan variasi dan keberagaman. Kualitas diet yang buruk, yang terkait dengan kebiasaan makan yang tidak sehat, dapat memengaruhi kesehatan mental, termasuk harga diri remaja putri Meskipun demikian, hubungan antara kualitas diet dan harga diri masih belum terungkap. Metode Penelitian ini melibatkan 340 remaja putri bersekolah dari tiga kabupaten terpilih di Provinsi Jawa Barat di Indonesia. Peserta melengkapi pengumpulan data tentang asupan makanan menggunakan 2-days repeated 24-hour recall. Data mengenai asupan makanan dimasukkan kedalam NutriSurvey versi 2007, program yang menyediakan analisis nutrisi terperinci. Hasil analisis digunakan untuk menghitung skor Healthy Eating Index-2015 (HEI-2015), sebuah penilaian yang mengukur sejauh mana asupan makanan peserta mengikuti pedoman diet. Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES), merupakan instrument pengukur harga diri yang terdiri dari sepuluh item. Hasil Analisis regresi berganda dilakukan untuk menilai hubungan antara skor HEI-2015 dan skor RSES, dengan menyesuaikan faktor perancu. Skor median HEI-2015 adalah 26.9(26.2-25.6)yang jauh dibawah skor yang direkomendasikan ≥ 80, sementara skor rata-rata RSES adalah 16.72 ± 2.88. Uji linear berganda menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara skor HEI-2015 dan RSES pada remaja putri (β = -0.03; 95%CI = -0.07 – 0.03; p = 0.54). Kesimpulan Penelitian ini menampilkan tidak adanya hubungan antara kualitas diet dan harga diri pada remaja putri yang bersekolah di Jawa Barat, tahun 2018. Temuan ini menegaskan pentingnya mengatasi kualitas diet yang buruk dan menyoroti perlunya penelitian lebih lanjut.

Introduction The adolescence period for girls is crucial for maternal preparation, yet nutritional issues persist in the limited variety and diversity of dietary intake. Poor dietary quality, associated with unhealthy eating habits, may impact mental health, including self-esteem of adolescent girls. Though the relationship between dietary quality and self-esteem remains unclear. Methods A total of 340 school going adolescent girls from 3 chosen district sin West Java province in Indonesia, in the year 2018 was analysed in this study. Participants completed a 2-days repeated 24-hour dietary recall, and the results were entered into Nutrisurvey2007, before used to calculate dietary quality score using HEI-2015, to measure how well dietary intake follow dietary guidelines. Measure of self-esteem was conducted using the Rosenberg Self-Esteem Scale, consisting of 10 items. Results A multiple regression analysis was performed to assess the association between the HEI- 2015 score and RSES score, adjusting for potential confounders. The median HEI-2015 score was 26.9(26.2-25.6), which was far below the recommended score of ≥ 80, while the mean RSES score was 16.72±2.88. Multiple linear regression testing showed no statistically significant association between HEI-2015 and RSES in adolescent girls (β = -0.03; 95%CI = -0.07 – 0.03; p = 0.54). Conclusion The study features no association between dietary quality and self-esteem among adolescent girls in West Java, in 2018 These findings underscore the importance of addressing poor dietary quality and highlight the need for further research to elucidate the underlying factors and potential interventions."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Nugraha
"ABSTRAK
Obesitas merupakan masalah global dengan prevalensi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya defisiensi vitamin D. Hal ini disebabkan karena meningkatnya simpanan vitamin D di jaringan adiposa, yang dapat diperburuk dengan kurangnya pajanan sinar matahari dan asupan vitamin D inadekuat. Defisiensi vitamin D berhubungan dengan resistensi insulin dan dapat meningkatkan risiko terjadinya sindrom metabolik. Peningkatan lingkar pinggang LP dan peningkatan kadar trigliserida TG serum atau hypertriglyceridemic waist dapat digunakan sebagai kriteria sederhana untuk skrining awal identifikasi sindrom metabolik. Penelitian dengan desain potong lintang ini dilakukan di klinik diabetes Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi, Jakarta, yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar vitamin D serum dengan LP dan kadar TG serum pada penyandang obesitas berusia >18-

ABSTRACT
Obesity has reached epidemic proportions globally, with increasing prevalence in recent years. Obesity is one of the risk factors in vitamin D deficiency. The low levels of serum vitamin D in obesity has been attributed to multiple factors like excessive storage of vitamin D in the adipose tissue, decreased exposure to sunlight and an inadequate vitamin D intake. Vitamin D deficiency is associated with insulin resistance and increases the risk of developing metabolic syndrome. Increased waist circumference WC and elevated serum triglyceride TG levels or hypertriglyceridemic waist can be used as a simple clinical phenotype for early screening to identify patients with metabolic syndrome. This cross sectional study was conducted at the Diabetes Clinic of MRCCC Siloam Semanggi Hospital, Jakarta, which aims to determine correlation between serum vitamin D levels with WC and serum TG levels in obese individuals aged 18 years to "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Mufida
"Pemahaman mengenai pola makan pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mengetahui apakah populasi tersebut sudah mengkonsumsi makanan yang penuh zat-gizi. Akan tetapi, informasi terkait faktor pembentuk pemilihan dan keputusan makanan dikenal sebagai food environment masih terbatas. Tujuan penelitian potong lintang ini adalah mengukur hubungan antara food environment dengan pola makan pada Ibu Hamil di Jakarta. Studi ini dilakukan di 7 puskesmas sebagai bagian dari tahap perekrutan Brain Probiotic dan LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE), yang melibatkan 204 ibu hamil. Pola makan dinilai menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Aspek food environment mencakup lingkungan rumah, masyarakat, konsumen, dan lingkungan makan di luar rumah.. Principal Component Analysis digunakan untuk menentukan komponen food environment dan pola makan. Terdapat dua pola makan dalam penelitian ini yaitu pola makan tinggi gula, garam, dan lemak (TGGL) dan sayuran, sumber protein (SSP). Terdapat sembilan komponen food environment: ketersediaan makanan di rumah, aksesibilitas makanan sehat di rumah, aksesibilitas makanan masyarakat modern, kemudahan akses makanan masyarakat, motivasi pribadi untuk mengakses makanan, ketersediaan makanan di toko, pilihan makanan terjangkau dan sehat, makanan online, dan makanan 'warung'. Hubungan antara food environment dan pola makan dianalisis menggunakan regresi linier ganda. Terdapat kecenderungan hubungan antara ketersediaan pangan di rumah dengan pola makan TGGL (β 0,12; p = 0,06) dan pola makan SSP (β 0,13; p = 0,06) setelah dikoreksi dengan faktor perancu. Food Ketersediaan makanan di rumah merupakan salah satu faktor food environment yang mempengaruhi pola makan, menjadikannya sebagai sasaran intervensi dalam merancang program gizi untuk kehamilan yang lebih sehat.

Assessment of dietary pattern among pregnant women are needed to identify whether this population have consumed nutrient-dense food to support their pregnancy. However, information of factors that affected food choice and decision known as food environment was limited. Therefore, this cross-sectional study measured association between food environment and dietary patterns among pregnant women in 7 primary health centers in Jakarta as a part of the baseline of Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) project involving 204 pregnant women. Dietary pattern was collected using Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Four aspects of the food environment assessed in this study: home, community, consumer, and eating out of home. Principal Component Analysis used to determine component of food environment and dietary pattern. There were two dietary patterns in this study: high sugar, salt, fat (HSSF), and vegetables, protein source (VP) dietary pattern. Furthermore, nine components of food environment in this study: home food availability, healthy food accessibility, modernized community food accessibility, easy community food accessibility, personal motivation to access food, food availability at stores, affordable and nutritious food choice, online food, and ‘warung’ food. The association between the food environment and dietary pattern analyzed using multiple linear regression. There was a tendency association of home food availability with HSSF (β 0.12, p=0.06) and VP dietary pattern (β 0.13, p=0.06) adjusted by confounders. Home food availability is one of food environment factor influenced dietary pattern that can be a useful intervention to design nutrition-related program for a healthier pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eti Budiarti
"Latar belakang : Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan <2500. Bayi BBLR berkontribusi terhadap 60 ? 80% kematian neonatal. Berat lahir harus diukur dengan baik, namun menurut WHO dan UNICEF 2004 separuh bayi yang lahir di negara berkembang tidak ditimbang, karena alat timbang tidak ada, rusak, atau bahkan tidak pernah dikalibarasi, sehingga perlu ukuran pengganti yang dapat mengidentifikasi BBLR. Tujuan dari penelitian ini adalah didapatkannya ukuran antropometri (lingkar kepala, lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar paha dan lingkar betis) alternatif pengganti yang paling akurat untuk mengidentifikasi BBLR pada bayi yang lahir dari perempuan Etnis Jawa di Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes tahun 2014.
Metode : Penelitian analitik dengan desain studi cross sectional. Variabel yang diukur adalah berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar paha dan lingkar betis bayi baru lahir. Ukuran dilakukan dalam rentang waktu 0 hingga 24 jam setelah kelahiran bayi. Semua ukuran dilakukan pencatatan dengan ukuran 0,1 cm terdekat dan 0.1 gram untuk berat badan. Metode statistik standar diadopsi untuk kekuatan hubungan (r), penentuan nilai AUC, titik potong (cut of point) sensitivitas, spesifisitas, NDP dan NDN.
Hasil penelitian menunjukan bahwa lingkar betis memiliki tingkat sensitivitas tertinggi (88.9%) dibandingkan dengan ukuran lainnya. Dengan nilai duga positif (NDP) dan nilai duga negatif (NDP) yang juga paling tinggi. Dengan cut of point 9.75 cm, yaitu jika lingkar betis bayi <9.75 cm maka, bayi dikatakan BBLR.

Background: Low birth weight infants are those with birth weight less than 2500 grams. LBW infant cases contribute to 60-80% of neonatal deaths. In fact, every birth weight should be measured accurately. Still, according to WHO and UNICEF in 2004, half of those infants born in the developing countries were not weighed because of some reasons: the scales did not exist, damaged, or even never been calibrated. Thus, it is necessary to identify surrogate measurement of LBW. The purpose of this research is to collect anthropometric measurements (head, upper-arm, chest, thigh, and calf circumference) as an accurate alternative to identify LBW infants born of women at Sub-district of Bumiayu, Brebes Regency in 2014.
Methods: This study was conducted through cross-sectional design. The variables measured were head, upper-arm, chest, thigh circumference, and calf circumference, and also weight of newborns. Measurements were made in a span of 0 to 24 hours after birth. All measurements were recorded to the nearest size of 0.1 cm and 0.1 gr for weight loss. The method of standard statistic was adopted for the strength of the relationship (r), the determination of the value of AUC, cut point (cut of point) sensitivity, specificity, NDP and NDN.
The results : Showed that the calf circumference had the highest level of sensitivity (88.9%) compared with other measurements. Having cut of point 9.75 cm, calf circumference showed the highest positive predictive value (NDP) and negative predictive value (NDP). In other words, infants with calf circumference less than 9.75 cm are those born with LBW."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Diasty Rahayu
"Kelimpahan relatif dan rasio Firmicutes/Bacteroidetes mikrobiota usus dipengaruhi oleh asupan makan dan mempengaruhi kesehatan anak dan dewasa. Namun, penelitian pada ibu hamil di daerah urban masih terbatas dan hasil yang dihubungkan dengan pola makan masih berbeda-beda, terutama di negara berpenghasilan rendah-menengah. Penelitian ini menilai hubungan antara pola makan dengan kelimpahan relatif mikrobiota usus (filum dan genus) dan rasio Firmicutes/Bacteroidetes. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di Puskesmas di empat kota di Jakarta (Pusat, Tengah, Barat dan Utara) merekrut 90 ibu hamil yang datang pada kunjungan Ante Natal Care (ANC). Data asupan makan ibu dengan menggunakan semi quantitative food frequency questioner (SQ-FFQ) diambil oleh enumerator yang sudah ditraining. Data asupan makan dianalisis menggunakan principal component anlysis (PCA) yang akan membentuk pola makan. Sampel feses diambil dan dianalisis dengan Next Generation Sequencing (NGS) 16S rRNA untuk mendapatkan hasil kelimpahan relatif mikrobiota usus . Terbentuk 4 pola makan yaitu pola makan tinggi sumber protein, pola makan tinggi sumber susu dan produk susu, pola makan tinggi sumber karbohidrat dan serat serta pola makan tinggi sumber buah-buahan. Dua filum terbesar yaitu (Firmicutes dan Bacteroidetes) dan 3 genus terbanyak yaitu Prevotella, Faecalibacterium dan Blautia dengan rerata kelimpahan relatif berurutan 69,5%, 12,6%, 5,98%, 8,59% dan 6,59%. Pola makan tinggi karbohidrat dan serat, namun tidak dengan pola makan lain, memiliki nilai p signifikan dengan kelimpahan relatif Faecalibacterium setelah disesuaikan dengan Pendidikan dan suku pada analisis multivariat (β 1,01, CI 95% 0,27-1,73 dan p=0,008). Kesimpulannya, setiap kenaikan pola makan tinggi sumber karbohidrat dan serat dapat menaikkan kelimpahan relatif dari Faecalibacterium sebesar 1,01%. Edukasi tentang pemilihan pola makan yang sehat dan baik untuk serta asupan karbohidrat dan serat yang bervariasi sangat penting dilakukan.

Relative abundance influenced by diet and affect children and adults’ health. However, evidence among urban pregnant women is limited and results on the link of this outcome with dietary pattern is conflicting especially in low-middle income nations. We assessed the relationship between maternal dietary pattern and the relative abundance of gut microbiota and Firmicutes/Bacteroidetes ratio. A cross-sectional study was conducted in primary health care in four districts in Jakarta (Central, East, West and North areas) recruiting 90 pregnant women during their ante natal care visits. Maternal food intake was assessed using a semi-quantitative food frequency questionnaire by trained enumerators and analyzed using principal component analysis to form a dietary pattern. Fecal samples were collected and analyzed with the Next Generation Sequencing (NGS) 16S rRNA to obtain the relative abundance of gut microbiota results. Four eating patterns were formed, namely a high protein sources diet, a high milk and dairy products sources diet, a high carbohydrates and fiber sources diet and a high fruit sources diet. Two largest phyla (Firmicutes and Bacteroidetes) and three largest genera (Prevotella, Faecalibacterium and Blautia) were identified with an average relative abundance value of 69.5%, 12.6%, 5.98%, 8.59% and 6.59%, respectively. High carbohydrate and fiber sources diet, not the other patterns, had a significant value with Faecalibacterium abundance after adjusting for education and ethnicity in multivariate model (β 1.01, CI 95% 0.27- 1.73 and p=0.008). In conlussion, increase high carbohydrate and fiber source diet could increase the relative abundance of Faecalibacterium by 1.01%. Education to choose healthy diet and variety carbohydrate and fiber sources will be needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>