Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171753 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natasya Rizki Asti
"Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan salah satunya dengan cara jual beli, syarat agar dapat melakukan pendaftaran peralihan hak melalui jual beli di kantor pertanahan adalah menggunakan bukti Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan PPAT yang berwenang. Namun masih banyak masyarakat yang tidak melakukan proses balik nama atau perubahan kepemilikan sertipikat hak atas nama dari pemilik hak yang lama (penjual) kepada penerima hak (pembeli). Adanya kewajiban untuk mendaftarkan setiap perubahan data fisik maupun data yuridis tanah tanpa adanya sanksi bagi yang melanggar membuat penyelenggaraan tertib administrasi terhambat dan tidak terpenuhinya asas publisitas. Kekuatan pembuktian pemilikan hak atas tanah yang telah dibuat akta jual beli namun belum didaftarkan di kantor pertanahan serta urgensi penegakan kewajiban balik nama demi terselenggaranya tertib administrasi pemerintahan serta asas publisitas pun dipertanyakan. Penelitian menggunakan metode doctrinal dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kekuatan pembuktian pemilikan hak atas tanah yang akta jual belinya belum didaftarkan pada kantor pertanahan adalah akta tersebut memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebagai akta autentik tetapi kehilangan asas publisitasnya. Selanjutnya penegakan kewajiban melakukan balik nama atas sertipikat tanah yang dibeli menggunakan akta jual beli demi terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dan asas publisitas sangat dibutuhkan supaya mengurangi resiko terjadinya sengketa di kemudian hari dan melindungi pihak ketiga yang memiliki itikad baik untuk membeli tanah yang peralihan haknya belum didaftarkan tersebut. Sanksi yang dapat diberlakukan dapat merupakan sanksi administratif seperti teguran ataupun denda dengan jumlah tertentu.

The transfer of rights to land can be done one way by buying and selling. The requirement to be able to register rights through buying and selling at the land office is to use proof of the Sale and Purchase Deed made before the authorized PPAT. However, there are still many people who do not carry out the process of changing names or changing ownership of title certificates in the name of the old rights owner (seller) to the rights recipient (buyer). The existence of an obligation to register every change in physical and juridical land data without any sanctions for those who violate it makes the implementation of administrative order hampered and publicity is not fulfilled. The strength of proof of ownership of land rights for which a sale and purchase deed has been made but has not been registered at the land office as well as the urgency of enforcing the obligation to transfer names for the sake of maintaining orderly government administration and the principle of publicity are also examined. The research uses doctrinal methods with qualitative analysis methods. The research results obtained are that the strength of proof of ownership of land rights for which the sale and purchase deed has not been registered at the land office is that the deed has perfect proof power as an authentic deed but loses its publicity. Furthermore, enforcing the obligation to transfer names to land certificates purchased using a sale and purchase deed in order to maintain orderly land administration and the principle of publicity is very necessary to reduce the risk of future incidents and protect third parties who have good faith in purchasing land whose rights protection has not been registered. . Sanctions that can be imposed can be in the form of administrative sanctions such as warnings or fines of a certain amount."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jami Allaidin
"Tesis ini meneliti tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) terhadap akta jual beli atas sertipikat yang dibatalkan pendaftaran peralihan haknya. Pembatalan pendaftaran peralihan sertipikat hak atas tanah akibat adanya cacat administrasi dan/atau cacat hukum didasari peralihan dari akta jual beli yang dalam pembuatannya terdapat perbuatan melawan hukum oleh salah satu penghadap, tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada PPAT akan tetapi harus diperhatikan batasan pertanggungjawaban PPAT. Rumusan permasalahan yang diangkat adalah tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli atas sertipikat yang dibatalkan pendaftaran peralihan haknya oleh Badan Pertanahan Kota Jakarta Selatan berdasarkan Putusan Nomor 550/Pid.B/2021/PN Jkt/Sel. dan akibat pembatalan peralihan hak yang dilakukan oleh Badan Pertanahan terhadap pihak pembeli. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian doktrinal, sehingga data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang didukung oleh wawancara pada narasumber dan penelitian ini bersifat deksriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini adalah PPAT tidak bertanggung jawab atas pembatalan peralihan hak, karena telah menjalankan prosedur dengan memeriksa objek hak atas tanah dan dokumen secara formil. Akibat hukum dari pembatalan ini adalah akta jual beli yang dibuat oleh PPAT batal demi hukum karena tidak memenuhi asas-asas dan syarat-syarat sah jual beli sehingga pembatalan pendaftaran peralihan hak berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan mengembalikan hak atas tanah ke keadaan seperti semula sebelum adanya perbuatan melawan hukum terjadi.

This thesis examines the responsibilities of Land Deed Drafting Officials (hereinafter referred to as PPAT) regarding sale and purchase deeds of certificates whose transfer of rights registration has been cancelled. Cancellation of the registration of the transfer of a land title certificate due to administrative defects and/or legal defects based on the transfer of a sale and purchase deed in which there was an unlawful act by one of the parties, cannot be held accountable to the PPAT, but the limits of PPAT's liability must be taken into account. The formulation of the problem raised is the PPAT's responsibility for sale and purchase deeds for certificates whose transfer of rights registration was canceled by the South Jakarta City Land Agency based on Decision Number 550/Pid.B/2021/PN Jkt/Sel. and the consequences of the cancellation of the transfer of rights carried out by the Land Agency against the buyer. The research method used is a doctrinal research method, so the data used is a literature study supported by interviews with informants and this research is descriptive-analytical in nature. The result of this research is that PPAT is not responsible for the cancellation of the transfer of rights, because it has carried out procedures by formally examining land rights objects and documents. The legal consequence of this cancellation is that the deed of sale and purchase made by the PPAT is null and void because it does not fulfill the principles and conditions of legal sale and purchase, so the registration of the transfer of rights is canceled based on the Decree of the Head of the Regional Office of the National Land Agency by returning the land rights to their original state. as before the unlawful act occurred."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandira Vinzka Cahyagita
"Penelitian ini membahas dan menganalisis mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah. Permasalahan dalam penelitian mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak serta bagaimana tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak tersebut. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya. PPAT seharusnya lebih cermat dan teliti dalam memeriksa dokumen sebelum pembuatan akta tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini bahwa PPAT membuat akta jual beli berdasarkan kuasa mutlak sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dikarenakan perbuatan tersebut merupakan penyelundupan hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis dan menelaah norma hukum yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak menjadi batal demi hukum dan Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dengan sanksi yang dapat diberikan.

This study discusses and analyzes the legal power of absolute power in the transfer of land rights. Problems in research regarding the legal power of absolute power of attorney and how is the responsibility of the Notary/PPAT regarding the sale and purchase deed made based on this absolute power of attorney. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or apartment ownership rights, or to make evidence regarding certain legal actions regarding land rights that will be used as the basis for registration. PPAT should be more careful and thorough in checking documents before making the deed. The main problem in this study is that the PPAT makes a sale and purchase deed based on absolute power of attorney so that the act is a prohibited act because the act is legal smuggling. The research method used in this research is normative juridical which is carried out by analyzing and examining relevant legal norms. The results of this study indicate that the transfer of land rights through a sale and purchase deed made based on absolute power of attorney is null and void and the Notary/PPAT must be responsible for the sanctions that can be given."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Dienta Putra
"Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membuat Akta Jual Beli Tanah harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Didalam Akta Jual Beli Tanah terdapat penjelasan mengenai luas, letak, dan batas-batas tanah sesuai dengan Surat Ukur Kantor Pertanahan yang dicantumkan dalam Akta Jual Beli Tanah. Namun terdapat kasus Akta Jual Beli Tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak menggunakan Surat Ukur Kantor Pertanahan melainkan menggunakan Surat Ukur yang dikeluarkan oleh Staf Kelurahan. Penelitian doktrinal ini menggunakan bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data yang digunakan didalam penelitian ini adalah menggunakan studi dokumen yang dianalisis secara mendalam untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat. Hasil analisis didalam penelitian ini terbagi menjadi dua. Hasil penelitian yang pertama adalah Akta Jual Beli Tanah yang Surat Ukur nya tidak memakai Surat Ukur yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Surabaya menjadi cacat hukum dan akta tersebut menjadi batal demi hukum. Kelurahan Buntaran yang merupakan bagian dari wilayah Kota Surabaya tidak memiliki fungsi untuk melakukan pengukuran dan pemetaan suatu tanah yang maka dari itu Staf Kelurahan Buntaran tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan Surat Ukur. Sedangkan Kantor Pertanahan memiliki fungsi yaitu salah satunya adalah melakukan pengukuran dan pemetaan bidang tanah sehingga Data Fisik dan Data Yuridis dari tanah tersebut akurat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Untuk hasil penelitian kedua adalah OS sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat Akta Jual Beli dalam kasus ini seharusnya memberikan penyuluhan hukum kepada SG terkait Surat Ukur Staf Kelurahan Buntaran tidak bisa dipakai dalam pembuatan Akta Jual Beli dan OS dapat bertanggung jawab secara administrasi dan/atau memberikan ganti rugi.

The Land Deed Official, in making the Deed of Sale and Purchase of Land, must pay attention to the applicable laws and regulations. In the Deed of Sale and Purchase of Land, there is an explanation regarding the land's area, location, and boundaries following the Measurement Letter of the Land Office stated in the Deed of Sale and Purchase of Land. However, there are cases where the Deed of Sale and Purchase of Land made by the Land Deed Official uses the Measurement Letter of the Land Office instead of the Measurement Letter issued by the Sub-District Staff. For this reason, this doctrinal research uses primary, secondary, and tertiary legal materials. The data collection used in this research uses document studies which are analyzed in depth to obtain accurate research results. The results of the analysis in this study are divided into two. The first research result is the Deed of Sale and Purchase of Land, where the Measurement Letter does not use the Measurement Letter issued by the Land Office of the City of Surabaya, becomes legally invalid, and the deed becomes null and void. The Buntaran Sub-District, which is part of the Surabaya City area, does not have the function of measuring and mapping a piece of land. Therefore, the Buntaran Sub-district Staff does not have the authority to issue a Measurement Letter. While the Land Office has a function, one of which is to measure and map land parcels so that the Physical Data and Juridical Data from the land are accurate in accordance with the actual conditions in the field. For the results of the second study, Co-Defendant I, as the Land Deed Making Officer who made the Sale and Purchase Deed in this case, should have provided legal counselling to the Plaintiff regarding the Buntaran Village Staff Measurement Letter, which could not be used in making the Sale and Purchase Deed and Co-Defendant I could be administratively responsible and/or provide compensation."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mhd Fadil
"Perbuatan hukum penerima hibah setelah terlaksananya hibah sebaiknya tidak bertentangan dengan Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata karena adanya hak bagi pemberi hibah untuk melakukan penarikan kembali dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pengadilan. Dengan adanya suatu putusan pengadilan yang menyatakan hibah batal maka objek hibah tersebut akan kembali menjadi milik pemberi hibah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan notaris untuk membatalkan akta hibah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah penerima protokol terhadap pembatalan akta hibah. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur yang ada serta tipologi penelitian yang preskriptif, penelitian menghasilkan bahwa notaris tidak memiliki kewenangan sedikitpun untuk membatalkan akta hibah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah karena kedua pejabat tersebut memiliki payung hukum yang berbeda. Selain itu sebaiknya hakim mengubah redaksional putusannya. Di samping itu, Pejabat Pembuat Akta Tanah penerima protokol berkewajiban hanya menyimpan dan memelihara protokol sehingga apabila diperlukan oleh masyarakat dapat dengan mudah ditemukan. Disarankan bagi para hakim dan calon hakim agar lebih mendalami ilmu kenotariatan supaya dapat membedakan kewenangan masing-masing pejabat tersebut. Disarankan juga bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk mengatur mengenai jangka waktu penunjukan pejabat penerima protokol.

The legal actions taken by the grantee after the grant has been executed should not contradict Article 1688 of the Civil Code because the grantor has the right to revoke the grant by filing a cancellation request to the court. With a court decision that cancelled the grant, the granted object will revert to the ownership of grantor. This study aims to analyze the authority of notary to annul a grant act made by land deed official and the responsibilities of the Land Deed Official who received the protocol for a cancelled grant. Using a doctrinal research method based on legislation and existing literature as well as using prescriptive typology, the research concludes that a notary does not have the authority to cancel grant act made by the Land Deed Official because these two officials operate under different legal frameworks. Furthermore, it is suggested that the judges should amend the wording of their decision to state that grant act is null and void. Additionally, the Land Deed Official as the protocol recipient is only obliged to store and maintain the protocol that easily accessed when needed by the public. It is advised for judges and prospective judges to deepen their knowledge of notarial law to distinguish the authority of each official. The Ministry of Agrarian and Spatial Planning/National Land Agency is also advised to regulate the appointment period of the protocol recipient official."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivania Evelin Adelia Antony
"Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta autentik ialah suatu akta yang dibuat sesuai ketentuan undang-undang atau dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta dibuat. Sebelum melakukan pembuatan akta, PPAT wajib melakukan pengenalan penghadap dengan memeriksa identitas data diri dan dokumen dari penghadap. Kewajiban ini dilakukan sebatas pada kebenaran formil saja. Meskipun pengenalan penghadap telah dilakukan, masih dijumpai permasalahan hukum terkait akta PPAT. Salah satu permasalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan akta adalah pemalsuan identitas dan dokumen, yang terlihat dari adanya tanda tangan palsu (spurious signature) pada akta. Hal ini menjadi permasalahan terhadap PPAT yang lalai dalam melakukan pengenalan penghadap sehingga digugat karena dianggap dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama dengan penghadap. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menganalisis mengenai tanggung jawab serta perlindungan hukum bagi PPAT terhadap pemalsuan tanda tangan (spurious signature) yang terdapat di dalam akta jual beli. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder, yang hasilnya bersifat eksplanatoris-analitis. Apabila PPAT melakukan kelalaian dalam pengecekan identitas penghadap, maka PPAT telah melanggar syarat formil dan syarat materiil pembuatan akta serta dapat dikenai tanggung jawab administratif. Namun, kurang tepat jika karena kelalaiannya yang bersifat administratif PPAT digugat atas dasar perbuatan melawan hukum dan ditempatkan sebagai tergugat. PPAT hanya bertugas mengkonstantir kehendak dari para penghadap dan tidak mengetahui adanya pemufakatan jahat yang terjadi, maka lebih tepat bila ditempatkan sebagai pihak turut tergugat. Berdasarkan hal tersebut seorang PPAT dapat meminta perlindungan yaitu pendampingan dalam proses persidangan dari Majelis Pembinaan dan Pengawasan maupun Majelis Kehormatan IPPAT.

According to Article 1868 of the Indonesian Civil Code, an authentic deed is a deed made in accordance with the provisions of the law or made before an authorized public official at the place where the deed was made. Prior to the creation of an authentic deed, Indonesian Land Deed Officer (PPAT) is required to identify the requesting party by checking their identity from personal data and documents. This obligation is carried out to the extent of fulfilling the formal truth. Despite identification has been carried out, there are still legal problems related to the authentic deed made by PPAT. One of the problems that might happen is falsification of identities and documents, which can be seen from the existence of a fake signature (spurious signature) on the deed. This is a problem for Land Deed Officer (PPAT) who was negligent in identifying the requesting party where they could be sued to have intentionally committed unlawful acts together with the requesting party. Therefore, this study will analyze the responsibility and legal protection for Land Deed Officer (PPAT) against forgery of signatures (spurious signature) contained in the creation of sales and purchase authentic deed. This research is a normative juridical research using secondary data types, the results of which are explanatory-analytical. If Land Deed Officer (PPAT) is negligence in checking the identity of the requester, then the Land Deed Officer (PPAT) has violated the formal and material requirements for making the deed and is subject to administrative responsibility. However, it is not appropriate if due to administrative negligence, Land Deed Officer is sued on the basis of an unlawful act and placed as a defendant since Land Deed Officer is only tasked with constituting the will of the parties and does not know that there is an evil consensus that has occurred, so it is more appropriate to be placed as a co-defendant party. Based on this, Land Deed Officer can ask for protection, namely assistance in the trial process from the Guidance and Supervision Council and the Land Deed Officer Honorary Council."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Apriyanti
"Pembuatan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) tanpa surat kuasa yang sah (studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 472/PK/PDT/2019) diangkat karena banyak PPAT yang terjerat di Pengadilan baik perkara perdata maupun pidana, salah satunya karena terjadinya perbuatan melawan hukum.  Dalam putusan Mahkamah Agung No. 472/PK/PDT/2019, Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu karena telah membuat akta jual beli yang dalam pembuatannya dilakukan dengan blangko kosong yang diberikan oleh PPAT, kemudian pembuatan akta jual beli dilakukan tanpa adanya surat kuasa yang sah, dan dilakukannya jual beli tanah tersebut pada saat status tanah masih dalam penyitaan pengadilan.  Permasalahan dalam tesis ini adalah implikasi keabsahan surat kuasa terhadap keabsahan akta jual beli dan tanggung jawab PPAT dalam pembuatan akta jual beli yang dibuat dengan tanpa surat kuasa yang sah dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 472/PK/PDT/2019.  Bentuk penelitian yang akan digunakan, yaitu yuridis normatif, dengan menganalisis Putusan Peninjauan Kembali No. 472 PK/PDT/2019.  Hasil penelitian ini menyatakan bahwa implikasi terhadap keabsahan surat kuasa yang tidak sah terhadap keabsahan akta jual beli mengandung suatu kecacatan hukum dan mengakibatkan akta jual beli tanah tersebut batal demi hukum.  Berdasarkan surat kuasa membeli yang tidak sah maka telah dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, maka PPAT dapat dikenakan sanksi dalam jenis pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban yaitu akan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan Ikatan Pejabat Pebuat Akta Tanah (“IPPAT”). 

The preparation of sale and purchase deed made before the land deed official (PPAT) without valid power of attorney (case study supreme court decision number 472 PK/PDT/2019).  This is because many PPATs have been entangled in courts in both civil and criminal cases, one of which is because of unlawful acts.  In the decision of the supreme court No. 472/PK/PDT/2019, the notary who also served as PPAT was declared to have committed an unlawful act, namely because had made a deed of sale and purchase which was made in a blank form provided by PPAT, then made a deed of sale and purchases without valid power of attorney, and the sale and purchase of land is carried out while the land status still in court confiscation.  The problem in this thesis is how is the validity of the sale and purchases deed made without a valid power of attorney and how is the responsibility of the PPAT in making the sale and purchase deed made without a valid power of attorney in the supreme court decision number 472/PK/PDT/2019.  The results of this study state that the implications of the validity of an invalid power of attorney on the validity of the sale and purcahse deed contain a legal defect and cause the land sale and purchase deed to be null and void.  Based on an unauthorized purchase power of attorney, it is deemed to have committed and unlawful act, then PPAT may e subject to sanctions in the type of serius violation of the porhibition or obligation, namely being dishonorably dismissed from the position and dishonorably dismissed from membership of the Ikatan Pejabat Pebuat Akta Tanah (“IPPAT”)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jhagad Jhelank Devitrita Wibowo
"Akta Pengakuan Hutang merupakan suatu akta autentik yang mengikat para pihak dan seharusnya tidak dapat dijadikan dasar dari adanya Akta Jual Beli tanah yang belum dibayar secara lunas. Pembuatan Akta Jual Beli yang diikuti dengan Akta Pengakuan Hutang atas dasar jual beli tanah yang belum lunas masih kerap terjadi di kehidupan masyarakat dikarenakan adanya ketidaktahuan mereka sebagai masyarakat awam yang kurang memahami ketentuan hukum yang berlaku dan adanya PPAT yang lalai dalam menerapkan hukum, sehingga ditemukan adanya satu kasus yang berkaitan dengan hal ini yaitu pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 180 K/PDT/2024. Penelitian ini mengangkat tentang kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang tidak beritikad baik dan tanggung jawab hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap Akta Jual Beli yang belum lunas. Penelitian doktrinal yang dilakukan di sini mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang beritikad tidak baik adalah batal demi hukum karena Akta Jual Beli tersebut dibuat dengan pembayaran yang belum lunas, sehingga tidak memenuhi asas terang dan tunai menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Adapun tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah berupa tanggung jawab administratif dalam bentuk teguran atau pemberhentian sementara.

The Debt Acknowledgment Deed is an authentic deed that binds the parties involved and should not serve as the basis for a Land Sale and Purchase Deed that has not been fully paid. However, in practice, the creation of the Sale and Purchase Deed followed by a Debt Acknowledgment Deed based on an unsettled land sale continues to occur in society due to the ignorance of the general public, who lack understanding of the applicable legal provisions, as well as the negligence of the PPAT in enforcing the law. This has led to a case related to this issue, specifically in the Supreme Court of the Republic of Indonesia Decision No. 180 K/PDT/2024. This research highlights the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed, concerning buyers who act in bad faith and the legal responsibilities of the Land Deed Official regarding Sale and Purchase Deeds that remain unsettled. The doctrinal research conducted here collects legal materials through library research, which are subsequently analyzed qualitatively. From the analysis, it can be concluded that the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed for buyers acting in bad faith, is null and void because the Sale and Purchase Deed was created with a payment that has not been settled, thus failing to meet the principles of clarity and cash payment according to Law No. 5 of 1960 on Basic Agrarian Principles. The responsibility of the Land Deed Official in this regard is in the form of administrative responsibility, which may include reprimands or temporary suspension."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriel Amagadela
"PPAT Sementara merupakan jabatan yang ditunjuk secara otomatis dari seorang Camat untuk melaksanakan tugas seorang PPAT dalam membuat akta di wilayah jabatan Pemerintahannya apabila di daerah tersebut belum cukup terdapat PPAT. Adanya perbedaan kompetensi dengan PPAT Notaris membuat kualitas PPAT Sementara menjadi dipertanyakan. Terpenuhinya formasi PPAT di suatu wilayah pun tidak menjadi suatu pertimbangan dari penunjukan seorang PPAT Sementara, seperti halnya di Kabupaten Tangerang. Hal tersebut yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni mengenai perbandingan kompetensi yang dimiliki oleh PPAT Sementara dengan PPAT Notaris serta urgensi pengangkatan PPAT Sementara di wilayah yang sudah terdapat banyak PPAT Notaris. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan tipologi penelitian preskriptif yang menggunakan data sekunder yang didukung oleh data primer. Analisis yang digunakan kualitatif dengan hasil penelitian, yakni adanya perbedaan kompetensi yang dimiliki oleh PPAT Sementara dan PPAT Notaris yang ditinjau dari pendidikan dan pelatihan yang diberikan. Mengenai keberadaan PPAT Sementara di wilayah Kabupaten Tangerang pun seharusnya tidak menjadi urgensi karena di beberapa wilayah sudah tersebar banyak PPAT yang membuat PPAT Sementara di sini kurang diperlukan.

Temporary PPAT is an automatically appointed position of a Sub-District Head to carry out the duties of a PPAT in making deeds in the area of his Government position if there are not enough PPATs in the area. The difference in competence with a Notarial PPAT makes the quality of Temporary PPAT questionable. The fulfillment of the formation of a PPAT in an area is also not a consideration in the appointment of a Temporary PPAT, as is the case in Tangerang Regency. This is the subject matter of this research, namely the comparison of the competencies possessed by Temporary PPAT with Notarial PPAT and the urgency of appointing Temporary PPAT in areas where there are already many Notarial PPAT. The research method used is doctrinal with prescriptive research typology that uses secondary data supported by primary data. The analysis used is qualitative with the result is, namely the differences in competencies possessed by Temporary PPAT and Notary PPAT in terms of education and training provided. Regarding the existence of Temporary PPAT in Tangerang Regency, it should not be an urgency because in some areas there are already many PPAT spread out, which makes Temporary PPAT here less necessary."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutadjulu, Dara Nabila
"Keberadaan Notaris/PPAT sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Karena Notaris/PPAT memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta autentik yang dibutuhkan masyarakat. Dalam peraturannya masing-masing telah diatur bahwa tidak diperbolehkan membuat Akta Jual Beli apabila di dalamnya terdapat salah satu anggota keluarga. Namun, penulis menemukan terdapat pelanggaran yang dilakukan Notaris selaku PPAT membuat Akta Jual Beli untuk anggota keluarga. Sehingga permasalahan yang dikemukakan dalam tesis ini adalah bagaimana peran kode etik PPAT terhadap pelanggaran jabatan Notaris selaku PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli untuk keluarga serta bagaimana akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris selaku PPAT tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Simpulan dari penelitian dalam tesis ini adalah telah dibuatnya kode etik PPAT terbaru 27 April 2017 dan di dalamnya disebutkan bahwa IPPAT telah membentuk badan/lembaga tersendiri bernama Majelis Kehormatan untuk mengurusi apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan Notaris selaku PPAT. Dan akibat hukum terhadap akta yang dibuat Notaris selaku PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli untuk keluarga dalam kasus ini yang tidak dikenakan sanksi maka akta tersebut tetap merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat selama tidak ada pihak lain yang menuntut. Walaupun hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan.

The existence of Notary PPAT is very important in public life. Because the Notary PPAT provides legal certainty to the public regarding the making of authentic deed required by the community. In their respective regulations, it is stipulated that it is not permissible to make a Deed of Sale if there is a family member in it. However, the authors found there were violations committed by Notary as PPAT made the Deed of Sale and Purchase for family members. So the problem presented in this thesis is how the role of the code of ethics of PPAT against violation of the position of Notary as PPAT in making the Deed of Sale and Purchase for the family and how the legal effect on the deed made by the Notary as PPAT. The research method used in this thesis is a type of normative juridical research with the type of descriptive analytical research.
The conclusion of the research in this thesis is the making of the latest PPAT code of ethics April 27, 2017 and in it is mentioned that IPPAT has established a separate body institution named Honorary Council to deal if there is a violation made by Notary as PPAT. And the legal consequences of the deed made by Notary as PPAT in the making of Deed of Sale and Selling for families that are not subject to sanction then the deed is still an authentic deed and has a strong strength of proof as long as no other party is demanding.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>