Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194758 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ancilla Serafina Winarta
"Hak pekerja harian di Indonesia belum menerima perlindungan hukum secara maksimal dari pada pekerja harian di Singapura. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia perlu bekerja. Salah satu opsi dalam bekerja yang dapat dipilih adalah bekerja secara harian. Pekerja yang bekerja secara harian disebut pekerja harian. Pada praktiknya di Indonesia, pekerja harian masih sering tidak memperoleh haknya. Hal ini berbeda dengan pekerja harian di Singapura. Singapura yang merupakan salah satu negara terkemuka di Asia telah mengkategorikan pekerja yang memiliki karakteristik mirip dengan pekerja harian sebagai pekerja paruh waktu. Hak-hak pekerja harian di Singapura telah secara jelas diatur dalam undang-undang dan hampir memiliki hak yang sama seperti pekerja tetap. Oleh karena itu, tulisan ini menjelaskan lebih dalam tentang perlindungan hukum hak pekerja harian di Indonesia dan di Singapura, serta menganalisis lebih dalam terkait persamaan dan perbedaan perlindungan hukum bagi hak pekerja harian di Indonesia dan Singapura, sehingga pembaca dapat menemukan keunggulan perlindungan hukum hak yang dimiliki oleh Singapura. Selain itu, tulisan ini juga membahas tentang kemungkinan penerapan perlindungan hukum hak pekerja harian di Indonesia berdasarkan unsur-unsur yang diatur di Singapura dan masalah yang akan timbul jika terjadi penerapan ini. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan mengumpulkan dan mengkaji sumber kepustakaan atau data sekunder.  Setelah data terkumpul, data tersebut diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif analitis, artinya data akan dikelompokkan sesuai dengan aspek yang diteliti, kemudian ditarik kesimpulan, dan diuraikan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa perlindungan hukum bagi hak pekerja harian di Indonesia dan Singapura memiliki keunggulannya masing-masing. Jika ditunjau dengan teori perlindungan hukum, hukum ketenagakerjaan di Singapura lebih memberikan perhatian pada pekerja harian dibandingkan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari hak upah lembur, cuti, dan sistem jaminan sosial di Singapura yang lebih memberikan apresiasi terhadap kinerja pekerja.

The rights of daily workers in Indonesia have not received the maximum legal protection compared to daily workers in Singapore. To fulfill their daily needs, humans need to work. One of the work options that can be chosen is working daily. Workers who work daily are called casual workers. In practice in Indonesia, daily workers often do not receive their rights. This is different from daily workers in Singapore. Singapore, which is one of the leading countries in Asia, has categorized workers who have characteristics similar to daily workers as part-time workers. The rights of casual workers in Singapore are clearly regulated in law and have almost the same rights as permanent workers. Therefore, this article explains in more depth the legal protection of the rights of daily workers in Indonesia and Singapore, as well as analyzing further the similarities and differences in legal protection for the rights of daily workers in Indonesia and Singapore, so that readers can discover the advantages of legal protection of rights that owned by Singapore. Apart from that, this article also discusses the possibility of implementing the law to protect the rights of daily workers in Indonesia based on the elements regulated in Singapore and the problems that will arise if this implementation occurs. This article was prepared using doctrinal research methods by collecting and reviewing library sources or secondary data. After the data is collected, the data is processed and analyzed using the analytical descriptive method, meaning that the data will be collected according to the aspects studied, then conclusions will be drawn and described descriptively. Based on the research results, it can be seen that legal protection for the rights of daily workers in Indonesia and Singapore has its own advantages. If we look at the theory of legal protection, employment law in Singapore pays more attention to daily workers than in Indonesia. This is realized from the rights to overtime pay, leave, and the social security system in Singapore which provides greater appreciation for worker performance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melissa Nathania Hermawan
"Pekerja rumah tangga (PRT) memainkan peran penting dalam masyarakat modern di mana banyak individu tidak memiliki waktu untuk mengurus pekerjaan rumah tangga mereka. Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat 54,29 juta penduduk Indonesia yang bekerja di sektor formal, dengan sebagian besar dari mereka bekerja lebih dari tiga puluh lima jam per minggu. Kondisi ini menyebabkan banyak pekerja formal merasa lelah dan membutuhkan bantuan PRT untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO), pada tahun 2015 terdapat 4,2 juta PRT di Indonesia, menunjukkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap jasa mereka. Melalui Konvensi No. 189, ILO menekankan pentingnya perlindungan PRT di seluruh dunia. PRT sering bekerja dalam kondisi yang tidak diawasi dan hak-haknya mudah dilanggar. Di Indonesia, pekerja rumah tangga sering kali tidak memiliki kontrak kerja yang jelas, beban kerja yang tidak terukur, jam kerja yang tidak terbatas, upah rendah, dan tanpa jaminan kesehatan. Meskipun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menetapkan hak-hak standar bagi pekerja, PRT seringkali dikecualikan dari perlindungan tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa posisi tawar PRT yang lemah, kurangnya organisasi pekerja yang representatif, dan kebijakan pemerintah yang kurang responsif memperburuk situasi ini. Analisis ini akan mengacu kepada perlindungan hukum PRT di Indonesia dengan mempelajari hukum dari negara lain seperti Singapura, Hong Kong, dan Afrika Selatan untuk memberikan rekomendasi perbaikan. Penelitian ini menggunakan metode penulisan doktrinal dengan mengkaji sumber hukum primer dan sekunder. Data akan dianalisis secara kualitatif dan disajikan dalam bentuk deskriptif analitis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai perlindungan hukum PRT di Indonesia dan memberikan rekomendasi untuk memperbaiki kebijakan yang ada agar lebih sesuai dengan standar internasional. Penelitian ini mendukung perlindungan yang lebih baik dan layak bagi PRT di Indonesia.

Domestic workers play a crucial role in modern society where many individuals don’t have the time to manage their household chores. According to the Badan Pusat Statistik, there are 54.29 million Indonesians working in the formal sector, with most of them working more than thirty-five hours per week. This condition causes many formal sector workers to feel exhausted and in need of Dometic Workers to complete their household tasks. Based on data from the International Labour Organization (ILO), in 2015, there were 4.2 million Domestic Workers in Indonesia, indicating the high dependence of society on their services. Through Convention No. 189, the ILO emphasizes the importance of protecting Domestic Workers worldwide Domestic Workers often work in unmonitored conditions, making it easy for their rights to be violated. In Indonesia,Domestic Workers frequently lack clear employment contracts, have unmeasured workloads, unlimited working hours, low wages, and no health insurance. Although UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003concerning Manpower sets standard rights for workers Domestic Workers are often excluded from this protection. Research shows that the weak bargaining position of Domestic Workers the lack of representative worker organizations, and unresponsive government policies worsen this situation. This analysis will refer to the legal protection of domestic workers (DW) in Indonesia by studying the laws of other countries such as Singapore, Hong Kong, and South Africa to provide recommendations for improvement. This research employs a doctrinal writing method by reviewing primary and secondary legal sources. The data will be analyzed qualitatively and presented in a descriptive-analytical form. The results of this research are expected to provide a better understanding of the legal protection of Domestic Workers in Indonesia and offer recommendations for improving existing policies to align more closely with international standards. This research supports better and more appropriate protection for Domestic Workers in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Dyahlistia Permatarani
"Penelitian dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat di Kota Bekasi yang masih miskin, sementara itu masyarakat Kota Bekasi yang sebagian besar beragama Islam. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bekasi memberlakukan Perda Kota Bekasi No. 02 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Zakat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis efektifitas penerapan Perda Kota Bekasi No. 02 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Zakat terhadap PNS di Kota Bekasi. Penulis menggunakan metode penelitian sosiologis yuridis dengan studi kepustakaan dan wawancara di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Perda Pengelolaan Zakat di Kota Bekasi belum sepenuhnya berjalan secara efektif. Hal ini dikarenakan masyarakat Kota Bekasi sebagian besar beragama Islam namun belum memahami mengenai pengelolaan zakat serta kewajiban mereka untuk menunaikannya. Pada hakekatnya, Perda Pengelolaan Zakat ini merupakan cara untuk menjembatani antara kewajiban umat islam di Kota Bekasi untuk menunaikan zakat, dengan kondisi masyarakat Kota Bekasi yang masih berada di bawah garis kemiskinan sehingga diperlukan adanya Perda Pengelolaan Zakat di Kota Bekasi. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Halim Bashel
"Pelindungan data pribadi artinya memberikan perlindungan hukum bagi konsumen dalam hal pengumpulan, penggunaan, dan pengungkapan data pribadi. Perlindungan hukum data pribadi di Indonesia sebelumnya tidak dapat dikatakan cukup komprehensif sehingga membutuhkan adanya aturan yang kuat dan tegas untuk melindungi data pribadi konsumen dan menumbuhkan rasa kepercayaan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengetahui perlindungan hukum hak privasi konsumen e-commerce di Indonesia, untuk menganalisa dan mengetahui perbandingan hukum terhadap perlindungan hukum hak privasi konsumen e-commerce di Malaysia dan Singapura dan untuk mengetahui upaya pembaharuan hukum hak privasi konsumen e-commerce di Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum hak privasi konsumen e-commerce di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Untuk menjaga privasi pelanggan, Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 atau dikenal dengan UU PDP yang mengatur pengumpulan, penggunaan, dan penyebaran informasi pribadi pada Pasal 1 ayat (2), pasal 5 dan pasal 13 ayat (1) dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 yang mengatur tentang perlindungan konsumen. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia biasanya menjamin hak privasi pada pasal 29 ayat (1), 30, dan 32. Perbandingan hukum terhadap perlindungan hukum hak privasi konsumen e-commerce di Malaysia dan Singapura diatur dalam Undang-Undang Data Pribagi. Singapura memiliki Do Not Call (DNC) Registry, sedangkan Malaysia tidak memilikinya. Ketika membandingkan undang-undang kedua negara mengenai perlindungan hukum hak privasi konsumen e-commerce. Pada saat yang sama, prinsip dan pedoman perlindungan hak privasi konsumen di Indonesia untuk transfer data internasional tidak tersedia. Upaya pembaharuan hukum hak privasi konsumen e-commerce di Indonesia dapat dilakukan dengan memperbarui undang-undang privasi konsumen pada e-commerce, meliputi: Urgensi pembaharuan undang-undang perlindungan konsumen, Sifat e-commerce lintas batas negara, Memberikan sanksi kepada pelanggar, dan perjanjian atau kontrak. Urgensi pembaharuan Undang-Undang perlindungan konsumen Indonesia di era e-commerce diperlukan untuk mengatasi tantangan baru dalam praktik bisnis, terutama yang terkait dengan teknologi digital dan e-commerce, serta membutuhkan adaptasi hukum agar konsumen dapat terlindungi dari ancaman privasi data, keamanan siber, dan risiko lain yang muncul dalam transaksi online.

Personal data protection means providing legal protection for consumers in terms of collection, use and disclosure of personal data. Previously, legal protection of personal data in Indonesia could not be said to be comprehensive enough, requiring strong and firm regulations to protect consumers' personal data and foster a sense of consumer trust. This research aims to analyze and determine the legal protection of e-commerce consumer privacy rights in Indonesia, to analyze and determine the legal comparison of the legal protection of e-commerce consumer privacy rights in Malaysia and Singapore and to determine efforts to reform the e-commerce consumer privacy rights law in Indonesia. This research method uses a type of normative juridical research which is descriptive analysis. The research results show that the legal protection of the privacy rights of e-commerce consumers in Indonesia is regulated in the Law. To maintain customer privacy, the Republic of Indonesia passed Law Number 27 of 2022 or known as the PDP Law which regulates the collection, use and dissemination of personal information on Article 1 paragraph (2), article 5 and article 13 paragraph (1) and Law Number 8 of 1999 which regulates consumer protection. UU no. 39 of 1999 concerning Human Rights usually guarantees the right to privacy in articles 29 paragraphs (1), 30, and 32. Legal comparisons regarding the legal protection of e-commerce consumer privacy rights in Malaysia and Singapore are regulated in the Personal Data Law. Singapore has a Do Not Call (DNC) Registry, while Malaysia does not have one. When comparing the laws of the two countries regarding the legal protection of e-commerce consumer privacy rights. At the same time, principles and guidelines for protecting consumer privacy rights in Indonesia for international data transfers are not available. Efforts to reform the law on consumer privacy rights for e-commerce in Indonesia can be carried out by updating the consumer privacy law on e-commerce, including: The urgency of updating consumer protection laws, the nature of e-commerce across national borders, imposing sanctions on violators, and agreements or contract. The urgency of updating Indonesia's consumer protection law in the e-commerce era is needed to overcome new challenges in business practices, especially those related to digital technology and e-commerce, and requires legal adaptation so that consumers can be protected from threats to data privacy, cyber security and other risks that arise in online transactions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ametta Diksa Wiraputra
"Penyandang disabilitas merupakan kelompok minoritas yang saat ini rentan mengalami diskriminasi khususnya diskriminasi mengenai hak-haknya dalam bidang ketenagakerjaan. Adanya diskriminasi tersebut tentunya diperlukan instrumen perlindungan hukum kepada penyandang disabilitas yang diberikan kepada pekerja penyandang disabilitas guna menjamin hak-haknya di bidang ketenagakerjaan dan solusi dalam menghadapi kendala-kendala dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja penyandang disabilitas. Dalam penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan jenis data sekunder yang kemudian dianalisa dengan analisa kualitatif dengan data yang diperoleh dari hasil penelitian pustaka dan wawancara. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa penyandang disabilitas di Indonesia saat ini sudah dilindungi oleh beberapa peraturan perundang-undangan, namun masih ada beberapa kebijakan yang perlu pembenahan dan penyempurnaan agar perlindungan terhadap pekerja penyandang disabilitas berjalan efektif. Selain itu kendala-kendala juga masih terjadi di lapangan sehingga berdampak pada belum efektifnya peraturan perundang-undangan yang ada. Simpulannya adalah pekerja penyandang disabilitas sudah dilindungi dengan baik dan masih diperlukan upaya pembenahan kebijakan dalam peraturan perundang-undangan yang ada.

Persons with disabilities are a minority group that is currently vulnerable to discrimination, especially discrimination regarding their rights in the field of employment. The existence of such discrimination certainly requires legal protection instruments for persons with disabilities given to workers with disabilities to guarantee their rights in the field of employment and solutions in facing obstacles in providing legal protection for workers with disabilities. In this study, the type of research used in this study is descriptive analytic with secondary data types which are then analyzed by qualitative analysis with data obtained from interviews. From the study it was found that persons with disabilities in Indonesia are currently protected by several laws and regulations, but there are still some policies that need improvement and improvement so that the protection of workers with disabilities is effective. In addition, constraints are still occurring in the field so that the existing legislation has not been effective. The conclusion is that workers with disabilities are well protected and efforts are still needed to reform policies in existing legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Mega Chairina
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum merek terkenal atas tindakan dilusi merek terhadap persaingan curang di Indonesia. Penulis mengajukan dua pokok permasalahan: Pertama, mengenai perlindungan merek terkenal atas tindakan dilusi merek terhadap persaingan curang berdasarkan perjanjian internasional dan hukum merek di Amerika Serikat, Uni Eropa, Singapura, dan Indonesia. Sedangkan kedua, mengenai penerapan teori dilusi oleh Hakim dalam pertimbangannya dalam memutus sengketa merek terkenal. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative dengan pendekatan perundang-undangan dan metode perbandingan hukum. Perlindungan yang diberikan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 12 Tahun 2021 tentang Pendaftaran Merek belum secara eksplisit mengatur dan memberikan perlindungan merek terkenal atas suatu tindakan dilusi merek terhadap persaingan curang di Indonesia. Disisi lain, Singapore Trademark Act 1998 Chapter 332 as revised 2005 yang telah memberikan perlindungan hukum pada merek terkenal atas tindakan dilusi merek terhadap persaingan curang di Singapura. Namun, jika merujuk dalam pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat secara tidak langsung telah menerapkan dan memberikan perlindungan hukum merek terkenal atas tindakan dilusi merek terhadap persaingan curang secara benar. Penulis menyarankan agar perlindungan merek terkenal terhadap dilusi merek dapat dijadikan sebuah ketentuan hukum baru demi memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek terkenal.

This thesis discusses the legal protection of well-known trademarks for trademark dilution against unfair competition in Indonesia. The author proposes two main issues: First, regarding the protection of well-known trademarks for trademark dilution against unfair competition based on International Treaties and Trademark Law in the United States, European Union, Singapore, and Indonesia. While the second is regarding the implementation of dilution theory by the Judge in his consideration in deciding the well-known trademark dispute. By using a normative juridical research method with a statutory approach and a comparative law method. The protection provided in Law No. 20 of 2016 regarding Trademarks and Geographical Indications and The Regulation of Minister of Law and Human Rights No. 12 of 2021 regarding Trademark Registration has not explicitly regulated and provided protection for well-known trademarks for an act of trademark dilution against unfair competition in Indonesia. On the other hand, the Singapore Trademark Act 1998 Chapter 332 as revised in 2005 has provided legal protection for well-known trademarks for trademark dilution against unfair competition in Singapore. However, if referring to the consideration of the Panel of Judges of the Commercial Court at the Central Jakarta District Court, it has indirectly implemented and provided legal protection of well-known trademarks for trademarks dilution against unfair competition correctly. The authors suggest that the protection of well-known trademarks for trademark dilution can be used as a new legal provision to provide legal certainty for the owner of a well-known trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kris Henry Yohanes
"Impor paralel merupakan fenomena yang muncul karena perkembangan pasar yang saat ini dialami oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Produk impor paralel sendiri merupakan produk asli dan secara teoritis bukan merupakan pelanggaran merek, sesuai dengan prinsip exhaustion dalam hukum merek. Namun, pada praktiknya impor paralel dapat merugikan berbagai pihak. Salah satu pihak yang dinilai merasakan dampak terbesar dari impor paralel adalah pemegang lisensi merek. Sayangnya, hukum Indonesia tidak secara jelas dan eksplisit mengatur mengenai legalitas dan penanganan impor paralel, sehingga pemegang lisensi merek pun dapat merasa kesulitan untuk memulihkan kerugian yang timbul dari praktik tesebut. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait upaya yang tersedia bagi pemegang lisensi merek untuk menangani dampak yang timbul dari praktik impor paralel, serta membandingkannya dengan hukum yang berlaku di negara lain, yaitu Amerika Serikat dan Singapura. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru serta memberikan masukan kepada pembuat peraturan perundang-undangan di Indonesia untuk memperjelas posisi hukum Indonesia dalam menanggapi dan menyelesaikan sengketa impor paralel yang terjadi di Indonesia.

Parallel Importation is a phenomenon that rises as a consequence of globalization and market development that affect various countries across the globe, including Indonesia. The imported goods themselves are genuine goods, so theoretically, parallel importation is not classified as a trademark infringement, according to the exhaustion principle. Yet, in practice, parallel importation can cause a damage to various parties. One of the parties that potentially suffers the biggest loss is trademark licensee. Unfortunately, Indonesian law does not explicitly regulate the legality nor a mechanism to handle parallel importation, so a party that affected by the damage may find it difficult to recover from their loss. Therefore, this thesis will try to analyze the Indonesian trademark law to find an available procedure for trademark licensees to handle parallel importation, and will also compare such procedure with regulations in the United States of America and Singapore. The research method in writing this thesis is a juridical-normative method, using library materials that include primary, secondary, and tertiary legal materials. Hopefully, this thesis can give new insights to the readers, while also suggests the Indonesian lawmakers to clear up the position of Indonesian law on handling and resolving the parallel importation issues in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Zairul Alam
"Perkembangan teknologi digital dan internet selain membawa manfaat bagi pencipta bagaimana suatu ide diekspresikan dalam bentuk ciptaan digital juga menimbulkan adanya bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta baru terkait ciptaan digital. Hal ini semakin menegaskan perlunya penggunaan sarana teknologi sebagai alat perlindungan dan pencegahan pelanggaran hak cipta atas karya digital. Bentuk perlindungan dengan menggunakan cara atau sarana teknologi atas karya digital perlu mendapatkan legitimasi hukum, sehingga pada tahun 1996 diadakan WIPO Diplomatic Conference yang membahas bentuk perlindungan baru atas karya digital, sebagai tambahan dari apa yang sudah diatur dalam Bern Convention. Salah satu hal penting dalam WIPO Copyright Treaty (WCT) adalah diaturnya larangan atas tindakan pembobolan (circumvention) dalam pasal 11 atas teknologi proteksi atas ciptaan (technological protection measures), dan juga larangan tindakan pengubahan/peniadaan identitas digital dari suatu ciptaan (rights management information-RMI) dalam pasal 12, sebagai mekanisme proteksi ganda (double protection) atas ciptaan. Uni Eropa dan terutama Amerika Serikat merupakan penggagas utama kebutuhan perlindungan atas karya digital. Sebagai bentuk harmonisasi ketentuan hak cipta atas ditandatanganinya WCT oleh negara peserta, maka baik AS dan Indonesia menerjemahkan aturan tentang RMI pada ketentuan masing-masing negara. Studi ini mencoba menjelaskan dengan metode perbandingan hukum bagaimana aturan tentang RMI dalam WCT diterapkan dalam Digital Millenium Copyright Act 1998 di AS dan UU No.19 tahun 2002 di Indonesia, dimana ternyata ada perbedaan variasi dan corak pengaturan ketika diterjemahkan dalam legislasi nasional. Perbedaan tersebut tercermin dalam 5 (lima) hal : sistematika pengaturan, definisi pengaturan, tindakan yang dilarang, sanksi, serta pengecualian/pembatasan. Dalam Pasal 25 UUHC tercermin bahwa selain pengaturannya tidak sesuai dengan konsep dalam RMI dalam WCT juga terdapat perbedaan yang menonjol apabila dibandingkan dengan pengaturan di AS. Perbedaan-perbedaan tersebut diharapkan menjadi masukan yang berarti bagi arah perumusan ketentuan RMI pada ketentuan UU Hak Cipta di Indonesia pada masa yang akan datang.

Development of digital technology and the internet is not only bringing benefits to the creator of how an idea is expressed in the form of digital works, but also gave rise to new forms of copyright infringement related to new digital creation. This further confirms the need to use technology as a means of protection and prevention of copyright infringement on digital works. Form of protection by using a method or means of digital technology on the works seeks to get legal legitimacy, so that in 1996 WIPO Diplomatic Conference held to discuss new forms of protection for digital works, as an addition to what is already regulated in the Berne Convention. One of the important point in WIPO Copyright Treaty (WCT) is arrangement of banning on acts of circumvention as regulated in Article 11 on technological protection measures, and also bans the alteration action / removal of digital identity of a works (rights management information -RMI) in chapter 12, as a double mechanism protection of works. The European Union and especially the United States is the main initiator for enhance and develop the protection of digital works. As a form of harmonization of the provisions of the copyright as legal consequence for the signing of the WCT by participating countries, the U.S. and Indonesia both translate the rules of the RMI to the provisions of each country. This study attempts to explain how the rules of the RMI in the WCT were interpreted in the Digital Millennium Copyright Act 1998 (DMCA) in the U.S. and Act 19 of 2002 in Indonesia, where there were differences in variety and style settings when it translated into national legislation. Differences are reflected in the 5 (five) things: a systematic arrangement, the definition of regulation, provision which prohibited acts, penalties, and exclusion / limitation. UUHC as reflected in Article 25 reveals that the arrangements do not fit with the concept of the RMI in the WCT also there is a difference that stands out when it compared to the U.S DMCA. These differences are expected to be a significant input for the formulation of the provisions of the RMI in developing better Indonesian Copyright Law in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31076
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Al Ghani Yoneva
"Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang dimiliki dan melekat dalam diri setiap individu manusia dalam suatu Negara. Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Anak merupakan harapan dan apabila sampai saatnya, seorang anak akan menggantikan generasi tua dalam melanjutkan roda kehidupan negara, dengan demikian, anak perlu dibina agar mereka tidak salah dalam hidupnya kelak.  Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.  Namun kenyataannya tidaklah demikian, anak sebagai korban perlakukan kekerasan sering terabaikan oleh lembaga-lembaga kompeten dalam sistem peradilan pidana, yang seharusnya memberikan perhatian dan perlindungan yang cukup berdasarkan hukum. Hal tersebut tidak seharusnya terjadi, sebab sebagaimanapun korban tetap mempunyai hak untuk diperlakukan adil, dan dilindungi hak-haknya.

Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak tersebut, maka Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1958 secara aklamasi mensahkan "Declaration of the Right of the Child". Preamble Declaration of the Right of the Child (Mukadimah Deklarasi Hak Anak-Anak) dalam alinea ke 3. Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Convention on the Rights of the Child) tersebut adalah sebuah konvensi internasional yang mengatur hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kultural anak-anak. Di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tujuan perlindungan anak telah diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Human rights are the fundamental rights that are possessed and inherent in each human individual in a Contracting State. In LAW No. 39 year 1999 on Human rights, mentioned that human rights is a set of rights inherent to the nature and existence of man as a God almighty being and is his grace which must be respected, held and protected by the state, law, government, and everyone for the dignity and protection of human dignity.

The child is a hope and when it comes to the time, a child will replace the old generation in furthering the wheels of the country's life, thus, the child needs to be built so that they are not wrong in their lifetime. Each child has the right to obtain legal protection from any form of physical or mental violence, abandonment, bad treatment, and sexual harassment during the care of their parents or guardian, or any other party responsible for Care of the child.  But the truth is not the case, the child as a victim of violent abuse is often overlooked by competent institutions in the criminal justice system, which should provide adequate attention and protection based on the law. It is not supposed to happen, because the victim still has the right to be treated fairly, and protected by his rights.

To realize the protection and welfare of the child, the General Assembly of the United Nations on 20 November 1958 is acclamation to confirm the Declaration of the Right of the Child. Preamble Declaration of the Right of the Child, in paragraph 3. The United Nations Convention on the Rights of the Child, is an international convention governing the Civil, political, economic, social, and cultural rights of children and the children. In the Indonesian legislation of the child protection purpose is governed by article 3 of the Law No. 23 of 2002 on child protection."

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Novinna
"Dalam layanan E-commerce menimbulkan dampak negatif yaitu terjadi pencurian dan penjualan Data Pribadi konsumen pengguna layanan oleh pihak tidak bertanggungjawab. E-commerce dan Perlindungan Konsumen saling berkaitan, penting dalam praktik kegiatan e-commerce untuk menjaga kepercayaan konsumen selaku pengguna layanan, maka pelindungan data pribadi mendapat perhatian negara-negara di lingkup Kawasan Asia Tenggara. Penelitian ini membahas terkait pengaturan Pelindungan Hak atas Data Pribadi sebagai bagian dari hak konsumen dalam penyelenggaraan E-commerce di Indonesia, pengaturan hak untuk memperbaiki data, hak atas penghapusan Data Pribadi, hak portabilitas data dalam konsep Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura, dan implementasi hak konsumen atas Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam konteks E-commerce. Metode penelitian ini adalah hukum normatif dengan pendekatan Peraturan Perundang-undangan dan komparatif. Adapun kesimpulannya yaitu  pengguna selaku konsumen berhak untuk mengetahui informasi yang jelas akan akuntabilitas, transparansi, proses pencegahan, dan penegakan hukum dalam kasus kebocoran Data Pribadi yang dialami dalam penyelenggara e-commerce. Masalah Pelindungan Data Pribadi menjadi isu di Negara Singapura dan Malaysia, dan pengaturan mengenai Tiga Hak diatas berbeda-beda. Dalam implementasi penegakan Pelindungan Data Pribadi, Singapura dan Malaysia memiliki organisasi khusus yang berwenang dalam penegakan hukumnya, sedangkan Indonesia berupaya membentuk Lembaga khusus untuk memastikan implementasi Pelindungan Data Pribadi

E-commerce services have a negative impact, namely the theft and sale of Personal Data of service users by irresponsible parties. E-commerce and Consumer Protection are interrelated, important in the practice of e-commerce activities to maintain consumer confidence as service users, then the protection of personal data gets the attention of countries in the scope of Southeast Asia Region. This research discusses the regulation of the Protection of the Right to Personal Data as part of consumer rights in the implementation of E-commerce in Indonesia, the regulation of the right to correct data, the right to erasure of Personal Data, the right to data portability in the concept of Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore, and the implementation of consumer rights to Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore in the context of E-commerce. This research method is normative law with Legislation and comparative approach. The conclusion is that users as consumers have the right to know clear information on accountability, transparency, prevention process, and law enforcement in the case of Personal Data leakage experienced in e-commerce providers. The issue of Personal Data Protection is an issue in Singapore and Malaysia, and the regulation of the Three Rights above is different. In the implementation of Personal Data Protection enforcement, Singapore and Malaysia have special organizations authorized to enforce the law, while Indonesia seeks to establish a special institution to ensure the implementation of Personal Data Protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>