Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114040 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prihatina Anjela
"Latar belakang: Penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) menjadi sorotan global dengan prevalens yang meningkat. Data di Indonesia tahun 2018 menunjukkan prevalens PGTA pada kelompok usia ≥15 tahun sebesar 19,3%. Anak dengan PGTA yang menjalani dialisis, menghadapi risiko mortalitas tinggi. Kemajuan teknologi dialisis telah meningkatkan kesintasan, tetapi terdapat beberapa faktor yang memengaruhi mortalitas.
Tujuan: Mengetahui faktor yang memengaruhi kesintasan pasien PGTA pada anak yang menjalani dialisis. Dengan intervensi terhadap faktor tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kesintasan pasien anak dengan PGTA.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif berbasis analisis kesintasan 3 tahun terhadap pasien anak dengan PGTA yang menjalani dialisis di RSCM, serta faktor yang memengaruhinya. Data diperoleh melalui penelusuran rekam medis di Instalasi Rekam Medis RSCM, dengan rentang waktu rekam medis dari 1 Januari 2016 hingga 31 Oktober 2020. Populasi terjangkau adalah pasien anak usia <18 tahun dengan PGTA yang menjalani dialisis di RSCM. Sampel penelitian merupakan bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dengan eksklusi terkait rekam medis yang tidak lengkap. Data dianalisis secara deskriptif dan menggunakan metode Kaplan-Meier untuk analisis kesintasan pasien secara keseluruhan. Analisis multivariat cox regression dilakukan untuk variabel yang memiliki nilai p < 0,250 pada uji bivariat.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 207 subjek anak dengan PGTA. Proporsi jenis kelamin terdiri dari 52,7% lelaki, dengan usia dominan ≥ 5 tahun (92,3%). Sindrom nefrotik menjadi etiologi terbanyak (29%), diikuti oleh nefritis lupus (16,4%) dan hipoplasia ginjal (15,9%). Hemodialisis menjadi modalitas dialisis inisial utama (90,8%), dengan 77,8% subjek memiliki status gizi baik. Hipertensi dijumpai pada 65,5% subjek, dan anemia pada 93,7%. Sepsis menjadi penyebab kematian utama (38%). Kesintasan tiga tahun pasien mencapai 56,5%. Hasil analisis menunjukkan bahwa inisiasi dialisis pada usia <5 tahun [HR 3,26 (1,69-6,28)], etiologi glomerular [HR 2,02 (1,26-3,24)], dan gizi kurang/buruk [HR 1,59 (1,03-2,46)] berhubungan dengan risiko kematian yang signifikan.
Kesimpulan: Angka kesintasan 3 tahun pasien PGTA pada anak dengan dialisis di RSCM adalah 56,5%. Faktor yang memengaruhi kesintasan pasien PGTA anak di RSCM adalah inisiasi dialisis pada usia <5 tahun, etiologi glomerular, dan gizi kurang/buruk.

Background: End-Stage Renal Disease (ESRD) has garnered global attention with increasing prevalence. In Indonesia, ESRD prevalence in 2018 among individuals aged ≥15 years was 19.3%. Children with ESRD, particularly those undergoing dialysis, face a heightened risk of mortality. Technological advancements in dialysis have improved survival rates, yet several factors significantly influence mortality.
Objective: To identify factors that influence survival of children with ESRD undergoing dialysis. Intervention to these factors may improve the survival of children with ESRD.
Method: This study adopts a retrospective cohort design based on a 3-year survival analysis of pediatric patients with ESRD undergoing dialysis at RSCM, along with influencing factors. Data were obtained through the retrieval of medical records from the RSCM Medical Record Installation, covering the period from 1 January 2016 to 31 October 2020. The population comprised children under 18 years old with ESRD who are undergoing dialysis at RSCM. The study sample represents a subset of the accessible population meeting inclusion and exclusion criteria, with exclusions related to incomplete medical records. Descriptive analysis and Kaplan- Meier methods were employed for overall patient survival analysis. Multivariate Cox regression analysis was conducted for variables with a p-value < 0.250 in bivariate tests.
Results: The study involved 207 pediatric ESRD subjects. Gender distribution was 52.7% male, with the majority aged ≥ 5 years (92.3%). Nephrotic syndrome was the most prevalent etiology (29%), followed by lupus nephritis (16.4%) and renal hypoplasia (15,9%). Hemodialysis was the predominant initial dialysis modality (90.8%), with 77.8% of subjects having good nutritional status. Hypertension was found in 65.5% of subjects, and anemia in 93.7%. Sepsis emerged as the leading cause of death (38%). Three-year survival reached 56.5%. Analysis results indicated that initiation of dialysis at age <5 years [HR 3.26 (1.69-6.28)], glomerular etiology [HR 2.02 (1.26-3.24)], and moderate/severe malnutrition [HR 1.59 (1.03-2.46)] were associated with a significant risk of mortality.
Conclusion: Three years survival of children with ESRD undergoing dialysis at RSCM was 56.5%. Factors that influence the survival were initiation of dialysis at age <5 years, glomerular etiology, and moderate/severe malnutrition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan
"Latar belakang: Pasien dengan Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) yang menjalani hemodialisis dilaporkan adanya penurunan pendengaran. Beberapa studi mengatakan adanya hubungan antara hemodialisis dengan penurunan pendengaran. Penurunan pendengaran yang terjadi juga diduga adanya faktor risiko lain seperti usia, hipertensi, diabetes melitus dan riwayat/lamanya dilakukan hemodialisis. Beberapa penelitian, dikatakan masih kontroversi sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
Metode: Penelitian potong lintang pre dan post ini melibatkan 50 subyek penelitian yang sesuai kriteria inklusi dan ekslusi. Pemeriksaan dilakukan dengan menilai pemeriksaan otoskopi, dilanjutkan dengan pemeriksaan timpanometri, audiometri nada murni dan DPOAE (Disortion Product Otoacoustic Emissions). Pemeriksaan fungsi pendengaran dilakukan secara pre post hemodialisis. Pengolahan data dilakukan dengan uji t berpasangan dan Wilcoxon Signed Ranks Test, P-value.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan bermakna (p<0,001) antara perubahan rerata ambang dengar dan SNR (Signal to Noise Ratio) dengan terapi hemodialisis pada pasien PGTA.
Kesimpulan: Hemodialisis dapat menurunkan ambang dengar dan perubahan SNR terutama pada frekuensi tinggi. Pada penelitian ini perubahan ambang dengar dan SNR bersifat reversibel, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui perubahan ambang dengar dan SNR yang bersifat irreversibel.

Introduction: Patients with End Stage Renal Disease (ESRD) undergoing hemodialysis reported hearing loss. Several studies suggest a relation between hemodialysis and hearing loss. The decrease in hearing that occurs is also suspected to be due to other risk factors such as age, hypertension, diabetes mellitus and history/length of hemodialysis. Some research is said to be still controversial so further research is needed.
Methods: This cross-sectional pre and post study involved 50 research subjects who met the inclusion and exclusion criteria. The examination is carried out by assessing the otoscopic examination, followed by tympanometry, pure tone audiometry and DPOAE (Disortion Product Otoacoustic Emissions) examinations. Hearing function examination is carried out pre-post hemodialysis. Data processing was carried out using the paired t test and Wilcoxon Signed Ranks Test, P-value.
Results: In this study, it was found that there was a significant relationship (p<0.001) between changes in the average hearing threshold and SNR (Signal to Noise Ratio) with hemodialysis therapy in ESRD patients.
Conclusion: Hemodialysis can reduce hearing thresholds and changes in SNR, especially at high frequencies. In this study, changes in hearing threshold and SNR are reversible, further research is needed to determine whether changes in hearing threshold and SNR are irreversible.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Gowara
"Kelainan regio orofasial pada GGT pasien gagal ginjal terminal (GGT) yang menjalani hemodialisis. Beberapa kelaian orofasial pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis telah dilaporkan. Namun, sampai saat ini, terutama di Indonesia, data yang ada tentang hal tersebut masih sangat terbatas.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelainan orofasial pada pasien GGT yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Indonesia.
Metode: Desain penelitian adalah studi observasi potong lintang. Subjek penelitian dipilih berdasarkan metode consecutive sampling. Sebanyak 93 pasien yang memenuhi kriteria inklusi merupakan subjek penelitian ini. Subjek berpartisipasi dalam wawancara menggunakan kuesioner yang menanyakan tentang adanya keluhan subjektif, pemeriksaan klinis dan pengukuran saliva.
Hasil: Serostomia (82,8%), dysgeusia (66,7%), rasa metal (57%), rasa baal perioral (24,7%) merupakan gejala yang sering ditemukan. Temuan klinis meliputi tongue coating (100%), deposit kalkulus (97,8%), mukosa mulut yang pucat (94,6%), sialosis (75,3%), bau uremik (40,9%), bercak hemoragik (39,8%), angular keilitis (37,7%), perdarahan gingival (15,1%), dan kandidiasis oral (3,2%). Perubahan saliva terkait peningkatan viskositas (86%), pH (80,6%), kapasitas dapar (76,3%). Selanjutnya terjadi pengurangan tingkat hidrasi mukosa (79,6%) dan laju alir saliva tanpa stimulasi (22,6%) dan dengan stimulasi (31,2%).
Simpulan: Temuan kelaianan orofasial pada penelitian ini membutuhkan perhatian dan penanganan yang menyeluruh untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gagal ginjal terminal GGT.

Several orofacial disorders in patients with end stage renal disease (ESRD) undergoing hemodialysis have been reported. However, up to the present, particularly in Indonesia, such data still limited.
Objective: the purpose of this study was to assess the orofacial disorders in patients with ESDR undergoing hemodialysis at Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia.
Methods: The study was conducted through observation using a cross-sectional design. The subjects were selected by consecutive sampling. Ninety-three patients fulfilled the inclusion criteria and enrolled in this study. They participated in the structural interview-using questionnaire assessing subjective complaints; clinical examinations; and salivary measurements.
Results: Xerostomia (82.8%) dysgeusia (66.7%), metal taste (57%), perioral anesthesia (24.7%) were the common symptoms. Clinical findings consisted of tongue coating (100%), calculus deposits (97.8%), pallor of oral mucous (94.6%), sialosis (75.3%), uremic odor (40,9%), haemorrhagic spot (39.8%), angular cheilitis (37.7%), gingival bleeding (15.1%), and oral candidiasis (3.2%) were also found. Salivary changes showed the increase of salivary viscosity (86%), pH (80.6%), buffer capacity (76.3%) whereas decrease of mucous hydration level (79.6%) and the flow rates of unstimulated (22.6%) and stimulated (31.2%) whole saliva were observed.
Conclusion:
The findings of orofacial disorders required attention and further comprehensive management to enhance the quality of life of patients with ESDR.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Athira Marsya Khairina
"Gangguan tidur umum ditemukan pada pasien end-stage kidney disease (ESKD) anak yang menjalani hemodialisis. Jumlah dan kualitas tidur berperan penting dalam pertumbuhan seorang anak. Penelitian ini bertujuan mengetahui persentase gangguan tidur dan hubungannya dengan usia, jenis kelamin, status gizi, etiologi, dan durasi hemodialisis pada pasien ESKD anak yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan populasi pasien ESKD anak berusia 4-18 tahun yang menjalani hemodialisis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Penilaian gangguan tidur menggunakan kuesioner sleep disturbance scale for children (SDSC) bahasa Indonesia. Pasien yang mengonsumsi obat antikejang, antihistamin, dan antiansietas selama 3 hari sebelum pengambilan data tidak diikutsertakan dalam penelitian. Didapatkan 88,9% dari total 27 pasien ESKD anak yang menjalani hemodialisis di RSCM mengalami gangguan tidur dengan jenis terbanyak (59,3%) gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan signifikan (p>0,05) antara usia, jenis kelamin, status gizi, etiologi, dan durasi hemodialisis dengan gangguan tidur. Sebagai kesimpulan, gangguan tidur banyak ditemukan pada pasien ESKD anak yang menjalani hemodialisis di RSCM. Usia, jenis kelamin, status gizi, etiologi, dan durasi hemodialisis tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan tidur pada pasien ESKD anak yang menjalani hemodialisis di RSCM.

Sleep disturbances are common in pediatric end-stage kidney disease (ESKD) patients undergoing hemodialysis. Sleep quantity and quality play an important role in child’s growth. This study aims to determine the percentage of sleep disturbances and their association with age, gender, nutritional status, etiology, and duration of hemodialysis in pediatric ESKD patients undergoing hemodialysis. A cross-sectional study was conducted with a population of ESKD patients aged 4-18 years undergoing hemodialysis at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sleep disturbances were assessed using the Indonesian language sleep disturbance scale for children (SDSC) questionnaire. Patients who took anticonvulsant, antihistamine, and anti-anxiety drugs for 3 days before data collection were not included. It was found that 88.9% of the total 27 pediatric ESKD patients undergoing hemodialysis at RSCM experienced sleep disturbances with the most frequent type was disturbances in initiating and maintaining sleep (59,3%). Bivariate analysis showed no significant relationship (p>0.05) between age, gender, nutritional status, etiology, and duration of hemodialysis and sleep disturbances. In conclusion, sleep disturbances are commonly found in pediatric ESKD patients undergoing hemodialysis at RSCM. Age, gender, nutritional status, etiology, and duration of hemodialysis had no significant association with sleep disturbances in pediatric ESKD patients undergoing hemodialysis at RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iffatul Faizah
"Anak End-Stage Kidney Disease (ESKD) dapat mengalami berbagai komplikasi yang diantaranya berupa gangguan tidur. Umum diketahui bahwa tidur memiliki peran penting dalam pertumbuhan serta perkembangan anak. Sayangnya data terkait gangguan tidur pada anak ESKD yang menjalani continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) masih sangat sedikit yang menjadi alasan mengapa penelitian ini dilakukan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui profil tidur anak ESKD yang menjalani terapi CAPD di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. (RSCM). Seluruh pasien anak ESKD yang menjalani CAPD dimasukkan menjadi subjek untuk dievaluasi sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah menjalani CAPD minimal selama 1 bulan. Kriteria Eksklusi adalah konsumsi obat antikejang, antihistamin, antiansietas dan obat lain yang memiliki efek kantuk selama 3 hari sebelum pengisian kuesioner Skala Gangguan Tidur untuk Anak (SDSC). Gangguan tidur diidentifikasi pada 11 dari total sampel 20 pasien. Jenis gangguan tidur terbanyak berupa gangguan memulai serta mempertahankan tidur. Uji bivariat dilakukan dan tidak didapatkan hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, etiologi penyakit ginjal kronis (PGK) durasi CAPD, dan status gizi dengan skor total SDSC. Kesimpulan yang dapat diambil adalah prevalensi gangguan tidur anak ESKD yang menjalani CAPD di RSCM sebesar 55% serta belum ditemukan faktor bermakna terhadap gangguan tidur pada populasi anak tersebut.

Children with End-Stage Kidney Disease (ESKD) can experience various complications, including sleep disturbances. It is commonly known that sleep has important roles in the growth and development of children. Unfortunately there is limited data regarding sleep disturbances in ESKD children undergoing continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) which is the reason why this study was conducted. The purpose of this study was to determine the sleep profile of ESKD children undergoing CAPD at Cipto Mangunkusumo Hospital. (RSCM). All ESKD pediatric patients undergoing CAPD were included as subjects. The inclusion criteria were undergoing CAPD for at least 1 month. Exclusion criteria were anticonvulsants, antihistamines, antianxiety drugs consumption or other drugs with drowsy effect for 3 days before filling out the Sleep Disturbances Scale for Children (SDSC) questionnaire. Sleep disturbance was identified in 11 of the total sample of 20 patients. The most common type of sleep disturbances is disturbance in initiating and maintaining sleep. Bivariate tests were carried out and found no association between age, sex, etiology of chronic kidney disease, duration of CAPD, and nutritional status with SDSC total score. Conclusion, the prevalence of sleep disorders in ESKD children undergoing CAPD at RSCM is 55% and no significant factors have been found for sleep disturbances in this population "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Beatrix
"Latar belakang: Kejadian penyakit ginjal kronik (PGK) pada anak berkembang dengan
cepat menuju penyakit ginjal tahap akhir (PGTA), yang sering disertai gejala saluran cerna termasuk infeksi Helicobacter pylori (H. pylori). Faktor risiko infeksi H. pylori pada anak PGTA yang menjalani dialisis termasuk status nutrisi, status sosioekonomi, kepadatan lingkungan, tipe dan durasi dialisis.
Tujuan: Mengidentifikasi faktor risiko infeksi H. pylori pada anak dengan PGTA yang
menjalani dialisis. Metode: Penelitian cross-sectional ini menganalisis data primer pasien anak dengan PGTA yang menjalani dialisis di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kiara pada tahun 2023.
Hasil: Jumlah subyek penelitian ini adalah 47 anak yang terdiri dari 30 (63,8%) lelaki dan 17 (36,2%) perempuan. Nilai rerata usia adalah 13,15 ± 2,72 tahun. Mayoritas pasien tinggal pada pedesaan (57,4%), menjalani hemodialisis (70,2%) dengan durasi dialisis ≥1 tahun (55,3%), mengalami malnutrisi (51,1%) dengan status sosioekonomi rendah (61,7%), crowding index (CRI) >2 (66%), terinfeksi H. pylori (80,9%), memiliki skor frequency scale for the symptoms of GERD (FSSG) ≥8 (61,7%) dan skor pediatric quality of life inventory (PedsQL) <70 (97,9%). Berdasarkan analisis multivariat, faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi H. pylori pada pasien anak dengan PGTA adalah kepadatan lingkungan (p=0,012) dan status sosioekonomi (p=0,048). Kesimpulan: Prevalens infeksi H. pylori pada anak dengan PGTA yang menjalani dialisis adalah sebesar 80,9% dengan reratan usia pasien 13.15 ± 2,72 tahun. Dari hasil analisis multivariat, faktor risiko infeksi H.pylori adalah kepadatan lingkungan (p=0,012) dan status sosioekonomi (p=0,048). Mayoritas pasien memiliki kualitas hidup yang terganggu.

Background: The incidence of chronic kidney disease (CKD) in children increases rapidly towards end stage renal disease (ESRD) which is often accompanied with gastrointestinal symptoms include Helicobacter pylori (H. pylori) infection. Risk factors for H. pylori infection in ESRD children undergoing dyalisis include poor nutritional and low socioeconomic status, crowded environments, type and duration of dialysis. Objective: To identify risk factors of H. pylori infection in pediatric ESRD patients undergoing dialysis.
Methods: This cross-sectional study analyzed primary data on pediatric ESRD patients undergoing dialysis at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Public Hospital in 2023.
Results: The number of subjects in this study were 47 children, 30 (63.8%) boys and 17 (36.2%) girls. The mean value for age was 13.15 ± 2,72 years. Most patients lived in rural areas (57.4%), had hemodialysis (70.2%) with duration of ≥1 year (55.3%), had malnutrition (51.1%), with low socioeconomic status (61.7%), crowding index (CRI) >2 (66%), infected by H. pylori (80.9%), had frequency scale for the symptoms of GERD (FSSG) score of ≥8 (61.7%) and pediatric quality of life inventory (PedsQL) score <70 (97.9%). Based on multivariate analysis, the risk factors associated with H. pylori infection in pediatric ESRD patients were environmental density (p=0,012) and socioeconomic status (p=0,048).
Conclusion: Prevalence of pediatric ESRD patients who had dialysis that were infected by H. pylori was 80.9% and the age’s average value was 13.15 ± 2,72 years. Based on multivariate analysis, the risk factors for H. pylori infection were environmental density (p=0,012) and socioeconomic status (p=0,048). Most of the patients had low quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Tuty Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian gagal ginjal tahap akhir pada pasien DM tipe 2. Desain pada penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan penelitian case control. Jumlah responden kelompok kasus adalah 23 orang dan kelompok kontrol 46 orang. Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal tahap akhir adalah lama menderita DM (p = 0,028), kebiasaan merokok (p = 0,027), minum minuman beralkohol (p = 0,034), pola diit (p = 0,000), hipertensi ( p = 0,036 ). Pada analisis regresi logistik diketahui bahwa pola diit merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya gagal ginjal tahap akhir pada pasien DM tipe 2 (p = 0.008). Diharapkan perawat perlu mengembangkan standar asuhan keperawatan yang berfokus pada upaya preventif untuk mencegah terjadinya komplikasi terutama gagal ginjal tahap akhir.

This research aims to know the risk factors which related to end stage renal disease. Research design is analitic description with case control approaching. The number of case group respondent are 23 people and control group respondent are 46 people. Bivariat analysis showed that risk factors corellated with end stage renal disease is duration of DM suffered (p = 0.028), smoking habit (p = 0,027), drinking alcoholic (p = 0.034), diet pattern (p = 0.000), Hypertension (p = 0.036). In logistic regression analysis is known that diet pattern is the most influencing factor in end stage renal disease in type 2 DM patient ( p = 0,008). It's recommended that nurses develop a nursing care standardization focused on preventif effort to prevent complication, especially end stage renal disease.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Hapsari Retno Agustiyowati
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model perilaku adaptasi pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis serta mengidentifikasi efektifitas model terhadap respon adaptasi fisiologi, perilaku adaptasi psikologi, pengetahuan dan sikap. Penelitian ini merupakan riset development yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap satu mengidentifikasi masalah melalui penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif tentang pengalaman hidup pasien dengan penyakit ginjal kronis pre dialisis, dilanjutkan membuat solusi dengan mengembangkan model perilaku adaptasi pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis. Penelitian tahap dua quasi eksperimen dengan desain pre-test-post-test with control group untuk melihat efektifitas model pada 70 pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis 38 orang kelompok intervensi dan 32 orang kelompok kontrol . Hasil penelitian tahap satu berupa buku model dan panduan implementasi, materi pembelajaran perilaku adaptasi untuk perawat pelaksana, serta booklet perilaku adaptasi untuk pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis. Hasil penelitian tahap dua membuktikan kelompok intervensi memiliki respon adaptasi fisiologi, perilaku adaptasi psikologi, serta pengetahuan dan sikap yang lebih baik dibanding kelompok kontrol. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah model perilaku adaptasi pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis efektif terhadap respon adaptasi fisiologi, perilaku adaptasi psikologi, pengetahuan dan sikap. Saran melakukan sosialisasi model, advokasi ke unit terkait, aplikasi dalam asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis. Kata kunci: model perilaku adaptasi, respon adaptasi fisiologi, perilaku adaptasi psikologi, penyakit ginjal kronis pre dialisis

ABSTRACT
The purpose of this study is to develop a model of adaptation behaviors for patients with chronic kidney disease pre dialysis and identify the effectiveness of the model towards physiological adaptation response, psychological adaptation behavior, knowledge and attitude of the patients. The study is a development research done in two stages. Stage one is identification of the issues through qualitative study according to descriptive phenomenology approach related to patients rsquo life experiences with chronic kidney disease pre dialysis, continued by the development of a model of adaptation behaviors for patients with chronic kidney disease pre dialysis as a solution to the issue. Stage two is a quasi experiment according to pre test post test with control group design to observe the effectiveness of the model in 70 patients with chronic kidney disease pre dialysis 38 subjects in the intervention group and 32 subjects in control group . The result of stage one study is a model book and implementation guideline, adaptation behaviors learning material for caregiver nurse and basic adaptation behaviors booklet for patients with chronic kidney disease pre dialysis. The result of stage two study proved that the intervention group has a physiological adaptation response, psychological adaptation behavior, knowledge and attitude better than the control group. In conclusion, the constructed model of adaptation behaviors for patients with chronic kidney disease pre dialysis is effective towards physiological adaptation response, psychological adaptation behavior, knowledge and attitude of the patients. Suggestions for model dissemination, advocacy to related units, application in nursing care in patients with chronic kidney disease pre dialysis. Keywords Model of adaptation behaviors, physiological adaptation response, psychological adaptation behavior, chronic kidney disease pre dialysis"
2017
D2349
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Imelda
"Pendahuluan. Berbagai panduan menganjurkan hemodialisis HD tiga kali seminggu. Di Indonesia pasien dengan hemodialisis dua kali seminggu lebih banyak ditemukan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran klinis dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisis dua kali seminggu dibandingkan tiga kali seminggu.
Metode. Merupakan studi potong lintang pada pasien yang menjalani HD dua dan tiga kali seminggu di RS Cipto Mangunkusumo dan beberapa RS swasta. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan Kidney Disease Quality of Life KDQOL-SF 36.
Hasil. Didapatkan 80 subjek dengan kelompok usia >50 tahun lebih banyak ditemukan. Secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali yaitu Interdialytic Weight Gain IDWG 4,91 SB 1,52 dan 3,82 SB 1,28 p=0,002. albumin 4,05 SB 0,26 dan 3,86 SB 0,48 p=0,027, saturasi transferin 25,5 12,0-274,0 dan 21,95 5,8-84,2 p=0,004, kadar fosfat 5,82 SB 1,68 dan 5,82 SB 1,68 p=0,026. Kadar TIBC 235,20 SB 55,72 dan 273,73 SB 58,29 p=0,004 pada kelompok tiga kali HD secara bermakna lebih tinggi. Pada kelompok HD dua kali seminggu 68 mencapai Kt/V>1,8, 93,3 yang HD tiga kali seminggu mencapai Kt/V>1,2. Kualitas hidup antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna baik pada Physical Componet Score PCS p=0,227, Mental Component Score MCS p=0,247 dan Kidney Disease Component Score KDCS p=0,889.
Simpulan. Didapatkan secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali seminggu pada pemeriksaan IDWG, albumin, saturasi transferin, fosfat, sedangkan TIBC lebih tinggi pada kelompok HD tiga kali seminggu. Kualitas hidup kedua kelompok tidak berbeda bermakna.

Introduction. Many guidelines recommend hemodialysis HD three times a week. In Indonesia there are more patients undergoing hemodialysis twice a week. It is necessary to investigate the clinical features and the quality of life in patients undergoing hemodialysis twice a week.
Method. A cross sectional study in patients undergoing HD two and three times weekly at Cipto Mangunkusumo Hospital and some private hospitals. Laboratory examination and assessment of quality of life by using Kidney Disease Quality of Life KDQOL SF 36.
Results. There were 80 subjects with age group 50 years is more common. Significantly higher in group HD twice a week were Interdialytic Weight Gain IDWG 4.91 SB 1.52 and 3.82 SB 1.28 p 0.002. 4,05 albumin SB 0.26 and 3.86 SB 0.48 p 0.027, transferrin saturation 25.5 12.0 to 274.0 and 21.95 5.8 to 84.2 p 0.004, the phosphate level 5.82 SB 1.68 and 5.82 SB 1.68 p 0.026. The TIBC level 235.20 55.72 SB and 273.73 58.29 SB p 0.004 was significantly higher in group HD thrice a week. In twice a week HD group 68 reached Kt V 1.8, 93.3 of HD thrice a week achieved Kt V 1.2. Quality of life between the two groups was not significant either on Physical Componet Score PCS p 0.227, Mental Component Score MCS p 0.247 and Kidney Disease Component Score KDCS p 0.889.
Conclusion. There were significantly higher in group HD twice a week on examination IDWG, albumin, transferrin saturation and phosphate levels, whereas the TIBC was higher in group HD three times a week. Quality of life of the two groups was not significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Wijaya
"Latar Belakang: Dengan adanya hemodialisis, angka harapan hidup pasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) meningkat. Akan tetapi, kualitas hidupnya semakin lama semakin menurun. Kualitas hidup pasien PGK dinilai dengan KDQOL SF-36 yang memiliki 3 komponen, yaitu PCS (fisik), MCS (mental), dan KDCS (berhubungan dengan penyakit ginjalnya). Status nutrisi merupakan salah satu faktor penentu kualitas hidup. Belum jelas apakah massa otot atau massa lemak yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup pasien PGTA.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara persentase massa bebas lemak (FFM) dengan kualitas hidup pasien PGTA.
Metode. Studi potong lintang ini dilakukan di Unit Hemodialisis, Divisi Ginjal hipertensi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Juni-Juli 2018. Sebanyak 102 pasien diteliti pada studi ini. Sampel darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium. Persentase massa bebas lemak dihitung menggunakan Bioimpedance Analysis (BIA). Kualitas hidup dievaluasi menggunakan kuesioner KDQOL SF-36 versi 1.3. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji korelasi Pearson. Analisis kualitas hidup berdasarkan klasifikasi persentase lemak dilakukan dengan uji Anova.
Hasil. Pada penelitian ini, rerata skor KDQOL keseluruhan adalah 47,86+6,56, dengan rerata skor PCS 40,97+9,66, median skor MCS 46,6 (22,05-59,95), dan KDCS 55,98+9,02. Persentase FFM subjek 74,21+1% dengan rerata massa 43,06+8,16 kg. Hasil uji korelasi Pearson antara skor keseluruhan KDQOL dan persentase FFM mendapatkan nilai r 0,032 dan p 0,750. Hasil signifikan didapatkan antara subkomponen PCS dengan FFM (r 0,223, p 0,024). Persentase massa otot didapatkan berhubungan dengan KDCS (r 0.23, p 0.041) dengan usia sebagai faktor perancu dalam hubungan persentase massa otot dan KDCS.
Kesimpulan. Terdapat hubungan positif lemah antara FFM (dalam kg) dengan kualitas fisik pasien PGTA. Terdapat hubungan positif lemah antara persentase massa otot dengan komponen KDCS pada pasien PGTA .

Background. Due to the occurrence of hemodialysis, the life expectancy of end stage renal disease (ESRD) patients are lengthening. However, their quality of life (QoL) are decreasing. The QoL of ESRD patients are composed of physical (PCS), mental (MCS), and kidney-related (KDCS) components. Nutritional status is one of the influencing factors of QoL. It is not clear whether free fat mass (FFM) or fat mass that contribute to the increase of QoL of ESRD patients.
Objectives. This study aims to identify the correlation of FFM percentage and quality of life of ESRD patients.
Method. This cross-sectional study was conducted in Hemodialysis Unit, Division of Kidney and Hypertension Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta from June-July 2018. 102 subjects were included in this study. Blood samples were collected for laboratory examination. FFM percentage was measured using bioimpedance analysis (BIA). Meanwhile, QoL was evaluated using KDQOL SF-36 version 1.3. Statistical analysis was done using Pearson correlation test. Analysis of QoL based on fat percentage was done using Anova test.
Result. In this study, the overall KDQOL score was 47,86+6,56 with PCS 40,97+9,66, MCS 46,6 (22,05-59,95), and KDCS 55,98+9,02. FFM percentage was 74,21+1% with mean mass of 43,06+8,16 kg. Statistical analysis showed no correlation between FFM percentage and overall KDQOL score (r 0,032, p 0,750). However, there was a significant correlation between PCS and FFM (r 0,223, p 0,024). Muscle mass percentage also shows a positive correlation with KDCS (r 0.23, p 0.041) with age as confounding factor between this two variables.
Conclusion. There is a weak positive correlation between FFM in kg and physical quality of ESRD patients. There is also a weak positive correlation between muscle mass percentage and KDCS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>