Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181413 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Josephine Rachel Natalia Hansiga
"Pengadaan barang dan/atau jasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah seringkali berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat, yaitu persekongkolan tender. Kegiatan persekongkolan ini memiliki dampak negatif bagi persaingan dalam menciptakan hambatan untuk saling bersaing antar pelaku usaha. Di sisi lain, Australia memiliki kebijakan dalam menghadapi persekongkolan tender yang sudah terbukti secara efektif dapat mengurangi perilaku persekongkolan. Kebijakan tersebut adalah leniency program yang dalam praktiknya disebut sebagai civil immunity dan criminal immunity. Kebijakan ini memberikan imunitas terhadap sanksi maupun pengurangan denda kepada pelaku usaha yang bersedia untuk bekerja sama dengan otoritas persaingan usaha dalam mengungkap praktik kartel, termasuk persekongkolan tender. Terdapat dua pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni perbedaan perspektif Indonesia dan Australia dalam menangani persekongkolan tender dan potensi pelaksanaan leniency program bagi kasus persekongkolan tender di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji larangan persekongkolan tender dalam pengadaan barang dan jasa di bawah hukum persaingan usaha antara Indonesia dan Australia. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal yang memaparkan peraturan terkait suatu kategori hukum tertentu secara sistematis, menganalisis hubungan antar peraturan, dan mengidentifikasi potensi dari peraturan tersebut di masa depan. Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perbedaan perspektif Indonesia dan Australia dalam menanggapi persekongkolan tender dapat dilihat dari ketentuan hukum persaingan usaha Australia yang menggolongkan persekongkolan tender sebagai bagian dari kartel. Persekongkolan tender tidak diatur secara eksplisit dalam satu pasal tersendiri sebagaimana diatur dalam UU Anti Monopoli di Indonesia. Perbedaan perspektif tersebut mengakibatkan implikasi terhadap persekongkolan tender di Australia mendapatkan kebijakan yang sama dengan kartel, salah satunya leniency program. Berdasarkan efektivitas leniency program di Australia, Indonesia memiliki urgensi untuk menerapkan kebijakan tersebut dalam hukum persaingan usaha. Adapun penerapan leniency program di masa depan dapat merujuk pada kebijakan Australia.

The Government’s procurement of goods and/or services is often related to unfair business competition, namely bid-rigging. This collusion activity has negative impacts on competition by creating barriers for businesses to compete with each other. On the other hand, Australia has a policy that has proven to be effective in reducing bid-rigging. This policy is called the leniency program, known in practice as civil immunity and criminal immunity. This policy provides immunity from sanction and fine reductions to businesses who are willing to cooperate with authorities in exposing cartel conduct, including bid- rigging. There are two main issues in this research, namely the different perspectives between Indonesia and Australia in handling bid-rigging and the potential implementation of the leniency program for bid-rigging cases in Indonesia. This research aims to examine the prohibition of bid-rigging in the procurement of goods and services under competition law between Indonesia and Australia. This research is a doctrinal study that systematically outlines regulations related to a certain legal category, analyzes the relationship between regulations, and identifies the potential of these regulations in the future. The results of this research state that the differences in perspectives between Indonesia and Australia in responding to bid-rigging can be seen in Australia’s competition law which classifies bid- rigging as part of a cartel provision. Bid-rigging is not explicitly regulated in a separate article as stipulated in Indonesia's Anti-Monopoly Law. These differences result in implications for bid-rigging in Australia receiving the same policy as a cartel, including the leniency program. Based on the effectiveness of the leniency program in Australia, Indonesia has the urgency to implement such a policy in competition law. The future implementation of the leniency program may refer to Australia’s policy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Arthur Basa Okuli
"Dalam negara yang mengusung prinsip persaingan usaha, campur tangan pemerintah menjadi esensial untuk mengatur sejauh mana sebuah jenis industri, perdagangan, dan jasa dapat bersaing bebas atau perlu diproteksi. Melihat banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, campur tangan pemerintah ini menjadi krusial untuk mencegah persiangan usaha tidak sehat yang merugikan ekonomi, baik kepada sesama pelaku usaha maupun kepada negara. Salah satu bentuk pelanggaran yang jumlahnya signifikan di Indonesia adalah persekongkolan tender, dengan grafik perkara yang terus meningkat menurut data KPPU beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang lebih efektif. Berkaitan dengan hal tesebut, penting bagi Indonesia untuk merujuk pada Amerika Serikat, yakni negara yang menjadi pelopor pengaturan Undang-Undang Persaingan Usaha. Hal ini juga dilakukan oleh Indonesia pada penyusunan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, di mana pengaturan persaingan usaha di Amerika Serikat seperti Sherman Act banyak mempengaruhi pembuatannya. Namun, masih ada pengaturan yang dapat dibuat lebih efektif berkaitan dengan persekongkolan tender. Untuk itu, penelitian ini dilakukan secara doktrinal. Hasil analisis perbandingan konsep penegakan hukum persekongkolan antara Indonesia dan Amerika Serikat, termasuk dengan penerapannya melalui putusan pengadilan, adalah adanya perbedaan yang mencakup kewenangan lembaga penegak hukum persaingan usaha, pendekatan hukum dalam persekongkolan tender, penjatuhan sanksi, serta penerapan leniency program, perlindungan whistleblower, dan consent decree.

In a nation that upholds the principle of fair competition, government intervention becomes essential to regulate the extent to which a particular industry, trade, or service can compete freely or requires protection. Given the numerous violations committed by business entities, government intervention is crucial to prevent unhealthy business competition that adversely affects the economy, both among business entities and the nation as a whole. One significant form of violation in Indonesia is bid rigging, with a continuously increasing case graph according to data from the KPPU in recent years. Therefore, a more effective approach is needed. In connection with this matter, it is crucial for Indonesia to refer to the United States, a pioneer in the regulation of the Antitrust Law. This is also evident in Indonesia's formulation of Law Number 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, where the regulation of business competition in the United States, such as the Sherman Act, significantly influenced its creation. However, there are still regulatory aspects that can be made more effective concerning bid rigging. Therefore, this study is conducted in a doctrinal manner. The results of the comparative analysis of the enforcement concept of bid collusion between Indonesia and the United States, including its application through court decisions, reveal differences encompassing the authority of competition law enforcement agencies, legal approaches to bid rigging, imposition of sanctions, as well as the implementation of leniency programs, whistleblower protection, and consent decrees."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Acep Sugiana
"ABSTRAK
Persekongkolan dalam Tender merupakan tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat. Secara khusus larangan melakukan Persekongkolan dalam Tender diatur di dalam Pasal 22. Tujuan dilaksanakannya Tender yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanan proses tender tersebut akan didapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik. Penelitian ini bersifat yuridis normatif berdasarkan penelitian literatur dan perundang-undangan.Dalam perkara KPPU No.03/KPPU-L/2016 KPPU tidak cermat dalam mempertimbangkan dan membuktikan unsur efisiensi dan Afiliasi selain unsur-unsur lainnya.Sehingga meskipun dalam tingkat persidangan di KPPU para Terlapor dinyatakan bersalah namun dalam tingkat keberatan di Pengadilan Negeri dan Kasasi di Mahkamah Agung para Terlapor yaitu Husky-CNOOC Madura Limited dan PT COSL INDO dibebaskan dari tuduhan pelanggaran pasal 22 tentang persekongkolan tender.Pencapaian efisisensi merupakan roh dari hukum persaingan usaha di Indonesia,ketika efisiensi dapat tercapai dengan tujuan utama kesejahteraan konsumen maka faktor-faktor lain menjadi tidak begitu relevan untuk dituduhkan kepada pelaku usaha. Ditambah dengan ketidakcermatan KPPU dalam membuktikan pihak terafiliasi dalam perkara ini menjadi suatu pelajaran dan bahan evaluasi bagi KPPU ke depannya dalam penerapan pasal 22 UU No.5 tahun 1999.

ABSTRACT
Conspiracy in Tender is an action that is prohibited under the Law No. 5 of 1992 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Specifically, the prohibition to conduct Conspiracy in Tender is stipulated in Article 22. The objective of Tender execution is to provide the same opportunity to business actors in order to offer competitive prices and qualities. So that, eventually the said tender process, lowest prices with the best qualities will be obtained. This research is juridical normative based on research on literatures as well as laws and regulations. In the case KPPU No.03 KPPU L 2016, KPPU was not scrupulous in considering and proving the efficiency element and Affiliation apart from other elements. As a result, even though the Reported were sentenced to be guilty in the trial in the stage of KPPU, but in the objection stage in District Court and Cassation in Supreme Court, the Reported, namely Husky CNOOC Madura Limited and PT COSL INDO were exempted from the accusation of Article 22 regarding tender conspiracy. Efficiency accomplishment is the spirit of business competition law in Indonesia. When efficiency can be reached with main objective is consumer welfare, therefore other factors become less relevant for business actor to be accused of. Added with KPPU rsquo s imprecision in proving the affiliated parties in this case, it becomes a lesson and evaluation material for KPPU in the implementation of Article 22 Law No. 5 of 2009 in the future. "
2018
T50860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marissa Tanjung
"Pembuktian kartel menjadi tantangan utama bagi otoritas persaingan untuk menemukan perjanjian yang mendasari terbentuknya suatu perilaku kartel. Senjata jitu pembasmi kartel yang telah diakui beberapa negara di dunia yaitu dengan menerapkan kebijakan leniency, salah satunya diterapkan negara Australia dan dikenal dengan kebijakan Immunity. Penerapan pemberian Immunity di Australia dianggap perlu diterapkan di Indonesia dalam upaya penuntasan penyakit kartel. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan untuk membahas dan memberikan penjelasan mengenai regulasi kebijakan leniency yang diterapkan di Australia serta mengkaji urgensi penerapan kebijakan leniency tersebut dalam hukum persaingan usaha di Indonesia. Bentuk penelitian ini yaitu penelitian yuridis normatif Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan menghasilkan bentuk penelitian deskriptif-analitis dengan menyajikan gambaran objektif mengenai keadaan yang sedang diteliti. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dalam menerapkan kebijakan imunitas, ACCC menetapkan dua sistem kekebalan yaitu Civil Immunity dan Criminal Immunity dan satu sistem kekebalan alternatif yang dikenal dengan Cooperation Policy. Dalam menerapkan kebijakan tersebut ACCC melibatkan lembaga lain yaitu CDPP untuk menangani pemberian Criminal Immunity. Bahwasannya keberhasilan kebijakan imunitas di Australia perlu dicontoh dan diterapkan oleh Indonesia dengan perumusan kebijakan yang bijak dalam upaya pembasmian kartel.

Proving a cartel becomes the main challenge for competition to find an agreement that forms a cartel’s behaviour. The main weapon of cartel extermination that has been recognized by several countries in the world is by implementing a leniency policy, one of which is implemented by Australia and is known as the Immunity Policy. The application of Immunity in Australia is considered necessary to be applied in Indonesia as an effort to eradicate cartel disease. Therefore, this study aims to discuss and provide an explanation of the leniency policy that applied in Australia as well to examine the urgency the leniency policy in business competition law in Indonesia. The form of this research is normative juridicial research. The method used is a qualitative method and produces a descriptive-analytical research form by presenting an objective picture of the situation being studied. This study concludes that in implementing the immunity policy, the ACCC establishes two immune systems, namely Civil Immunity and Criminal Immunity and an alternative immune system known as the Cooperation Policy. In implementing the ACCC policy, another institution, namely CDPP, is involved to provide criminal immunity. That the immunity policy in Australia needs to be imitated and implemented by Indonesia with a wise policy formulation in the effort to eradicate cartels."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Cesilia Hapsari
"Perdagangan gula di dalam negeri merupakan salah satu komoditas penting, sehingga menjadi kegiatan yang perlu diawasi. Oleh karena itu Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.594/MPP/Kep/9/2004 tanggal 23 September 2004 menunjuk PT Superintending Company of Indonesia dan PT Surveyor Indonesia untuk melaksanakan verifikasi impor gula. Berkaitan dengan hal timbul permasalahan dengan adanya Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 apakah telah sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999? Apakah tindakan kedua perusahaan tersebut termasuk dalam pengecualian UU Nomor 5 Tahun 1999. Dan bagaimanakah pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memberikan putusannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan menggunakan jenis data sekunder. Berdasarkan analisis yang dilakukan, KPPU telah salah dalam penerapan Pasal 50 ayat a, bahwa praktik penyediaan jasa verifikasi impor gula bukan merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini dikuatkan pula oleh Keputusan Mahkamah Agung No. 03/K/KPPU/2006.

Sugar is a strategic for food security and increase economic growth in Indonesia, therefore the sugar trade in the country into the activities that need to be monitored. Therefore the Government through the Minister of Industry and Trade Decree No. 594/MPP/Kep/9/2004 dated September 23, 2004 appointed PT Superintending Company of Indonesia dan PT Surveyor Indonesia to implement verification on sugar import. On the matter of issue that arises from KPPU Decision No. 08/KPPU-I/2005, does it go accordingly with UU Nomor 5 Tahun 1999? And how the Supreme Court processes the law consideration in order to decide a verdict? This research use literature research method of juridical-normative using secondary data. According to the analysis, KPPU had taken an incorrect direction implementing the Article 50 letter a, that the providing service of verification on import sugar is not against the UU Nomor 5 Tahun 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. A Supreme Court Decision No. 03/K/KPPU/2006 adds affirmation on this matter."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27491
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Oshie Bimantara
"ABSTRAK Penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja sama. Artinya adalah perusahaan swasta juga memiliki kesempatan yang sama seperti PT KAI dalam penyelenggaraan sarana dan prasarana kereta api. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian di Indonesia? Bagaimana penyelenggaraan perkeretaapian umum di Negara Amerika Serikat dan Negara Inggris serta perbandingannya dengan Negara Indonesia? Bagaimana upaya mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian umum oleh pihak swasta di Indonesia?

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bersifat kualitas.

Hasil penelitian menyatakan pemerintah menugaskan pihak swasta hanya untuk membangun prasarana perkeretaapian saja, sedangkan untuk penyelenggaraan sarana dan prasarana telah ditunjuk PT. Kereta Api Indonesia sebagaimana dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2016. Hal tersebut menunjukkan ketidakadilan bagi badan hukum seperti Perseroan Terbatas yang dikelola swasta untuk dapat pula melakukan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum. Oleh karena itu, dalam upaya mewujudkan keadilan dalam penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum oleh pihak swasta di Indonesia adalah dalam setiap pengadaan dan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum, maka penunjukan harus melalui prosedur lelang.


ABSTRACT The operation of public railway facilities and infrastructure is carried out by the Business Entity as an organizer, both individually and through cooperation. This means that private companies also have the same opportunities as PT KAI in the operation of railroad facilities and infrastructure. The problem in this study is how to implement railroad infrastructure and facilities in Indonesia? How is the implementation of public railways in the United States and the United Kingdom and its comparison with Indonesia? What are the efforts to realize healthy business competition in the implementation of public railway infrastructure and facilities by the private sector in Indonesia?

This study uses a normative juridical method, using secondary data and using qualitative data analysis methods, because the data obtained are of a quality nature.

The results of the study stated that the government assigned the private sector only to build railway infrastructure only, while for the implementation of facilities and infrastructure PT. Indonesian Railways as in Presidential Regulation Number 83 of 2011 and Presidential Regulation Number 55 of 2016. This shows injustice for legal entities such as limited liability companies managed by the private sector to also be able to carry out public rail infrastructure and facilities. Therefore, in the effort to realize justice in the implementation of public railway infrastructure by the private sector in Indonesia, in every procurement and operation of public railroad facilities and infrastructure, the appointment must be through an auction procedure.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Miftakhul Ikhsan
"Tesis ini membahas tingkah laku para pelaku usaha sebagai terlapor dalam perkara kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang merupakan salah satu bentuk persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia; terutama pasca reformasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dilengkapi dengan analisis kuantitatif (statistik) sederhana. Hasii penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat resistensi atau ketidakkooperatitan para terlapor selama proses pemeriksaan di KPPU. Olelx karena itu, mengingat KPPU memiliki keterbatasan kewenangan, maka diperlukan penguatan keiembagaan, khususnya dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Pengadilan.

This thesis describes the conduct of businesses as reported in a cartel case by the Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), which is one form of unfair business competition in Indonesia, especially after reformasi. The study was a descriptive qualitative research design equipped with simple quantitative analysis (statistics). The result of this study show that there is resistance of uncooperativeness the defendant during the examination process at KPPU. Therefore, given KPPU has limited authority, the necessary institutional strengthening, especially with Kepolisian Republik Indonesia (Pohi) and Pengadilan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33414
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Grace Eunice Patricia
"Dampak kemajuan teknologi yang semakin meningkat pesat sangat berdampak bagi sektor usaha, khususnya usaha menengah. Ditengah persaingan yang semakin ketat, suatu usaha harus bisa mempertahankan eksistensinya menuju keberlanjutan bisnis mereka. Untuk mewujudkan keberlanjutan usaha bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial maka usaha harus memiliki kapabilitas untuk melakukan inovasi. Kapabilitas inovasi bisa diwujudkan melalui adanya inovasi produk, inovasi layanan, inovasi proses, dan inovasi pemasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kapabilitas inovasi memberikan pengaruh positif kepada keberlanjutan bisnis. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain eksplanatif yang perolehan datanya dilakukan dengan penyebaran kuesioner secara daring kepada 135 pemilik dan manajer usaha menengah bidang food and beverages di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara inovasi produk, inovasi proses, dan inovasi pemasaran terhadap keberlanjutan bisnis.

The impact of rapidly increasing technological advances has a huge impact on the business sector, especially medium-sized businesses. In the midst of increasingly fierce competition, businesses must be able to maintain its existence towards the sustainability of their business. To create business sustainability for the environment, economy, and social aspects, businesses must have the capability to innovate. Innovation capability can be realized through product innovation, service innovation, process innovation, and marketing innovation. This study aims to determine whether innovation capability has a positive influence on business sustainability. This research is a quantitative study with an explanatory design which the data acquisition was carried out by distributing questionnaires online to 135 owners and managers of medium-sized food and beverages businesses in DKI Jakarta. The results showed that there is a positive influence between product innovation, process innovation, and marketing innovation on business sustainability."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nizar Firman Syahputra
"Perilaku kerja inovatif memiliki kontribusi pada perusahaan dalam bentuk proses, produk, dan layanan baru. Perusahaan membutuhkan inovasi untuk menghadapi kondisi meningkatnya persaingan bisnis. Dukungan organisasi dan etos kerja berperan penting dalam membentuk perilaku pegawai. Penelitian menggunakan metodologi berbasis survei untuk 316 pegawai perbankan di Indonesia. Hasil menunjukan dukungan organisasi terhadap kreativitas tidak dapat mempengaruhi perilaku inovatif pegawai secara signifikan. Kesesuaian pegawai dengan organisasi dan motivasi intrinsik mampu memediasi secara penuh antara etos kerja dan perilaku inovatif pegawai. Etos kerja pegawai mempengaruhi perilaku berinovasi pegawai perbankan, bila diikuti oleh tumbuhnya motivasi intrinsik dan terdapat kesesuaian antara pegawai dengan perusahaan mereka bekerja.

Employee's innovative work behavior contributes to company innovation in the form of new processes, products, and services. Companies and industries need innovation to face increasing business competition. Organizational support and work ethic have an important role in shaping employee behavior. This study used a survey-based methodology for 316 Indonesian banking employees. The results showed that organizational support of creativity could not significantly influence employee innovative behavior through person-organization fit and intrinsic motivation. Person organization fit and intrinsic motivation can fully mediate between work ethic and innovative work behavior. Work ethic can influence the innovative work behavior of banking employees, if it is followed by the growth of intrinsic motivation and there is a fit between the employees and the companies they work for."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliya Rahmania
"Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada KPPU untuk memberikan sanksi berupa denda administratif kepada pelaku usaha. Saat ini, pedoman bagi KPPU untuk menetapan besaran denda administratif diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009, namun pada praktiknya KPPU tidak melakukan keseluruhan langkah-langkah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009 untuk menetapkan besaran denda administratif. Skripsi ini akan membandingkan beberapa Putusan KPPU dalam menetapkan besaran denda administratif pada kasus keterlambatan pelaporan pengambilalihan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian kepustakaan yang dilakukan terhadap aturan-aturan hukum tertulis, selain itu dapat pula dikatakan sebagai penelitian berfokus masalah yaitu melihat teori dengan praktiknya. Hasil dari penelitian tersebut adalah KPPU dalam menetapkan besaran denda administratif tidak mendasarkan pada nilai penjualan, namun didasarkan pada nilai maksimal denda, sehingga hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009.

Law Number 5 of 1999 gives KPPU the authority to impose sanctions in the form of administrative fines. KPPU Regulation No 4 of 2009 is a guideline for the KPPU to assess the amount of administrative fines. In practice, KPPU doesn’t take all the steps as stipulated in the KPPU Regulation Number 4 of 2009 to determine the number of the administrative fines. This research will compare KPPU decisions in determining the number of administrative fines in cases of late acquisition reporting. This research uses a juridicial- normative research method, named library research conducted on written legal rules, also this research used problem focused research, named seeing theory with practice. The result of this research is KPPU in determining the number of administrative fines is not based on the sales value, but is based on the maximum value of the fines, it’s not in accordance with the KPPU Regulation Number 4 of 2009."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>