Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116203 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febrianto Ardiansyah
"Sejak 1901, ketika menjadi federasi independen dari Parlemen Inggris, Australia telah bekerja keras untuk menjadi salah satu negara paling demokratis di dunia. Demokrasi di dunia modern, di sisi lain, adalah korban dari kesenjangan yang mengakar antara kaya dan miskin di dunia di mana uang sangat dihargai. Seperti dapat dilihat, telah terjadi pertumbuhan disparitas kelas, ketimpangan antara si kaya dan si miskin, dan pemerintah dan non-pemerintah. Sebagai akibat dari statusnya sebagai ibu kota Queensland, Brisbane mengalami pertumbuhan tunawisma yang luar biasa, yang gagal ditangani dengan tepat oleh pemerintah Australia. Arsitektur telah terbukti membantu dalam kontribusi menyampaikan suara orang, yang berkontribusi dengan media yang beragam. Arsitek telah bekerja untuk mengembangkan solusi jangka panjang hingga jangka pendek bagi masyarakat sebagai agen keadilan sosial. Akibatnya, dapat dikatakan bahwa arsitektur memiliki potensi yang sangat besar sebagai senjata untuk menangkal dampak negatif demokrasi kapitalis. Pada dasarnya, Hall of Democracy yang direncanakan menyelidiki pilihan untuk menghilangkan disparitas kelas melalui desain dan membantu komunitas untuk tumbuh. Sebagai simbol komunitas yang berkelanjutan, bangunan ini menyoroti kegunaan belas kasih masyarakat dalam mengimbangi dampak negatif demokrasi yang digerakkan oleh modal. Lebih jauh, ia berfungsi sebagai ekspresi demokrasi yang menarik dengan berfungsi sebagai ruang yang biasa, inklusif, dan fungsional. Akhirnya, gagasan tersebut akan berdampak signifikan terhadap demokrasi Brisbane dengan menciptakan beberapa opsi untuk perubahan masyarakat.

Since 1901, when it became an independent federation from the British Parliament, Australia has worked hard to become one of the world's most democratic countries. Democracies in the modern world, on the other hand, are victims of the entrenched disparity between rich and poor in a world where money is highly prized. As it can be seen, there has been a growth in class disparity, inequality between the rich and poor, and the government and non-government. As a result of its status as Queensland's capital, Brisbane has seen an extraordinary growth in homelessness, which the Australian government has failed to address appropriately. Architecture has been shown to aid in the contribution of conveying people’s voices, which contributed with a diverse media. Architects have worked to develop long-term to short-term solutions for the communities as agents of social justice. As a result, it may be claimed that architecture has enormous potential as a weapon for counteracting the negative impacts of capitalist democracy. Fundamentally, the planned Hall of Democracy investigates options for eliminating class disparity through design and helping the communities to grow. As a symbol of a sustainable community, the building highlights the usefulness of society's compassion in counterbalancing the negative impacts of capital-driven democracy. Furthermore, it functions as a compelling expression of democracy by serving as an ordinary, inclusive and functional space. Finally, the idea will significantly impact Brisbane's democracy by creating several options for societal change."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ama Hayyu Marzuki
"ABSTRACT
In an effort to evoke a deep sense of democracy, the client Grevious Keppler has given a proposal for the creation of a Hall of Democracy in Brisbane, Australia. The development should give a strong sense of reinvigoration and collaborative approach to the democratic process in action. In the attempt to re-introduce the importance of democracy in an architectural work, there should be a thorough background research on the concept of democracy itself and what it truly means for the Australian people. Acknowledging that the proposed design is bounded by George, Alice, William, and Margaret Street, in the government precinct of the Brisbane CBD. The concept takes a stance that an ideal democracy should not be afraid to propaganda and sharing ideas for the betterment of society. However, it should be prepared to filter out false information and overwhelming amount of information through the use of the key interior spaces. The design response is created in accordance with local, state, and nation-wide design and construction regulations.

ABSTRAK
Dalam upaya untuk membangkitkan rasa demokrasi yang mendalam, klien Grevious Keppler telah memberikan proposal untuk pembentukan Aula Demokrasi di Brisbane, Australia. Pembangunan harus memberikan rasa kuat akan kebangkitan dan pendekatan kolaboratif terhadap proses demokrasi yang sedang berlangsung. Dalam upaya untuk memperkenalkan kembali pentingnya demokrasi dalam sebuah karya arsitektur, harus ada penelitian latar belakang yang menyeluruh tentang konsep demokrasi itu sendiri dan apa arti sesungguhnya bagi masyarakat Australia. Mengakui bahwa desain yang diusulkan dibatasi oleh George, Alice, William, dan Margaret Street, di kantor pemerintah CBD Brisbane. Konsep ini mengambil sikap bahwa demokrasi yang ideal tidak perlu takut untuk propaganda dan berbagi ide untuk kemajuan masyarakat. Namun, harus dipersiapkan untuk menyaring informasi palsu dan jumlah informasi yang berlebihan melalui penggunaan ruang interior utama. Respons desain dibuat sesuai dengan peraturan desain dan konstruksi lokal, negara bagian, dan nasional.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Charlotte
London: Fiell, 2009
745.2 CHA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Christianti Setiadi
"ABSTRAK
Penulisan laporan ini adalah bagian dari penyelesaian Program Internasional Sarjana. Laporan ini didasarkan pada proyek pengembangan desain skematik yang menanggapi arahan klien yang diberikan oleh universitas terkait. Proyek ini berkaitan dengan mendefinisikan kembali konsep demokrasi, melambangkan makna dan menerjemahkan ke dalam karya arsitektur. Proyek ini bertujuan untuk menciptakan fasilitas yang mengundang publik untuk merasa nyaman berada di tengah masyarakat yang demokratis. Pemberian proyek ini juga ditugaskan untuk merancang desain kaca yang memperkuat konsep transparansi, sebagaimana identitas demokrasi ideal. Tantangan proyek ini adalah menciptakan penggunaan kaca yang sangat dominan di area subtropis di Brisbane, Australia. Pertimbangan kontekstual lainnya juga melibatkan mengintegrasikan ke dalam pengembangan besar yang sedang berlangsung di situs. Metode dalam pengembangan adalah melalui studi situs dan konteks, analisis klien singkat, mendefinisikan kembali demokrasi yang ideal, dan studi sebelumnya diperoleh melalui jurnal, artikel, dan sumber-sumber terpercaya lainnya. Hasilnya mewakili bagaimana arsitektur dapat digunakan untuk mewujudkan ambisi politik melalui pemahaman mendalam mengenai latar belakang sejarah, budaya dan sosial.

ABSTRACT
The writing of this report is a part of the completion of the Bachelor Degrees International Program. The report is based on a project of developing a schematic design responding a client brief given by the corresponding university. The project deals with redefining the concept of democracy, symbolising the meaning and translating into an architectural entity. This project dreams to create an inviting thoroughfare for the public to be comfortable in being within a democratic society. The brief also commissioned to design a glazing system that amplifies the very concept of transparency, an identity of ideal democracy. The challenge of the project is to create a very dominant use of glass into a subtropical area in Brisbane, Australia. Other contextual considerations also involve integrating into the ongoing mega development in the site. The method in the development was through site and context studies, client brief analysis, redefining the ideal democracy, and precedent studies obtained through journals, articles, and other credible sources. The result represents how architecture can be used to embody a political ambition through an extensive study of historical, cultural and social backgrounds."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andita Rifayanti
"Australia adalah negara demokrasi representatif, dimana para masyrakatnya memiliki kebebasan untuk memilih langsung para kandidat yang akan menjalanan pemerintahan sebagai representasi mereka. Sistem demokrasi Australia ini pada intinya memiliki nilai-nilai yang menjunjung tinggi kebebasan, diantanya kebebasan memilih dan dipilih; kebebasan berkumpul dan partisipasi politik; kebebasan berbicara, berekspresi dan keyakinan agama; aturan hukum; dan hak asasi manusia lainnya. Tetapi, pada abad ke-21, demokrasi di Australia telah kehilangan arahnya. Adanya erosi akuntabilitas dan transparansi telah merusak demokrasi di Australia. Oleh karena itu semangat kebebasan demokrasi perlu diciptakan dan dihidupkan kembali melalui interaksi antara pemerintah dan warganya. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah Queensland akan membuat tempat yang dinamakan Hall Demokrasi atau Hall of Democracy. Melalui arahan dari Grievous Keppler, cicit dari Frederick Keppler, Hall of Democracy memiliki fungsi utama sebagai wadah bagi masyrakat Queensland menghidupan kembali demokrasi mereka, dimana masyarakat dapat mengawasi kegiatan pemerintahan, berdiskusi dengan wakil-wakil dari pemerintahan, dan melakukan berbagai kegiatan debat atau diskusi yang dapat menjadikan kota Brisbane berkembang ke arah yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut dan menjadi bangunan yang mensimbolisasikan demokrasi yang bebas dan transparan, maka dalam
pengembangannya bangunan Hall of Democracy akan mengimplementasikan teknologi kaca yang disebut luxfer prism tanpa mengabaikan undang-undang bangunan lokal yang berlaku dan visi dari klien. Sehingga, pada akhirnya bangunan tersebut dapat menjadi simbol kuat dari arti demokrasi yang diyakini, dan terlihat indah, penuh kejutan, dan penuh harapan.

Australia is a country with representative democracy, where its people have the freedom to elect candidates who will run the government as their representation directly. Australia's democratic system basically has values that uphold freedom, including freedom of choice and choice; freedom of assembly and political participation; freedom of speech, expression and religious beliefs; rule of law; and other human rights. However, in the 21st-century, democracy in Australia has lost its direction. The erosion of accountability and transparency has undermined democracy in Australia. Therefore the spirit of democratic freedom needs to be created and revived through interactions between the government and its citizens. To achieve this goal, the Queensland government will create a place called the Hall of Democracy. Through the direction of Grievous Keppler, great-grandson of Frederick Keppler, the Hall of Democracy will has the main function as a forum for
Queensland people to revive their democracy, where people can oversee government activities, discuss with representatives of government, and conduct various debating or discussion activities that can make the city of Brisbane develop for the better. To achieve this goal and become a building that symbolizes a free and transparent democracy, in its development the Hall of Democracy will implement glass technology called luxfer prism without ignoring applicable local
building laws and the vision of the client. So, in the end, the building can become a strong symbol of the meaning of democracy which is believed and looks beautiful, full of surprises, and full of hopes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Schirmbeck, Egon
New York: Van Nostrand Reinhold, 1987
724.91 SCH i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatika Ajeng Rahardjo
"Berdasarkan perspektif semiotika, setiap elemen arsitektur mengandung makna denotatif maupun konotatif yang dapat mengkomunikasikan suatu budaya dan sejarah di lingkungan tersebut. Dalam hal ini, elemen-elemen arsitektur Hotel X terlihat pada desain eksterior yang terdiri dari fasad bangunan, lobby, kolam renang, taman, serta restoran dan kafe. Sementara itu, desain interior Hotel X terdiri dari pencahayaan pada kamar Hotel X, jendela kamar Hotel X, kasur pada kamar Hotel X, serta lantai kamar Hotel X. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana semiotika desain arsitektur Hotel X dalam objek berbentuk render desain yang bersifat dua dimensi (2D). Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Hotel X memiliki desain arsitektur yang khas dan unik, yaitu didominasi dengan corak geometris yang membentuk motif Batik Kawung dengan filosofi tinggi. Hal ini yang kemudian akan mempengaruhi bagaimana Hotel X justru lebih menonjolkan budaya “Jawa-sentris” daripada budaya Kalimantan itu sendiri. Penelitian ini menggunakan semiotika Pierce dan Umberto Eco sebagai ‘pisau analisis’ dalam mengeksplorasi elemen-elemen arsitektur pada Hotel X. Penelitian ini merupakan penelitian dengan paradigma kritis, pendekatan kualitatif, dan jenis eksploratif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara dokumentasi, observasi, dan studi pustaka.

Based on a semiotic perspective, each architectural element contains denotative and connotative meanings that can communicate culture and history in that environment. In this case, the architectural elements of Hotel X can be seen in the exterior design, consisting of building facades, lobbies, swimming pools, gardens, restaurants, and cafes. Meanwhile, the interior design of Hotel X consists of lighting in bedrooms, windows in bedrooms, mattresses in bedrooms, and floors in bedrooms. This study aims to find out how Hotel X's architectural design semiotics is in the form of two-dimensional (2D) design rendering objects. The results of this study indicate that Hotel X has a distinctive and unique architectural design, dominated by geometric patterns that form the Batik Kawung motif with high philosophy. This will then affect how Hotel X puts forward a "Jawa-centric" culture rather than the culture of Kalimantan itself. This study uses Pierce and Umberto Eco's semiotics as an 'analytical knife' in exploring architectural elements in Hotel X. This research is research with a critical paradigm, a qualitative approach, and exploratory type. Data collection in this study was carried out using summaries, observations, and literature studies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Faculty of Architecture, 1993
AR
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Vidya Primadhani
"Tesis ini menelusuri agensi objek pada self generating sebagai metode desain untuk menghasilkan arsitektur. Pada umumnya, hasil karya arsitektur berupa bangunan. Kebutuhan akan bangunan dipertanyakan ketika arsitektur bisa terealisasikan melalui media seperti objek. Tulisan ini mempertanyakan kapabilitas objek sebagai metode perancangan arsitektur yang bisa terbentuk dengan sendirinya. Lingkungan terpisah yang disebabkan oleh objek menghasilkan reaksi dari makhluk hidup. Objek bisa memiliki agensi di luar intensi awal perancang. Agensi objek akan melebihi ekspektasi perancang ketika objek memiliki kegunaan di luar dari fungsi inisial. Potensi objek untuk membentuk ruang dengan kapabilitas di luar fungsi yang ditentukan pada awalnya dieksplorasi dalam tesis ini. Melalui operasi combine dan substitute pada objek, proses self generating makhluk hidup dapat berubah menjadi initiate, inhibit atau redirect. Merancang dengan objek yang dialihkan fungsinya oleh makhluk hidup mewujudkan arsitektur. Agensi objek dirancang agar memberikan dampak pada lingkungan sekitar melalui self generating. Tesis ini menelusuri pembuatan bahan makanan tempe sebagai proses yang membutuhkan objek agar terealisasi. Dari studi proses tersebut, rancangan yang dihasilkan adalah susunan objek yang dapat melangsungkan fermentasi tempe dengan sendirinya melalui kapabilitas peralihan fungsi untuk membentuk ruang berspora.

This thesis explores the agency of objects in self-generating as a method of design in architecture. In general, architectural projects are in the form of buildings. The need for buildings is questioned when architecture can be realized through media such as objects. This writing questions the capability of objects as a method of architectural design that can be formed by itself. A separate environment that is caused by objects creates a reaction from living beings. Objects can have agency outside of the initial intention of the designer. The agency of objects will exceed the expectations of the designer when objects have a use outside of its initial function. The potential of objects to create space with the capability outside of its determined function is explored in this thesis. Through the operation of combine and substitute towards objects, the process of self generating from living beings can change to initiate, inhibit or redirect. Designing with objects that have been redirected functionally by living beings produces architecture. The agency of object is designed to provide impact towards its environment through self generating. This thesis explores the production of food as a process that needs objects to be realized. From the study of its process, the design is an arrangement of objects that can carry out tempeh fermentation by itself through the capability of functional redirection to create a spore space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>