Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135929 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eisya Hanina Hidayati
"Tradisi lisan seringkali menjadi sarana penting dalam menyimpan dan meneruskan pengetahuan ekologi dan biologi masyarakat lokal, termasuk pemahaman tentang pemanfaatan hewan dan tumbuhan lokal. Tatangar Banjar merupakan tradisi lisan yang mengandung beragam pengetahuan lokal dan pandangan masyarakat Banjar dalam bentuk pertanda-pertanda. Banyak spesies tumbuhan dan hewan lokal telah terdokumentasi sebagai pertanda Tatangar, namun dokumentasi pengetahuan lisan tersebut masih minim, dan penelitian etnobiologi yang mendalam belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian eksplorasi terhadap tumbuhan dan hewan yang berperan sebagai Tatangar dilaksanakan selama 10 bulan, dari Februari hingga November 2023, di Desa Mandiangin Barat, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara semi-struktural terhadap 3 informan kunci, dengan total 32 responden dari berbagai kelompok generasi. Data etnobotani yang terkandung dalam Tatangar dianalisis menggunakan Use Value (UV) dan Index of Cultural Significance (ICS). Sementara itu, data etnozoologi yang termuat dalam Tatangar juga dianalisis dengan Use Value (UV) dan Cultural Significance Index (CSI). Masyarakat Banjar di Desa Mandiangin Barat menggunakan 35 spesies tumbuhan dari 20 famili dan 28 genus serta 40 spesies hewan dari 10 kelas dan 24 ordo sebagai pertanda Tatangar. Pengetahuan etnobiologi yang dikodekan dalam tradisi lisan tersebut mencakup pemanfaatan spesies sebagai indikator cuaca dan iklim, indikator ekologis yang juga meliputi asosiasinya dengan spesies lain, mitigasi bencana alam, serta simbolisme kepercayaan masyarakat Banjar. Meski banyak spesies tumbuhan dan hewan yang disebutkan memiliki nilai kegunaan dan indeks kepentingan budaya yang tinggi selain peran mereka sebagai Tatangar, sebagian besar hewan memiliki nilai UV dan CSI yang rendah karena digunakan hanya sebagai pertanda Tatangar, tanpa pemanfaatan lain. Beberapa spesies tumbuhan dan hewan yang disebutkan juga merupakan spesies yang dilindungi serta masuk dalam daftar merah IUCN dan Apendiks CITES. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan dan hewan yang berperan sebagai Tatangar memiliki nilai simbolik penting bagi masyarakat maupun dalam ekosistem dan dapat menjadi upaya mempromosikan kesadaran ekologis dan pengelolaan keanekaragaman hayati lokal di Kalimantan Selatan.

Oral traditions often serve as vital repositories and conduits for passing on ecological and biological knowledge within local communities, encompassing insights into the utilization of local plants and animals. Tatangar Banjar is an oral tradition embodying diverse local knowledge and perspectives of the Banjar community in the form of omens or signs. Despite many local plant and animal species being documented as Tatangar signs, documentation of this oral knowledge remains limited, and in-depth ethnobiological research has not been previously undertaken. Exploratory research into the plants and animals that play a role as Tatangar signs was conducted over 10 months, from February to November 2023, in Mandiangin Barat Village, Banjar Regency, South Kalimantan. Data collection involved observational studies and semi-structured interviews with three key informants, totaling 32 respondents from various generational groups. Etnobotanical data within Tatangar were analyzed using Use Value (UV) and Index of Cultural Significance (ICS). Concurrently, etnozoological data within Tatangar were also analyzed using Use Value (UV) and Cultural Significance Index (CSI). The Banjar community in Mandiangin Barat utilized 35 plant species from 20 families and 28 genera, alongside 40 animal species from 10 classes and 24 orders, as Tatangar signs. The ethnobiological knowledge encoded within this oral tradition encompasses the utilization of species as indicators of weather and climate, ecological indicators including their associations with other species, natural disaster mitigation, and symbolism in Banjar community beliefs. While many mentioned plant and animal species hold significant utility and cultural importance beyond their roles as Tatangar signs, most animals have low UV and CSI values as they are solely used as Tatangar indicators without additional utilization. Some of the mentioned plant and animal species are also protected and listed in the IUCN Red List and CITES Appendices. These findings highlight the important symbolic value of plants and animals serving as Tatangar signs within both the community and ecosystem, serving as a means to promote ecological awareness and the management of local biodiversity in South Kalimantan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Hidayat
"Penelitian etnoekologi dan etnobotani Masyarakat Melayu dilakukan di Dusun Mengkadai Sarolangun, Jambi. Penelitian ini sangat penting dilakukan mengingat lokasi dusun yang dekat dengan ibukota kabupaten sehingga memengaruhi gaya hidup masyarakat. Tujuan penelitian ini ialah untuk memahami hubungan antara masyarakat Dusun Mengkadai dengan lanskap mereka, juga pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan. Penelitian ini mencakup persepsi, pemanfaatan, dan sistem pengelolaan lanskap oleh masyarakat Melayu, juga dinamika lanskap di Dusun Mengkadai. Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan adaptasi lingkungan masyarakat Melayu, dinamika lanskap, pengetahuan tentang tumbuhan, dan valuasi pemanfaatan tumbuhan. Metode penelitian diadaptasi dari Multidisiplinary Landscape Assessment (MLA). Hasil penelitian menunjukkan klasifikasi lokal atas lanskap dan keanekaragaman tumbuhan di dalamnya. Masyarakat mengklasifikasikan lanskap ke dalam 12 satuan lanskap, yaitu dusun/laman (66 spesies), umo, sawah (35 spesies), kebun para (33 spesies), kebun kelapo sawit (35 spesies), kebun tanaman mudo (14 spesies), jerami (49 spesies), beluka (46 spesies), beluka tuo (65 spesies), batang ayik (17 spesies), imbo inum (64 spesies), dan imbo larangan (131 spesies). Dinamika lanskap di Dusun Mengkadai berkaitan dengan aktivitas manusia dalam mengekstraksi spesies-spesies penting dan perluasan perkebunan karet dan kelapa sawit. Terkait dengan pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan, ada 80 spesies penting dari 295 spesies tumbuhan yang ditemukan di Dusun Mengkadai, yang digunakan untuk bahan makanan (LUVI = 6%), bahan konstruksi berat (LUVI = 6,5%), bahan konstruksi ringan (LUVI = 5%), bahan obat- obatan (LUVI = 5,5%), bahan teknologi lokal dan seni (LUVI = 5,5%), tali-temali (LUVI = 3%), bahan hiasan/ritual/adat (LUVI = 5,5% ), sumber penghasilan (LUVI = 8%), bahan pewarna (LUVI = 3%), dan kayu bakar (LUVI = 3,5%). Bagaimanapun, perluasan perkebunan monokultur telah menurunkan keanekaragaman tumbuhan, serta pengetahuan dan pemanfaatannya.

Ethnoecology and Ethnobotany of Malay Society are studied in Dusun Mengkadai Sarolangun, Jambi. This study is very important because the easer access to the urban that influence people’s lifestyles. The objectives of this study is to understand the relationship between Dusun Mengkadai society and their landscape, and also their knowledge and utilization of plant. This study covers perception, utilization and management system of landscape by Malay society, also dynamics of landscape in Dusun Mengkadai. This study is expected to describe the environmental adaptation of Malay society, dynamics of landscape, knowledge of plant, and valuation of plant utilization. The methods of this study is adapted from Multidisiplinary Landscape Assessment (MLA). The result of this study showed the local classification of the landscape and plant diversity in Dusun Mengkadai. The society have classified the landscape in twelve units, included dusun/laman (66 species), umo, sawah (35 species), kebun para (33 species), kebun kelapo sawit (35 species), kebun tanaman mudo (14 species), jerami (49 species), beluka (46 species), beluka tuo (65 species), batang ayik (17 species), imbo inum (64 species), and imbo larangan (131 species). Landscape dynamics in Dusun Mengkadai is related to human activities in harvested important species and expansion of rubber and palm oil plantations. Related to the knowledge and utilization of plant, there are 80 significant species from 295 species of plants acquired in Dusun Mengkadai, which are used for foods (LUVI= 6%), heavy construction (LUVI= 6.5%), lightweight construction (LUVI= 5%), medicinal plant (LUVI= 5.5%), local technology and art (LUVI= 5.5%), rigging (LUVI= 3%), ornament/ritual/tradition (LUVI= 5.5%), revenue (LUVI= 8%), dyes (LUVI= 3%), and firewood (LUVI= 3.5%). After all, expansion of monoculture plantation has reduced plant diversity and also plant knowledge and utilization.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T34593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Putri Agustina
"ABSTRAK
Pekarangan adalah salah satu lanskap khas pedesaan, yang memiliki berbagai fungsi krusial. Pekarangan juga merupakan tempat konservasi berbagai sumberdaya hayati lokal. Pekarangan di Kecamatan Pujon telah mulai di kelola kembali sejak adanya kegiatan wisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi penyusun pekarangan di Kecamatan Pujon dan juga mendokumentasikan pengetahuan lokal mengenai manfaatnya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-November 2018. Sebanyak 90 pekarangan telah dijadikan sampel. Terdiri dari 30 pekarangan di dekat sungai, 30 pekarangan di dekat akses jalan dan 30 pekarangan di dekat hutan. Pekarangan tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kategori ukuran yaitu besar, sedang dan kecil. Data diambil menggunakan wawancara terstruktur dan semi terstruktur terhadap pemilik pekarangan. Data dianalisis secara kualitatif dengan statistika deskriptif untuk menggambarkan pengetahuan lokal masyarakat. Data tumbuhan dianalisis dengan menghitung Nilai Indeks Penting (INP), Indeks Shannon-Wiener, Indeks kesamaan dan ketidaksamaan. Data pengetahuan lokal dianalisis dengan menghitung nilai kepentingan lokal (Local Users Value Index, LUVI) dan nilai kultural (Index of Cultural Significance, ICS). Terdapat 5 lanskap di Kecamatan Pujon yaitu sawah, tanah tetelan, tegalan, pekarangan dan hutan. Pekarangan merupakan lanskap terpenting keempat dari kelima lanskap tersebut. Terdapat 13 kategori guna tanaman pada pekarangan di Kecamatan Pujon. Tiga belas kategori guna tersebut adalah pangan (PDM=13,3), sayuran (PDM=11,6), bumbu (PDM=9,4), buah (PDM=8,6), minuman (PDM=8,1), obat (PDM=7,9), pakan ternak (PDM=7,7), ornamental (PDM=7,6), papan (PDM=7,1), ritual (PDM=6,5), pagar (PDM=5,3), pewarna (PDM=4,6) dan tanaman pengganggu (2,3). Pekarangan di dekat sungai memiliki nilai INP paling tinggi, diikuti oleh pekarangan di dekat hutan dan pekarangan di dekat jalan. Berdasarkan Indeks Shannon-Wiener, keanekaragaman jenis tanaman pada pekarangan di Kecamatan Pujon termasuk ke dalam kategori sedang-tinggi. Indeks kesamaan antara pekarangan berdasarkan ukurannya, lebih kecil dari pada indeks ketidaksamannya. Sebanyak 39 tanaman yang terdiri dari 3 tanaman penting dalam masing-masing kategori telah dihitung nilai kulturalnya. Bagi masyarakat di Kecamatan Pujon tanaman yang memiliki nilai ICS tinggi adalah klopo (Cocos nucifera) (ICS=53,42) dan gedang (Musa x paradisiata) (ICS=45,83). Pekarangan di Kecamatan Pujon memiliki berbagai jenis tanaman yang berguna bagi pemiliknya. Pekarangan juga memberikan ecosystem services terhadap lingkungan disekitarnya.

ABSTRACT
Home garden is one of the rural traditional landscapes, which has various crucial functions. Home garden also a place to conserve various local resources. Home garden in Pujon Sub-district has begun to be managed again since the existence of tourism activities. This research was conducted in April-November 2019. In total 90 home gardens were sampled. It consists of 30 home gardens near the river, 30 home gardens near the road access and 30 home gardens near the forest. These home garden grouped into three categories there are large, medium and small sizes. Data was taken using structured and semi-structured interviews with the home garden owner. Data were analyzed qualitatively with descriptive statistics to analyze local knowledge. Vegetation data were analyze by calculating Important Value Index (IVI), Shannon-Wiener indeks, simillarity and dissimilarity index. Local knowledge data were analyzed by calculating Index Cultural Significance (ICS), and Local User Value Index (LUVI). There are 5 landcapes in Pujon Sub-district there are, sawah, tanah tetelan, tegalan, home garden and forests. Home garden is the fourth important lanskap in Pujon Sub-district. There are 13 categories of plants used in the home garden in Pujon Sub-district. There are food (PDM = 13.3), vegetables (PDM = 11.6), spices and herbs (PDM = 9.4), fruit (PDM = 8.6), beverages (PDM = 8.1), medicinal plant (PDM = 7.9), fodder (PDM = 7.7), ornamental (PDM = 7.6), home material (PDM = 7.1), ritual and spiritual (PDM = 6.5), fence (PDM = 5.3), natural coloring for foods (PDM = 4.6) and weeds and grasses (2,3). Home garden near the river have hightest IVI, followed by home garden near the forest and home garden near the road. Based on Shannon-Wiener Index, the flora diversity of home garden In Pujon Subdistrict are medium-rich. Simillarity index between home garden based on their sizes, are smallest than the dissimilarity index. In total 39 plants have analyzed using ICS, its consist of 3 plant from each categories. For the people in Pujon Sub-district, the plants that have high ICS were klopo (Cocos nucifera) (ICS = 53.42) and gedang (Musa x paradisiata) (ICS = 45.83). Home garden in Pujon Subdistrict consist of many plant species that have important role for the owner. Home garden also provide ecosystem services for the environtment.
"
2019
T53766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tanti Hildayanti
"Kabupaten Banjar memiliki jumlah penduduk sebesar 565.635 jiwa pada tahun 2021. Jumlah penduduk tersebut diprediksi mengalami peningkatan secara terus menerus yang mengakibatkan pertumbuhan lahan terbangun yang ada akan mengalami peningkatan juga. Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya daya dukung lahan yang ada di Kabupaten Banjar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan lahan dan mensintesa kajian model dinamika spasial daya dukung lahan di Kabupaten Banjar. Penelitian ini menggunakan data kependudukan tahun 2009-2021. Prediksi daya dukung lahan dilakukan pada tahun 2009-2100 dengan mengunakan metode sistem dinamis. Adapun data yang dibutuhkan berupa pertumbuhan penduduk, ketesediaan lahan, dan juga lahan terbangun yang nantinya akan dilihat perkembangannya secara keruangan menjadi model dinamika spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan lahan yaitu berbanding terbalik. Ketika jumlah penduduk meningkat, maka ketersediaan akan lahan akan menurun. Hingga pada tahun 2063 diprediksi bahwa luas lahan terbangun yang ada di Kabupaten Banjar telah mencapai 67,94% yaitu seluas 322.912,40 Ha dari wilayah penelitian, sehingga daya dukung lahan yang ada di Kabupaten Banjar sudah mendekati ambang batas pada tahun 2063.

Banjar Regency has over 565.635 residents in 2021. The total number of residents have experienced a continuous rise which caused the increase of existing built lands to grow even more. This particular event resulted in the downfall of the land carrying capacity in Banjar Regency. The objective of this study is to analyze the connection between the surplus of people with land availability and to synthesize a model dynamic of land carrying capacity in Kabupaten Banjar. This study makes use of the data of citizens in the year 2009-2021. The prediction with the land carrying capacity is done using a method of a dynamics system. However, the data that is needed in the form of population growth, access to land, and built lands will be seen later on as a spatial development model for spatial dynamics. The result of this study is to show the relationship between the increase of population and the preparation of land is inversely proportional. If the growth of the population does not stop, land availability will decrease. It is predicted that in the year 2063, the width of land in Banjar Regency will reach at 67,94% which is as big as 322.912,40 Ha from research area, to the carrying capacity located in Banjar Regency is approaching it’s threshold in 2063."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Vony Julianti Kiding
"Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator tingkat pembangunan kesehatan dan kualitas hidup suatu negara. Kabupaten Banjar memiliki jumlah kematian neonatal tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan. Kematian neonatal tidak disebabkan oleh satu faktor saja melainkan multifaktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan tahun 2014-2015. Metode penelitian kasus kontrol, analisis multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan kematian neonatal adalah berat lahir bayi OR=5,8, 95 CI:3,0-11,1, pendidikan ibu OR=4,5, 95 CI:1,6-12,8, komplikasi kehamilan OR=2,7, 95 CI: 1,6-4,6, umur kehamilan OR=2,4, 95 CI: 1,1-5,0 , frekuensi kunjungan ANC standar OR=2,2, 95 CI:1,2-4,1, tempat persalinan OR=2,1, 95 CI:1,1-3,9 dan paritas OR=2,1, 95 CI:1,2-3,6, sedangkan pekerjaan OR=1,8, 95 CI:0,9-3,5 sebagai variabel confounding. Faktor yang paling besar pengaruhnya adalah berat lahir bayi. Bayi berat lahir ≤ 2500 gram memiliki risiko 5,8 kali 95 CI 3,0-11,1 lebih tinggi mengalami kematian neonatal dibanding bayi berat lahir> 2500 gram. Peningkatan wawasan dan kompetensi bidan melaui pelatihan penatalaksanaan kasus BBLR, strategi KIE mengenai faktor-faktor kematian neonatal serta membuat gagasan untuk meningkatkan kunjungan ANC standar perlu diupayakan untuk menurunkan angka kematian neonatal di Kabupaten Banjar.

Infant mortality rate is one indicator of health development level and quality oflife of a country. Kabupaten Banjar has the highest of neonatal mortality numbersin South Borneo. Neonatal mortality is not caused by a single factor but multifactor. This study aims to determine the factors associate with neonatal mortality in Kabupaten Banjar, South Borneo in 2014 2015. The methods of this study is case control, multivariate analysis used logistic regression. The results of this study indicate that the factors significantly associated with neonatal mortality are birth weight OR 5,8, 95 CI 3,0 11,1, maternal education OR 4,5, 95 CI 1,6 12,8, pregnancy complications OR 2,7, 95 CI 1,6 4,6 gestational age OR 2,4, 95 CI 1,1 5,0 , frequency of standard ANC visits OR 2,2, 95 CI 1,2 4,1, place of delivery OR 2,1, 95 CI 1,1 3,9 and parity OR 2,1, 95 CI 1,2 3,6 and occupational OR 1,8, 95 CI 0,9 3,5 as a confounding variabel. The factor that must impact is birth weight. Birth weight le 2500 gram is5,9 times higher 95 CI 3,1 11,3 to neonatal mortality than birth weight ge 2500gram. Increased insight and competence of midwife through training of case management of low birth weight, communication information and education strategies about factors of neonatal mortality and creates ideas for increase the ANC visits are required to reduce neonatal mortality in Banjar District.Keywords factors of mortality neonatal."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Agung Sumarheni
"Upacar ngaben alit (mebretanem) ini memiliki suatu keunikan khusus diantara upacara-upacara keagamaan yang lain yang ada di Desa Busungbiu yang telah mereka lakukan secara turun-temurun. Keunikan upacara ngaben alit adalah upacaranya dilakukan hanya dikubur saja dan kuburannya itu rata dengan tanah. Setelah itu menggunakan upacara pada umumnya orang meninggal dan orang yang sudah meninggal itu dianggap sudah bersih atau ngabe, dimana secara umum dalam melaksanakan upacara ngaben tanpa dibakar dianggap belum ngaben yang sah. Jika hal tersebut tidak dipatuhi maka desa setempat akan memperoleh bencana. Untuk memperoleh data, digunakan teknik pengumpulan data primer yaitu data langsung dari sumber utama. Dalam hal ini peneliti menggali sumber dengan melakukan penelitian secara langsung terhadap masyarakat di Banjar Timbul Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng. Sumber data sekunder yaitu data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh pihak lain mencakup buku-buku, maupun hasil penelitian yang berbentuk laporan data. Kajian pustaka literatur perlu juga dilakukan untuk menguasai teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Upacara ngaben alit mempunyai tujuan khusus untuk mengetahui prosesi pelaksanaan dan untuk mengetahui landasan filosofis yang terkandung dalam pelaksanaan upacara ngaben alit. Karena upakara dan upacara yang mempunyai hubungan erat dengan pendidikan moral atau susila maupun filsafat, ini merupakan hal yang sangat perlu ditingkatkan. Dan dengan terpeliharanya ajaran-ajaran agama serta ajaran-ajaran budi pekerti, etika yang berdasarkan kitab suci maka budaya Bali akan dapat hidup terus."
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Winda Oktari Anryanie Arief
"Pendahuluan: Dokter di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kadang tidak mengenali adanya depresi pada seseorang. Pemberian pelatihan psikiatri untuk dokter di Puskesmas diperkirakan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diagnosis terhadap masalah psikiatri. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun suatu modul pelatihan yaitu Modul Pelatihan General Practitioner Kesehatan Jiwa (GP Keswa). Modul bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dokter di Puskesmas dalam melakukan deteksi kasus gangguan jiwa yang sering di masyarakat. Modul merujuk pada PPDGJ III.
Tujuan: Mengidentifikasi keefektivan Modul GP Kesehatan Jiwa akan pengetahuan dan keterampilan dokter umum di pelayanan primer dalam menegakkan diagnosis dan tatalaksana pengobatan gangguan depresi.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre dan post test. Subjek penelitian adalah 23 dokter umum yang bertugas di Puskesmas Wilayah Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu Mei-Oktober 2015. Sampel diambil secara simple random sampling. Seluruh subjek penelitian mengikuti pelatihan modul GP Keswa selama satu hari. Pengetahuan dinilai sebelum pelatihan, satu hari dan tiga bulan setelah pelatihan dengan kuesioner pengetahuan yang diisi sendiri oleh subjek. Keterampilan diagnosis dinilai oleh tim penilai, yaitu staf pengajar Departemen Psikiatri FKUI-RSCM.
Hasil: Satu hari setelah pelatihan, 100% subjek mengalami peningkatan pengetahuan. Penilaian tiga bulan setelah pelatihan hanya 8,7% subjek yang tetap mengalami peningkatan pengetahuan. Keterampilan wawancara subjek penelitian hasilnya bervariasi, 12 orang dinyatakan lulus, delapan orang borderline, dan tiga orang tidak lulus.
Kesimpulan: Pemberian pelatihan modul GP Keswa efektif dalam meningkatkan pengetahuan dokter Puskesmas mengenai gangguan depresi satu hari setelah pelatihan, namun tidak dapat bertahan setelah tiga bulan pelatihan. Modul Pelatihan GP Keswa tidak efektif untuk meningkatkan keterampilan wawancara dalam menegakkan diagnosis gangguan depresi.

Introduction: Physicians in Public Health Center (PHC) sometime do not recognize the existence of depression in a person. Provision of psychiatric training for physicians in PHC is expected to enhance the knowledge and skills of physicians to the problem of psychiatric diagnosis.. Ministry of Health has develooped a training module that is General Practitioner (GP). This module aims to enhance the skills of doctors in the health center in case of detection of depression disorder in the community frequently. The module refers to PPDGJIII.
Objective: To assess the effectiveness of training module GP toward physicians to enhance their knowledge and skills to diagnose depressive disorders.
Methods: The study design used was one group pre and post test. Subjects were twenty-three general practitioner who served in Health Center in Banjar, South Kalimantan. The study was conducted in the period Mei-Oktober 2015. Samples were taken by simple random sampling. All recipients GP training modules for one day. Knowledge assessed before training, one day and three months after training with the knowledge questionnaires filled by the subject. Skills diagnosis assessed by assessmet team.
Results: One day after training, 100% of subjects experienced an increase in knowledge. But three months after training only 8.7% of the subjects continued to experience an increase in knowledge. Interview skills outcome is varied, twelve people pass, eight people borderline, and three people did not pass.
Conclusion: Providing GP training modules effective to improve knowledge of physician about depressive disorders one day after training, but can not last three months after training. Providing GP training modules is not effective in improving interviewing skills to diagnose depressive disorder.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>