Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174636 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Higar Alam Indhar Jalu Sakerti
"Salah satu pengaturan di dalam hukum persaingan usaha di Indonesia adalah mengenai perjanjian yang dilarang, dimana pelaku usaha dilarang untuk melakukan perjanjian atau kesepakatan dengan pelaku usaha lain karena dapat menimbulkan distorsi terhadap persaingan di pasar. Dalam praktiknya, karena semakin sulitnya membuktikan adanya perjanjian tertulis, berkembang sebuah bukti tidak langsung atau bukti petunjuk (bukti komunikasi dan/atau bukti ekonomi), untuk membuktikan adanya perjanjian tidak tertulis dalam perkara perjanjian yang dilarang. Di dalam hukum persaingan usaha, dikenal konsep ekonomi price parallelism, yang menggambarkan kondisi penetapan harga di antara pelaku usaha, tetapi tidak didasarkan pada perjanjian atau kolusi secara sadar di antara pelaku usaha, melainkan murni karena keputusan independen para pelaku usaha sehingga tidak melanggar hukum persaingan usaha. Meskipun demikian, adanya price parallelism di antara pelaku usaha tidak menutup kemungkinan adanya perjanjian tidak tertulis di antara pelaku usaha sehingga dapat melanggar ketentuan di dalam perjanjian yang dilarang. Oleh karena itu, konsep price parallelism dapat dijadikan sebagai bukti ekonomi, tetapi terdapat sebab-sebab tertentu yang menentukan keberlakuannya sebagai bukti ekonomi. Fokus utama dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis bagaimana hubungan price parallelism dengan hukum persaingan usaha di Indonesia dan keberlakuannya sebagai bukti ekonomi di dalam hukum persaingan usaha di Indonesia. Dengan metode penelitian doktriner yang bersifat deskriptif, didapatkan hasil bahwa untuk menentukan hubungan price parallelism dengan hukum persaingan usaha harus didasarkan pada fakta ada atau tidaknya perjanjian di antara pelaku usaha yang menyebabkan terjadinya price parallelism. Sementara itu, untuk menentukan keberlakuan price parallelism sebagai bukti ekonomi harus didahului dengan analisis tambahan untuk melihat ada atau tidaknya perjanjian di antara pelaku usaha, dan/atau untuk melihat independensi para pelaku usaha yang terlibat dalam price parallelism, dan/atau untuk melihat ada atau tidaknya faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya price parallelism.

Indonesian antitrust law regulates the provisions of prohibited agreements, where companies are prohibited from entering into agreement or arrangements with other companies as it may cause distortions to the competitive market. As it becomes increasingly difficult to prove the existence of a written agreement, indirect evidence or circumstantial evidence (communication evidence and/or economic evidence) is being used to evidence the unwritten agreement in the case of prohibited agreements. In antitrust law, it is known the economic concept of price parallelism, depicting the condition of price fixing among companies, without the existence of conscious agreement or collusion, rather an independent decision of each companies, thus not violating the antitrust law. The existence of price parallelism, however, may not rule out the involvement of unwritten agreements among companies, leading to violations of the provisions of prohibited agreements. Consequently, price parallelism can be used as an economic evidence, but there are certain causes which determine its validity as an economic evidence. In this thesis, the primary focus is to analyze the relevance of price parallelism to the Indonesian antitrust law and its validity as economic evidence in the Indonesian antitrust law. Using the method of descriptive doctrinaire research, the results show that in determining the relevance of price parallelism to the Indonesian antitrust law is dependent on whether or not there were agreements among companies that led to price parallelism. Meanwhile, to ensure the validity of price parallelism as economic evidence must be preceded with factor-plus analysis to determine whether or not there were agreements among companies, and/or to determine the independence of each companies involved in price parallelism, and/or to determine whether or not there were other factors that could cause price parallelism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku Rania Salsabila Zahra
"Skripsi ini membahas mengenai adanya dugaan praktek Perjanjian Penetapan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi oleh enam pelaku usaha ritel di Indonesia. Ruang lingkup pembahasan terkait bagaimana mekanisme pembuktian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap Kasus Dugaan Price Fixing Agreement, dan apakah penetapan harga BBM yang tidak proporsional dengan pergerakan harga minyak mentah dunia mengindikasikan terjadinya praktik price fixing agreement sesuai Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan analisis data kualitatif. Dalam analisis, mekanisme pembuktian KPPU mengacu pada ketentuan alat-alat bukti yang sah sesuai Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999 dan analisa bukti-bukti tidak langsung (bukti ekonomi dan bukti komunikasi) sebagai bukti petunjuk (dalam perkembangan disesuaikan pada Pasal 57 Perkom No. 1 Tahun 2019). Terkadang bukti-bukti tidak langsung yang disajikan KPPU sebagai bukti petunjuk masih dinilai lemah oleh hakim di lingkup peradilan umum dan belum dapat dijadikan bukti petunjuk yang sah berdasarkan Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999. Untuk itu, guna menghindari perbedaan penafsiran perlu dilakukan penjelasan lebih mendetil dalam Perkom No. 1 Tahun 2019 agar bukti-bukti tidak langsung dapat diterima dan diakui di lingkup peradilan umum. Terkait tidak proporsionalnya pergerakan harga minyak mentah dunia dengan harga jual eceran BBM di Indonesia, mengindikasikan terjadinya praktik perjanjian penetapan harga. Hal ini dianalisis berdasarkan uraian unsurunsur Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 dan fakta-fakta sebagai bukti ekonomi. Namun, perlu dilakukan tinjauan lebih mendalam untuk menemukan bukti-bukti lain yang lebih komprehensif agar indikasi tersebut dapat dibuktikan secara jelas dan terang.

This research focuses on the presumption of price fixing agreement practice on Non-Subsidized General Fuel Price among six fuel retail companies in Indonesia. The scope of the discussion includes KPPU mechanism in verifying price fixing agreement cases and whether the fuel price establishment that is not in proportion to the crude oil prices fluctuation indicates price fixing agreement practice which is prohibited under Article 5 Law No. 5 of 1999. This is a juridical-normative research with qualitative data analysis method. This research shows that KPPU refers to admissible types of evidence that is regulated under Article 42 Law No. 5 of 1999 and also indirect evidience (economic and communication evidence) as part of indication evidence (later being adjusted in The Commission Act No. 1 of 2019, Article 57) in verifying price fixing cases. Sometimes the indirect evidence being
served by KPPU is still considered weak and cannot be categorized as part of legitimate indication evidence by the court. Therefore, there is a need for assertion in The 2019 Commission Act regarding the acceptance of economic and communication evidence as part of indication evidence in court. This research also shows that the fuel price establishment that is not in proportion to the crude oil prices fluctuation indicates price fixing agreement practice which is analyzed through the elements of Article 5 Law No. 5 of 1999 and tangible facts as economic evidence. However, it is necessary to conduct in depth observation to support more
comprehensive proofs of the indication.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jennifer Karina
"Seluruh kegiatan usaha tidak akan terlepas dari aspek persaingan dan ekonomi. Maka dari itu, aturan mengenai persaingan usaha yang sehat telah diatur untuk menjamin kepastian usaha dan menciptakan kenyamanan dalam berbisnis bagi para pelaku usaha. Indonesia sendiri telah menerapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, di mana Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU menjadi komisi yang dibentuk untuk mengawasi kegiatan pelaku usaha dalam melakukan usahanya. KPPU juga diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pada tingkat pertama kasus persaingan usaha tidak sehat, sehingga KPPU mengeluarkan aturan-aturan terkait hal tersebut. Dalam persidangan KPPU, proses pembuktian merupakan salah satu proses yang paling krusial untuk menentukan apakah pelaku usaha memang benar melakukan pelanggaran atau tidak. Dalam pembuktian inilah, maka segala bukti yang terkait dapat diajukan KPPU maupun pelaku usaha. Salah satu bukti yang dapat diajukan adalah economic evidence, yang merupakan bagian dari indirect circumstantial evidence. Penggunaan economic evidence di Indonesia masih sering menimbulkan pro dan kontra karena banyaknya kesalahan yang ditemukan dan digunakan dalam putusan oleh KPPU. Economic evidence berasal dari berbagai data ekonomi yang dikumpulkan, diolah, dan diinterpretasikan berdasarkan berbagai aturan dan prinsip yang harus dipenuhi agar dapat secara sah menjadi bukti di persidangan. Namun, pada kenyataannya, seringkali economic evidence salah diolah dan diinterpretasikan di dalam persidangan, termasuk dalam persidangan perkara persaingan usaha di Indonesia. Skripsi ini membahas mengenai pesoalan dalam penggunaan economic evidence dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

Competition and economic are attached in all business activities. Therefore, regulations on fair competition have been regulated to ensure the ease and certainty of business. Indonesia applies Law of the Republic of Indonesia No. 5 of 1999 concerning The Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, in which the Commission for the Supervision of Business Competition KPPU has been appointed to supervise business activities in Indonesia. KPPU is also given the authority to examine, adjudicate, and impose verdict as the first degree court on unfair business competition cases, and so that KPPU is able to regulate in terms of its competency. In trials, authentication process is one of the crucial parts in order to decide whether violation of law occurs. Evidences may be submitted by either KPPU or business actors themselves. One of these evidences is economic evidence, which is a part of indirect circumstantial evidence. The use of economic evidence in Indonesia still often raise the pros and cons because of its errors in usage, and yet still being used as the verdict by KPPU. Economic evidence is based on many economic data, which need to be collected, treated, analyzed, and interpreted based on many rules and principles so that they are able to be presented in court. However, in practices, particularly in Indonesia, economic evidence is often found with errors and wrongful interpretations. This thesis discusses the problems found in the use of economic evidence in competition law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Nadhira
"Pada tahun 2020, Competition Market Authority (“CMA”) Inggris menetapkan bahwa Roland (UK) Ltd., telah melakukan praktik penetapan harga jual kembali, resale price maintenance, terhadap penjualan perangkat alat musik drum elektrik pada pasar perdagangan elektronik. Roland UK melakukan banding terhadap putusan tersebut namun Competition Appeal Tribunal (“CAT”) memutuskan bahwa CMA telah tepat dalam menjatuhkan putusan terhadap Roland UK. Roland UK melakukan praktik resale price maintenance dengan cara memanfaatkan perangkat lunak pemantau harga untuk memantau harga jual produk terkait yang dijual oleh para reseller dari produk Roland UK. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum persaingan usaha Indonesia jika kasus resale price maintenance serupa dengan yang dilakukan oleh Roland UK terjadi di Indonesia. Penelitian karya tulis ini menggunakan bentuk penelitian berupa penelitian Yuridis-Normatif dengan melakukan tinjauan terhadap putusan Competition Appeal Tribunal Case No: 1365/1/12/20 serta peraturan perundang-undangan mengenai hukum persaingan usaha di Inggris dan Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, jika kasus serupa terjadi di Indonesia, tindakan Roland UK tidak akan dianggap melanggar Pasal 8 UU No. 5/199 karena tidak terpenuhinya sebagian unsur pasal tersebut serta posisi Roland UK yang tidak memenuhi salah satu syarat terpenuhinya pelanggaran resale price maintenance sesuai pedoman KPPU terkait pasal 8 UU No. 5/1999, yakni keharusan pelaku usaha menempati posisi dominan pada pasar yang bersangkutan.

In 2020, the Competition Market Authority (“CMA”) of the United Kingdom determined that Roland (UK) Ltd., had engaged in the practice of resale price maintenance concerning the sales of electronic drum instruments in the electronic commerce market. Roland UK appealed this decision, the Competition Appeal Tribunal (“CAT”) ruled that CMA was correct in its decision against Roland UK. Roland UK employed resale price maintenance practices by utilizing price monitoring software to monitor the selling price of the related products sold by resellers of Roland UK’s products. This research aims to explore how the Indonesian competition law can be applied if a similar resale price maintenance case, as conducted by Roland UK, were to occur in Indonesia. The form of research approach used in this paper is a Juridicial-Normative approach by reviewing the decision of the Competition Appeal Tribunal Case No: 1365/1/12/20 and relevant legislation regarding competition law in the UK and Indonesia. Based on the conducted research, if a similar case were to occur in Indonesia, Roland UK’s actions would not be considered a violation of Article 8 of Law No. 5/1999 because of the lack of fulfilment of some elements of the article. Furthermore, Roland UK’s position does not meet one of the criteria for the violation of resale price maintenance in accordance to the guidelines made by Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (“KPPU”) related to Article 8 of Law No. 5/1999, which requires the business actor to hold a dominant position in the relevant market."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Fahira Syahranesya
"Perkembangan ekonomi digital melahirkan tantangan regulasi baru bagi otoritas persaingan dan penyusun kebijakan. Penggunaan sistem algoritma mulai marak dimanfaatkan sebagai alat untuk melakukan tindakan anti persaingan, salah satunya digunakan dalam menetapkan harga. Di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur secara khusus mengenai penggunaan algoritma dalam persaingan usaha, karenanya penting untuk diketahui apakah regulasi persaingan usaha yang dirumuskan untuk pasar konvensional tetap relevan dalam menangani risiko persaingan dengan menggunakan algoritma. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji potensi perjanjian penetapan harga yang mungkin ditimbulkan dengan digunakannya algoritma penetapan harga beserta relevansi penggunaan algoritma dalam penetapan harga pada hukum persaingan usaha di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, serta pendekatan kasus. Bahwa penulis menemukan adanya potensi pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 pada penggunaan algoritma dalam menetapkan harga. Selain itu, perkembangan teknologi dan ekonomi digital membuka kemungkinan untuk terjadi kasus pelanggaran persaingan usaha di sektor digital, terlebih dengan adanya ketidakpastian hukum yang mengatur persaingan di sektor digital. Karenanya, diperlukan adanya pengaturan persaingan usaha di sektor digital atau pedoman terkait batasan-batasan yang dikategorikan sebagai pelanggaran persaingan usaha dalam sektor digital, selain itu juga KPPU sebagai otoritas persaingan usaha di Indonesia perlu menambah sumber daya manusia yang memahami teknologi yang digunakan dalam perkembangan ekonomi digital guna menyesuaikan diri dengan digitalisasi.

The rise of the digital economy provides many regulatory challenges for competition authorities and policy makers. Algorithms are used as a tool for anti-competitive behavior, such as price fixing. In Indonesia, there are no regulation that specifically regulate the use of algorithms in competition and therefore it is important to know whether the current legal framework that made for brick-to-mortar market are still relevant in dealing the competition risk by using algorithms. This thesis aims to identify and examine the potential price fixing agreement that may arise from the use of algorithms in setting price along with the relevance to Indonesia’s competition law. The research methodology used in this research is juridical-normative by using statutory approach, conceptual approach, and case approach. Whereas the author found a potential violation of Article 5 of Law Number 5 Year 1999 in the use of pricing algorithms. In addition, the development of technology and digital economy bring the possibility for cases of violations of the competition law in digital sector, especially with the legal uncertainty in governing the competition in the digital sector. Therefore, it is necessary to regulate competition in the digital sector or guidelines regarding boundaries that are categorized as violations to the competition in the digital sector, besides that, KPPU needs to increase its human resources who understand the technology that are used in the development of the digital economy in order to adapt the digitization."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Amelia
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukum persaingan usaha mengenai penetapan tarif premi batas atas dan batas bawah asuransi harta benda oleh Otoritas Jasa Keuangan. Penetapan harga boleh saja dilakukan oleh pemerintah. Namun, dengan penetapan tarif premi asuransi pada batas bawah ini menganggu hukum persaingan usaha, dimana tarif premi asuransi yang ditawarkan perusahaan asuransi menjadi seragam.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif. Penulisan ini melihat kepada dampak dari penetapan tarif premi asuransi harta benda terhadap perusahaan asuransi dan konsumen. Otoritas Jasa Keuangan tidak seharusnya menetapkan tarif premi batas bawah yang dapat menganggu persaingan usaha.

This thesis discusses about the antitrust law concerning the price fixing of premium rate upper limit and lower limit property insurance by The Financial Service Authority (OJK). Price fixing may be done by Government. However, price fixing of premium rate lower limit may interrupt business competition, where the insurance premium rates offered by insurance companies become uniform.
This research is normative juridical. This research is to determine the impact of price fixing of premium rate property insurance on consumer and insurance companies. The result of this research is The Financial Service Authority should not ascertain premium rate lower limit that can interrupt business competition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60822
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ana Wijayanti
"Penanganan perkara kartel merupakan bagian dari penegakan hukum persaingan usaha. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang dilakukan oleh KPPU memiliki banyak permasalahan terutama berkenaan dengan pembuktian kartel yang masih sulit dan kewenangan KPPU sebagai penegak hukum persaingan usaha. Sedangkan negara lain seperti Amerika Serikat telah melakukan penanganan perkara kartel dengan lebih baik. Untuk itu, penelitian ini akan membahas perbandingan penanganan perkara kartel di Indonesia dengan Amerika Serikat. Melalui perbandingan tersebut, penulis mengungkapkan berbagai hal dalam penanganan perkara kartel di Amerika Serikat yang dapat diaplikasikan di Indonesia antara lain penggunaan circumstantial evidence, penerapan program leniency, dan kewenangan upaya paksa oleh lembaga penegak hukum persaingan usaha.

The handling of cartel case is part of the enforcement of competition law. In Indonesia, the handling of cartel cases which is conducted by the KPPU has several problems, especially in connection with the difficulty of proving of cartel and the authority of the KPPU as a competition law enforcement agency. Whereas, other countries such as the United States has had the handling of cartel cases better. Therefore, this research will discuss the comparison of the handling of cartel case in Indonesia and the United States. Through this comparison, the authors explain several things from the handling of cartel case in United States that can be applied in Indonesia, among others, the use of circumstantial evidence, the application of leniency programs, and the authority of competition law enforcement agencies to do forceful measures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57129
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Ringe Angelina
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai urgensi pengaturan Single Economic Entity
Doctrine dalam hukum persaingan usaha di Indonesia dengan mengaitkannya
dengan Mayarakat Ekonomi ASEAN. Dalam melakukan penelitian, penulis
menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah urgensi pengaturan doktrin
tersebut dalam hukum persaingan usaha di Indonesia dihubungkan dengan dengan
kasus-kasus terkait serta bagaimanakah dampak pengaturan doktrin tersebut
dihubungkan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kesimpulan atas
permasalahan tersebut adalah perlunya pengaturan mengenai Single Economic
Entity Doctrine untuk dimasukkan dalam revisi UU No. 5 Tahun 1999 agar
menimbulkan kepastian dalam menerapkan doktrin tersebut dan pengaturan
tersebut juga dibutuhkan untuk mengahadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

ABSTRACT
This thesis discusses the urgency to regulate Single Economic Entity Doctrine on
Indonesian Competiton Law in relations to the ASEAN Economic Community. In
conducting this research, the writer uses juridicial-normative library research
methods. The problem arise in this thesis is how to determine the urgency to
regulate such doctrine on Indonesian Competition Law considering the related
cases and its effect of such regulation considering the ASEAN Economic
Community. The conclusion is that it is important to include the regulation of
Single Economic Entity Doctrine to the soon-to-be revised Law Number 5/1999
to ensure the same perspectives in interpreting and applying the Single Economic
Entity Doctrine and to face the challenges in relations to the ASEAN Economic
Community."
2015
S61312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flaurencia Aninta
"[ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukum persaingan usaha mengenai penetapan tarif angkutan kontainer dan posisi asosiasi usaha dalam hukum persaingan usaha. Hasil dari penelitian menemukan bahwa Organda dinyatakan sebagai pelaku usaha, sementara Organda tidak melakukan kegiatan ekonomi sehingga tidak memenuhi pasal 1 ayat (5) UU No.5 Tahun 1999. Selain itu, penelitian menemukan bahwa tarif angkutan kontainer di Pelabuhan,Belawan ditetapkan berdasarkan negosiasi antara perusahaan pengguna jasa dan penyedia jasa. Perjanjian penetapan harga dijadikan sebagai batas atas saat negosiasi. Hal ini melanggar pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

ABSTRACT
The purpose of this thesis is about establishment tariff container and position trade association, in the point of view in Indonesia’s antitrust regulation. The result from this analysis found that Organda is defined as business man, although Organda doesn’t do economic activity, so it doesn’t violate Article 1 point 5 Law No.5 Year 1999. Another result found that tariff transportation of container in Belawan Port is established based by negotiation between service user and service provider. Price fixing agreement is used as tariff maximum in negotiation. The price fixing agreement must be violating Article 5, Law No.5 Year 1999 about Anti-monopoly and Prohibition of Unfair Competition.;The purpose of this thesis is about establishment tariff container and position trade association, in the point of view in Indonesia’s antitrust regulation. The result from this analysis found that Organda is defined as business man, although Organda doesn’t do economic activity, so it doesn’t violate Article 1 point 5 Law No.5 Year 1999. Another result found that tariff transportation of container in Belawan Port is established based by negotiation between service user and service provider. Price fixing agreement is used as tariff maximum in negotiation. The price fixing agreement must be violating Article 5, Law No.5 Year 1999 about Anti-monopoly and Prohibition of Unfair Competition., The purpose of this thesis is about establishment tariff container and position trade association, in the point of view in Indonesia’s antitrust regulation. The result from this analysis found that Organda is defined as business man, although Organda doesn’t do economic activity, so it doesn’t violate Article 1 point 5 Law No.5 Year 1999. Another result found that tariff transportation of container in Belawan Port is established based by negotiation between service user and service provider. Price fixing agreement is used as tariff maximum in negotiation. The price fixing agreement must be violating Article 5, Law No.5 Year 1999 about Anti-monopoly and Prohibition of Unfair Competition.]"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58588
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Permata Mis Lusitania
"Skripsi ini membahas penetapan harga yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Uji Kompetensi Penata Laksana Rumah Tangga (LSP PLRT) dalam menyelenggarkan uji kompetensi kerja bagi Calon Tenaga Kerja Penata Laksana Rumah Tangga (CTKI PLRT). Pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah apakah penetapan harga dalam uji komptensi kerja bagi CTKI PLRT telah sesuai dengan hukum persaingan usaha. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis. Kesimpulan hasil penelitian ini yaitu praktik penetapan harga yang dilakukan oleh LSP PLRT merupakan tindakan penyeragaman harga (price paralelism).Sehingga agar penetapan harga uji kompetensi kerja CTKI PLRT harus dilakukan oleh pemerintah atau dalam hal ini kementerian ketenagakerjaan.

This paper mainly discuss about price fixing conducted by the Certification Body Testing and Competence for Domestic Worker (LSP PLRT) in held a competency test for helper candidates (CTKI). The subject matter discussed in this paper is whether pricing in the work competency test for CTKI PLRT already complies with business competition law. This study uses literature research with a normative juridical qualitative approach to generate descriptive data analysis. Conclusion of this research that the pricing practice conducted by the LSP PLRT is an act of standardize costing or uniformity prices (price paralelism). So that the pricing of labor competency test CTKI PLRT should be done by the ministry of labor."
2015
S60994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>