Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196558 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Parikesit Muhammad
"Salah satu faktor penyebab kulit kering pada lanjut usia adalah penurunan konsentrasi asam hialuronat pada epidermis dan dermis. Asam hialuronat berat molekul kecil dianggap lebih efektif melembapkan kulit dibandingkan asam hialuronat berat molekul besar. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda yang dilakukan pada 36 orang berusia 60-80 tahun dengan kulit kering di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3. Setelah prakondisi selama satu minggu, setiap subjek penelitian mendapatkan tiga pelembap yang berbeda secara acak pada tiga lokasi di tungkai bawah, yang dioleskan dua kali sehari. Penilaian skin capacitance (SCap), transepidermal water loss (TEWL), dan skor SRRC dilakukan pada minggu ke-0, 2, dan 4. Nilai SCap lebih tinggi pada area pengolesan asam hialuronat berat molekul kecil dibandingkan dengan asam hialuronat berat molekul besar (56,37 AU vs 52,37 AU, p=0,004) dan vehikulum (56,37 AU vs 49,01 AU, p<0,001). Tidak terdapat perbedaan nilai TEWL dan skor SRRC yang bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Tidak ditemukan efek samping subjektif dan objektif pada ketiga kelompok perlakuan. Pelembap yang mengandung asam hialuronat berat molekul kecil meningkatkan SCap lebih tinggi secara bermakna daripada asam hialuronat berat molekul besar dan vehikulum serta memiliki keamanan yang sama dalam mengatasi kulit kering pada populasi lansia.

A contributing cause to dry skin is a reduced concentration of hyaluronic acid (HA) in both the epidermis and dermis. Low molecular weight HA (LMWHA) is believed to be more effective in replenishing skin hydration in aging skin compared to High Molecular Weight HA (HMWHA). A double-blind, randomized controlled trial was conducted on 36 residents of a nursing home in Jakarta, aged 60 and 80 years with dry skin. Following a week of preconditioning, each test subject was administered three distinct, randomized moisturizing lotions, to be topically applied to three separate sites on the leg. Skin capacitance (SCap), transepidermal water loss (TEWL), and SRRC scores were measured at weeks 0, 2, and 4. After four weeks of therapy, area that was treated with LMWHA showed greater SCap values compared to the area treated with HMWHA (56.37 AU vs 52.37 AU, p=0.004) and vehicle (56.37 AU vs 49.01 AU, p<0.001). All groups did not show any significant differences in TEWL and SRRC scores. No side effects were found in all groups. The application of a moisturizer containing LMWHA to the dry skin of elderly resulted in significant improvements in skin hydration compared to moisturizers containing HMWHA and vehicle. Furthermore, these moisturizers demonstrated similar safety in treating dry skin in the elderly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vashty Amanda Hosfiar
"Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat akibat disfungsi melanogenesis yang sering ditemukan pada wajah. Belum ada modalitas terapi melasma yang memberikan hasil yang memuaskan dan kekambuhan sering terjadi. Asam traneksamat diketahui dapat menghambat melanogenesis pada melasma. Pada beberapa studi, terbukti bahwa asam traneksamat oral dapat memperbaiki melasma, namun efek samping lebih banyak dilaporkan pada pemberian per oral sehingga asam traneksamat intradermal lebih dipilih. Belum pernah dilakukan uji klinis yang membuktikan efektivitas dan keamanan injeksi asam traneksamat intradermal sebagai terapi melasma di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas dan keamanan injeksi asam traneksamat intradermal sebagai terapi ajuvan pada tata laksana melasma. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dengan metode split face yang dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2021 di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM). Sebanyak 32 subjek penelitian (SP) dirandomisasi untuk mendapatkan injeksi asam traneksamat 10 mg/ml atau plasebo intradermal pada salah satu sisi wajah. Penelitian dilakukan selama 12 minggu dengan interval terapi injeksi 2 minggu. Seluruh SP mendapatkan terapi krim hidrokuinon 4% yang dioleskan sekali sehari malam hari dan tabir surya SPF 33 dua kali sehari selama 12 minggu. Penilaian skor MASI modifikasi (mMASI) dan pemeriksaan mexameter yang terdiri atas indeks melanin (IM) dan eritema (IE) dilakukan pada setiap kunjungan. Tiga puluh satu SP menyelesaikan penelitian, didapatkan rerata usia SP 49,9 tahun dengan median durasi melasma adalah 42 bulan, sebagian besar memiliki melasma tipe campuran. Penurunan skor mMASI lebih besar dan cepat pada pemberian terapi ajuvan asam traneksamat dibandingkan dengan plasebo sedangkan besar dan kecepatan penurunan skor IM dan IE tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok. Mayoritas SP tidak mengalami efek samping akibat pemberian asam traneksamat. Penilaian kepuasan SP terhadap terapi dengan patient global assessment menunjukkan respons sangat baik pada kelompok intervensi dan respons baik pada kelompok plasebo. Berdasarkan hasil penelitian ini, terapi ajuvan injeksi asam traneksamat intradermal 10 mg/ml efektif dan aman dalam menurunkan skor mMASI pada pasien melasma dengan tipe kulit IV – V.

Melasma is an acquired pigmentary disorder caused by melanogenesis dysfunction which is often identified on face. There has been no satisfying modality for melasma treatment and recurrence often occurs. Tranexamic acid is known to inhibit melanogenesis in melasma. Several studies found that oral tranexamic acid can improve melasma but a lot of side effects have been associated with oral administration. Therefore, intradermal tranexamic acid is preferred. There has never been a clinical trial that has proven the effectiveness and safety of intradermal tranexamic acid injection as melasma therapy in Indonesia. Thus, we conducted this study to evaluate the effectivity and safety of intradermal tranexamic acid as an adjuvant therapy for melasma treatment. A double-blind randomised controlled trial was performed with split face method from February to May 2021 in Dermatology and Venereology Clinic Faculty of Medicine Universitas Indonesia/dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital. A total of 32 subjects were randomised to receive whether intradermal tranexamic acid 10 mg/ml or placebo either on the right or the left side of their face. The study was performed for 12 weeks with injection interval of 2 weeks. All subjects were provided with 4% hydroquinone cream to be used once daily at night and sunscreen SPF 33 to be used twice daily for 12 weeks. Assessment for modification MASI (mMASI) score and mexameter examination which includes melanin index (MI) and erythema index (EI) were performed on every visit. Thirty-one subjects completed the study. All subjects had mean age of 49.9 years old. Median of melasma duration was 42 months. Almost all subjects had mixed type melasma. The decrease of mMASI score was larger and faster in tranexamic acid group compared to placebo while the decrease of MI and EI score was not significantly different between both groups. Majority of subjects did not experience any side effects due to tranexamic acid injection. Subjects overall treatment satisfaction assessed with patient global assessment showed very good response on most of the subjects in intervention group and good response in placebo group. On the basis of these results, adjuvant therapy with intradermal injection of 10 mg/ml tranexamic acid is effective and safe in reducing mMASI score in melasma patients with Fitzpatrick skin type IV-V."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Fauziah Hidayatul Hawa
"Perubahan fungsi fisiologis manusia yang disebabkan oleh proses penuaan dapat berdampak pada lansia. Penurunan fungsi fisiologis berisiko meningkatkan gangguan integritas kulit pada lansia salah satunya xerosis atau kulit kering. Oleh karena itu, studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan salah satu intervensi perawatan dasar berupa skin cleansing dan emollient regimen yang dilaksanakan satu kali dalam sehari. Skin cleansing menggunakan sabun antibakteri dengan pH seimbang dan emolien berupa petroleum jelly. Tingkat keparahan kulit kering pada lansia diukur menggunakan Overall Dry Skin Score (ODSS). Dari hasil intervensi selama 12 hari kepada 3 lansia didapatkan perubahan kulit yang cukup signifikan, diawali dengan skala 3 (parah) menjadi skala 1 (ringan). Hasil yang optimal didapatkan apabila intervensi perawatan kulit tersebut dilakukan setiap hari secara rutin. Dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi skin cleansing dan emollient regimen merupakan salah satu alternatif yang efektif pada lansia dengan masalah kulit xerosis. Perubahan kulit ini perlu menjadi perhatian bersama agar penerapan skin cleansing dan emollient regimen dapat ditingkatkan sebagai upaya mengatasi masalah kulit pada lansia terutama xerosis.

Changing in human physiological function caused by the aging process can have an impact on the elderly. Decreased physiological function has the risk of increasing skin integrity disorders in the elderly, which is one xerosis or dry skin. Therefore, this case study aims to explain the application of one of the basic care interventions in the form of a skin cleansing and emollient regimen which is carried out once a day. Skin cleansing uses antibacterial soap with a balanced pH and an emollient in the form of petroleum jelly. The severity of dry skin in the elderly is measured using the Overall Dry Skin Score (ODSS). From the results of the 12-day intervention on 3 elderly people, significant skin changes were obtained, starting with a scale of 3 (severe) to a scale of 1 (mild). Optimal results are obtained if the skin care intervention is carried out regularly every day. It can be concluded that providing skin cleansing and emollient regimen interventions is an effective alternative for the elderly with xerosis skin problems. These skin changes need to be a common concern so that the application of skin cleansing and emollient regimens can be increased as an effort to overcome skin problems in the elderly, especially xerosis."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Selly Oktra Saputri
"Gangguan integritas kulit merupakan salah satu masalah umum yang banyak terjadi pada lansia, hal ini juga terjadi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta. Pada individu yang sedang berada di tahap lansia, penurunan fungsi tubuh merupakan suatu yang alamiah dapat terjadi. Penurunan fungsi sistem integument khususnya kulit, menjadi salah satu faktor gangguan integritas kulit yang terjadi pada lanisa. Masalah keperawatan ini dapat diatasi dengan perawatan kulit yang menggunakan sabun pH rendah, dan hypoallergic, serta pengolesan virgin coconut oil. Karya ilmiah ini sendiri akan menjelaskan intervensi tersebut, pemberian intervensi dilakukan selama 7 hari dengan pencucian kulit dengan sabun pH rendah, dan hypoallergic sebanyak satu kali sehari, dan pengolesan Virgin Coconut Oil sebanyak dua kali sehari. Evaluasi yang dilakukan menggunakan overall dryness score, berdasarkan hasil evaluasi bahwa intervensi tersebut terbukti menurunkan gangguan integritas kulit mulai dari penurunan keluhan gatal, tekstur kasar pada kulit, skuamosa, kemerahan, dan retakan atau pengelupasan kulit. Penurunan fungsi tubuh lansia yang terus terjadi menjadi salah satu alasan untuk terapi ini harus rutin dilaksanakan, diharapkan petugas di panti sosial dapat memfasilitasi lansia untuk dapat menerapkan intervensi ini dan mengelolah masalah keperawatan secara mandiri, maupun bantuan sebagian.

Impaired skin integrity is a common problem that occurs in the elderly, this also occurs in the elderly at the Tresna Werdha Budi Mulia 4 Social Institution, Jakarta. In individuals who are in the aging stage, a decrease in body function is something that can naturally occur. Decreased function of the integumentary system, especially the skin, is one of the factors for impaired skin integrity that occurs in the elderly. This nursing problem can be overcome by skin care using low pH soap, and hypoallergic, as well as applying virgin coconut oil. This scientific work itself will explain the intervention, the intervention was carried out for 7 days by washing the skin with low pH soap, and hypoallergic once a day, and applying Virgin Coconut Oil twice a day. The evaluation was carried out using the overall dryness score, based on the results of the evaluation that the intervention was proven to reduce skin integrity disorders starting from decreased complaints of itching, decreased rough texture of the skin, disappeared squamous, decreased redness, and reduced cracking or peeling of the skin. The decline in the function of the elderly's body that continues to occur is one of the reasons for this therapy to be carried out routinely, it is hoped that officers at social institutions can facilitate the elderly to be able to implement this intervention and manage recovery problems independently, as well as partial assistance."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Siphra
"Latar belakang: Diabetes melitus (DM) dapat menimbulkan komplikasi kulit kering yang berkorelasi dengan pembentukan ulkus pada pasien DM. Pemakaian pelembap sebagai bagian dari perawatan kaki dapat mencegah pembentukan ulkus. Tujuan: Mengetahui efektivitas dan keamanan pelembap yang mengandung krim urea 10% dan vaselin album untuk mengatasi kulit kering pada pasien DM tipe 2. Metode: Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 68 pasien DM tipe 2 dengan kulit kering pada bulan Juli-Oktober 2018. Setiap subjek penelitian mendapat terapi krim urea 10% atau vaselin album untuk masing-masing tungkai. Perbaikan kulit kering dilihat dari skor klinis specified symptom sum score (SRRC), hidrasi kulit (korneometer) dan fungsi sawar kulit (tewameter) pada minggu kedua dan keempat. Hasil: Tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna antara kelompok krim urea 10% dan vaselin album. Kedua pelembap ini tidak menimbulkan efek samping. Kesimpulan: Kedua jenis pelembap ini sama efektif dan dapat dipertimbangkan untuk terapi kulit kering pada pasien DM tipe 2.

Background: Diabetes mellitus (DM) could cause xerotic skin which correlates with ulcer formation in DM patients. Daily use of moisturizer as part of foot care were expected to prevent it. Objective: To asses the effectiveness and safety of moisturizers containing 10% urea cream and white petrolatum in overcoming dry skin in type 2 DM patients. Methods: A double blind randomized clinical trial was conducted on 68 diabetes patients with xerotic skin in July-October 2018. Each study subject received 10% urea cream or white petrolatum for each leg. Repair of xerotic skin assessed from the specified symptom sum score (SRRC), skin hydration (corneometer) and skin barrier function (tewameter) in the second and fourth weeks. Results: There was no significant difference in effectiveness between the two groups. Both moisturizers were well tolerated."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Kusumawardhani
"Bedah kimia trichloroacetic acid (TCA) memiliki efek samping yang lebih banyak dibandingkan larutan bedah kimia lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas pelembap dalam mengurangi efek samping pasca-bedah kimia TCA. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dengan metode split face yang dilakukan di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo. Penilaian global peneliti (PGP), penilaian subjektif pasien (PSP), pemeriksaan indeks eritema (IE), transepidermal water loss (TEWL), dan skin capacitance (SCap) dilakukan pada hari ke-0, 3, dan 7. Subjek penelitian (SP) merupakan wanita dengan diagnosis penuaan kulit (rata-rata usia 46,7 tahun). Sebanyak 27 SP dirandomisasi untuk mendapatkan krim intervensi (krim campuran ekstrak spent grain wax, argan oil, dan shea butter) atau krim vehikulum pada salah satu sisi wajah pasca-tindakan bedah kimia TCA 15%. Terdapat penurunan nilai PGP, PSP, kadar TEWL, dan IE pada kelompok intervensi pada hari ke-3 dan 7 dibandingkan dengan kelompok vehikulum, namun tidak signifikan secara statistik. Kadar SCap meningkat signifikan pada hari ke-7 pada pasien yang mendapat krim intervensi dibandingkan dengan krim vehikulum. Tidak ada efek samping obat yang dilaporkan pada penelitian ini. Krim campuran ekstrak spent grain wax, argan oil, dan sheabutter  aman digunakan dan dapat mengurangi efek samping pasca-bedah kimia TCA.

TCA chemical peel has more side effects than other chemical peel solutions. This study aims to assess the effectiveness safety of a post-peel cream containing spent grain wax, argan oil, and shea butter in reducing TCA peel side effects. A randomized, placebo-controlled, double-blinded, split face trial on women undergoing TCA 15% chemical peels. Assessment for global investigator assessment (GIA), subject self-assessment (SSA), erythema index, transepidermal water loss (TEWL), and skin capacitance (SCap) was conducted on days 0, 3, and 7. Twenty-seven patients (mean age 46.7 years) were recruited. There were significant improvements in GIA and SSA scores on both groups, but it is not different between the treatment groups. There were erythema index and TEWL improvement on days 3 and 7 compared to baseline, however, there were no differences between groups. The SCap measurement showed significant improvement in skin capacitance on both groups on day 7, but it was better improvement within intervention group. No adverse effects were reported. Cream containing spent grain wax, argan oil, and shea butter showed higher skin capacitance levels but did not significantly affect erythema index, TEWL, clinical and subjective assessments after TCA chemical peeling. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amma Rahmala Sari
"

Masalah kulit, xerosis dan pruritus merupakan masalah umum yang terjadi pada lanjut usia seperti yang terjadi di Panti Sosial Tresna Werdha 1 Jakarta (PSTW). Faktor yang mempengaruhi masalah tersebut yaitu penurunan fisiologis tubuh dan lingkungan. Masalah tersebut jika tidak diatasi akan menimbulkan masalah lain seperti gangguan tidur dan luka garuk. Gangguan kulit dapat ditangani dengan intervensi skin care menggunakan pelembab yang dilakukan pada tiga lansia di PSTW. Karya ilmiah ini akan menjelaskan mengenai intervensi skin care menggunakan ceramide dan filaggrin pada lansia dengan gangguan integritas kulit. Pemberian intervensi dilakukan selama lima minggu secara rutin sebanyak satu kali setiap hari baik pagi atau sore hari. Instrumen evaluasi yang digunakan sebelum dan sesudah intervensi adalah Overall Dry Skin (ODS). Hasil akhir menunjukkan terjadinya penurunan skor ODS yang dibuktikan dengan peningkatan kelembaban kulit, berkurangnya pengelupasan kult, berkurangnya retak-retak pada kulit, dan berkurangnya rasa gatal pada klien yang mengalami gangguan integritas kulit. Adanya perubahan yang terjadi pada klien menunjukkan bahwa intervensi ini perlu diaplikasikan secara terus menerus pada lansia. Pihak panti diharapkan dapat memberikan perhatian lebih pada masalah kesehatan lansia dengan cara menyediakan fasilitas, alat, dan bahan yang dapat menurunkan gangguan kulit pada lansia. Petugas dan mahasiswa praktikkan juga dapat melakukan intervensi minimal satu kali sehari pada lansia yang berisiko maupun yang mengalami gangguan integritas kulit.


Skin problems, xerosis and pruritus are common problems that occur in the elderly as heppened in the Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Jakarta (PSTW). Factors that influence the problem are decline in the body function and environtment. If the problems is not treated, it will cause other problems such as sleep disturbance and scratching wounds. Skin problems can be treated with skin care interventions using moisturizers, carried out on three elderly people at PSTW. This scientific work explained skin care interventions using ceramide and filaggrin in elderly people with impaired skin integrity. The intervention was carried out for five weeks on a regular basis once a day, either morning or evening. The evaluation instrument used pre and post intervention was the Overall Dry Skin (ODS). The final results showed a decrease in the Overall Dry Skin score as evidenced by an increase in skin moisture, reduced exfoliation of the skin, reduced cracks in the skin, and reduced itching in clients who experienced impaired skin integrity. The changes that occur to the client indicate that intervention needs to be applied continuously to the elderly. PSTW is expected to give more attention to the health problems of the elderly by providing facilities, tools, and materials that can reduce skin problems in the elderly. Practical staff and nursing students can also intervene at least once a day for elderly at risk and elderly with impaired skin integrity."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widyastuti Retno Annisa
"Tujuan: Mengetahui tingkat kualitas hidup pada usia lanjut di Klub Jantung Sehat (KJS) Kelurahan Pondok Kelapa serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dipandang dari faktor sosiodemografi, status fungsional serta kesehatan mental.
Metode: Desain observasional potong lintang deskriptif. Penelitian dilakukan pada 69 subjek yang didapat secara konsekutif, berusia ≥ 60 tahun dan memenuhi kriteria penelitian. Penilaian kualitas hidup dengan kuesioner European Quality of Life-5 Dimensions (EQ-5D), tingkat kesehatan mental menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS) serta dilakukan penilaian status fungsional dengan uji performa 6 Minutes Walking Test (6MWT).
Hasil: Kualitas hidup pada 62,3% subjek memiliki hasil baik dengan nilai EQ5D Indeks tertinggi yaitu 1.000. Status fungsional didapatkan jarak tempuh 6MWT 401,73 ± 49,75 meter. Kesehatan mental 98,5% subjek memiliki nilai normal. Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor usia (p = 0,009), dengan subjek berusia rerata 66 tahun (berkisar 60 ? 79 tahun) memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan subjek berusia rerata 61,5 tahun (berkisar 60 - 82 tahun). Faktor sosiodemografi lain, status fungsional serta tingkat depresi tidak memiliki hubungan yang bermakna (p > 0,05).
Kesimpulan: Kualitas hidup usia lanjut dalam penelitian ini mayoritas baik, dengan faktor yang paling berpengaruh adalah faktor usia. Subjek lebih tua memiliki kualitas hidup lebih baik, dapat disebabkan karena pada usia lebih muda terdapat penambahan angka individu yang tidak bekerja dan pensiunan yang cukup signifikan, sehingga mereka harus beradaptasi berkaitan dengan hal tersebut.

Objective:To know the quality of life in elderly joining "Klub Jantung Sehat" (KJS) Pondok Kelapa and the factors that influence it, in terms of sociodemographic factors, functional status, and mental health.
Methods: Descriptive cross-sectional observational study in 69 subjects taken consecutively, elderly ≥ 60 years old who met the study criteria. Quality of life were assessed with European Quality of Life-5 Dimensions (EQ-5D), mental health with Geriatric Depression Scale (GDS), and functional status by 6 Minutes Walking Test (6MWT) performance test.
Results: Quality of life in 62.3% subjects had good results with the highest value of EQ5D index 1,000. Functional status with the 6MWT distance 401.73 ± 49.75 meters. Mental health in 98.5% subjects were normal. The most influence factorwas age (p = 0.009), with the mean of 66 years old (range 60-79 years) had a better quality of life than mean 61.5 years old (range 60 - 82 years). Other sociodemographic factors, functional status, and depression levels did not have a significant association (p > 0.05).
Conclusion: Quality of life majority ofsubjectswere good, with the most influence factor was age. Older subjects had a better quality of life, this might be caused by at younger age there was a significant increased inelderly individuals who did not work and retired, so they had to adapt more to this condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruby Valentine
"Tujuan : Mengetahui rerata waktu tempuh uji jalan 400 meter pada usia lanjut, mengetahui tingkat kemandirian fungsional berdasarkan instrumen FIM (Functional Independence Measure) pada usia lanjut, dan mengetahui hubungan antara waktu tempuh uji jalan 400 meter dengan tingkat kemandirian fungsional pada usia lanjut.
Metode: Disain penelitian ini adalah potong lintang. Populasi terjangkau adalah usia lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta yang memenuhi kriteria dan mau berpartisipasi dalam penelitian selama kurun waktu April s.d. Agustus 2012. Sampel didapatkan berdasarkan cluster random sampling dari 5 panti di DKI Jakarta, yang memenuhi kriteria penerimaan dan pengeluaran. Utuk menilai kemampuan mobilitas digunakan waktu tempuh uji jalan 400 meter, sedangkan tingkat kemandirian dinilai menggunakan instrumen FIM.
Hasil : 58 subyek penelitian usia 60 tahun ke atas dianalisa pada penelitian ini. Nilai waktu tempuh uji jalan 400 meter pada usia lanjut di PSTW adalah median 413 detik (6:53 menit) dengan minimum 281 detik (4:41 menit) dan maksimum 901 detik (15:01 menit). Tingkat kemandirian fungsional berdasarkan instrumen FIM pada usia lanjut adalah sebesar rerata 120 ± 5, dengan 13,8% subyek mempunyai tingkat mandiri penuh. Terdapat hubungan kuat antara waktu tempuh uji jalan 400 meter dengan tingkat kemandirian fungsional (r = - 0,941, Spearman p < 0,001), dengan nilai 7 menit sebagai batas waktu yang membedakan kemampuan kemandirian secara signifikan.
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang kuat antara waktu tempuh uji jalan 400 meter dengan kemandirian fungsional pada usia lanjut. Kemampuan kemandirian terendah yang harus diperhatikan pada usia lanjut adalah pada domain locomotion (stairs, walk), transfer (toilet dan shower), dan social cognition (problem solving dan social interaction). Waktu tempuh cukup baik untuk memprediksi kemampuan kemandirian usia lanjut di aspek locomotion, transfer dan selfcare (dressing lower body, bathing, dan toileting), tapi tidak akurat untuk memprediksi sphingter control dan kognitif. Batas waktu tempuh uji jalan 400 meter sebesar 7 menit, dapat menjadi cut-off point yang membedakan kemampuan kemandirian pada usia lanjut.

The aim: To know the avarage of timed to finish 400 meter walk test in elderly, to know the functional independency level in elderly, and to know the correlation between timed to finish 400 meter walk test and functional independency in elderly.
Methods: The design of the study was cross sectional. The population was the elderly at Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) DKI Jakarta who fit the criteria and want to partcipate in April-August 2012. Sampling method was cluster random sampling from 5 PSTW in DKI Jakarta. The mobility capacity was assessed by measure the timed to finish 400 meter walk test, and to asses the functional independence was used the Functional Independence Measure (FIM) instrument.
Results: 58 subjects aged 60 years old and above were analyzed in this study. The median value of 400 meter walk test timed was 413 seconds (6:53 minutes) with minimum 281 seconds (4:41 minutes) and maximum 901 seconds (15:01minutes). The mean of functional independence level according to FIM tools was 120 ± 5, with 13,8% subjects were complete independence. There were strong correlation between timed to finish 400 meter walk test and functional independency in elderly (r = - 0,941, Spearman p < 0,001), with the boundary seven minute as the cut-off point that differentiate independence level significantly.
Conclusions: There was strong correlation between timed to finish 400 meter walk test and functional independency in elderly.The lowest functional independence level in elderly that must be concerned of were on locomotion (stairs, walk), transfer (toilet and shower), and social cognition (problem solvingand social interaction) domain. Timed to walk 400 meter was good enough to predict functional indenpendence in elderly, at locomotion, transfer, and selfcare (dressing lower body, bathing, and toileting) domain, but can’t predict sphincter control and cognitif level accurately. Seven minutes is a cut-off point time to differentiate independence level among elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deviera Minelly Noor
"ABSTRAK
Latar Belakang: Gangguan keseimbangan dan mobilitas merupakan penyebab terbesar disabilitas pada usia lanjut 60 tahun atau lebih. Keseimbangan dan mobilitas merupakan faktor penting dalam melakukan aktivitas fungsional. Masalah paling serius dari gangguan mobilitas adalah kecenderungan usia lanjut untuk jatuh dan menjadi cedera akibat jatuh. Faktor lainnya yang mempengaruhi jatuh adalah rasa takut jatuh. Latihan keseimbangan dapat menurunkan insiden jatuh pada usia lanjut, namun usia lanjut yang berisiko jatuh sering menolak untuk mengikuti program latihan di rumah sakit. Program latihan di rumah memungkinkan individu untuk latihan secara mandiri, dengan biaya yang murah, dan sesuai untuk usia lanjut dengan keterbatasan akses ke fasilitas latihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan keseimbangan yang dilakukan di rumah selama 8 minggu terhadap mobilitas fungsional dan rasa takut jatuh pada usia lanjut.
Metode: Disain penelitian ini adalah Randomized Controlled Trial. Populasi terjangkau adalah usia lanjut ≥ 60 tahun yang ada di Poliklinik Geriatri Terpadu dan Poliklinik Rehabilitasi Medik rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling, dan dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi permutasi blok. Kelompok keseimbangan diberi latihan keseimbangan dan kelompok kontrol diberi latihan penguatan ekstremitas atas selama 8 minggu. Untuk menilai mobilitas fungsional digunakan uji Time Up and Go (TUG), sedangkan rasa takut jatuh dinilai dengan instrumen Falls Efficacy Scale – International (FES-I).
Hasil: 94 responden mengikuti program latihan sampai selesai, kelompok keseimbangan (46 orang) dengan rerata umur 69,7 ± 6,03 tahun, dan kelompok kontrol (48 orang) dengan rerata umur 70,35 ± 6,95 tahun. Nilai uji TUG kelompok keseimbangan pada minggu ke-1 adalah 10,11 (7,41-16,52) detik dan menurun menjadi 9,24 (7,11-17,00) detik setelah 8 minggu latihan, (p < 0,001), dibandingkan dengan kelompok kontrol terdapat penurunan yang signifikan pada uji TUG minggu ke-1 dan minggu ke-8, p = 0,001. Nilai FES-I minggu ke-1 adalah 23,0 (16-38), dan setelah 8 minggu latihan terdapat penurunan menjadi 18,5 (16-35), p < 0,001, namun dibandingkan dengan kelompok kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, p = 0,166 Kesimpulan: Terdapat peningkatan mobilitas fungsional yang bermakna secara statistik berdasarkan uji TUG pada kelompok keseimbangan dibandingkan dengan kelompok kontrol, setelah 8 minggu latihan. Dan terdapat penurunan rasa takut jatuh yang diukur menggunakan nilai FES-I pada kelompok keseimbangan setelah 8 minggu latihan, namun dibandingkan dengan kelompok kontrol tidak ada perbedaan bermakna.

ABSTRACT
Background: Impaired balance and mobility are the biggest cause of disability in the elderly 60 years or more. Balance and mobility is an important factor in performing functional activities. The most serious problem is the tendency of the mobility-impaired elderly to fall and be injured by falling. Another factor affecting the fall is fear of falling. Balance training can reduce the incidence of falls in the elderly, however, older adults who are at risk usually refuse to participate in hospital-based exercise programs. Home-based exercises may allow individuals to practice independently, with low cost, and may be appropriate for the elderly with limited access to exercise facilities. The aim of this study is to determine the effect of balance exercises done at home for 8 weeks on functional mobility and the fear of falling in the elderly.
Methods: The design of the study was randomized controlled trial. The population was the elderly ≥ 60 years old at Integrated Geriatric Polyclinic and Physical Medicine and Rehabilitation Polyclinic in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta who fit the criteria. Sampling was done by consecutive sampling, and were divided into two groups by randomized block permutation. The balance group was given balance exercises and the control group was given upper extremity strengthening exercises for 8 weeks. Functional mobility was assessed by Time Up and Go test (TUG), and to assess fear of falling was used the Falls Efficacy Scale - International (FES-I) instrument.
Results: 94 respondents were completed the exercise program, the balance group (46 people) mean age 69.7 ± 6.03 years old, and the control group (48 people) mean age 70.35 ± 6.95 years old. TUG test in balance group was 10.11 (7.41-16.52) seconds at week-1 and improved to 9.24 (7.11-17.00) seconds after 8 weeks training, (p < 0.001). Compared to the control, the balance group had significantly improvement between TUG test week-1 and week-8, p = 0.001. FES-I test in balance group was 23.0 (16-38) at week-1 and after 8 weeks there is a decline to 18.5 (16-35), p < 0.001, but compared to the control group showed no significant difference, p = 0.166 .
Conclusion: There is statistically significant increasing of functional mobility based on the TUG test in the balance group compared to the control group, after 8 weeks of training program, and there is a statistically significant reduction in fear of falling were measured using FES-I instrument in the balance group after 8 weeks of training program, but compared to the control group there is no significant difference."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>