Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93599 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silalahi, Vilia Evani
"Perkembangan pesat kripto yang melintasi batas negara didorong oleh inovasi blockchain di dunia teknologi. Meskipun perdagangan kripto telah menjadi fenomena umum, namun tetap menganut prinsip high risk high return. Oleh karena itu, hal ini mendapat kritik, sorotan, dan kajian dari berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga internasional seperti FSB, IMF, Bank Dunia, dan FATF. Keragaman pendekatan yang dilakukan oleh banyak negara, termasuk Indonesia, dalam merumuskan kebijakan terkait kripto menunjukkan perlunya regulasi yang tepat untuk memitigasi risiko-risiko yang merugikan seperti kerugian finansial dan potensi tindak kriminal seperti pencucian uang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi regulasi dan pengawasan kripto di Indonesia dan menganalisis transisi pengawasan dari Bappebti ke OJK terkait pencegahan pencucian uang. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi aset kripto di Indonesia saat ini adalah sebagai komoditas yang diawasi oleh Bappebti, dan sedang dalam proses transisi menjadi Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) yang akan diawasi oleh OJK sesuai dengan mandat dari UU P2SK. Meskipun peraturan di Indonesia dinilai sudah cukup komprehensif, namun Indonesia tetap harus mengupayakan reformasi hukum yang sejalan dengan standar internasional seperti (1) Berkolaborasi dalam rezim internasional dan nasional dengan membuat database yang bertujuan untuk memantau, melacak, dan menemukan transaksi sesuai dengan asalnya; (2) Penerapan pendekatan berbasis risiko untuk Organisasi Non-Profit (NPO); (3) Peningkatan pengawasan terhadap sektor Designated Non-Financial Businesses and Professions (DNFBP); (4) Pemberlakuan Sanksi Keuangan Bertarget (Targeted Financial Sanctions/TFS) terkait pencucian uang dan terorisme secara cepat; dan (5) Mempersiapkan tim asesor dan tim penelaah yang menjadi konsekuensi bagi negara yang sudah bergabung dengan FATF.

The rapid development of crypto across national borders is driven by blockchain innovations in the world of technology. Although crypto trading has become a common phenomenon, it adheres to the principle of high risk high return. Therefore, it has received criticism, spotlight, and studies from various parties, including international institutions such as the FSB, IMF, World Bank, and FATF. The diversity of approaches taken by many countries, including Indonesia, in formulating crypto-related policies shows the need for appropriate regulation to mitigate adverse risks such as financial losses and potential criminal acts like money laundering. This study aims to identify crypto regulation and supervision in Indonesia and analyze the transition of supervision from Bappebti to OJK relating to money laundering prevention. Using doctrinal research methods, the results show that the current position of crypto assets in Indonesia is as a commodity supervised by Bappebti, and is in the process of transitioning into a Financial Sector Technology Innovation (ITSK) that will be supervised by OJK as mandated by the P2SK Law. Although regulations in Indonesia are considered comprehensive, however, Indonesia should still strive for legal reforms that are in line with international standards such as (1) Collaborate in both international and national regimes by creating a database that aims to monitor, trace and locate transactions according to their origins; (2) The adoption of a risk-based approach for Non-Profit Organizations (NPOs); (3) Enhanced supervision of the Designated Non-Financial Businesses and Professions (DNFBP) sector; (4) The swift enactment of Targeted Financial Sanctions (TFS) concerning money laundering and terrorism;  and (5) Preparing a team of assessors and a team of reviewers which is a consequence for a country that has joined the FATF."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norman Subiyako Sumadi
"Sektor keuangan krusial bagi pembangunan nasional Indonesia dan penguatannya esensial untuk peningkatan ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didirikan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 untuk mengatur dan mengawasi sektor keuangan, menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan. Namun, wewenang luas OJK menimbulkan kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan. Pembentukan Badan Supervisi OJK melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 diperlukan untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, dan transparansi OJK, membantu DPR mengawasi OJK, dan memperkuat sektor keuangan nasional. Dengan menggunakan metode penilitan doktrinal, tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan, fungsi, dan efektivitas pelaksanaan fungsi BS OJK terhadap OJK dan di bandingkan dengan Badan Supervisi yang ada di Belanda dikaitkan dengan kewenangannya. hasil penelitian menunjukan kinerja BS OJK dalam melakukan pengawasan terhadap OJK berpotensi kurang efektif dikarenakan BS OJK hanya mempunyai wewenang "pengawasan intern". Yang artinya, pengawasan yang dilakukan terbatas pada aspekaspek internal dan administratif, tanpa adanya kemampuan untuk campur tangan dalam mengintervensi atau menindaklanjuti sendiri hasil penilian yang dilakukannya sendiri. Namun, efektivitas BS OJK belum dapat dinilai sepenuhnya karena masa kerja BS OJK itu sendiri belum genap satu tahun, dengan penunjukan anggota BS OJK baru dilakukan pada Desember 2023. maka penulis ingin memberikan saran kepada Kepada Badan Legislatif untuk mempertimbangkan pemberian kewenangan yang lebih besar kepada BS OJK, khususnya kewenangan dalam pembahasan dan penyusunan program satu tahun ke depan bersama DPR. Kewenangan ini mencakup kesesuaian implementasi pelaksanaan pengawasan program, memberikan ulasan terhadap hasil pengawasan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan ulasan tersebut. Hal ini diperlukan untuk lebih memaknai keberdaan BS OJK terhadap fungsi pengawasan terhadap OJK itu sendiri.

The financial sector is crucial to Indonesia's national development and its strengthening is essential for economic improvement. The Financial Services Authority (OJK) was established through Law 21-year 2011 to regulate and supervise the financial sector, maintain the stability of the national financial system, and ensure regulatory compliance. However, OJK's broad powers raise concerns of abuse of power. The establishment of the OJK Supervision Agency through Law No. 4 year 2023 is necessary to improve OJK's performance, accountability, and transparency, help Parliament oversee OJK, and strengthen the national financial sector. By using the doctrinal research method, this paper analyzes how the regulation, function, and effectiveness of the implementation of the BS OJK function on the OJK and compares it with the existing Supervision Board in the Netherlands in relation to its authority. the results show that the performance of the BS OJK in supervising the OJK is potentially less effective because the BS OJK only has the authority of "internal supervision". This means that supervision is limited to internal and administrative aspects, without the ability to intervene or follow up on the results of its own assessments. However, the effectiveness of the BS OJK cannot be fully assessed because the BS OJK's working period itself is not even one year old, with the appointment of BS OJK members only being made in December 2023. Therefore, the author would like to provide advice to the Legislative Body to consider giving greater authority to the BS OJK, especially the authority to discuss and prepare the next one-year program with the DPR. This authority includes the suitability of the implementation of program supervision, providing reviews of the results of supervision, and providing recommendations based on these reviews. This is necessary to give more meaning to the existence of the BS OJK to the supervisory function of the OJK itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindia Rizky
"Notaris merupakan jabatan yang rentan untuk dimanfaatkan oleh pengguna jasa dalam upaya menyembunyikan hasil Tindak Pidana Pencucian Uang, oleh karena itu, notaris ditetapkan sebagai salah satu pihak pelapor yang berkewajiban menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ). Prinsip ini mengharuskan notaris untuk melakukan identifikasi, verifikasi dan pemantauan terhadap pengguna jasanya. Diwujudkan dalam mengidentifikasi melalui formulir CDD dan EDD, formulir tersebut wajib disimpan oleh notaris. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kekuatan mengikat Surat Edaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU.UM. 01. 01-1232 sebagai panduan bagi notaris dalam penerapan PMPJ di Kota Bengkulu dan penerapan sanksi yang diberikan oleh Kementerian Hukum akibat notaris yang tidak menerapkan PMPJ guna mencegah TPPU di Kota Bengkulu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris, analisis yang mengidentifikasi permasalahan secara mendalam untuk menemukan faktor yang menimbulkan isu (problem identification). Hasil penelitian yaitu, Surat Edaran No. AHU.UM.01.01-1232 tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat terhadap notaris seperti peraturan perundang-undangan. Surat edaran tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi notaris untuk menerapkan PMPJ dan dikategorikan sebagai bagian dari regulasi kebijakan. Penerapan sanksi yang diberikan oleh Kementerian Hukum berlandaskan pada ketentuan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris (UUJN), namun penerapan sanksi tersebut belum sepenuhnya sejalan dengan ketentuan yang berlaku, mengingat dalam UUJN tidak terdapat pasal yang secara eksplisit mengatur bahwa sanksi tersebut dapat diterapkan kepada notaris yang tidak melaksanakan PMPJ.

Notaries are the most vulnerable positions to be exploited by service users in an effort to hide the proceeds of money laundering crimes, therefore, notaries are designated as one of the reporting parties who are obliged to implement the Principle of Identifying Service Users (PMPJ). This principle requires notaries to identify, verifying and monitoring their service users, which is realized through the use of CDD and EDD forms, these forms must be kept by notaries. The problems raised in this study are the binding force of the Circular of the Ministry of Law and Human Rights No. 01.01-1232 as a guide for notaries in implementing PMPJ in Bengkulu City and the application of sanctions given by the Ministry of Law due to notaries who do not implement PMPJ in order to prevent TPPU in Bengkulu City. The research method used in this study is Doctrinal with an explanatory research typology, an analysis that identifies problems in depth to find factors that give rise to issues (problem identification). The results of the study are that Circular Letter No. 01.01-1232 does not have binding legal force on notaries like statutory regulations. The circular serves as a guideline for notaries to implement PMPJ and is categorized as part of policy regulations. The application of sanctions imposed by the Ministry of Law based on the provions of the Law on Notary Positions (UUJN), however the application of these sanctions is not fully in line with the applicable provisions, considering that in the UUJN there is no article that explicitly regulates that these sanctions can be applied to notaries who do not implement PMPJ."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeressa Widyadhari
"Tugas Notaris sebagai pihak pelapor pada tindak pidana pencucian uang adalah untuk melaksanakan prinsip mengenali pengguna jasa kepada pihak pengguna jasa Notaris sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Akan tetapi Notaris sebagai pejabat umum mempunyai kewajiban rahasia jabatan, dimana Notaris tidak diperbolehkan untuk membuka segala keterangan tentang klien yang telah diperolehnya. Pelaporan dalam hal tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Notaris hanya sebatas kapasitasnya untuk dan atas nama pengguna jasa sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017. Selanjutnya pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi Notaris adalah Majelis Pengawas Notaris yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Akan tetapi terdapat juga pengawasan Notaris sebagai pihak pelapor yang dilakukan oleh lembaga pengawas dan pengatur sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Oleh sebab itu, Notaris sebagai pejabat umum cukup diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris dan lembaga pengawas dan pengatur tidak diperkenankan untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris sebagai pejabat umum.

The duty of a Notary as the reporting party in money laundering crimes is to implement the principle of know your customer as regulated in Government Regulation Number 61 of 2021 concerning the amendments to Government Regulation Number 43 of 2015 concerning Reporting Parties in the Prevention and Eradication of Money Laundering. On the other hand, as a public officer, Notary has a duty to upheld the principle of confidentiality where they are not allowed to disclose any information about their clients. In line with the principle, Notary is only able to disclose information of their clients when they act as the reporting party of Money Laundering as regulated under Government Regulation Number 43 of 2015. Notary are supervised by The Notary Supervisory Board as regulated under Law Number 2 of 2014 concerning Amendments of Law Number 30 of 2004 Concerning the Notary Position. However, there is another supervision towards the Notary as a reporting party that is conducted by the institution of supervisory and regulatory as stipulated under Law Number 8 of 2010 concerning the Preventions and Eradication of Money Laundering Crimes. Supervisors are not permitted to carry out supervision outside of their capacity. Therefore, Notaries as public officials are sufficiently supervised by they The Notary Supervisory Board."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcellinus Jansen Raymond
"Integrasi pasar keuangan pada era globalisasi ini menyebabkan produk dan aktivitas yang ditawarkan oleh perbankan menjadi semakin kompleks dan bervariasi. Jasa Layanan Nasabah Prima (Wealth Management) muncul sebagai tanda perkembangan dalam dunia bisnis perbankan. OJK hadir sebagai lembaga pengawas perbankan (micro prudential supervisor) di Indonesia agar dapat menjaga stabilitas perekonomian dan keadaan perbankan nasional. Pokok permasalahan utama dalam skripsi ini adalah untuk membahas dan menganalisis peran OJK dalam mengawasi setiap Bank yang melakukan layanan tersebut, termasuk bagaimana ketentuan hukumnya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa OJK telah melakukan pengawasan berdasarkan laporan (off-site) yang diterima secara berkala dan pemeriksaan langsung di lapangan (on-site). OJK harus mengawasi secara khusus terkait Layanan Nasabah Prima (Wealth Management) yang mana selama ini belum dilakukan, mengingat layanan ini memiliki risiko yang tinggi.

Integration of financial markets in this era of globalization led to products and activities offered by banks is becoming complex and varied. Wealth Management Service conducted by banks appears as a sign of advancement in banking business. Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan) as the banking supervisory institution (micro prudential supervisor) assigned to maintain the stability of the economy and stability of national banking. The main issues in this thesis is to discuss and analyzes Financial Services Authority roles in overseeing Banks carry out such of services, including legal provisions. This research is a normative legal research using secondary data. The results of this thesis showed that the Financial Services Authority has done supervision based on report (off-site) received regularly and based on auditing on filed (on-site). The Financial Services Authority should has special supervison related to Wealth Management Service which hasn’t been done before, it’s considered that these services are at high risk.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Kurniawan
"Tesis ini menganalisis terkait bagaimana penerapan atas program anti pencucian uang pada industri perdagangan berjangka komoditi dan bagaimana program tersebut berperan dalam usaha pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative. Pencucian uang sebagai salah kejahatan lintas negara (transnational crime) merupakan tindak pidana yang membutuhkan keterlibatan setiap negara di dunia, dalam hal ini termasuk Indonesia. Maka dari itu, peraturan perundang-undangan di Indonesia seperti UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disusun. Di sisi lain, dikarenakan banyaknya volume perdagangan berjangka komoditi, industri juga mengadopsi program anti pencucian uang. Program anti pencucian pada perdagangan berjangka komoditi secara umum diatur pada Peraturan Kepala Bappebti Nomor 8 Tahun 2017 dan Peraturan Kepala Bappebti Nomor 11 Tahun 2017, yang mana mengatur hal-hal apa saja yang harus dimasukkan dan diaplikasikan oleh Pialang Berjangka dalam rangka pelaksanaan program anti pencucian uang. Tesis ini mempelajari langkah-langkah dan kebijakan apa saja yang harus diaplikasikan dalam melakukan mitigasi dan Tindakan represif atas tindak pidana pencucian uang di perdagangan berjangka komoditi. Dalam hal ini, program yang dimaksud mencakup Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris, Kebijakan Uji Tuntas Nasabah (Customer Due Diligence/CDD), Kebijakan Penerimaan dan Identifikasi Calon Nasabah dan Beneficial Owner, Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence/EDD), Simplified Customer iDue Diligence, Pengendalian Intern, Sistem Informasi Manajemen, Sumber Daya Manusia dan Pelatihan, dan Pelaporan. Tesis ini juga memperlihatkan bahwa Pialang Berjangka memiliki peran paling krusial dalam rangka pencegahan tindak pidana pencucian uang dalam perdagangan berjangka komoditi sebagai ‘gerbang’ usaha preventif tindak pidana pencucian uang

This thesis analyzes the application of the anti money laundering program in the commodity and futures trading industry and how the program plays role in efforts to prevent money laundering using normative juridical research methods. Money laundering as a transnational crime is a crime that requires the involvement of every country in the world, in this case including Indonesia. Therefore, the laws and regulations in Indonesia such as Law Number 8 of 2010 concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering was created. On the other hand, due to the large volume of commodity and futures trading, the industry has also adopted an anti-money laundering program and generally regulated in the Regulation of the Head of COFTRA Number 8 of 2017 and Regulation of the Head of COFTRA Number 11 of 2017, which regulate what matters must be included and applied by futures brokers. This thesis examines the steps and policies that must be applied in mitigating and repressive actions against money laundering in commodity futures trading, such as Active Supervision of the Board of Directors and the Board of Commissioners, Customer Due Diligence (CDD) Policy, Policy for Acceptance and Identification of Prospective Customers, Beneficial Owner, Enhanced Due Diligence, Simplified Due Diligence, Internal Control, Management Information Systems, Human Resources and Training, and Reporting. This thesis also shows that the Futures Broker has the most crucial role in preventing money laundering in commodity futures trading as a ‘first line of defense’ to money laundering prevention efforts"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gelora Martanti
"Dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan seluruh lembaga jasa keuangan termasuk perbankan akan dilakukan oleh OJK secara terintegrasi. Salah satu tujuan OJK adalah melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Skripsi ini akan meneliti apa saja kewenangan OJK dalam usaha perlindungan konsumen; bagaimana rancangan perubahan mekanisme penanganan sengketa perbankan dengan adanya OJK; serta hal apa sajakah yang perlu diperhatikan oleh OJK dalam upaya perlindungan konsumen, khususnya nasabah perbankan. Metode penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis serta didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber dan informan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Kewenangan OJK dalam usaha perlindungan konsumen tercermin dalam beberapa pasal di dalam Undang-Undang OJK yaitu Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30. Selain itu, saat ini OJK baru memiliki mekanisme pengaduan dan penanganan sengketa antara konsumen dan lembaga jasa keuangan secara umum, sedangkan mekanisme penyelesaian sengketa perbankan secara khusus masih dalam tahap perancangan, namun sejak awal tahun 2013, financial customer care yang dibentuk oleh OJK akan sudah mulai beroperasi. Sejak saat itu OJK akan menerima semua pengaduan konsumen lembaga jasa keuangan, termasuk sektor perbankan, namun untuk penyelesaian pengaduan dan penyelesaian sengketa nasabah perbankan masih akan dilakukan oleh Bank Indonesia hingga nanti selanjutnya, pada 31 Desember 2013, kewenangan untuk melakukan penyelesaian sengketa perbankan akan beralih sepenuhnya kepada OJK.

With the establishment of Financial Services Authority or Otoritas Jasa Keuangan (OJK), all the duties and the authority of regulation, supervision, examination, and investigation of all financial institutions, including the banking sector, will be held integrated by OJK. One of OJK's objectives is consumers and societies protection. This research will examine the OJK's authority in purpose of consumers protection; the alteration in dispute resolution mechanism as the consequence of OJK's establishment; and matters that need to be considered by OJK in order to protecting consumers, especially banking customers. This research is examined through normative juridical approach, which emphasizes on the use of legal norms, and will be supported by some interviews.
This research concluded that the OJK's authority of consumer protection are reflected in the Financial Services Authority Law Article 28, Article 29 and Article 30. Furthermore, now, OJK has had a general mechanism of financial costumer care and dispute resolution for all sectors of financial service institutions, but, the special mechanism of banking dispute resolution is still continuously discussed. However, due to the financial customer care that will be opened in the beginning of 2013, OJK will still in collaboration with Bank Indonesia in order to resolve banking customers complaints and disputes. OJK will receive all complaints from the customers of all sectors of financial service institutions, but the complaints of banking sector will still be reported to Bank Indonesia to be solved. This collaboration will be continuously held until the authority of banking dispute resolution will be completely transferred from Bank Indonesia to OJK in December 31, 2013.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muslimin
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis dampak hukum dari pemberlakuan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik utama dalam penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Penelitian ini berfokus pada dua masalah utama: pertama, bagaimana kewenangan penyidik Otoritas Jasa Keuangan sebagai penyidik utama mempengaruhi peningkatan penegakan hukum di sektor jasa keuangan; kedua, bagaimana Otoritas Jasa Keuangan mengatasi potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul dari perannya sebagai penyidik utama. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, analisis kasus, dan pendapat para ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan yang diberikan kepada penyidik Otoritas Jasa Keuangan telah memperkuat penegakan hukum di sektor jasa keuangan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi proses penyidikan. Namun, penelitian ini juga menemukan adanya potensi konflik kepentingan mengingat peran ganda Otroitas Jasa Keuangan sebagai regulator dan penyidik. Untuk mengatasi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan perlu menerapkan mekanisme pengawasan dan transparansi yang lebih ketat serta membangun kerjasama yang kuat dengan lembaga penegak hukum lainnya untuk menjaga integritas dan kredibilitas proses penyidikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun terdapat tantangan dalam implementasi peran Otroitas Jasa Keuangan sebagai penyidik utama, langkah-langkah mitigasi yang tepat dapat membantu mengoptimalkan peran tersebut dalam rangka menjaga stabilitas dan integritas sektor jasa keuangan di Indonesia.

This thesis aims to analyze the legal impact of the enactment of the authority of the Financial Services Authority (OJK) as the principal investigator in the investigation of criminal acts in the financial services sector. This research focuses on two main issues: first, how the authority of the Financial Services Authority investigator as the main investigator affects the improvement of law enforcement in the financial services sector; second, how the Financial Services Authority overcomes potential conflicts of interest that may arise from its role as the main investigator. The research method used is doctrinal with the approach of legislation, case analysis, and expert opinions. The results show that the authority granted to the Financial Services Authority investigator has strengthened law enforcement in the financial services sector through increasing the effectiveness and efficiency of the investigation process. However, this study also found a potential conflict of interest given the dual role of the Financial Services Authority as a regulator and investigator. To address this, the Financial Services Authority needs to implement stricter supervision and transparency mechanisms and build strong cooperation with other law enforcement agencies to maintain the integrity and credibility of the investigation process. This study concludes that although there are challenges in implementing the role of the Financial Services Authority as the lead investigator, appropriate mitigation measures can help optimize this role in order to maintain the stability and integrity of the financial services sector in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Velladia Zahra Taqiya
"Riset ini mengangkat permasalahan terkait pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Manajer Investasi Perusahaan Asuransi dalam pembelian reksa dana. Terdapat dua pokok permasalahan yang dianalisis yakni terkait dengan tata cara pengawasan dan studi kasus untuk membahas pertanggungjawaban apabila terjadi penyalahgunaan. Riset terkait dengan tata cara pengawasan dilakukan melalui metode perbandingan hukum dengan negara Singapura dan Malaysia. Analisis pertanggungjawaban dilakukan dengan menganalisis secara yuridis normatif kasus PT Asuransi ABC.  Singkatnya, dari hasil riset ini diperoleh hasil bahwa pengawasan sudah dilakukan secara optimum dan berlapis dan pertanggungjawaban terhadap pelanggaran dapat ditindak dengan hukum yang berlaku. Akan tetapi, untuk meningkatkan respons aparat pengawas yang menemukan pelanggaran perlu peraturan tata cara penindakan temuan pelanggaran yang meliputi sanksi kelalaian bagi pengawas yang tidak menindak pelanggaran yang ditemukan agar kerugian yang timbul tidak terus membesar.

This research raises issues related to the supervision of the Financial Services Authority of Insurance Company Investment Managers in purchasing mutual funds. There are two main problems analyzed, namely related to the procedures for supervision and case studies to discuss accountability in the event of abuse. Research related to supervision procedures is carried out through the comparative method of law with Singapore and Malaysia. Liability analysis is carried out by analyzing the normative juridical case of PT Asuransi ABC. In short, the results of this research show that supervision has been carried out optimally and in layers and accountability for violations can be dealt with by applicable law. However, to improve the response of supervisory officers who find violations, it is necessary to have regulations on procedures for taking action against findings of violations which include sanctions for negligence for supervisors who do not act on violations found so that the losses incurred do not continue to grow. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Setiawan
"Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal beralih dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan Pasal 70 UU OJK dinyatakan bahwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan UU OJK. Dengan demikian, kewenangan OJK dalam penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal, masih diatur berdasarkan ketentuan pada Pasal 101 UUPM di mana Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan proses penyidikan bahkan kewenangan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal ke tahap penyidikan. Kemudian, sejak diundangkannya UU OJK, penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang berasal dari pegawai Bapepam dan LK tidak dapat lagi menjadi penyidik di OJK mengingat dalam UU OJK disebutkan bahwa penyidik OJK berasal dari Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di OJK. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, terdapat tantangan dalam penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal yang dilaksanakan oleh OJK, diantaranya terkait dengan kriteria terhadap kewenangan OJK dalam melanjutkan dugaan pelanggaran tindak Pidana di bidang Pasar Modal sebagaimana diatur pada Pasal 101 UUPM dan penjelasannya, serta penegakan hukum dalam proses penyidikan oleh penyidik OJK yang berasal dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan di OJK. Menarik untuk diteliti lebih lanjut dengan menggunakan studi kasus sebagai contoh permasalahan yang terjadi dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor Pasar Modal dari Bapepam dan LK kepada OJK terutama dalam hal penegakan hukum terhadap tindak Pidana di bidang Pasar Modal

Since the enactment of UU No. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority (OJK Law Act), the functions, duties, and authority of the regulatory and supervisory activities of financial services in the Capital Market sector switching from Capital Market Supervisory Agency and Financial Institution (Bapepam dan LK) to the Financial Services Authority (OJK). Pursuant to Article 70 of OJK Law Act stated that Law Act No. 8 of 1995 concerning Capital Market (Capital Market Law Act) remains valid as long as not contrary to and have not been replaced by the OJK Law Act. Thus, the authority of the OJK in the enforcement of the law against the alleged offense of Criminal in the capital market, is still governed by the provisions of Article 101 of Capital Market Law Act in which that article grants the authority to the OJK to carry out the investigation process even the authority to continue or not to continue the alleged offense Criminal Capital Market to the investigation stage. Then, since the enactment of OJK Law Act, investigators civil servants coming from Bapepam dan LK employees can no longer be given the investigator in the OJK Law Act noted that the OJK investigation came from the Indonesian National Police investigators and civil servants assigned to the OJK. Relating to such matters, there are challenges in the enforcement of the law against the alleged offense of Criminal in the capital market were carried out by the OJK, which were related to the criteria of the authority of the OJK in continuing the alleged offense of Criminal in the capital market as provided for in Article 101 of Capital Market Law Act and explanation, as well as law enforcement in the investigation by the OJK investigators originating from the Indonesian National Police and civil servants assigned to the OJK. Interesting to be further investigated using a case study as an example of the problems that occur with the shift of regulatory and supervisory authority of the Capital Markets sector of Bapepam-LK to the OJK, especially in terms of law enforcement against criminal acts in the capital market"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>