Ditemukan 53678 dokumen yang sesuai dengan query
Dewi Gafuraningtyas
"Dalam upaya mengatasi ketimpangan kepemilikan tanah, dilakukan program reforma agraria yang mencakup penataan aset dan penataan akses. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas program reforma agraria, diintegrasikan model penataan aset dan penataan akses di lokasi yang sama. Sebagai percontohan, implementasi Kampung Reforma Agraria (KRA) pertama diwujudkan di Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang dengan membagikan tanah kepada 225 subjek. Namun, setelah lima tahun pelaksanaan reforma agraria berjalan, masih ada sejumlah subjek yang belum menempati lokasi KRA. Hal tersebut mengindikasikan adanya keengganan sebagian subjek untuk tinggal di lokasi yang sudah ditetapkan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil dan karakteristik tempat tinggal subjek Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang belum menempati tanah yang sudah diberikan di KRA dan pengaruh kedua hal tersebut terhadap preferensi spasial mereka terkait kebijakan Reforma Agraria. Dengan mewawancarai sejumlah 23 subjek TORA yang belum menempati lokasi TORA dalam kondisi belum melakukan peralihan hak atas tanahnya, diketahui bahwa sebesar 52,5% menyatakan ingin berpindah ke KRA sedangkan 47.5% sisanya tidak ingin menempati tanahnya di KRA. Berdasarkan analisis karakteristik fisik tempat tinggal subjek TORA, jarak fisik dari tempat tinggal subjek saat ini ke KRA dan tingkat kerawanan banjir tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap preferensi mereka. Preferensi spasial subjek untuk memilih antara tempat tinggalnya saat ini atau lokasi barunya di KRA cenderung dipengaruhi oleh karakteristik non fisik tempat tinggalnya dan juga status hukum tanahnya yang dimiliki saat ini. Subjek yang sudah memiliki tanah dan tinggal dengan satu KK dalam satu rumah cenderung memilih menetap di lokasi yang sudah ditempatinya sejak lama karena adanya keterikatan dengan tempat tinggalnya. Sedangkan subjek yang saat ini berstatus menumpang dan yang tinggal dengan lebih dari satu KK dalam satu rumah cenderung memilih untuk menempati tanahnya di KRA karena perasaan tidak nyaman akan keterbatasan kontrol terhadap ruang dalam huniannya.
An agrarian reform program encompassing asset and access arrangement was implemented to address the inequality in land ownership. Furthermore, asset and access arrangements are integrated in the same location to increase the effectiveness of the agrarian reform program. The first Kampung Reforma Agraria (KRA) implemented the pilot project in Mekarsari Village, Panimbang District, Pandeglang Regency, by distributing land to 225 subjects. However, after five years of implementing agrarian reform, some subjects still have not occupied KRA locations. This condition indicates the reluctance of some subjects to live in the designated location. This research aims to analyze the profile and characteristics of the residences of Land Objects of Agrarian Reform (TORA) subjects who have not yet occupied the land granted in the KRA and how these two factors influence their spatial preferences regarding agrarian reform policies. By interviewing 23 TORA subjects who had yet to occupy the TORA location and transfer their land rights, the results show that 52.5% wanted to move to KRA. In contrast, 47.5% did not want to occupy their land in KRA. Based on the analysis of the physical characteristics of TORA subjects' residences, the physical distance from the subjects' current residence to the KRA and the level of flood vulnerability did not exert a significant influence on their preferences. The non-physical characteristics of their residences, as well as the legal status of the land they currently own, appear to influence the spatial preferences of the subjects in choosing between their current residence and a new location in the KRA. Subjects who already own land and live with one family in one house tend to opt to settle in the location they have occupied for a long time due to their attachment to their current residence. In contrast, subjects with boarding status who live with more than one family member in one house tend to choose to occupy their land in the KRA, driven by their discomfort with the limited control over space in their current residence."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Limbong, Bernhard
Jakarta: Margaretha Pustaka , 2012
346.043 LIM r
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Muhammad Bakri
"buku ini membahas tentang hak menguasai tanah oleh negara"
Malang: Universitas Brawijaya Press, 2011
346.044 MUH h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Djamal Aziz
"Selama ini tanah masih dilihat sebagai obyek bukan sebagai subyek. Sehingga sulit untuk menjadikan tanah sebagai upaya mewujudkan kemakmuran rakyat. Padahal Founding Fathers Republik Indonesia telah meletakkan dasar dasar pengelolaan pertanahan melalui UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria sebagai jawaban atas amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), yang berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu agar tanah dapat dikelola untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat, maka Reforma Agraria yang dilakukan secara komprehensif dan fundamental harussegera dilaksanakan oleh pemerintah."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 009 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Samosir, Heru Poppy
"Ketimpangan kepemilikan tanah disebabkan oleh akses yang tidak setara terhadap tanah. Studi ini mengkaji dampak akses ke tanah terhadap total pengeluaran rumah tangga petani. Kebijakan reforma agraria diasumsikan membuka akses dan memperluas akses ke tanah untuk kelompok rumah tangga petani yang tidak memiliki tanah dan memiliki tanah tetapi ukuran tanah yang sangat kecil. Melalui pendekatan state-led dan market-led, penelitian ini memberikan kategorisasi akses ke tanah ke dua hal yaitu variabel access opening dan access expansion dengan masing-masing cakupan sampel. Pada pendekatan state-led, pembukaan akses dilihat dalam bentuk redistribusi tanah ke petani yang tidak memiliki tanah dan perluasan akses dilihat dari bentuk redistribusi tanah ke petani yang merupakan petani gurem. Pendekatan market-led mengacu pada pembukaan akses melalui skema sewa dan perluasan akses melalui skema penguatan hak milik melalui sertifikat hak milik (SHM). Melalui metode
two period difference-in-difference (DID), penelitian ini menganalisis dampak pembukaan dan perluasan akses terhadap total pengeluaran rumah tangga petani dengan menggunakan data IFLS 2007 dan 2014. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan dalam total pengeluaran rumah tangga petani akibat adanya pembukaan dan perluasan akses mengacu pada skema distribusi tanah (pendekatan state-led), serta tidak terdapat perbedaan signifikan melalui pendekatan market-led terutama perluasan akses ke tanah. Kebijakan reforma agraria perlu dilakukan dengan penekanan redistribusi tanah kepada petani yang tidak memiliki tanah dan petani gurem.
Inequality of land ownership is caused by unequal access to land. This study examines the impact of land access on total farmer’s household expenditure. The Agrarian reform policy is assumed can open access and expand access to land for groups of farmer households who do not own land and own land but the size of the land is very small. Through state-led and market-led approaches, this research provides a categorization of access to land in two ways, namely access opening and access expansion variables with each sample coverage. In the state-led approach, the opening of acces is seen in the form of land redistribution to farmers who do not own land and the expansion of access is seen in the form of land redistribution to smallholders. The market-led approach refers to opening access through a rental scheme and expanding access through a scheme to strengthen property right through ownership certificates. Using the two period difference-in-difference (DID) method, this study analyzes the impact of opening and expanding access to the total expenditure of farmer household using IFLS 2007 and 2014 data. The results show that there is significant differences in the total expenditures of farmer households due to the opening and expansion of access reffering to the land distribution scheme (state-led approach), and there are varying results significant difference through the market-led approach. Agrarian reform policies need to be carried out by emphasizing the implementation of land redistribution to landless and small farmers."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Badan Pertanahan Nasional RI, 2007
346.043 BAD r
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Arif Budimanta
"Terkonsentrasinya kekayaan dan sumber sumber pendapatan di tengah masyarakat merupakan persoalan yang tak kunjung usai di Indonesia. Secara konsep, ketimpangan ekonomi mengacu pada bagaimana variabel ekonomi terdistribusi antara individu individu dalam kelompok, antara kelompok dalam suatu populasi atau antara negara dan negara lainnya. Selain ketimpangan pendapatan, ketimpangan juga terjadi dalam penguasaan lahan yang ditunjukkan dengan meningkatnya angka gini lahan dari waktu ke waktu, hingga mencapai 0,68 pada 2013. Ketimpangan tersebut kemudian menyebabkan kemiskinan, setidaknya dapat dilihat melalui dua hal, yaitu ketimpangan terhadap aset dan akses. Oleh karena itu, studi ini menjawab bagaimana redistribusi aset dan akses dapat menjadi solusi menekan ketimpangan. Salah satu kebijakan yang dirasa mampu menjadi solusi ialah reforma agraria. Beberapa negara telah mengadopsi skema ini untuk menciptakan keadilan sosial. Di Indonesia, reforma agraria menjadi salah satu nawa cita dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Studi ini melakukan simulasi menggunakan data SUSENAS periode Maret 2017 untuk mengukur pengaruh redistribusi lahan terhadap ketimpangan. Ketimpangan diukur dengan menggunakan pendekatan koefisien Gini. Dengan mengasumsikan bahwa setiap rumah tangga penerima program redistribusi lahan setidaknya akan mengalami kenaikan penerimaan sekitar 15 persen per bulan, maka kebijakan redistribusi lahan dapat mendorong rumah tangga yang tadinya miskin menjadi tidak miskin. Selain itu, kenaikan pendapatan kelompok rumah tangga penerima program redistribusi pada akhirnya dapat mengurangi tingkat ketimpangan yang terjadi."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 009 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Zain Badjeber
"Tanah kita yang hanya sepertiga dari luas wilayah indonesia yang dua pertiganya air laut akan di huni oleh penduduk yang cukup cepat pertumbuhannya. Sebagai bagian dari perekonomian nasional yang diatur dalam Bab XIV UUD NRI Tahun 1945, tanah harus dikelola untuk tercapainya kesejahteraan sosial, Warga Indonesia tetap harus menjadi tujuan utama dari setiap upaya di bidang ekonomi baik sebagai pelaku maupun objek dari pembangunan nasional. Salah satunya adalah menyelesaikan masalah pertanahan bagi tertib kehidupan di masa depan. Sesuai Pasal I Aturan Tambahan UUD NRI Tahun 1945, pengaturan kembali berbagai peraturan perundang undangan di bidang pertanahan dalam bentuk kodifikasi dan unifikasi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang telah diarahkan dalam ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 dan Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003. "
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 009 (2018)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library