Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90649 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Hidayah Al Hasaniyah
"Babad Sumene karya Agung Ru'yah diperkirakan telah ditulis sejak abad ke-19 M. Naskah ini tergolong koleksi masyarakat karena hanya disimpan oleh Rasyidi di Desa Kecer, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep. Babad Sumenep tidak hanya menceritakan permasalahan internal di dalam keraton, tetapi juga memuat kisah-kisah kerjasama dan/atau perang dengan kerajaan lain, bahkan penjajahan Belanda. Dalam usaha perlawanannya, Adipati Sumenep, Sultan Abdurrachman (1811-1845 M) mencetuskan politik Ajala Sotra untuk melawan politik devide et impera Belanda, salah satunya pada upaya perlindungan Pangeran Diponegoro. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan efektivitas politik Ajala Sotra untuk melawan politik devide et impera, khususnya dalam misi rahasia penyelamatan Pangeran Diponegoro oleh Adipati Sumenep. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan filologi dan historiografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sumenep tampak sangat mengagungkan Belanda. Namun, Sultan Abdurrachman mencetuskan politik Ajala Sotra untuk melawan politik devide et impera Belanda, di antaranya membangun Kantor Koneng sebagai tempat rapat rahasia dan pemakaian busana adat untuk memasyarakatkan strategi tersebut. Selain itu, politik Ajala Sotra juga terbukti efektif untuk melawan politik devide et impera karena berhasil mengelabui Belanda dan menyelamatkan Pangeran Diponegoro dari hukuman pengasingan.

“Babad Sumenep” by Agung Ru'yah is thought to have been written in the 19th century. This manuscript is classified as a community collection because it is only kept by Rasyidi in Kecer Village, Dasuk District, Sumenep Regency. “Babad Sumenep” not only tells about internal problems within the palace but also contains stories of cooperation and/or war with other kingdoms, even Dutch colonialism. In his resistance efforts, the Duke of Sumenep, Sultan Abdurrachman (1811–1845), initiated the Ajala Sotra policy to fight the Dutch devide et impera policy, one of which was an effort to protect Prince Diponegoro. This research aims to describe the political effectiveness of Ajala Sotra in fighting divide et impera politics, especially in the secret mission to rescue Prince Diponegoro by the Duke of Sumenep. The method used in this research is a qualitative descriptive method with a philological and historiographic approach. The results of this research show that Sumenep seems to really glorify the Netherlands. However, Sultan Abdurrachman initiated the Ajala Sotra policy to fight the Dutch devide et impera policy, including building the Kantor Koneng as a place for secret meetings and wearing traditional clothing to promote this strategy. Apart from that, Ajala Sotra politics also proved effective in fighting divide et impera politics because it succeeded in deceiving the Dutch and saving Prince Diponegoro from being exiled."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Warto
"The study is done to reveal heroism value heritage of Diponegoro Prince in Java War. The approach used was qualitative desciriptive focusing on library study as the main base. Data gathered through tracking various informations collected from several literatures and documents which relevant to the goal of the study. It was found that heroism value from Diponegoro Prince in Java War included extraordinary brave and strong attitude, moral glorious, mental sturdy, and always gave attitude and simple live example. Based on the finding, it is recommended that generation as development pioneers and motivators fulfil independent era, should always base on heroism value heritage of Diponegoro Prince."
Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta, 2016
360 MIPKS 40:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Fajriana Oktasari
"Karya sastra adalah karya seni yang indah dan merupakan pemenuhan kebutuhan manusia terhadap naluri keindahan. Karya sastra dapat memberikan penghayatan bersifat penalaran, tetapi pengetahuan itu dapat menjadi hidup dalam karya sastra. Karya sastra memiliki jiwa karena dianyam dengan rasa. Jiwa dalam karya sastra dibentuk dari berbagi karakteritik tokoh-tokohnya. Hal tersebut bisa ditampakkan salah satunya dengan maskulinitas seorang laki-laki, seperti keberanian dalam kepemimpinan yang ditunjukkan oleh Ramuk dalam terjemahan Babad Sumenep Karya H. Werdisastro. Pemanfaatan hasil penelitian ini secara teoritis bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran maupun referensi dalam pengajaran sastra, sedangkan pemanfaatan secara aplikatif bisa dalam bentuk kegiatan mengidentifikasi karakteristik maskulinitas dalam suatu karya sastra, baik karya sastra yang sifatnya kemaduraan maupun karya sastra yang bersifat umum. Hasil penelitian maskulinitas dalam terjemahan Babad Sumenep Karya H. Werdisastro terdapat kesimpulan meliputi: a), kepemimpinan, (b) kasih sayang, dan (c) perlindungan yang terdiri dari keberanian dan keteguhan hati."
Serang: Kantor Bahasa Banten, 2017
400 BEBASAN 4:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Carey, Peter
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2018
959.802 CAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Kamalia
"ABSTRAK
Penelitian ini adalah studi kasus yang bertujuan untuk menggambarkan peran kultur dan pemahaman agama terhadap politik perempuan Madura di Sumenep dengan menggunakan metode feminis yang menjadikan pengalaman perempuan sebagai pngetahuan maka penelitian ini bersifat kualitatif yang menggunakan wawancara mendalam observasi dan studi dokumen sebagai teknik pencarian data hasil penelitian lapangan kemudian dilakuka analisa yang menghailkan beberapa kesimpulan yang garis besarnya sebagai berikut Politik perempuan tidak hanya dipahami sebagai kegiatan demokrasi melalui isitem pemilu namun juga bermakna sebagai relasi kekuasaan di ruang domestik suami istri di ruang publik perempuan masyarakat dan di ruang politik Antar sesama perempuan hal tersebut tidak bisa dipiahkan dari peran kultur dan agama di Sumenep dalam menentukan terjadinya relasi kekuasaan di ruang ruang tersebut selain itu penelitian ini juga menyimpulkan bahwa demokrasi yang terjadi di Sumenep pada akhirnya menggerus kekuatan kultur dengan kalahnya para nyai sebagai pelopor gerakan perempuan Sumenep oleh perempuan perempuan kelas menengah keatas yang memiliki keuatan modal ekonomi pada pemilu 2009 kemarin

ABSTRACT
This studi is a case study that aims to describe the role of culture dan religion understanding to woman s political Madura in Sumenep using the feminist method to be experience of women as knowledge so this study using a qualitative with in depth interviews observations and document study as search techniques data The result of field research then conducted an analysis that produces some of the conclusions Woman s Political activities are not only understood as democracy through the election system but also serves as the power relation in domestic sphere husband wife public spaces Woman society and in political space relationships among fellow woman it can be separated from the role of culture and religion understanding Sumenep in determining the power relations in these spacesin addition this study also concludes that democracy is happening in Sumenep ultimately erode the power of culture with the defeat of the Nyai as a pioneer of the woman s movement Sumenep by woman of middle and upper class that has the power of economic capital in the 2009 election yesterday "
2013
T33183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhi A.W.
Yogyakarta: Diva press, 2010
928 YUD d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Adipati Cakranagara
"Naskah ini berisi teks Babad Dipanagara dengan jumlah pupuh 74 buah. Pupuh 1-17 sama dengan beberapa pupuh pada teks Babad Dipanagara karangan R. Adipati Cakranagara (LOr 2115, KBG 5). Tentang teks ini, yang juga dikenal dengan judul Buku Kedhung Kebo, lihat Carey 1974,1981. Teks diawali dengan cerita tentang keadaan Kraton Ngayogyakarta menjelang kelahiran Pangeran Dipanagara. Secara garis besar naskah bercerita tentang perjuangan Pangeran Dipanagara ketika melawan bala tentara Belanda, beliau baru bisa ditaklukkan melalui siasat Gubernur Jenderal De Kock yang menginginkan perundingan empat mata di Magelang. Dalam menghadiri perundingan tersebut, sebagai hasil tipu muslihat De Kock, Dipanagara berhasil ditangkap tanpa perlawanan. Tidak ditemukan keterangan tentang penyalinan naskah ini, tetapi berdasarkan gaya tulisan dan jenis kertas, dapat diperkirakan bahwa naskah disalin di Kraton Surakarta sekitar tahun 1870an (?), semasa pemerintahan Pakubuwana DC. Pigeaud memperoleh naskah ini di Surakarta pada tahun 1930. Tahun 1932 dibuatkan daftar pupuhnya, yang sekarang disimpan bersama naskah induk di FSUI. Daftar pupuh ini dimikrofilm bersama naskah induk."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.52-NR 218
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Previany Annisa Rellina
"ABSTRAK
Pemalsuan merek terkenal banyak terjadi di Indonesia, salah satu contohnya adalah pemalsuan merek Crocs. Merek Crocs palsu dapat kita jumpai di toko-toko tidak resmi dari Crocs. Maraknya pemalsuan merek yang terjadi di Indonesia dikarenakan faktor ekonomi. Para konsumen biasanya untuk membeli produk tertentu dengan melihat dari mereknya, karena menurut konsumen bahwa merek yang dibeli berkualitas tinggi dan aman untuk dikonsumsi sebagai reputasi dari merek.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang digunakan untuk mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahanbahan hukum, terutama bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.
Pengaturan perlindungan merek terkenal diatur dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93 dan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik merek terkenal jika terjadinya pemalsuan adalah dengan pengaduan ke polisi, meminta Perintah Penangguhan Sementara, meminta Penetapan Sementara dan gugatan pembatalan merek kepada Pengadilan Niaga.

ABSTRACT
There are a lot of counterfeiting of well-known trademark in Indonesia, one example is Crocs. We can find counterfeit Crocs in stores that is not official Crocs store. A lot of counterfeiting trademark in Indonesia due to economic factors. The consumer is usually buy a particular product with the look of the trademark, because according to the consumer that purchased the trademark of high quality and safe for consumption as the reputation of the trademark.
This research is using normative juridical to analyze secondary data in the form of legal materials, especially primary legal materials and secondary legal materials.
Well-known trademark protection is regulated in Article 90, Article 91, Article 92, Article 93 and Article 94 of Law No. 15 of 2001 regarding Trademark. Legal Effort that can be done by the owner of well-known trademark if the occurrence of counterfeiting is by report it to the police, asking for injunction, provisional measures and lawsuit to the Commercial Court.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahriz Danalam Alim Muntoha
"David Ward, Timothy J. Carter dan Robin D. Perrin (1994) adalah para peneliti yang menjabarkan konsep penyimpangan sosial dan juga kejahatan pada aspek interaksi sosial serta konsepsi subjektivis dan objektivis. Konsep Ward et.al di aplikasikan untuk mengkaji kasus unjuk rasa kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kekerasan kolektif yang melibatkan sekelompok mahasiswa dengan pihak kepolisian dan berdampak korban luka serta kerusakan property pada tanggal 29 Maret 2012 di jalan Diponegoro, Salemba, Jakarta.
Kesimpulan dalam penulisan ini, peristiwa kasus unjuk rasa dan kekerasan kolektif itu dapat dikatakan sebagai kejahatan sekaligus penyimpangan (crime is deviance) dengan melihat unsur-unsur serta aspek dalam pemahaman Ward et.al tentang penyimpangan dan kejahatan yaitu Pelaku (actor) dan Tindakan (acts), norma dan reaksi.

David Ward, Timothy J. Carter and Robin D. Perrin (1994) are researchers who describe the concept of social deviance and crime in social interaction and conception of subjectivist and objectivist aspects. Ward et. al concept is applied to discourse a demonstration against the raise of fuel and collective violence which involved a group of university student and police officers resulting several wounded victims and damage of property on March 29 2012 at Jalan Diponegoro, Salemba, Jakarta.
This writing concludes that the occurrence of demonstration and collective violence can be categorized as crime, as well as deviance (crime is deviance) by examining the elements and aspects according to the understanding of Ward et. al about deviance and crime which includes Actor, Acts, Norm, and Reaction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S58767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Apsari
"Public art merupakan bentuk seni yang diletakkan pada ruang publik, berkaitan dengan publik serta mementingkan respon dari publik dalam penilaiannya. Keterbukaan ruang publik memberi kemungkinan respon yang beragam karena dapat diakses oleh siapa saja. Public art dengan tapak berupa ruang publik turut menjadi elemen ruang publik. Di ruang publik terjadi keterlibatan pasif dan aktif oleh publik yang memicu terjadinya aktivitas sosial. Sebagai elemen pada ruang publik, public art karenanya dapat berperan menimbulkan respon berupa keterlibatan pasif dan aktif dari pengguna ruang publik. Namun demikian terdapat juga public art yang tidak menimbulkan respon dari pengguna ruang publik meskipun peletakannya strategis. Public art sebagai seni yang berada pada suatu tempat dapat mempengaruhi aktivitas pada ruang publik. Dari studi kepustakaan, diperoleh teori triangulation untuk mengetahui bagaimana stimulus yang dihasilkan oleh public art sebagai benda dapat mendukung terjadinya aktivitas sosial. Studi kasus dilakukan dengan melakukan perbandingan pada empat ruang publik yaitu Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran Bank Indonesia, Taman Suropati, dan Patung Pangeran Diponegoro. Hasil yang ditemui berbeda pada keempat tempat. Secara umum public art dapat menjadi stimulus aktivitas sosial dan dapat menimbulkan triangulation, namun satu lokasi hanya menimbulkan keterlibatan pasif. Keseluruhan lokasi membutuhkan dukungan elemen-penunjang beserta aktivitas lainnya. Penempatan public art hendaknya merupakan kesatuan dengan ruang publik dimana ia diletakkan karena public art dengan tapak berupa ruang publik turut berfungsi sebagai stimulus dan merupakan elemen ruang publik yang dapat mendorong terjadinya triangulation.. Peran public art pada ruang publik tidak hanya sekedar penghias, atau penanda tetapi berperan dalam kelangsungan aktivitas sosial di dalam ruang publik.

Public art is a form of art that is placed on public space, associated with general public and concerned with response from the public in its assessment. Openness of public spaces give the possibility of multiple responses because it can be accessed by everybody. Public art with site in the form of public space contribute to elements of public space. On public space ,the users performs passive and active engagements. Passive and active engagement generate social activities. As an element of public space, public art has part in the response in the form of passive and active engagements of public space users. However, there are public art which didn't generate a response from the users of public space despite its strategic position. This minithesis covers how public art as residing in a place could affect activities of the public space. Approach used by the writer are literature study and case studies through observational methods. From the literature study, writer obtained the triangulation theory to determine how the stimulus generated by the public art as an object supports the occurrence of social activities. The case study was done by comparison to the four public space that is Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran Bank Indonesia, Suropati Park, and the Statue of Pangeran Diponegoro. The four places have different results. In general, public art can be a stimulus of social activities and may cause triangulation, but one location only generate passive involvement. In overall location, supporting elements needed to support public art along with other activities in public spaces. Placement of public art should be an integral part of public space in which it's placed for public art with a site in the form of public space also serves as a stimulus and an element of public space that can stimulate triangulation. In conclusion, The role of public art in public spaces is not just decoration, or markers, but has a role in the continuity of social activity in public spaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52275
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>