Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189034 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shofiyah Adila Farhana
"Pada tahun 2022, pemerintah Indonesia telah mengakui bahwa dampak perubahan iklim dapat memicu potensi bencana yang dapat merugikan perekonomian, sosial, dan kesehatan di Indonesia hingga mencapai angka 544 triliun rupiah. Dengan mempertimbangkan bahwa dibutuhkan dana yang besar untuk pendanaan iklim dan adanya peningkatan target Indonesia terhadap dunia internasional untuk menurunkan emisi karbon, pemerintah Indonesia memutuskan untuk merencanakan penerapan pajak karbon dan perdagangan karbon secara simultan untuk satu sektor yang sama yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara melalui Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 16 Tahun 2022. Merujuk kepada doktrin dari Gunningham dan Sinclair, apabila akan diterapkan dua atau lebih kebijakan untuk satu target yang sama,  maka perlu untuk dilihat koherensi dan urutan dari penerapan kebijakan tersebut untuk melihat apakah tujuan utama dari diterapkannya dua atau lebih kebijakan dapat tercapai tanpa menciptakan smorgasbordism. Norwegia merupakan negara Eropa yang memiliki situasi mirip dengan Indonesia. Norwegia menerapkan kewajiban untuk sektor petroleum lepas pantai berpartisipasi di perdagangan karbon Uni Eropa melalui European Union Emision Trading System (EU ETS) dan membayar pajak karbon melalui Carbon Tax Act No. 21 on Petroleum Activities. Sayangnya, hingga saat ini, tidak ada data yang menunjukkan bahwa emisi karbon di sektor petroleum lepas pantai Norwegia berhasil menurun paska diterapkannya dua kebijakan instrumen ekonomi secara simultan. Alih-alih menurun, data menunjukkan bahwa hingga kini produksi petroleum lepas pantai tetap menjadi nomor urut pertama sumber emisi karbon di Norwegia. Berkaca dari Norwegia, apabila Indonesia ingin menerapkan pajak karbon dan perdagangan karbon untuk menurunkan emisi karbon di sektor PLTU Batubara, maka Indonesia perlu untuk mempertimbangkan bahwa 1) pajak karbon tidak dapat dikenakan sebagai ‘sanksi’ yang menimbulkan efek jera agar pelaku industri PLTU Batubara di Indonesia mau berpartisipasi di perdagangan karbon;  2) pemerintah perlu memastikan bahwa terdapat insentif yang cukup untuk menarik pelaku usaha ke perdagangan karbon, baik melalui sanksi denda atau sanksi sosial, tanpa mengandalkan pajak;  3) hasil pajak karbon benar-benar dialokasikan untuk proyek lingkungan hidup.

By 2022, the Indonesian government has recognized that the impacts of climate change could trigger a potential catastrophic economic, social, and health cost in Indonesia of up to IDR 544 trillion. Considering the large amount of money needed for climate finance and Indonesia's increasing international targets to reduce carbon emissions, the Indonesian government decided to plan the simultaneous implementation of carbon tax and carbon trading for the same sector, namely Coal Fired Power Plant through Law No.7 of 2021 on Harmonization of Taxation Regulations and Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 16 of 2022. Referring to the doctrine of Gunningham and Sinclair, if two or more policies will be applied for the same target, it is necessary to look at the coherence and sequence of the application of these policies to see if the main objectives of the application of two or more policies can be achieved without creating smorgasbordism. Norway is a European country that has a similar situation to Indonesia. Norway has an obligation for the offshore petroleum sector to participate in EU carbon trading through the European Union Emission Trading System (EU ETS) and pay carbon tax through Carbon Tax Act No. 21 on Petroleum Activities. Unfortunately, to date, there is no data to suggest that carbon emissions in Norway's offshore petroleum sector have decreased following the simultaneous implementation of these two policy economic instruments. Instead of decreasing, data shows that until now offshore petroleum production remains the number one source of carbon emissions in Norway.  Reflecting on Norway, if Indonesia wants to implement carbon tax and carbon trading to reduce carbon emission in coal power plant sector, Indonesia needs to consider that 1) carbon tax cannot be imposed as a 'sanction' that creates deterrent effect so that coal power plant industry players in Indonesia want to participate in carbon trading; 2) the government needs to ensure that there are sufficient incentives to attract business actors to carbon trading, either through fines or social sanctions, without relying on taxes; 3) carbon tax proceeds are truly allocated for environmental projects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Az Zahra Sashe Azhar
"Dengan meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon, perdagangan karbon menjadi instrumen penting untuk mencapai target emisi. Implementasi perdagangan karbon di Indonesia masih awal dan memerlukan regulasi lebih lanjut, terutama terkait sistem perpajakan. Beberapa negara telah mengimplementasikan perpajakan seperti pajak penghasilan, namun di Indonesia hal ini belum ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah penghasilan dari perdagangan karbon melalui bursa karbon dan perdagangan langsung merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh), serta membandingkan ketentuan PPh atas penghasilan perdagangan karbon di Australia dan Brazil yang bisa diadopsi oleh Indonesia. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan mengkaji regulasi, literatur, data sekunder, serta benchmarking. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan perlakuan pajak antara transaksi bursa karbon dan perdagangan langsung, yang memengaruhi efektivitas perdagangan karbon di Indonesia serta terdapat objek PPh atas penghasilan perdagangan karbon. Penghasilan dari bursa karbon dapat dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) yang juga sesuai dengan pengenaan pajak pada saham karena didefinisikan sebagai efek, sedangkan perdagangan langsung masih menjadi perdebatan terdapat potensi besar juga atas penerimaan keuntungan dari penjualan aset tersebut atau keuntungan yang dapat dikenakan PPh badan secara umum dengan tarif 22%. Benchmarking dengan Australia dan Brazil memberikan gambaran ketentuan PPh yang dapat diterapkan di Indonesia.

With the increasing global awareness of climate change and carbon emission reduction, carbon trading has become an important instrument to achieve emission targets. The implementation of carbon trading in Indonesia is still early and requires further regulation, especially regarding the taxation system. Some countries have implemented taxation such as income tax, but in Indonesia this has not been explored further. This study aims to analyze whether income from carbon trading through carbon exchanges and direct trading is an object of Income Tax (PPh), as well as compare the provisions of Income Tax on carbon trading income in Australia and Brazil that can be adopted by Indonesia. The research uses a qualitative descriptive approach by reviewing regulations, literature, secondary data, and benchmarking. The results show differences in tax treatment between carbon exchange transactions and direct trading, which affect the effectiveness of carbon trading in Indonesia and the object of income tax on carbon trading income. Income from carbon exchange can be subject to final income tax Article 4 paragraph (2) which also corresponds to the tax imposition on shares because it is defined as securities, while direct trading is still debatable, there is also a large potential for receiving profits from the sale of these assets or profits that can be subject to general corporate income tax at a rate of 22%. Benchmarking with Australia and Brazil provides an overview of income tax provisions that can be applied in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asputia Damayanti
"Dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan manusia, lebih luas telah menjadi ancaman terhadap stabilitas ekonomi dunia. Perdagangan karbon hadir sebagai salah satu upaya untuk menjaga keseimbangan antara dampak lingkungan dan perekonomian global. Tata laksana perdagangan karbon yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 sangat penting bagi Indonesia karena memberikan kontribusi dalam penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Perdagangan karbon dilaksanakan melalui mekanisme bursa karbon yang telah diluncurkan pada pertengahan 2023 lalu. Aktivitas bursa karbon hanya menunjukkan kinerjanya pada hari pertama peluncuran, setelah itu bursa karbon terus menunjukkan penurunan hingga stagnansi perdagangan akibat tidak tersedianya unit karbon. Berbasis regulated market, maka kinerja perdagangan karbon juga ditentukan oleh perangkat regulasi, khususnya tata laksana nilai ekonomi karbon pada tingkat Kementerian/Lembaga yang terkait dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika implementasi kebijakan perdagangan karbon di Indonesia dan penguatan apa yang dapat dilakukan untuk mendorong kinerja perdagangan karbon. Melalui metode penelitian deskriptif kualitatif dan teknik analisis arketipe sistem drifting goals, hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika implementasi kebijakan perdagangan karbon disebabkan adanya resistensi pelaku usaha dan konflik kepentingan antar Kementerian/Lembaga, sehingga terjadi penurunan target nasional. Untuk mendorong pencapaian target nasional, penguatan perlu dilakukan sebagai tindakan korektif yaitu dengan inovasi tata kelola soft steering dan peran dukungan legislatif.

Climate change impact on the environment and humans has become a broader threat to world economic stability. Carbon trading act as an effort to maintain a balance between the environmental and global economy impacts. Implementation of carbon trading regulated through Presidential Regulation Number 98 of 2021 is crucial for Indonesia as it contributes to market-based mitigation of climate change at the global level towards sustainable economic recovery. Carbon trading is carried out through a carbon exchange mechanism which was launched in mid-2023. Carbon exchange activity only showed its performance on the first day of launch, and carbon exchange continued to show a decline until trading stagnated afterwards due to the unavailability of carbon units. Driven by regulated market, carbon trading performance is determined by regulatory instruments, especially the implementation of economic value of carbon in the Ministries/Institutions level as regulated in Indonesia's Nationally Determined Contribution (NDC). For such backgrounds, this research aims to analyze the dynamics of carbon trading policy implementation in Indonesia and what reinforcement can be done to encourage carbon trading performance. Through qualitative descriptive research methods and drifting goals system archetype analysis techniques, the results show that the dynamics of carbon trading policy implementation are caused by resistance from business actors and conflicts of interest between Ministries/Institutions, which resulting in declining national targets. To encourage the achievement of national targets, reinforcement needs to be carried out as a corrective action, through soft steering governance innovations and the role of legislative support."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omar Deandra Yahya
"Penelitian skripsi ini dilakukan untuk mencari dan menjelaskan kelayakan pajak karbon untuk diterapkan di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan di dalam skripsi ini adalah metode kualitatif dengan studi literatur dan wawancara mendalam. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan melalui teori syarat kebijakan pajak yang baik yang mencakup empat aspek utama, seperti keadilan, efisiensi ekonomi, administrabilitas, dan koherensi. Dalam penelitian ini difokuskan bawah kebijakan pajak yang baik ada pada aspek seberapa baik administrasi suatu perpajakan dengan melihat juga kebijakan pajak memiliki efek atau dampak tertentu dalam penerapannya. Dalam penelitian skripsi ini, pajak karbon dikatakan masih cukup sulit untuk diterapkan secara administrasi mengingat pajak karbon tidak mencakup pengetahuan dan informasi terkait pajak saja, tetapi juga lingkungan, emisi, dan keilmiahan atas emisi tersebut. Pajak karbon juga tidak bisa diterapkan karena belum semua masyarakat memiliki atau menggunakan objek pajak karbon seperti energi listrik. Tidak hanya itu, penerapan pajak karbon juga dapat memiliki dampak yang negatif apabila tidak ada upaya atau mitigasi dari penerapannya. Contohnya ada pada peningkatan harga untuk komoditas yang digunakan masyarakat seperti penerapan pajak karbon di sektor energi yang dapat menaikkan tarif listrik yang menjadi kebutuhan utama bagi seluruh masyarakat dan biaya baru bagi industri yang dapat menjadi beban yang cukup signifikan. Maka dari itu, pajak karbon dapat dikatakan belum layak untuk diterapkan apabila kesiapan awal seperti siapnya masyarakat untuk dikenakan pajak karbon dan mitigasi dari kenaikan harga dari pajak karbon. Kesiapan sistem administrasi dan SDM untuk melaksanakan pajak karbon juga diperlukan agar pajak karbon ini tidak berjalan dengan pemungutan biaya yang lebih besar dari hasil yang diterima.

This thesis research was conducted to find and explain the feasibility of a carbon tax to be implemented in Indonesia. The research method used in this thesis is a qualitative method with literature study and in-depth interviews. Based on the analysis that has been carried out through the theory of the requirements for a good tax policy which includes four main aspects, such as justice, economic efficiency, administration and coherence. In this research, the focus of good tax policy is on the aspect of how well a tax is administered by also looking at how tax policy has certain effects or impacts in its implementation. In this thesis research, it is said that the carbon tax is still quite difficult to implement administratively considering that the carbon tax does not only cover knowledge and information related to taxes, but also the environment, emissions and scientific knowledge regarding these emissions. A carbon tax cannot be implemented because not all people own or use carbon tax objects such as electrical energy. Not only that, the implementation of a carbon tax can also have a negative impact if there is no effort or mitigation to implement it. For example, there is an increase in prices for commodities used by society, such as the implementation of a carbon tax in the energy sector which can increase electricity rates which are the main need for all society and new costs for industry which can become a significant burden. Therefore, it can be said that the carbon tax is not yet feasible to implement if the initial readiness is such as the community being ready to be subject to the carbon tax and mitigating against price increases from the carbon tax. The readiness of the administrative system and human resources to implement the carbon tax is also needed so that this carbon tax does not run with fees that are greater than the results received."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giava Zahrannisa
"Kenaikan temperatur sebesar 4°C sebelum tahun 2060 mengancam bumi menjadi tidak layak huni bagi manusia. Guna mencegah katastrofe tersebut, negara-negara di dunia berupaya membatasi kenaikan suhu bumi rata-rata sebesar 1,5°C di atas level pra industri dan mencapai target emisi nol bersih sebelum tahun 2060. Perdagangan karbon menjadi salah satu instrumen yang paling efisien untuk mencapai target iklim tersebut. Sayangnya, integritas perdagangan karbon sangat lemah akibat tingginya angka tindak pidana seperti: penjualan kredit karbon palsu, klaim palsu terkait manfaat finansial dan lingkungan kredit karbon, kejahatan finansial, kejahatan komputer, dan pemalsuan data emisi gas rumah kaca (GRK). Penelitian ini menganalisis permasalahan tersebut menggunakan metode penelitian doktrinal dan non-doktrinal. Hasil penelitian menjelaskan bahwa hukum pidana Indonesia belum siap untuk mengakomodasi tindakan pemalsuan data emisi GRK. Menggunakan teori kesempatan tindak pidana serta prinsip kesalahan moral dan kerugian, penelitian ini menunjukkan urgensi dan justifikasi kriminalisasi terhadap pemalsuan data emisi GRK. Kriminalisasi tersebut dilakukan terhadap tiga modus berupa: pemalsuan informasi atau dokumen, perusakan alat monitoring emisi, dan penggunaan sampel palsu. Sebagai solusi, penelitian ini memberikan formulasi kombinasi sanksi administratif dan pidana untuk mengkriminalisasi pemalsuan data emisi GRK agar dapat meminimalisasi kesempatan terjadinya tindak pidana sehingga mampu menjaga integritas perdagangan karbon.

The rise of world temperature by 4°C before 2060 would make the world unhabitable for humans. In response, countries worldwide are binded to limit the temperature increase to 1.5°C above pre-industrial levels and achieve net-zero emissions before 2060. Carbon trading stands out as one of the most cost-efficient instruments to meet these climate targets. However, the integrity of carbon trading is compromised due to high rates of criminal activities. These include: the sale of fake carbon credits, false claims regarding financial and environmental benefits of carbon credits, financial crimes, cybercrimes, and falsification of greenhouse gas emission (GHG) data. Using doctrinal and non-doctrinal method, this research argues that falsification of greenhouse gas emission dataremains unregulated by Indonesian criminal law. This research also argue that the criminalization of GHG data falsification is urgent and justified by implementing crime opportunity theory and justification of criminalization theory. As a solution,  this research provides a formulation of a combination of administrative and criminal sanctions to criminalize falsification of GHG emission data in order to minimize the opportunity for criminal acts so as to be able to maintain the integrity of carbon trading."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Pratiwi
"Pajak Karbon menjadi pungutan pajak baru di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kehadiran pungutan pajak baru ini banyak memberikan kekhawatiran dikalangan masyarakat maupun pelaku usaha. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan, menganalisis, dan membandingkan kebijakan pajak karbon. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dari berbagai narasumber. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pajak karbon yang akan diterapkan di Indonesia pada pertengahan tahun 2022 dan terbatas pada sektor PLTU Batubara sudah membawa nilai-nilai keadilan, keterjangkauan, dan dilakukan secara bertahap. Namun, kebijakan ini masih memiliki kelemahan dan kendala, seperti belum ditetapkannya regulasi-regulasi turunan yang mengatur penerapan dan pemungutan pajak karbon secara lengkap dan tegas, terutama dalam skema cap-trade-tax. Sehingga direkomendasikan agar paralel menyiapkan kebijakan yang lengkap dan berkesinambungan, maka Pemerintah Indonesia bisa memundurkan timeline Kebijakan Pajak karbon hingga kondisi perekonomian stabil dan kembali melakukan pilot project cap-and-trade.

Carbon Tax is a new tax collection in Indonesia which is regulated in the Law of the Harmonization of Tax Regulations (UU HPP). The presence of this new tax levy has caused a lot of concern among the public and business actors. This study was conducted to explain, analyze, and compare carbon tax policies. The approach method used in this research is a qualitative method with data collection techniques through in-depth interviews from various sources. The results of this study indicate that the carbon tax policy that will be implemented in Indonesia in mid-2022 and is limited to the coal-fired power plant sector has brought the values ​​of justice, affordability, and is carried out in stages. However, this policy still has weaknesses and obstacles, such as the absence of derivative regulations that regulate the implementation and collection of carbon taxes completely and firmly, especially in the cap-trade-tax scheme. Therefore, it is recommended that in parallel to prepare a complete and sustainable policy, the Government of Indonesia can postpone the carbon tax policy timeline until the economic conditions are stable and resume a cap-and-trade pilot project."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Cinta Lembayung
"Kebijakan pajak karbon merupakan salah satu instrumen ekonomi yang digunakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Indonesia menjadi salah satu negara yang akan mengimplementasikan pajak karbon setelah UU HPP diterbitkan tahun 2021. Namun, implementasi kebijakan pajak karbon terus mengalami penundaan hingga saat ini belum ada kejelasan terkait waktu penerapannya yang menunjukkan bahwa terdapat hambatan dalam prosesnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hambatan dalam proses implementasi pajak karbon di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi lapangan wawancara dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor yang menghambat proses implementasi kebijakan pajak karbon. Berdasarkan desain kebijakan dan administrasi perpajakan, terdapat hambatan terkait kepastian dari besaran tarif pajak, kejelasan point of taxation dari dasar pengenaan pajak, belum adanya mekanisme perhitungan pajak, serta belum dirilisnya peraturan turunan dan peta jalan pajak karbon. Selanjutnya, terkait kesiapan stakeholder dan infrastruktur, terdapat hambatan terkait belum ada mekanisme untuk menyelaraskan tiap sistem yang dibangun masing-masing kementerian dan belum ada SDM untuk menghitung emisi karbon. Terakhir, hambatan politik, sosial, dan ekonomi dapat dilihat dari pengaruh bisnis dalam sistem politik yang mempengaruhi keputusan top leadership, adanya penolakan publik dari pelaku usaha, dan ketidakpastian kondisi ekonomi Indonesia pasca pandemi terhadap proses implementasi pajak karbon.

Carbon tax policy is one of the economic instruments used to address the impacts of climate change. Indonesia is one of the countries that will implement a carbon tax after issuing the HPP Law in 2021. However, the implementation of carbon tax policies continues to experience delays. Until now, there is no clarity regarding the implementation time, which indicates that there are obstacles in the process. This study aims to analyze the obstacles in the process of implementing carbon taxes in Indonesia. This study used a qualitative approach with data collection techniques, field and literature studies. The results of this study indicate that three factors hinder the process of implementing carbon tax policies. Based on the design of tax policies and administration, there are obstacles related to the certainty of the amount of the tax rate, the clarity of the point of taxation of the tax base, the absence of a tax calculation mechanism, and the release of derivative regulations and carbon tax roadmaps. Furthermore, regarding the readiness of stakeholders and infrastructure, there are obstacles related to the absence of a mechanism to align each system built by each ministry and the need for more human resources to calculate carbon emissions. Finally, political, social and economic obstacles can be seen from the influence of business in the political system, which influences top leadership decisions, public rejection, and the uncertainty of Indonesia's post-pandemic economic conditions regarding implementing a carbon tax."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qurrotul'aini Zahrotullail
"Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Indonesia berencana menerapkan pajak karbon dengan skema pembatasan dan pajak (cap and tax). Skema ini dikatakan unik karena berbeda dari negara lain, yang mana implementasinya akan diselaraskan dengan mekanisme perdagangan karbon. Sementara, Indonesia sendiri perdagangan karbonnya masih dalam tahap perencanaan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena dianggap tidak cukup efektif untuk mendorong perilaku mengurangi emisi gas rumah kaca. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis peluang dan tantangan dari kebijakan pajak karbon dengan skema cap and tax di Indonesia. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan (wawancara mendalam) dan studi kepustakaan. Analisis dilakukan dengan menggunakan Matriks Analisis Strength, Weakness, Opportunities, Threat (SWOT) yang ditinjau dengan asas perpajakan kemudahan administrasi (certainty, efficiency, convenience of payment, dan simplicity) serta beberapa variabel pengimplementasian carbon pricingyang dikemukakan oleh Wood (2018), yaitu salience, revenue, serta impacts on competitiveness and emissions leakage. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa peluang dari skema cap and tax, antara lain peluang penerimaan, kepastian hukum, regulasinya yang sangat dinanti oleh kelompok kepentingan, dan peluang wajib pajak dalam memperoleh pengurangan pajak. Kemudian, terdapat pula beberapa tantangan yang harus dihadapi, yaitu terkait kesederhanaan, bagaimana membangun ruang publik, penetapan tarif yang terlalu rendah, serta bagaimana menghindari potensi dispute akibat lemahnya sistem measurement, reporting, and verification (MRV). Dengan demikian, disarankan agar Pemerintah segera memberikan kepastian dengan menerbitkan aturan pelaksana pajak karbon, menetapkan tarif yang sesuai dan memperluas cakupan emisi, melibatkan pelaku usaha dalam proses kebijakan, serta memperkuat sistem MRV.

Through Law Number 7 of 2021 on Harmonization of Tax Regulations, Indonesia plans to implement a carbon tax with a cap and tax scheme. This scheme is unique because it differs from other countries, where the implementation will be harmonized with the carbon trading mechanism. Meanwhile, Indonesia itself is still in the planning stage of carbon trading. This raises concerns because it is considered ineffective to encourage behavior to reduce greenhouse gas emissions. This study analyzed the opportunities and challenges of carbon tax policy with cap and tax schemes in Indonesia. The research approach used is qualitative, with data collection techniques through field studies (in-depth interviews) and literature studies. The analysis was conducted using the Strength, Weakness, Opportunities, Threat (SWOT) Matrix Analysis which was reviewed with the taxation principles of administrative convenience (certainty, efficiency, convenience of payment, and simplicity) and carbon pricing implementation variables proposed by Wood (2018), namely salience, revenue, impacts on competitiveness and emissions leakage. This study’s results indicate several opportunities from the cap and tax scheme, including revenue opportunities, legal certainty, regulations that interest groups highly anticipate, and opportunities for taxpayers to obtain tax reductions. Then, several challenges must be faced, namely, simplicity, building public space, setting tariffs that are too low, and avoiding potential disputes due to weak measurement, reporting, and verification (MRV) systems. Thus, it is recommended that the Government immediately provide certainty by issuing carbon tax implementing regulations, setting appropriate rates and expanding the scope of emissions, involving businesses in the policy process, and strengthening the MRV system."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Diantika
"Perubahan iklim akibat peningkatan suhu bumi merupakan ancaman yang semakin serius bagi umat manusia dan planet bumi. Untuk mengatasi perubahan iklim dan dampak negatifnya, Indonesia sebagai salah satu peserta COP21 telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah dalam pasal 13 UU HPP sepakat untuk mengenakan pajak karbon mulai 1 April 2022 untuk sektor pembangkit listrik tenaga batubara dengan skema cap and tax. Namun, penerapan pajak karbon ditunda hingga tahun 2025. Aturan teknis pajak karbon dan mekanisme pasar karbon belum siap. Lebih lanjut, skema yang digunakan untuk pengenaan pajak karbon di pembangkit listrik tenaga batubara secara administratif rumit dan mahal. Di sisi lain, 66% produksi listrik di Indonesia masih berasal dari pembangkit listrik tenaga batubara. Pengenaan pajak karbon pada pembangkit listrik berbahan bakar batubara memiliki efek domino. Hasil penelitian sebelumnya menyarankan bahwa pajak karbon lebih baik dipungut di sumber hulu dimana metode pemungutan pajak secara administratif lebih mudah dan efisien. Selain itu, Pemerintah harus memperhatikan waktu yang tepat untuk menerapkan pajak karbon dengan melihat kesiapan industri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis desain pemungutan pajak karbon dan mengevaluasi kesiapan perusahaan pembangkit listrik tenaga batubara untuk menerapkan pajak karbon. Dengan menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara, hasil penelitian menunjukkan bahwa desain pajak karbon tidak dirancang dengan baik saat penyusunan aturan. Selain itu, waktu untuk menerapkan pajak karbon pada pembangkit listrik tenaga batubara kurang tepat. Hal tersebut mengakibatkan tertundanya penerapan pajak karbon.

Climate change due to increase in earth's temperature is a serious threat to mankind and the earth. To overcome climate change and its negative impacts, Indonesia as a COP21 participant has committed to reduce 29% of GHG emissions by its own efforts and 41% by international support in 2030. Following up on this, the government regulate in article 13 of the HPP Law to impose carbon tax starting in April 1, 2022 for the coal-fired power plant sector with a cap and tax scheme. However, the implementation of the carbon tax was postponed until 2025. The technical rule for carbon tax and carbon market mechanism are not ready yet. Furthermore, the scheme used for carbon taxation in coal-fired power plants is administratively complex and expensive. On the other hand, 66% of electricity in Indonesia is still produced by coal-fired power plants. Imposing a carbon tax on coal-fired power plants have a domino effect. The result of previous study suggests that carbon tax is better collected in upstream sources where the tax collection method is administratively easier and more efficient. In addition, the Government should pay attention to the right time to implement a carbon tax by looking at the readiness of the industry. This study aims to analyze the design of carbon tax collection and evaluate the readiness of coal-fired power plants’ company to implement carbon tax. By using documentation and interview techniques, the results of the research show that the carbon tax was not well designed while drafting the rules. In addition, the timing of implementing carbon tax on coal-fired power plants was inappropriate. These factors result in delaying in the implementation of the carbon tax."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triananda Rahman Hadi
"Penggunaan PLTU batubara menghasilkan emisi yang tinggi. Salah satu teknologi yang dapat mengurangi tingkat emisi tersebut adalah Carbon Capture Storage (CCS) yang dapat menangkap emisi GRK yang dihasilkan oleh PLTU dengan menangkap emisi yang dihasilkan untuk kemudian disimpan dalam tanah. Namun penggunaan CCS di Indonesia terhambat oleh besarnya biaya yang diperlukan untuk menginstalasi CCS sehingga diperlukan kebijakan yang dapat menurunkan harga relatif PLTU dengan CCS untuk dapat mengimplementasikannya. Salah satu bentuk disinsentif tersebut adalah pajak karbon. Studi ini menggunakan metode LCOE dan CO2 switching price untuk menemukan harga pajak karbon optimal untuk mendorong adopsi teknologi CCS pada PLTU. Penelitian ini menggunakan dua sampel PLTU yang berlokasi masing-masing di Jawa Barat dan Sumatra Selatan dengan berbagai skenario implementasi CCS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan harga pajak karbon optimal untuk PLTU di Jawa Barat berkisar antara 11-79 US$ per ton CO2 untuk PLTU Jawa Barat dan 13-101 US$ per ton CO2 untuk PLTU di Sumatra Selatan. Berdasarkan perbandingan harga karbon di wilayah lain, maka implementasi CCS di Indonesia baru akan memiliki harga yang relatif sama jika implementasi CCS ditunda selama 10-15 tahun.

The use of coal-fired power plants produces high emissions. One of the technologies that can reduce these emission levels is Carbon Capture Storage (CCS) which can capture GHG emissions produced by PLTU by capturing the emissions produced for later storage in the ground. However, the use of CCS in Indonesia is hampered by the large cost required to install CCS so that a policy is needed that can reduce the relative price of PLTU with CCS to be able to implement it. One form of disincentive is a carbon tax. This study uses the LCOE and CO2 switching price methods to find the optimal carbon tax price to encourage the adoption of CCS technology in steam power plants. This study uses two samples of PLTU located in West Java and South Sumatra respectively with various CCS implementation scenarios. The results of this study indicate that the optimal carbon tax price for PLTU in West Java ranges from 11-79 US$ per ton CO2 for PLTU West Java and 13-101 US$ per ton CO2 for PLTU in South Sumatra. Based on the comparison of carbon prices in other regions, the implementation of CCS in Indonesia will only have relatively the same price if the implementation of CCS is delayed for 10- 15 years."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>