Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfianda Dwi Rahmawati
"Ion logam timbal (Pb) dan tembaga (Cu) merupakan salah satu jenis logam berat dengan efek toksisitas dan racun yang tinggi terhadap mahluk hidup yang banyak ditemukan dalam limbah industri cat dan pipa timbal. Penumpukan timbal dapat menyebabkan gangguan ginjal, tekanan darah tinggi maupun kerusakan otak dan penumpukan tembaga menyebabkan kerusakan pada hati dan menyebabkan kanker. Ion logam tersebut dapat dideteksi menggunakan Screen Printed Electrode (SPE.) Metode ini tergolong sederhana, ukurannya yang kecil, sampel sedikit, murah, efektif dan banyak digunakan dengan batas deteksi yang rendah. Elektroda kerja pada SPE dimodifikasi menggunakan nanopartikel Au-TA-DNS dengan metode dropping untuk mendeteksi keberadaan ion logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu). Adanya atom N dengan elektron bebas pada Dansylhydrazine (DNS) dapat digunakan untuk berikatan dengan ion logam. Pengukuran dilakukan dengan metode Anodic Stripping Voltammetry (ASV) pada rentang potensial - 1,3 V s/d + 0,4 V. Hasil pengukuran menggunakan metode ASV memperlihatkan puncak oksidasi. Respon arus terhadap larutan logam timbal (Pb) dan tembaga (Cu) pada elektroda kerja termodifikasi nanopartikel Au-TA-DNS menunjukkan linearitas yang baik dimana nilai linearitas masing – masing logam 0,9467 dan 0,967 pada rentang kosentrasi 1 – 100ppb. Hal ini menunjukkan bahwa elektroda kerja yang dimodifikasi nanopartikel Au- TA-DNS dapat digunakan sebagai elektroda kerja menggantikan elektroda karbo pada SPE dengan meningkatkan sensitivitas.

Lead (Pb) and copper (Cu) metal ions are a type of heavy metal with high toxicity and toxic effects on living creatures which are often found in lead paint and pipe industrial waste. A buildup of lead can cause kidney problems, high blood pressure or brain damage and a buildup of copper causes damage to the liver and causes cancer. These metal ions can be detected using a Screen Print Electrode (SPE). This method is relatively simple, small in size, small in sample, cheap, effective and widely used with a low detection limit. The working electrode on the SPE was modified using Au-TA-DNS nanoparticles with a drop-casting method to detect the presence of heavy metal ions lead (Pb) and copper (Cu). The presence of an N atom with free electrons in Dansylhydrazine (DNS) can be used to bind with metal ions. Measurements were carried out using the Anodic Stripping Voltammetry (ASV) method at a potential range of - 1.3 V to + 0.4 V. The results of measurements using the ASV method show oxidation peaks. The current response to the metal solution of lead (Pb) and copper (Cu) on the Au-TA-DNS nanoparticle modified working electrode shows good linearity where the linearity value for each metal is 0.9467 and 0.967 in the concentration range 1 – 100ppb. This shows that the Au-TA-DNS nanoparticle modified working electrode can be used as a working electrode to replace the carbon electrode in SPE by increasing sensitivity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Hilmi
"Insulin merupakan hormon protein yang terdapat pada sel beta pankreas yang memudahkan glukosa masuk ke dalam sel sebagai bentuk tenaga. Sensor elektroda karbon bercetak layar (SPCE) berdinding nanotube (MWCNT) yang termodifikasi dengan nanopartikel emas dan perak telah dikarakterisasi dan diuji untuk mengindrakan insulin dalam tubuh manusia. Deposisi nanopartikel dilakukan dengan metode dropcast dengan proses sintesis nanopartikel menggunakan metode Turkevich pada nanopartikel emas (AuNP) dan nanopartikel perak (AgNP). Karakteriasi sensor dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), Cyclic Voltammetry (CV), dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS). Konsentrasi yang diuji pada analit insulin berkisar pada 0.15 μM, 0.3 ¼M, 0.6 ¼M, 1.25 ¼M, 2.5 μM, 5 μM, dan 10 μM. Hasilnya, sensor elektroda karbon cetak layar berdinding nanotube memiliki nilai luas permukaan aktif pada sensor SPCE/MWCNT, SPCE/MWCNT-AgNP, dan SPCE/MWCNT-AuNP sebesar 0.14 cm2,0.20 cm2, dan 0.25 cm2. Tingkat sensitivitas pada sensor mengalami pengembangan saat sebelum dimodifikasi, sensor SPCE/MWCNT-AuNP memiliki sensitivitas terbaik sebesar 2.88 ¼A/¼M, lalu pada sensor SPCE/MWCNT-AgNP memiliki sensitivitas sensor sebesar 2.5 μA/μM dan terakhir pada SPCE/MWCNT sebesar 2.38 ¼A/¼M.

Insulin is a protein hormone found in pancreatic beta cells that makes it easier for glucose to enter cells as a form of energy. Nanotube-modified screen-printed carbon electrode (SPCE) sensors with gold and silver nanoparticles have been characterized and tested to sense insulin in the human body. Nanoparticle deposition was carried out by the dropcast method with the nanoparticle synthesis process using the Turkevich method on gold nanoparticles (AuNP) and silver nanoparticles (AgNP). Sensor characterization was carried out using Scanning Electron Microscope (SEM), Cyclic Voltammetry (CV), and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS). The concentrations tested for insulin analyte ranged from 0.15 ¼M, 0.3 ¼M, 0.6 ¼M, 1.25 ¼M, 2.5 ¼M, 5 ¼M, and 10 ¼M. As a result, the screen printed carbon electrode sensor with nanotube walls has active surface area values on the SPCE/MWCNT, SPCE/MWCNT-AgNP, and SPCE/MWCNT-AuNP sensors of 0.14 cm2, 0.20 cm2, and 0.25 cm2. The sensitivity level of the sensor underwent development before being modified, the SPCE/MWCNT-AuNP sensor has the best sensitivity of 2.88 ¼A/¼M, then the SPCE/MWCNT-AgNP sensor has a sensor sensitivity of 2.5 ¼A/¼M and then on SPCE/MWCNT of 2.38 ¼A/¼M."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Hisyam Farhansyah
"ABSTRAK
Pencegahan selalu lebih baik dari pengobatan. Wabah penyakit sering kali terjadi karena kurangnya kepekaan manusia untuk menjaga dirinya dari penyakit. Kurangnya alat yang praktis dan akurat pun merupakan salah satu penyebab terjadinya wabah. Perangkat diagnosis penyakit yang mahal dan metode pendeteksian yang rumit membuat masyarakat pada daerah terpencil sulit mendapatkan kejelasan mengenai kesehatannya serta lingkungannya. Atas dasar hal tersebut, fabrikasi sensor penyakit dibutuhkan. Metode fabrikasi yang paling praktis, murah, dan mudah menjadi landasan penelitian ini. Teknologi cetak sablon untuk fabrikasi elektroda dan sirkuit kelistrikan sudah umum dilakukan. Akan tetapi mesin pencetak yang mahal dan sulit didapat kembali menjadi hambatan. Ide penelitian ini adalah meneliti deviasi dimensi fabrikasi serta kelayakan elektroda sensor yang difabrikasi menggunakan metode cetak sablon konvensional dengan harapan fabrikasi sensor medis dapat dilakukan dengan mudah.

ABSTRACT
Prevention act is always better than treatment. Low awareness in term of disease prevention eases virus or bacteria to attack human body. Lack of practical and accurate detection system also make certain kind of diseases rise into surface. Costly diagnostic devices put more pressure onto society to get them medically checked frequently. Based on that idea, a simple fabrication technique for fabricating the electrochemical detector is needed. Those characteristics of fabrication method is the main topic for this research. Screen printing method for fabricating electrodes and electrical circuits are now common throughout the world. Still, a screen printing machine isn rsquo t cheap. Therefore, this research had been conducted with the intention to test whether conventional screen printing technique is able to fabricate a good quality electrode. By then, electrochemical detector will be possible to be fabricated easily. Dimension deviation caused by the fabrication processes and main functional test with cyclic voltammetry will be the main study in this research."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adha Masfufa
"Paper Electroanalytical Devices (PeAD) merupakan salah satu perangkat sensor kimia yang mulai banyak dikembangkan karena luasnya bidang aplikasi, salah satunya adalah untuk mendeteksi logam berat. Prinsip kerja dari PeAD yaitu dengan mengukur konsentrasi logam dari hasil reaksi reduksi dan oksidasi menggunakan metode potensiometri. Pada penelitian ini PeAD dikembangkan dengan adanya elektrodeposisi logam Bismut secara in situ pada elektroda, dengan menggunakan voltametri pelucutan anodik gelombang persegi (SWASV), logam Bismut dideposisi dengan membetuk film lapis tipis Bi pada permukaan elektroda dan dilakukan pemindaian dengan mikroskop elektron. Logam Bismut digunakan sebagai modifikator elektroda karena memiliki kapasitas untuk membentuk paduan dengan logam berat, seperti Pb dan Cd, selain itu juga karena sifatnya yang kurang beracun dan memiliki jendela potensial negatif yang besar sehingga proses pembentukan ikatan dengan logam dapat terjadi. Pengujian variasi pH, variasi potensial deposisi, dan variasi konsentrasi penambahan Bismut, dilakukan untuk mendapatkan hasil pengujian yang optimum, dan diperoleh kondisi optimum pada pH larutan 4,6 dengan potensial deposisi -1,2 V, dan penamabahan 1 mg/L Bismut. PeAD. Yang berhasil di fabrikasi kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan Scanning Electron Micsroscopy (SEM), Fourier-Transform Infra Red (FTIR), Contact Angle Meter (CAM). Uji performa analisis PeAD terhadap ion logam berat Pb dan Cd dilakukan dengan pengukuran linearitas, Limit of Detection (LOD), Limit of Quantification (LOQ), interferensi, presisi, dan akurasi. Persamaan yang didapat dari uji linearitas, dengan y = 1.4508 + 0.1723 [Cd (II)] dengan R2 = 0.9839 dan y = 0.6789 + 0.1218 [Pb (II)] dengan R2 = 0.9851, yang menunjukkan bahwa nilai sensitivitas PeAD untuk logam Cd sebesar 1.4508 μA dan logam Pb sebesar 0.6434 μA, dan LOD untuk logam Cd dan Pb yaitu 6.43 µg/L dan 7.01 µg/L, dengan LOQ yaitu 22.07 µg/L dan 23.39 µg/L.

Paper Electroanalytical Devices (PeAD) is one of the chemical sensor devices that has been widely developed due to its wide application in various field, one of which is detecting heavy metals. The working principle of PeAD is to measure the metal concentration from the reduction and oxidation reactions using the potentiometric method. In this study, PeAD was developed by the presence of in situ electrodeposition of Bismuth metal on the electrode, using square wave anodic stripping voltammetry (SWASV). Bismuth metal was deposited by forming a thin layer of Bi film on the electrode surface and then scanning with an electron microscope. Bismuth metal is used as an electrode modifier because it has the capacity to form alloys with heavy metals, such as Pb and Cd, as well as because it is less toxic and has a large negative potential window so that the process of bonding with metals can occur. Test for Variations in pH, variations in the deposition potential, and variations in the concentration of addition of Bismuth, were carried out to obtain optimum test results. The optimum conditions were obtained at a solution pH of 4.6 with a deposition potential of -1.2 V, with the addition of 1 mg/L Bismuth. The PeAD that were successfully fabricated were then characterized using Scanning Electron Microscopy (SEM), Fourier-Transform Infra-Red (FTIR), and Contact Angle Meter (CAM). Analysis performance test of PeAD for heavy metal ions Pb and Cd was carried out by measuring linearity, Limit of Detection (LOD), Limit of Quantification (LOQ), interference, precision, and accuracy. The equation obtained from the linearity test, with y = 1.4508 + 0.1723 [Cd (II)] with R2 = 0.9839 and with y = 0.6789 + 0.1218 [Pb (II)] with R2 = 0.9851, which shows that the metal sensitivity value of PeAD is 1.4508 µA for Cd and 0.6434 µA for Pb, and the LOD for Cd and Pb were 6.43 µg/L and 7.01 µg/L, with LOQ 22.07 µg/L and 23.39 µg/L."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Girang Irawan
"Permasalahan energi, ekologi dan Iingkungan membuka peluang dalam inovasi dan pengembangan teknik terbaru pengeringan tinta. Teknik tersebut adalah radiation cur- ing yang sudah banyak diaplikasikan dalam industri pelapisan dan tinta, menggunakan radiasi ultraviolet (UV) atau electron beam (EB). Konsep dasar pengembangan teknologi radiation curing adalah tidak. digunakannya pelarut organik, sehingga mengurangi polusi udara, mengurangi resiko terhadap kesehatan dan penghematan energi. Percobaan pembuatan tinta sablon untuk iradiasi ultra-violet pada permukaan plastik polietilen tereftalat (PET) telah dilakukan dengan menggunakan prapolirner epoksi akrilat (Laromer EA 81) dan poliester akrilat (Laromer PE 46) yang digabungkan dengan monomer tripropilen glikol diakrilat (TPGDA) dan heksanadiol diakrilat (HDDA). Untuk pewarnaan merah digunakan lithol rubine dan CaCO3, dan ditambahkan pula zat aktif permukaan serta fotoinisiator. Formula diaplikasikan pada PET dengan menggunakan monyl silk screen berukuran gasa T 120, kemudian diradiasi dengan lampu UV tunggal 80 watt/cm tipe CK 1300 pada kecepatan konveyor 5 meter/menit.
Hasil yang diperoleh diuji karakteristiknya meliputi kekerasan, ketahanan kikis, adesi, ketahanan terhadap pelarut dan bahan kimia lainnya, serta ditentukan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Karakteristik lapisan tinta iradiasi UV diwakili formula G (epoksi akrilat 32%, poliester alcrilat 7,5%, TPGDA31,1%, HDDA7,5%, lithoirubine 5%, CaCO310%, Tween20 2%, silicon oil 1%, Darocure 1173 3,9%) memiliki ketahanan kikis 5,1 mg, adesi 60%, kilap 55%, ketahanan terhadap pelarut metil etil keton (MEK) >100 gosokan, sedangkan lapisan tinta sablon biasa (solvent base) memililci ketahanan kilds 15,4 mg, adesi 98%, kilap 46,3%, ketahanan terhadap MEK satu kali gosokan. Dengan demikian tinta sablon iradiasi UV memiliki sifat yang lebih baik dari tinta sablon biasa untuk ketahanan kilds, kilap dan ketahanan terhadap MEK, namun sifat adesi dari tinta sablon iradiasi UV kurang baik dibandingkan tinta sablon biasa."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mila Rahma Minanti Putri
"Modifikasi elektroda emas adalah salah satu metode alternatif yang dapat digunakan sebagai sensor kimia untuk analisis ion logam Cu2+. Modifikasi elektroda emas dilakukan dengan cara mengimobilisasi 3-mercaptopropionic acid pada permukaan elektroda emas dengan metode self assembled monolayer (SAM) yang difungsionalisasikan dengan EDTA. Karakterisasi elektroda emas dilakukan dengan teknik cyclic voltametry (CV), fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR), scanning electron microscopy (SEM) dan energy dispersive spectrometer (EDS). Luas elektroda yang digunakan adalah 0,809 cm2. Modifikasi dan aplikasi sensor elektroda Au-Bare, Au-3MPA dan Au-3MPA-EDTA terhadap pendeteksian ion logam Cu2+ telah berhasil dilakukan. Puncak arus oksidasi ion logam Cu2+ tertinggi terdapat pada pH 5 antara lain, 8,07 x 10-5A  pada elektroda Au-3MPA-EDTA, 5,92 x 10-5A pada elektroda Au-3MPA dan 7,42 x 10-5A pada elektroda Au-Bare pada kisaran potensial 0,35 V.

Modification of the gold electrode is an alternative method that can be used as a chemical sensor for the analysis of Cu2+ metal ions. Modification of the gold electrode was carried out by immobilizing 3-mercaptopropionic acid on the surface of the gold electrode using the self assembled monolayer (SAM) method which was functionalized with EDTA. Gold electrode characterization was performed by cyclic voltametry (CV), fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR), scanning electron microscopy (SEM) and energy dispersive spectrometer (EDS) techniques. The electrode area used is 0.809 cm2. Modifications and applications of Au-Bare electrode sensors, Au-3MPA and Au-3MPA-EDTA against the metal ion detection of Cu2+ have been successfully performed. The top of the current Cu2+ metal ion oxidation state is found in pH 5 among others, 8.07 x 10-5 A on Au-3MPA-EDTA electrodes, 5.92 x 10-5 A on Au-3MPA electrodes and 7.42 x 10-5 A on Au-Bare electrodes at a potential range of 0.35 V."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Rian Aulia
"Bentonit alam Jambi telah berhasil dimodifikasi menjadi Organoclay melalui proses interkalasi dengan senyawa asam amino Alanin. Sebelum dilakukan sintesis Organoclay, dilakukan proses fraksinasi dan sedimentasi dari bentonit alam Jambi yang bertujuan untuk mendapatkan bentonit yang kaya akan montmorillonite (MMT) dan menghilangkan pengotor yang terkandung di dalam bentonit. Kemudian dilakukan penyeragaman kation bebasnya dengan Na+ menjadi Na- Bentonit. Selanjutnya dengan menggunakan larutan tembaga amin, dilakukan penghitungan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan diperoleh nilai KTK sebesar 35,3 mek/100 gram bentonit. Sintesis Organoclay kemudian dilakukan dengan menginterkalasikan senyawa Alanin ke dalam Na- MMT dengan 2 nilai KTK pada 3 kondisi pH, yaitu pH 4,7, pH isoelektrik Alanin (pH 6), dan pH 7.
Hasil dari karakterisasi FTIR menunjukkan bahwa senyawa asam amino Alanin telah berhasil diinterkalasi ke dalam bentonit alam Jambi pada pH isoelektrik dengan munculnya serapan baru pada bilangan gelombang yang berbeda dengan Na- MMT. Organoclay yang telah disintesis kemudian digunakan sebagai adsorben ion logam berat kadmium dan timbal dengan proses optimasi waktu dan konsentrasi adsorpsi.
Hasil menunjukkan bahwa Organoclay memiliki daya adsorpsi yang lebih besar terhadap logam berat dibandingkan dengan bentonit alam. Variasi pH interkalasi 4,7 dan 7 menghasilkan Organoclay dengan kemampuan adsorpsi yang lebih rendah dibandingkan Organoclay yang di interkalasi pada pH isoelektrik Alanin.

Natural Jambi bentonite have been successfully modified into Organoclay through the intercalation process with acid amino compound Alanine. Before the process for the synthesis of Organoclay begins, the process of sedimentation and fractionation conducted on natural Jambi bentonite in order to get the rich inmontmorillonite (MMT) bentonite and removed the contaminer contained in the bentonite. Then the equalization of free cations is done with Na+ (called Nabentonite). Next, using a solution of copper amine, its cation exchange capacity (CEC) determined and the value of CEC acquired was 35,3 meq/100 grams of bentonite. Synthesis of Organoclay then performed by intercalating Alanine into Na-MMT with 2 values of CEC on 3 pH conditions i.e. pH 4,7, the isoelectric pH of Alanine (pH 6), and the pH 7.
The results of the characterization with FTIR indicated that acid amino Alanine compounds has managed to be intercalated into natural Jambi bentonite with the appearance of new absorbance at different wave number from Na- MMT. Organoclay which have been synthesized then used as an adsorbent of heavy metal ions cadmium and lead with the optimization of adsorption time and concentration process.
The results show that Organoclay have better adsorption capacity compared to unmodified natural Jambi bentonite against heavy metal ions. Organoclay synthesized in variated pH conditions (4,7 dan 7) have lower adsorption capacity than the Organoclay that synthesized in isoelectric pH of Alanine.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhia Atikah Aliyyu
"ABSTRAK
Proses pengomposan di UPS Merdeka dilakukan dengan metode open windrow dengan menggunakan sampah rumah tangga dan sampah daun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan kandungan logam berat dalam kompos, perbandingan potensi pengurangan kandungan logam berat, dan standar kualitas kompos sesuai SNI 19-7030-2004. Kompos dibagi menjadi 2 tumpukan dimana pada hari ke-100 kompos A diberikan cacing Lumbricus rubellus dan menjadi vermikompos. Massa logam berat Pb lebih banyak mengalami kehilangan massa pada kompos A sebesar 95,61% dan 95,53% untuk kompos B. Untuk massa logam berat Cu pada kompos A dan kompos B lebih banyak terdapat di kompos hari ke-105 dengan persentase sebesar 96,88% untuk kompos A dan 96,02% untuk kompos B. Massa logam berat dalam jaringan cacing pada kompos A sebesar 0,01% untuk kedua jenis logam. Pengurangan kandungan logam berat terlihat dalam vermikompos dimana peningkatan kandungan logam Pb dan Cu dalam jaringan cacing sebesar 194,3% dan 25,2%. Parameter kadar air, temperatur, pH, logam Pb, C/N, bau, warna, serta tekstur memenuhi standar kualitas kompos. Sedangkan parameter logam Cu tidak memenuhi standar kualitas kompos.

ABSTRACT
The composting process conducted by UPS Merdeka with open windrow method using household waste and leaf litter. This study aims to know the relevance of heavy metal content in compost, ratio comparison of heavy metal potential reduction, and compost standard quality is SNI 19-7030-2004. Compost was divided into two piles when in 100th day, Lumbricus rubellus was given to compost A and became vermicompost. Pb mass was much more reduced (95.61%) than compost B (95.53%). Cu mass in two compost pileswere increasing by the 105th day, with 96.88% in compost A and in 96.02% compost B. Heavy metal mass in worm tissue in compost A was 0.01% for the both metals. The reducing of heavy metal content were seen in vermicompost where the increasing of metal Pb and Cu content in worm tissue are 194.3% and 25.2%. Water content parameters, temperature, pH, Pb, C/N, odor, color, and texture meet the quality standards, while the parameters of Cu do not meet the compost quality standards.
"
2015
S59889
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Meisya
"Dalam penelitian ini dilakukan suatu simulasi pencemaran logam berat timbal Pb melalui jalur pakan. Sehingga didapatkan pemodelan bioakumulasi ion Pb pada Perna viridis yang diperoleh dari Pulau Laki, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Perna viridis dalam mendapatkan makanannya dengan cara menyaring zooplankton, fitoplankton, detritus, diatom dan bahan organik dari perairan. Cara mendapatkan makanan yang demikian memungkinkan logam berat yang terlarut didalamnya ikut masuk kedalam tubuh Perna viridis. Oleh karena itu, untuk mengurangi kadar ion logam Pb yang terkandung di dalam Perna viridis dibutuhkan metode depurasi.
Metode depurasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pengaliran air berulang. Setelah itu, dilihat pengaruh metode depurasi pengaliran air terhadap kandungan pada protein Perna viridis.
Berdasarkan hasil analisa diperoleh nilai ku yang didapat dari perlakuan paparan ion logam Pb selama 10 hari adalah 3,70 mg/Kg.hari-1. Nilai ke untuk perlakuan depurasi dengan metode pengaliran air berulang adalah 0,14 mg/Kg.hari-1. Nilai BCF pada jalur pakan adalah 26,43 mg/Kg.hari-1. Nilai BAF yang diperoleh adalah 214,29 mg/Kg.hari-1. Dilakukan pula pengukuran kadar logam Pb pada Perna viridis yang berasal dari Muara Kamal, Jakarta Utara dengan metode depurasi pengaliran air berulang dan perendaman asam asetat dan asam sitrat dengan berbagai konsentrasi dan waktu. Hal ini dilakukan sebagai informasi tambahan dalam upaya pemenuhan kondisi food safety, yang dapat diaplikasikan pada skala rumah tangga maupun restoran.

This research was conducted on heavy metal contamination of lead Pb through food pathway. The bioaccumulation model of Pb ion was analyzed in Perna viridis which obtained from Laki Island, Kepulauan Seribu, North Jakarta. Perna viridis in getting food by filtering zooplankton, phytoplankton, detritus, diatoms and organic matter from water environment. Based on that way, heavy metals may dissolve in Perna viridis. Therefore, to reduce the level of Pb metal ion contained in the Perna viridis needs depuration method.
The method of depuration carried out in this research is the method of water flow recirculating. After that, seen the influence of depuration method of water flow recirculating depuration on protein content.
Based on the analysis results uptake value ku obtained from metal ion Pb exposure during 10 days is 3.70 mg Kg.day 1. The value to for depuration ke treatment with a water flow recirculating method is 0.14 mg Kg.day 1. The value of BCF in food pathway is 26,43 mg Kg.day 1. BAF values obtained were 214.29 mg Kg.day 1. Similarly, the measurement of Pb metal content in Perna viridis derived from Muara Kamal, North Jakarta with the method of depuration of water flow recirculating and depuration using acetic acid and citric acid with various concentrations and time. As additional information of fulfilling food safety conditions, which can be applied at a household and restaurant scale.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Ade Kurnia Putri
"Kerang hijau bersifat sebagai filter feeder dalam perairan, sehingga komoditi ini sangat rentan terhadap akumulasi logam berat dalam tubuhnya. Diperlukan suatu usaha untuk meminimalkan kandungan logam berat pada kerang hijau, salah satu yang dapat dilakukan adalah proses depurasi. Pada penelitian ini, proses depurasi dilakukan denga metode kontinu, diskontinu dan ekstraksi asam. Waktu optimum depurasi metode kontinu adalah 1,5 jam, dengan kecepatan sirkulasi 250 L/jam dan didapatkan penurunan kadar logam Pb sebesar 30,048% dan 29,748% untuk logam Cu.
Pada metode diskontinu, hasil optimum dicapai saat suhu 100°C dengan menggunakan media air PAM pada lama perendaman 3 jam dengan penurunan kadar logam Pb sebesar 35,001% dan kadar logam Cu 39,015%. Pada metode ekstraksi, kondisi optimum dicapai menggunakan pelarut asam asetat 11 % dengan penurunan logam Pb dan Cu masing-masing sebesar 88,243% dan 76,298%. Akibat proses depurasi ini, penurunan protein paling besar terjadi dengan perlakuan ekstraksi asam asetat 11%, dengan penurunan kadar protein sebesar 59,051% menggunakan metode Lowry dan 36,655 % menggunakan metode Kjeldahl.

Green mussels are filter feeder in water hence, these commodities are susceptible to accumulate heavy metals in their body. Required an effort to minimize the content of heavy metals in green mussels, one that can be done by depuration process. In this study, the process conducted through continuous method, discontinuous method, and acid extraction methods. The optimum time of continuous method was 1.5 hours, with a circulation rate of 250 L/h and decreased levels of Pb obtained by 30,048% and 29,748% for Cu.
In the discontinuous method, the optimum result was achieved when using PAM aqueous media at 3 hours soaking time and 100°C of temperature. This method given decreased levels of Pb and Cu in 35,001% and 39.015%. In the extraction method, the optimum condition was achieved in a solvent extraction using 11 % acetic acid with decreased levels of Pb and Cu was 88,243% and 76,298%. For the determination of protein content, decreasing levels of the protein was obtained by treatment with 11% acetic acid extraction showed a decrease in protein content of 59,051% based on the Lowry method and 36,656% by the Kjeldahl method.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>