Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91846 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Rifqi Aziz
"Dalam Undang-Undang Dasar 1945, bentuk pemerintahan daerah telah digambarkan secara jelas yaitu berupa Pemda setingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, yang masing-masing dipimpin oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan dipilih secara langsung oleh rakyat. Selain itu, dalam UUD 1945 juga dijelaskan, bahwa tiap pemerintahan daerah memiliki DPRD sebagai perwakilan rakyat daerah yang berperan dalam pembentukan peraturan daerah bersama kepala daerahnya. Namun, pada tahun 2022 untuk pertama kalinya Indonesia memutuskan memindahkan Ibu Kota Negara, dengan konsep Pemda yang berbeda seperti yang telah digambarkan dengan jelas dalam Undang-Undang Dasar. Dalam landasan hukum pemindahan Ibu Kota Negara, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara menetapkan bahwa model Ibu Kota Negara adalah berbentuk Pemerintah Daerah Khusus dengan nama Nusantara yang dikelola oleh Badan Otorita setingkat kementerian serta dipimpin oleh Kepala Otorita dengan status setingkat menteri. Berbeda seperti Pemda lainnya, nantinya Kepala Otorita tidak dipilih oleh rakyat layaknya Gubernur, melainkan ditunjuk langsung oleh Presiden. Lebih jauh dari itu, Pemerintah Daerah Khusus Nusantara tidak memiliki DPRD sehingga dipertanyakan implementasinya. Metode penelitian dalam penulisan ini yaitu menggunakan metode yuridis-normatif, yang berfokus pada kajian norma-norma hukum, yurisprudensi, dan bahan-bahan hukum lainnya untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Berangkat dari permasalahan tersebut, DPR memegang peran kunci untuk menggantikan peran DPRD khususnya dalam menjalankan prinsip-prinsip checks and balances di daerah IKN.

In the 1945 Constitution of Indonesia, the form of regional government is clearly described as Provincial/District/City Governments, each led by a Governor/Regent/Mayor and elected directly by the people. Additionally, the Constitution outlines that each regional government has a Regional People’s Representative Council (DPRD) representing the people of the area, playing a role in the formation of regional regulations in collaboration with the head of the region. However, in 2022, for the first time, Indonesia decided to move its Capital City, adopting a different form of regional government than what is explicitly described in the Constitution. According to the legal basis for the relocation of the Capital City, Law No. 3 of 2022 concerning the Capital City establishes that the model of the Capital City is a Special Regional Government named Nusantara, managed by an Authority Body at the ministerial level and led by a Head of Authority with the status equivalent to a minister. Unlike other regional governments, the Head of Authority is not elected by the people like a Governor but is appointed directly by the President. Furthermore, the Special Regional Government of Nusantara does not have a DPRD, raising questions about its implementation. The research method in this writing is using the juridical-normative method, focusing on the study of legal norms, jurisprudence, and other legal materials to address the research problem. Given this issue, the DPR holds a key role in replacing the functions of the DPRD, especially in implementing the principles of checks and balances in the IKN area."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zanetta Yuniar Kurniawan
"Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Nusantara akan berjalan dengan baik apabila investasi dan perekonomian berkembang di IKN. Salah satu instrumen pendukung yang digunakan adalah pemberian insentif perpajakan yang tertera dalam PP Nomor 12 Tahun 2023 mengenai Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara. Sejumlah insentif diharapkan mampu menarik investor untuk menanamkan modal di IKN, namun, insentif yang digelontorkan dalam jumlah banyak dapat mengikis penerimaan pajak tanpa memberikan dampak besar terhadap manfaat yang diterima oleh pemerintah. Karena itu, diperlukan analisis atas formulasi kebijakan serta penguatan kapasitas administrasi atas insentif PPh di IKN Nusantara untuk memastikan insentif perpajakan dapat dimanfaatkan secara optimal. Pendekatan yang digunakan adalah post-positivist dengan pengumpulan data yang dilakukan secara kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi kebijakan insentif PPh di IKN Nusantara telah sejalan dengan serangkaian tahap dalam konsep formulasi kebijakan, namun belum memenuhi komponen administrative capacity dilihat dari belum adanya peraturan turunan hingga aplikasi yang akan digunakan. Sebaiknya, pemerintah menentukan kriteria evaluasi secara jelas dan merinci atas pemberian insentif PPh di IKN agar manfaat dan biaya yang terealisasikan dapat terukur dan sesuai dengan tujuan yang telah dirancang disertai dengan keterlibatan sasaran utama kebijakan dalam proses formulasi kebijakan tersebut serta mempercepat penguatan setiap komponen administrative capacity.

The relocation of the National Capital to Nusantara will goes well if investment and the economy develops in IKN. One of the supporting instruments used is the provision of tax incentives as stated in PP Number 12 of 2023 concerning the Provision of Business Licensing, Ease of Business and Investment Facilities for Business Actors in the Capital City of Nusantara. A number of incentives are expected to be able to attract investors to invest in IKN, however, incentives disbursed in large quantities can erode tax revenues without having a major impact on the benefits received by the government. Therefore, analysis of policy formulation and strengthening of administrative capacity for income tax incentives in IKN Nusantara is needed to ensure that tax incentives can be utilized optimally. The approach used is post-positivist with data collection carried out qualitatively through in-depth interviews and literature study. The results of this research show that the income tax incentive policy formulation in IKN Nusantara is in line with a series of stages in the policy formulation concept, but has not yet fulfilled the administrative capacity’s components seen from the absence of derivative regulations to the applications that will be used. It would be better if the government determines clear and detailed evaluation criteria for the provision of PPh incentives in IKN so that the benefits and costs realized can be measured and in line with the designed objectives accompanied by the involvement of the main policy targets in the policy formulation process and accelerate the strengthening of each administrative capacity’s component."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Putri Wisuda
"Penelitian ini membahas mengenai kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan taman kota di Depok. Kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan Taman Kota ini disusun oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok dalam bentuk Masterplan pembangunan Taman Kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan taman kota di Depok. Teori inti yang digunakan adalah mengenai kebijakan publik dan perencanaan pembangunan. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan kajian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kebijakan perencanaan pembangunan taman kota Depok. Hal tersebut dikarenakan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) belum disahkan, keterbatasan dana, ketidakakuratan data, kurangnya sosialisasi, dan keterbatasan Sumber Daya Manusia.

This study discusses implementation of planning policies in Depok city park. Planning policy has been prepared by Parks and Sanitation Department (DKP) in Depok City Parks as a master plan. The purpose of this study was to determine how the implementation of planning policies in Depok city park. Core theories were use in this policy development planning. The research methode in use is a qualittive data collection with in dept interviews and review of literature. The result showed that there is not the policy planning of city park in Depok city it is because the spatial plan (spatial plan) as not been authorized, limited funds, the inaccuracy data, lack of socialization, and human resource constraints."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Supriady Bratakusumah
"The study was analize the implementation of the democratic model and the government system in Indonesia. checks and Balances among democracy pillars is the main focus of the analysis. the important finding of the study is that the democracy in Indonesia does not have a consistency in term of system."
Jakarta: Badan Perencanaan PembangunaN Nasional (BAPPENAS), 2018
330 JPP 2:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hariadi
"Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang merupakan suatu studi kelayakan dari aspek lingkungan, dalam prakteknya disusun setelah suatu kegiatan berjalan, sehingga tidak sesuai dengan maksud dari penetapan kebijakan tentang AMDAL tersebut. George C. Edward III mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan prosedur operasi standar.
Penelitian terhadap pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yang memberikan gambaran pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL (PP No. 51 Tahun 1993) di Komisi AMDAL Daerah DKI Jakarta dan pembahasan atas pelaksanaan kebijakan tersebut secara kualitatif dengan mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan di atas.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa komunikasi tentang isi kebijakan telah dilaksanakan dengan baik melalui kegiatan periodik berupa penyegaran kepada para instansi terkait dan konsultasi regional pelaksanaan AMDAL se-Jawa yang dikoorfinir oleh Pemerintah Pusat. Dari faktor sumber daya diperoleh bahwa sumber daya manusia pelaksana kebijakan ini tidak mencukupi baik dari mutu maupun jumlahnya. Sebagian besar anggota Komisi yang aktif secara formal belum memiliki dasar-dasar tentang AMDAL, dan minimnya jumlah tenaga pelaksana di lapangan dalam melakukan pengawasan. Sedangkan dari sumber daya kewenangan diketahui bahwa kewenangan yang dimiliki oleh Komisi maupun oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah tidak memadai untuk dapat melaksanakan kebijakan ini dengan baik. Kewenangan tersebut berada pada instansi pembina dan pemberi izin.
Dari faktor disposisi/sikap aparat diketahui bahwa sikap aparat yang bertugas pada instansi pembina dan pemberi izin kurang mendukung dengan tidak mewajibkan penyusunan AMDAL sebagai salah satu syarat perizinan. Dari faktor prosedur operasi standar, telah dikeluarkan lnstruksi Gubernur Nomor 84 Tahun 1997 yang mewajibkan penyusunan AMDAL sebagai persyaratan perizinan daerah. Instruksi ini juga kurang membantu pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL selain karena dikeluarkan setelah kebijakan tentang AMDAL berjalan selama empat tahun, juga karena sikap kurang mendukung dari aparat pelaksana pada mstansi-instansi terkait."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuliansyah Putra Zulkarnain
"Interaction between the local government and the council serves as one of significant factors that endorse the effectiveness of decentralization pursuant to Law No. 22 of 1999 on Local Government in Indonesia. One of the arenas in which such interaction between the two district organizations takes place is the formulation of policies on Local Budget, as part of their regulatory function.
Such formulation of policies on Local Budget is provided in the Government Regulation No. 105 of 2000 and Decree of Minister of Domestic Affairs No. 29 of 2002. These two legal bases reflect the interaction between local government and the council in the formulation of General Course and Policies, Local Budget Strategies-Policies and deliberation of Local Budget Proposal. However, in reality the process is smeared by conflict of interests among the incumbents that disregard local stakeholders' interests. As a consequence, the stipulated Local Budget is considered irrelevant to the needs of the local people and is likely to favor the interests of the incumbents both in the local government and in the council.
A case study approach was employed to examine the above mentioned issues of Depok City. There are a number of reasons to study these issues in Depok City, i.e. (1) it already ratified Local Regulation No. 1 of 2003 on Management and Accountability of Local Finance as a follow-up of the Decree of Minister of Domestic Affairs No. 29 of 2002, (2) it has employed Communication Forum for Participative Development Planning as a major element in the formulation of General Course and Policies and (3) it fits the technical aspects of this study. This study focuses on the power and resources dependency approach and the state-centered approach. Based on these two approaches, emphasis is put on the interaction process, types of interaction, and dynamic elements that constitute such interaction.
Based on the results of the study, it may be concluded that, (1) the interaction between the local government and the council is dominated by the local government due to its greater access to power and resources, (2) the imbalanced interaction is resulted from lack of access to resources by the Budget Committee of the council (3) imbalanced interaction in the formulation of the general course and policies and budget strategies-priorities has formed an anticipated reaction type of interaction due to weak position of the council on situational basis, (4) the interaction in the formulation of the general course and policies and budget strategies and priorities tend to be contravening, leading to disassociating process, (5) during the deliberation of Local Budget Proposal, the interaction inclined to a no decision making situation influenced by the interaction between offices/agencies/institutions and the faction-commission to urge the Budget Committee of the council that eliminates the contravening situation, leading to associative interaction and (6) the mayor direct election will strengthen the incumbent in the local government due to increasing political legitimacy of the local government, and on the contrary weakening the position of local legislators or the council in such interaction.
Based on the above conclusion, the following recommendations might be taken into consideration: (1) to build a balanced interaction by improving both individual and institutional capacity of the local legislators or the council, (2) each faction requires its member to understand both the process and material of local budgeting, (3) to build balanced formality and informality by putting forward transparency and improving interaction frequency between the local government and the local legislators or the council on institutional basis, (4) the effort to improve institutional capacity of the council may be achieved by institutionalizing inter-faction interaction and to dissolve internal grouping, (5) institutionalizing the cross-faction lobbying mechanism in the council, regular reporting and joint discussion to moderate sheer interest of political parties and (6) the mayor direct election must be balanced by improving institutional capacity, guidelines for the council for formulating and monitoring the Local Budget and maintaining good interaction with the local government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Sri Milawati
"Industri rokok di Indonesia termasuk salah satu industri yang memberikan sumbangan-pajak non migas yang besar kepada pemerintah. Cukai yang diterima pemerintah dalam APBN, meningkat terus dari tahun 1998 dengan realisasi penerimaan 8,6 triliun sampai dengan tahun 2001 sebesar 18,2 triliun dan pada tahun 2002 realisasi penerimaan 23,34 triliun.
Industri rokok saat ini menghadapi masalah yaitu peningkatan penerimaan pajak dengan kenaikan tarif cukai dan HJE. Disini penulis satu masalah yang menarik untuk dipela jari yaitu : apakah kebijakan pemerintah mengenai tarif cukai & HJE yang hampir setiap tahun mengalami perubahan akan berdampak pada produksi rokok dan penerimaan cukai rokok? Bagaimana perbedaan kebijakan pemerintah pada rokok kretek dan rokok putih, dan dampaknya terhadap penerimaan cukai rokok?
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian terhadap masalah yang dikemukakan diatas adalah melihat hubungan tarif cukai dari HJE dengan produksi, melihat hubungan tarif cukai dan HJE dengan penerimaan cukai, menganalisa peluang usaha bagi perusahaan kecil untuk masuk pasar industri rokok yang bersifat oligopoli dan melihat dampak dari perubahan tarif cukai & HJE terhadap produksi rokok perusahaan dominan, dan pengaruhnya pada penerimaan cukai pemerintah.
Untuk meneliti digunakan metodologi Structure, Conduct, Performance (SCP). Pendekatan SCP digunakan untuk menganalisa hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri rokok dan didukui Ig oleh metode regresi dengan model OLS(Qrdinary Least Squares) sistem time series dan panel data. Untuk melihat hubungan statistik antara variabel-variabel yang telah dijelaskan secara kualitatif pada pendekatan SCP.
Terdapat hubungan antara tarif cukai, produksi dan HJE dengan penerimaan cukainya. Pada panel data probabilita t untuk produksi, tarif cukai dan ME nilainya signifikan secara sendiri-sendiri, sedangkan untuk probabilita F statistik nilainya signifikan secara bersama-sama, untuk jenis SKM dan SKT. Pada time series untuk jenis SKM dan 5PM probabilita t pada produksi nilainya signifikan, tetapi probabilita t untuk tarif cukai pada SKM, SKT dan SPM tidak signifikan, probabilita F statistik nilainya pada SKT, SKM dan SPM signifikan secara bersama-sama.
Berdasarkan penelitian diatas, ditemukan bahwa tarif cukai dan HJE mempengaruhi penerimaan cukai. Perubahan tarif cukai dan HJE juga dapat mempengaruhi perilaku perusahaan rokok dalam penjualannya. Untuk 3 tahun terakhir periode 2000 - 2002, terlihat penurunan total produksi rokok. Bila dikaitkan dengan tujuan utama cukai dalam rokok, kebijakan pemerintah dalam perubahan tarif cukai dan HJE periode tahun 2000 - 2002 yang dalam setahun bisa 2-4 X berubah adalah cukup-efektif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T12057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Purwitasari
"Tesis ini membahas Pluralisme Kebijakan Pemerintah Dalam Penetapan Hak Guna Usaha Perkebunan di Indonesia Studi Kasus Tumpang Tindih Dengan Pertambangan, Kehutanan dan Tanah Ulayat. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dan teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach). Kebijakan pengaturan sektor pertanahan khususnya dalam penetapan pemberian Hak Guna Usaha dalam implementasi banyak aturan yang mendasarinya.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pluralisme kebijakan pemerintah dalam penetapan Hak Guna Usaha perkebunan di Indonesia dan permasalahan yang diakibatkan pluralisme kebijakan pemerintah dalam penetapan Hak Guna Usaha dan untuk mengetahui sejauh mana pluralisme kebijakan pemerintah dalam penetapan pemberian Hak Guna Usaha di Indonesia mengakibatkan tumpang tindih Hak Guna Usaha perkebunan dengan sektor lain khususnya perizinan pertambangan, perizinan kehutanan dan tanah ulayat beserta dampaknya.
Hasil dari penelitian ini adalah pluralisme kebijakan pemerintah dalam penetapan Hak Guna Usaha tidak dapat terlepas dari kebijakan pemerintah dalam sektor lainnya yaitu sektor pertambangan dan kehutanan, serta tanah ulayat dan pluralisme kebijakan pemerintah dalam penetapan Hak Guna Usaha tersebut menyebabkan tumpang tindihnya Hak Guna Usaha perkebunan dengan sektor lainnya terutama dengan sektor pertambangan dan kehutanan, serta tumpang tindih dengan tanah ulayat penyelesaiannya tidak mudah karena masing-masing sektor berpegang kepada Undang-Undang sektoralnya dan Undang-Undang sektoral itu sama derajatnya.

This thesis focuses on the Pluralism of Government Policy in the Stipulation of Right of Cultivation (hak guna usaha) for Plantation in Indonesia (Study Case on Overlapping of Mining, Forestry and Communal Rights). The research is legal norm in nature and the data collection to be used shall be conducted through library research with a statue approach. Regulation policy in the land sector, in particular the stipulation of Right of Cultivation (hak guna usaha) in practice is based on many regulations.
The objective of this research is to reveal the pluralism of government policy in the stipulation of right of cultivation (hak guna usaha) for plantation in Indonesia and the problems attributable to pluralism of government policy in the stipulation of right of cultivation (hak guna usaha) and to reveal the extent of pluralism of government policy in the stipulation of right of cultivation (hak guna usaha) in Indonesia causing overlapping of right of cultivation (hak guna usaha) for plantation with other sectors, especially with the mining permit, forestry permit and communal rights along with its effects.
The result of this research reveals that the pluralism of government policy in the stipulation of right of cultivation (hak guna usaha) is closely related to the government’s policies in other sectors, namely the mining, forestry and communal rights sectors and therefore causing overlapping of right of cultivation (hak guna usaha) with other sectors, mainly with mining, forestry and communal rights sectors in which the settlement is not easy as each of those sectors has their own law having equal legal force.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Triharto Hari Sadino
"Penelitian ini difokuskan pada analisis implementasi kebijakan oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Imigrasi pada pengunaan visa elektronik bagi pelaku bisnis Ekonomi APEC yang akan melakukan perdagangan dan investasi. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Model operasional penelitian mengunakan teori Implementasi Kebijakan George Edward III Tahun 1980, yaitu ada 4 (empat) variabel penting yang menentukan apakah suatu kebijakan yang dikatakan efektif atau tidak efektif, variabel itu adalah komunikasi, sumber daya, disposisi (sikap), dan struktur birokrasi. Informan dalam penelitian ini terdiri 8 (delapan) responden yang mewakili steakholder kebijakan KPP APEC. Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan wawancara mendalam, sedangkan analisis dilakukan mengunakan analisis GAP, yaitu analisis perbedaan antara persepsi harapan yang diinginkan dengan adanya kebijakan di bidang keimigrasian dengan implementasi kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia, dengan terdiri dari Regulator Kebijakan; Operator Kebijakan; dan Penguna Kebijakan.
Dari analisis GAP terhadap hasil wawancara dengan survei lapangan, memperoleh kesimpulan bahwa implementasi kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia, berdasarkan 4 (empat) variabel penting, George Edward III Tahun 1980 dinyatakan belum efektif. Hal ini dapat dilihat dari analisis implementasi kebijakan pada komponen Operator Kebijakan, penguna kebijakan belum efektif, meskipun dari sisi komponen Regulator sudah efektif. Hasil penelitian menyarankan bahwa kepada Regulator kebijakan: 1. untuk membuat kebijakan yang lebih memudahkan pemberian KPP APEC pada pelaku bisnis domestik; 2. untuk membuat kebijakan yang lebih transparan pada proses pre-clearance bagi pelaku bisnis Ekonomi Skema KPP APEC. Kepada pihak operator kebijakan perlu terus dilakukan penelitian terhadap kualitas pelayanan bagi pemegang KPP APEC di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yang telah ditentukan. Selain itu, kepada masyarakat umum, dalam hal ini pelaku usaha untuk terus menerus melakukan pengawasan dan penilaian, agar kebijakan tersebut betul-betul terlaksana sesuai dengan persepsi harapan kebijakan tersebut dimunculkan.

The research focuses on the analysis of implementation of government policy, in this matter the Directorate General of Immigration is using the electronic visa for the APEC Economy Business user who does trading and investing.
The research included as qualitative with descriptive design.
The operational research model used a theory of George Edward III Policy Implementation in the year of 1980, there are 4 (four) important variables which decide whether a policy is effective or not. The variables are communication, resources, behaviors and bureaucratic structures. There are 8 (eight) respondents who became the informants and represent the stakeholders in the policy of KPP APEC. Data gathering was done by studying literature and close encounters interview, while analysis done by using GAP analysis. Analysis the differences between hope-perception that needed with policies in Immigration sector with the implementation of KPP APEC policy on the Indonesian Economy, consist of Policy Regulator; Policy Operator; and Policy user.
From the GAP analysis of the result of the interview with field survey, have a end result that KPP APEC policy implementation on the Indonesian Economy, based on the 4 (four) valuables variable, The George Edward III in the year of 1980 is not yet effective. This matter can be viewed from the analysis of the policy implementation on the Policy Component Operator, policy user isn?t yet effective, even though from the Regulator component side is already effective. The result of this research suggest the Policy Regulator; 1) to make policy that may be easier in providing KPP APEC as domestic business user; 2) to make policy becomes more transparent on the process of pre-clearance as Economy Business user Scheme for KPP APEC. The Policy operator should continue with their research on the service quality of KPP APEC holder at the Immigration Checkpoint stated. Beside that, as for the general public, in this matter concern on the business user to continue their controlling and evaluating, so that the concern policy is real and on based on the hope-perception policy itself."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25358
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suprihartini
"Akselerasi globalisasi terns meningkat seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kemampuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini akan mengalihkan organisasi dan masyarakat pada cara bagaimana mereka mengelola dan kecepatan merespon terhadap informasi yang diperoleh. Teknologi informasi telah dimanfaatkan secara luas dihampir semua aspek kehidupan manusia. Pemanfaatan secara luas ini mengakibatkan perubahan mendasar pada jenis pekerjaan yang menggunakan teknologi tersebut secara umum.
Sejalan dengan perkembangan era globalisasi dan informasi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai infrastruktur politik dan lembaga representasi rakyat tidak bisa menghindar dan arus besar tuntutan perubahan Iingkungan globalisasi yang bercirikan dengan terbukanya akses melalui perkembangan teknologi informasi. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi tersebut, Sekretariat Jenderal DPR-RI sebagai Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara yang mempunyai togas pokok memberikan dukungan teknis administrasi dan keahlian kepada DPR-RI jugs harus melakukan perubahan/penyesuaian yang signifikan dan tidak dapat terlepas dan pengaruh perkembangan teknologi informasi dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
Untuk itulah guna menunjang pelaksanaan tugasnya dalam memberikan dukungan teknis administrasi dan keahlian kepada DPR-Rl serta untuk meningkatkan kinerjanya, Sekretariat Jenderal DPR-Rl telah mengeluarkan suatu Kebijakan berupa penyediaan Sistem Teknologi Informasi. Saiah satu sarana teknologi informasi tersebut adalah teknologi informasi berupa sistem informasi sumber daya manusia. Hal ini dikaitkan dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia di Sekretariat Jenderal DPR-RI dalam meningkatkan kinerjanya dan memberikan dukungan teknis administrasi dan keahlian kepada DPR-RI.
Dengan bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, Peneliti mencoba mengevaluasi pelaksanaan dari kebijakan tersebut, untuk kemudian dapat diketahui sejauhmana pelaksanaan dari kebijakan penyediaan teknologi informasi dalam peningkatan kinerja Sekretariat Jenderal DPR-Rl guna memberikan dukungan teknis adminstrasi dan keahlian kepada DPR-Rl. Evaluasi kebijakan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh William N. Dunn dengan kriteria evaluasi kebijakan meliputi : efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas dan ketepatan. Disamping itu juga melihat aspek-aspek Iainnya, antara lain sumber daya manusia yang mengelola teknologi informasi tersebut dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Untuk mendukung kegiatan evaluasi diperlukan data primer maupun data sekunder yang diperoleh dari cara melakukan teknik wawancara maupun penyebaran kuesioner. Metodelogi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Populasi dad penelitian ini adalah Pegawai Sekretariat Jenderal DPR-RI.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa :
1. Dalam kegiatan pemasukan data, kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, responsivitas dan ketepatan menunjukan tingkat yang baik, sedangkan kriteria kesamaan menunjukan tingkat yang cukup.
2. Dalam kegiatan pemeliharaan/pengolahan data, kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan dan ketepatan menunjukan tingkat yang baik, sedangkan kriteria kesamaan dan responsivitas menunjukan tingkat yang cukup.
3. Dalam kegiatan keluaran data, kriteria efektivitas, efisiensi, responsivitas dan ketepatan menunjukan tingkat yang baik, sedangkan kesamaan dan kecukupan menunjukan tingkat yang cukup.
Disamping itu juga ditemukan bahwa kualitas sumber daya manusia yang mengelola dari teknologi informasi tersebut masih dirasakan kurang dan juga ditemukan kendala-kendala dalam pelaksanaan dari kebijakan tersebut antara lain kerusakan pada peralatan yang ada dan lambatnya proses perbaikan.
Berdasarkan analisis tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun pelaksanaan kebijakan tersebut telah berjalan dengan baik, namun perlu diitingkatkan dalam pelaksanaan selanjutnya antara lain dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, adanya pemerataan dalam pemanfaatan dari teknologi informasi tersebut serta dilakukan peningkatan upaya-upaya dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>