Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155909 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Fachri Wijaya
"

Doksorubisin merupakan obat kemoterapi yang efektif. Namun, dalam kerjanya, doksorubisin menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang bersifat hepatotoksik. Moringa oleifera merupakan tumbuhan yang memiliki potensi hepatoproteksi dengan kandungan senyawa fenolik dan flavonoidnya yang merupakan antioksidan dan antiinflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek hepatoproteksi ekstrak daun Moringa oleifera (MO) melalui kadar GGT, bilirubin, dan albumin serum. Ketiga parameter ini merupakan biomarker diagnostik dan keparahan kerusakan hati yang dapat dideteksi pada plasma darah. Penelitian ini menggunakan sampel plasma darah tikus tersimpan. Sebanyak 24 ekor tikus Sprague-Dawley jantan dirandomisasi ke dalam 4 kelompok. Kelompok pertama adalah kontrol (Normal) yang diinjeksi NaCl. Ketiga kelompok lainnya diberikan injeksi doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu (Dox) atau doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu dan MO-200 mg/kgBB/hari (Dox + MO 200) atau doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu dan MO-400 mg/kgBB/hari (Dox + MO 400), selama 4 minggu. Pada akhir minggu keempat, tikus dimatikan, lalu darah diambil, disentrifugasi, dan plasma disimpan. Plasma darah tikus tersebut digunakan di penelitian ini untuk dilakukan analisis kadar GGT, bilirubin, dan albumin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok Dox mengalami kerusakan hati yang ditunjukkan oleh peningkatan kadar bilirubin serum secara signifikan. Kadar GGT serum meningkat dan kadar albumin menurun namun tidak signifikan. Kelompok Dox + MO 200 menunjukkan penurunan kadar bilirubin secara bermakna, dan Dox + MO 400 menunjukkan penurunan kadar GGT secara bermakna, sedangkan kadar albumin tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada keempat kelompok. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak Moringa oleifera dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB menunjukkan potensi dalam melindungi hati dari toksisitas doksorubisin.


Doxorubicin is an effective chemotherapy drug but can lead to hepatotoxicity due to the generation of ROS. Moringa oleifera, rich in flavonoid and phenolic compounds with antioxidant and anti-inflammatory properties, is a potential hepatoprotective agent. This study aimed to assess the hepatoprotective effects of Moringa oleifera leaf extract (MO) on doxorubicin through GGT, bilirubin, and albumin levels, which serve as diagnostic biomarkers for liver damage. This study utilized stored rat plasma samples. Twenty-four male Sprague-Dawley rats were randomly assigned to four groups. The first group (normal control) received NaCl injections. The other three groups were administered doxorubicin at 4 mg/kgBW/week (Dox) or doxorubicin at 4 mg/kgBW/week along with MO at 200 mg/kgBW/day (Dox+MO-200) or doxorubicin at 4 mg/kgBW/week along with MO at 400 mg/kgBW/day (Dox+MO-400) for four weeks. At the end of the fourth week, the rats were euthanized, blood was collected, centrifuged, and plasma was stored. The rat plasma samples were used for analyzing GGT, bilirubin, and albumin levels in this study. The results showed that the Dox group exhibited liver damage as indicated by a significant increase in serum bilirubin levels. Serum GGT levels increased, and albumin levels decreased, although not significantly. The Dox+MO-200 group showed a significant decrease in bilirubin levels, and the Dox+MO-400 group showed a significant decrease in GGT levels. No significant differences were observed in albumin levels among groups. From these results, it can be concluded that MO at doses of 200 mg/kgBW and 400 mg/kgBW demonstrated potential in mitigating doxorubicin-induced liver damage.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Amabella Prayogo
"Penyakit kardiovaskular masih menempati peringkat pertama penyakit penyebab kematian terbanyak di dunia, yaitu 31% dari seluruh kematian. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), 85% dari 17,9 juta orang yang meninggal akibat penyakit kardiovaskular mengalami serangan jantung dan stroke. Moringa oleifera yang banyak ditemukan dan telah digunakan di Indonesia, memiliki bahan-bahan yang berperan sebagai antiinflamasi, seperti quercetin, kaempferol, dan flavonoid. Belum ada penelitian yang mengkaji efek ekstrak air daun kelor (Moringa oleifera) terhadap infark miokard tikus. Penelitian ini dilakukan menggunakan bahan biologi tersimpan jaringan jantung dari tikus yang telah menerima 3 perlakuan berbeda (kontrol negatif: tanpa perlakuan; ISO: pemberian isoproterenol 85 mg/kgBB; serta ISO+MO: pemberian isoproterenol 85 mg/kgBB dan ekstrak air daun kelor 200 mg/kgBB). Kadar nitrit diukur menggunakan Nitrite Assay Kit (Griess Reagent). Hasil uji kadar nitrit signifikan antara ketiga kelompok dengan nilai p=0,009. Uji Post-Hoc menunjukkan nilai signifikan antara kelompok kontrol negatif dengan ISO (p=0,290) dan ISO dengan ISO+MO (p=0,013). Dengan demikian, ekstrak air daun kelor (Moringa oleifera) dapat menurunkan kadar nitrit (NO2-) secara signifikan (p=0,013) pada tikus yang mengalami infark miokard akibat induksi isoproterenol.

Cardiovascular diseases remain as the most common cause of death worldwide, accounted for 31% of all deaths. According to World Health Organization (WHO), 85% out of 17,9 million of people died due to cardiovascular disease, had heart attack and stroke. Moringa oleifera, which is found abundantly in Indonesia, is rich of anti-inflammation properties, such as quercetin, kaempferol, and flavonoids. Up to now, there is no research done to evaluate the effect of Moringa oleifera aqueous extract in myocardial infarction Sprague Dawley rats. This study was conducted using cardiac tissues from 3 groups of rats with different treatments: negative control group (no intervention), ISO group (85 mg/kg body weight of isoproterenol), and ISO+MO group (85 mg/kg body weight of isoproterenol and 200 mg/kg body weight of Moringa oleifera aqueous extract). Nitrite Assay kit (Griess Reagent) was used to evaluate nitrite concentration. Nitrite concentration was found to be significant between three groups (p- value = 0.009). Post-Hoc analysis revealed a significance difference between the negative control and ISO group (p=0.029) as well as the ISO and ISO+MO group (p=0.013). Hence, Moringa oleifera aqueous extract significantly reduced nitrite concentration in rats with myocardial infarction (p=0.013)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book addresses all the current, up-to-date developments in this scientific discipline. Liver is the chief metabolizing site in the body, and thus, it is a major target organ for drug and chemical toxicity. Therefore, hepatotoxicity is an important endpoint in the safety evaluation of drugs and chemicals.
Contributions from leading investigators in hepatotoxicity research address current developments in this scientific discipline and discuss use of current cutting edge technology such as microarrays in hepatotoxicity thus providing a better understanding of hepatotoxins, their interactions and mechanisms of action.
"
Chichester, West Sussex, England: John Wiley & Sons, 2007
e20395854
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Theandro Gotama
"Pendahuluan: Doxorubicin (DOX), agen kemoterapi yang banyak digunakan, diketahui menyebabkan toksisitas pada organ hati. Metabolisme DOX menghasilkan stress oksidatif yang memicu kerusakan DNA, peroksidasi lipid,, dan deplesi ATP, sehingga berujung pada kematian hepatosit. L-citrulline (CIT), yang terkandung pada semangka dan mentimun, banyak menarik perhatian karena sifat antioksidatifnya. Di tubuh, CIT diubah menjadi NO, yang ditunjukkan mengurangi kerusakan hati dengan melawan radikal bebas, memperbaiki mikrosirkulasi sinusoid hati, dan menghambat infiltrasi neutrophil. Studi ini bertujuan untuk menginvestigasi kemampuan CIT dalam mencegah hepatotoksisitas yang diinduksi oleh DOX.
Metode: 20 tikus wistar dirandomisasi untuk mendapatkan DOX (10 mg/kgBB) atau NaCl 0.9%. Kelompok yang diintoksikasi oleh DOX juga dirandomisasi untuk diberikan CIT dosis rendah (300 mg/kgBB), CIT dosis tinggi (600 mg/ kgBB), atau akuadest. CIT diberikan secara oral selama 6 hari, sedangkan DOX diberikan melalui injeksi intraperitoneal hanya pada hari ke 4 & 5. Serum diambil sebagai sampel dan hepatotoksisitas ditentukan melalui level serum dari AST, ALT, dan GGT. Analisa statistik dengan one-way ANOVA dan Tukey’s test dilakukan untuk membandingkan data.
Hasil: Pemberian DOX menyebabkan peningkatan semua biomarker serum. Kedua dosis CIT mengurangi elevasi ALT secara signifikan (p-value <0.05 vs DOX group). Hanya CIT dosis tinggi mampu mengurangi elevasi AST secara signifikan (p-value <0.05 vs DOX group). Kedua dosis CIT hanya mengurangi elevasi GGT secara insignifikan (p-value >0.05 vs DOX group)
Background: The antineoplastic agent Doxorubicin (DOX) is known for causing liver toxicity. Its metabolism in hepatocytes causes oxidative stress, inducing DNA damage, lipid peroxidation, ATP depletion, and apoptosis. L-citrulline (CIT), commonly found in fruits like watermelon, has piqued interest due to its antixodative properties. In the body, CIT is converted to NO, which has been shown to mitigate hepatic injury by scavenging free radicals, improving hepatic sinusoidal microcirculation, and inhibiting neutrophilic infiltration. This study aims to investigate CIT’s ability to prevent DOX-induced hepatotoxicity.
Method: 20 wistar rats were randomized to receive either DOX (10 mg/kgBW) or NaCl 0.9%. DOX-intoxicated group was further randomized to either receives low-dose CIT (300 mg/kgBW), high-dose CIT (600 mg/kgBW), or aquadest. CIT was given orally for 6 days and DOX via intraperitoneal injection on day 4 and 5. Serum was obtained as sample and hepatotoxicity was assessed via the serum levels of AST, ALT, and GGT. Statistical analysis was done with one-way ANOVA and Tukey’s test.
Results: DOX treatment resulted in elevations of all serum biomarkers. Both dosages of CIT significantly attenuated ALT elevation (p <0.05 vs DOX group). Only high-dose CIT significantly attenuated AST elevation (p <0.05 vs DOX group). Both dosages produced insignificant decrease of GGT elevation (p >0.05 vs DOX group).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Findra Mellya Normasiwi
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui bahwa ekstrak etanol rimpang temu mangga Curcuma mangga Val. berpengaruh terhadap kadar bilirubin total dan bilirubin direct akibat kerusakan hati yang diinduksi oleh karbon tetraklorida CCl4 . Hewan uji yang digunakan dalam penelitian yaitu 24 ekor tikus Rattus norvegicus L. jantan galur Sprague-Dawley yang dibagi menjadi enam perlakuan KK1, KK2, KP1, KP2, KP3, dan KP4 dengan empat kali ulangan. Kelompok KK1 merupakan kelompok kontrol normal yang tidak diinjeksikan CCl4 dan dicekok CMC 0.5 , KK2 merupakan kelompok kontrol perlakuan yang diinjeksikan CCl4 sebanyak 1 ml/kgBB secara intraperitoneal dan dicekok CMC 0,5 . Kelompok KP1, KP2, KP3, dan KP4 merupakan kelompok perlakuan yang diinjeksikan CCl4 1 ml/kgBB dan diberikan ekstrak temu mangga dengan dosis berturut-turut 10 mg/kgBB, 20 mg/kgBB, 40 mg/kgBB, dan 80 mg/kgBB. Hasil uji non parametrik Kruskal-Wallis ? = 0,05 menunjukkan bahwa dosis 10 mg/kgBB, 20 mg/kgBB, 40 mg/kgBB, dan 80 mg/kgBB berpengaruh terhadap kadar bilirubin total dan bilirubin direct. Hasil uji perbandingan berganda Dunnett T3 ? = 0,05 menunjukkan bahwa dosis-dosis tersebut tidak berbeda bermakna dengan KK1. Dengan demikian dosis-dosis tersebut memiliki efek kuratif karena dapat menurunkan kadar bilirubin total dan direct sampai mendekati kadar normal.

This study was conducted in order to observe that the ethanol extract of mango ginger rhizome Curcuma mangga Val. affect the level of total bilirubin and direct bilirubin due to liver damage induced by tetrachloride carbon CCl4 . The test animals in the study were 24 male rats Rattus norvegicus L. of Sprague Dawley strain that was divided into six treatment KK1, KK2, KP1, KP2, KP3 and KP4 and repeated four times. The KK1 group is a normal control group that was not injected with CCl4 and 0.5 CMC fed, KK2 group is a treatment group that was intraperitoneally injected with CCl4 treatment in the amount of 1 ml kgBW and 0.5 CMC fed. KP1, KP2, KP3 and KP4 are treatment groups that got injected with CCl4 1 ml kgBB and were given mango ginger rhizome ethanol extract each with a dose of 10 mg kgBW, 20 mg kgBW, 40 mg kgBW, and 80 mg kgBW respectively by oral. The results of Kruskal Wallis non parametric test 0,05 shows that the dose of 10 mg kgBW, 20 mg kgBW, 40 mg kgBW, and 80 mg kgBW impacted on total bilirubin and direct bilirubin levels. Dunnet rsquo s T3 0,05 multiple comparison test result shows that the dosages had no significant differences with KK1 group. In conclusions, the dosages could be deemed as have curative effects since they successfully reduce the level of total bilirubin and direct bilirubin until it approached normal level.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68302
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asma Fitriani
"ABSTRAK
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan analgesik dalam menginduksi kerusakan hati pada hewan model. Penggunaan hewan model digunakan dalam studi preklinik untuk mengevaluasi aktivitas obat. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kondisi kerusakan hati yang diinduksi parasetamol dan natrium diklofenak dan mengevaluasi efek hepatoprotektif lisinopril sebagai obat off label pada hewan model hepatotoksik. Orientasi pembentukan hewan model dilakukan beberapa kali pada beberapa variasi dosis parasetamol melalui rute oral dan natrium diklofenak melalui rute intraperitoneal. Selanjutnya, hewan uji digunakan untuk mengevaluasi pemberian lisinopril. Tiga puluh ekor tikus, dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan (normal, kontrol negatif, dan lisinopril 10, 20, dan 40 mg/kg BB) diberikan perlakuan selama 14 hari melalui rute administrasi oral. Dua puluh empat jam setelah administrasi, parasetamol (2000 mg/kg BB) diberikan secara oral dan 6 jam setelah administrasi, sampel plasma dikumpulkan untuk dianalisis kadar AST, ALT, dan ALP sebagai biomarker parameter kerusakan hepatosit dan SOD dan GPx sebagai gambaran kadar antioksidan plasma. Gambaran morfologi hati juga diamati. Hasilnya menunjukkan bahwa parasetamol menimbulkan kerusakan lebih parah dan lebih dapat diimplementasikan dalam studi hepatoprotektif dibandingkan natrium diklofenak. Dosis parasetamol yang memberikan perbedaan signifikan (p<0,05) terhadap kelompok normal adalah 2000 mg/kg BB dan diukur pada waktu 6 jam setelah administrasi. Uji evaluasi lisinopril menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol negatif pada parameter AST, ALT, dan ALP. SOD dan GPx menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding kontrol negatif, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada masing-masing dosis. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa parasetamol (2000 mg/kg BB, 6 jam) lebih baik digunakan pada hewan model hepatotoksik dibandingkan natrium diklofenak dan pemberian model lisinopril (40 mg/kg BB) selama 14 hari memiliki potensi sebagai hepatoprotektor pada hewan model hepatotoksik.

ABSTRACT
Several studies have been performed to investigate the analgesic drugs for inducing the liver injury in animal model. It is used as animal model to perform the preclinic study in evaluating the activity of drugs. This study was conducted to compare the conditions of paracetamol and sodium diclofenac-induced liver injury and to experimentally evaluate the protective effect of lisinopril as off label drug in hepatotoxic animal models. The orientation for the formation of animals hepatotoxic model was repeated at various doses of paracetamol orally and sodium diclofenac via intraperitoneal for various timeframes. Furthermore, the animal model was used to evaluate the lisinopril administration. A total of 30 rats in 5 treatment groups (normal, negative control, and lisinopril at dose of 10, 20, and 40 mg/kg/BW/day) were used and treated for 14 days via oral administration route. Twenty four hours after administration, paracetamol (2000 mg/kg BW) were given orally and 6 hours after the plasma samples were collected to analyze AST, ALT, and ALP as paramater biomarkers for hepatocyte damage and SOD and GPx as illustrations of plasma antioxidant activity. Morphological observations were also carried out. The result showed that paracetamol cause more damage and that could be implemented in the hepatoprotective study than sodium diclofenac induction. The dose of paracetamol which gives a significant different (p<0,05) to the normal group is 2000 mg/kg BW and measured at 6 hours after administration. The evaluation of lisinopril showed that there were significant difference (p<0,05) between the treatment groups compared to negative control group on AST, ALT, and ALP parameters. In addition, SOD and GPx activity showed a higher value compared to the negative control group but there were no significant differences in each dose. Based on the the result, it be concluded that paracetamol (2000 mg/kg BW, 6 hours) could be better used as hepatotoxic animal model compared to sodium diclofenac and lisinopril administration (40 mg/kg BW) for 14 days has the potential as a hepatoprotector in animal model."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Kartika Komara
"Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh infusa daun sukun (Artocarpus altilis) terhadap kadar bilirubin serum tikus putih yang diinduksi CCl4. Pengambilan darah tikus dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum perlakuan, setelah induksi CCl4, dan satu jam setelah pemberian infusa daun sukun. Kadar bilirubin yang diukur untuk penelitian adalah bilirubin total dan bilirubin direct. Tiga puluh ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol normal (KK1), kelompok kontrol perlakuan yang diinduksi CCl4 (KK2), dan kelompok perlakuan yang diinduksi CCl4 dan infusa daun sukun dengan dosis 2,7 g/kg BB tikus; 5,4 g/kg BB tikus; dan 10,8 g/kg BB tikus (KP1, KP2, dan KP3). Bahan uji diberikan sebanyak 4 kali dalam kurun waktu 48 jam. Hasil uji anava (P<0,05) pada pengambilan darah yang terkahir menunjukkan bahwa adanya pengaruh pemberian infusa daun sukun terhadap rerata kadar bilirubin total dan direct pada semua kelompok perlakuan. Hasil penelitiaan menunjukkan bahwa dosis 10,8 g/kg BB tikus dapat menurunkan rerata kadar bilirubin total (0,56 mg/dL) dan direct (0,47 mg/dL) yang paling optimum hingga mendekati dosis pada kontrol normal.

The present of study was done to determine the effects of breadfruit leaf infusion intake on serum biliribun level in male Sprague Dawley rat which induced by CCl4. Bilirubin levels were measured for 3 times, before treatment, 12 hours after CCl4- induced, and one hour after the last intake of breadfruit leaf infusion. The level of bilirubin serum which measured for this research are total bilirubin and direct bilirubin. Thirty male of rats were divided into 5 groups, consisting of normal control group (KK1), treatmant control group which induced by CCl4 (KK2), and treatmant group which induced by CCl4 and administrated with 3 doses of bread fruit infusion; 2,7 g/kg bw; 5,4 g/kg bw, and 10,8 g/kg bw (KP1, KP2, and KP3) respectively. Infusion of breadfruit leaf was given orally and administrated for four times in 48 hours. Anava test (P>0,05) shows that infusion of breadfruit leaf have an effect to total bilirubin and direct bilirubin in all three doses groups. Dose of 10,8 g/kg bw can decrease the rate of total bilirubin (0,56 mg/dL) and direct bilirubin (0,47 mg/dL) near to normal level in normal control group. Its conclude that administration of breadfruit leaf infusion have an optimum dose at 10,8 g/kg bw.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S63586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdur Rachim
"Hepatitis virus A dan E merupakan jenis hepatitis yang termasuk paling sering dijumpai di masyarakat. Secara Minis penyakit hepatitis virus yang akut mempunyai gejala dan tanda antara lain demam, menggigil, sakit kepala, hilang nafsu makan, mual, muntah, lemas, cepat lelah, nyeri begah pada perut, urin seperti air teh dan ikterik.
Penularan hepatitis A melalui jalur oro-faecal, erat kaitannya dengan hygiene dan sanitasi, makanan dan penggunaan air untuk keperluan sehari hari. Penyakit hepatitis A masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A di kecamatan Seputih Raman Kabupaten Metro bulan Agustus sampai dengan September 2000, diduga sumber penularannya antara lain; air tercemar oleh virus hepatitis A dari sarana air yang tidak terlindung. Penelitian. ini bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara penggunaan sumber air sarana tidak terlindung dengan kejadian hepatitis A pada daerah Kejadian Luar Biasa hepatitis A di kecamatan Seputih Raman Kabupaten Metro tahun 2000. Desain penelitian ini adalah studi analitik dengan pendekatan rancangan kasus kontrol menggunakan data sekunder hasil investigasi KLB hepatitis A di kecamatan Seputih Raman Kabupaten Metro Agustus-September 2000 oleh tim Ditjen.PPM&PL dan Namru-2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan air bersumber dari sarana yang tidak terlindung berhubungan bermakna (p= 0,000) dengan kejadian hepatitis A setelah dikontrol dengan variabel pendidikan, cuci tangan sebelum makan, makan lalap mentah dan makan es mambo dengan kekuatan hubungan OR = 4,945 (Cl; 2,727-8,967).
Disarankan kepada puskesmas setempat untuk meningkatkan penyuluhan kesehatan secara langsung maupun melalui media (film, Radio Pemerintah Daerah) agar masyarakat menggunakan air dari sarana yang terlindung sehingga dapat mencegah kejadian penyakit hepatitis A dimasa yang akan datang.
Daftar bacaan : 56 (1955-2000).

The Association between Utilization of Unprotected Water Source Facility and Type A Hepatitis Infection, during Hepatitis A Outbreak, in Sub-district of Seputih Raman, District of Metro, Lampung Province, year 2000Type A and E hepatitis are among the most prevalent viral hepatitis cases occurred in the population. Clinically, the acute viral hepatitis infection may produce several symptoms and signs, such as fever, shivering, headache, loss of appetite, nausea, vomiting, fatigue, abdominal discomfort. like tea urine color and yellowish skin or eye, etc.
Type A hepatitis is transmitted through oro-fecal route and closely related to hygiene and sanitation of daily food and water use. Hepatitis A infection is still an important public health problem due to its characteristic to frequently induce an outbreak. When type A hepatitis outbreak occurred in sub-district Seputih Raman, District of Metro, Lampung, from August to September 2000, it was suspected that the source of transmission was water contaminated with hepatitis-A virus, due to utilization of unprotected. water source facility.
This case control study was conducted using secondary data of Hepatitis-A outbreak investigation report in sub-district Seputih Raman, District of Metro, Lampung, from August to September 2000. The objective of the study was to investigate the association between utilization of unprotected water source facility and type A Hepatitis infection, during the outbreak.
The study result showed that utilization of unprotected water source facility was significantly associated with the occurrence of Hepatitis-A infection, after controlling other variables (OR=4.95; 95% Cl; 2.73 - 8.97).
It is suggested that local Community Health Center is supposed to enhance health promotion, directly or through the media, to prevent the community from utilizing potentially contaminated water from unprotected source. It is also recommended to reduce the risk of getting infected, by educating the community to avoid drinking water without boiling it or making ice cube or ice cream from unboiled water or eating raw vegetable and to wash hand before eating.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Sulaiman
"

Hadirin yang saya muliakan,

Pada kesempatan yang baik ini saya memilih topik "Hepatitis dan Permasalahannya Menjelang Tahun 2000" untuk disampaikan kepada para hadirin. Hal ini didasari oleh pertimbangan akan pentingnya penyakit tersebut. Saat ini hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang amat besar di Indonesia, bahkan juga di sebagian besar penduduk dunia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyadari betapa pentingnya masalah hepatitis. Berbagai pertemuan secara berkala selalu diadakan untuk membahas masalah ini, dalam rangka mencari cara yang tepat bagi usaha-usaha pencegahan.

Mengapa penyakit hepatitis demikian penting? Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

(1) Penyakit hepatitis virus telah menyerang lebih dari 2 miliar manusia.

(2) Penyakit ini menyebabkan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) pada penduduk yang diakibatkan oleh keadaan akut, maupun keadaan kronik (menahun) penyakit ini.
(3) Hasil pengobatan bentuk kronik penyakit ini belum memuaskan.
(4) Bentuk kronik penyakit ini dapat berkembang menjadi penyakit kanker hati.
(5) Usaha pencegahan dapat dilakukan melalui vaksinasi dan penyuluhan yang terus-menerus.

Hadirin yang terhormat,

Penyakit hepatitis sebenarnya sudah lama ditemukan. Hippocrates telah mengemukakan gambaran klinik ikterus epidemik ("epidemic jaundice”) yang manifestasinya masih tetap sama, sampai saat ini. Deskripsinya mengenai hepatitis fulminan (ganas) ternyata dramatik, namun akurat. Ia bahkan memberikan petunjuk diet khusus ditambah campuran air dan madu, yang merupakan nasihat yang masih bisa diterima sampai saat ini. Sangat menarik bahwa Hippocrates juga telah memikirkan konsep imunisasi.

Penelitian eksperimental pada manusia yang amat penting dalam riwayat hepatitis dikerjakan oleh Krugman pada tahun 1950 (5). Melalui penelitian ini diperlihatkan adanya dua macam hepatitis virus. Yang pertama adalah hepatitis yang ditularkan melalui oral (mulut) dengan masa inkubasi yang pendek, yang dikenal sebagai hepatitis infeksiosa atau hepatitis A. Yang kedua adalah hepatitis yang ditularkan melalui parenteral (suntikan) dan dengan masa inkubasi yang panjang, yang disebut hepatitis serum atau hepatitis B.

Hadirin yang terhormat,

Sejak penemuan antigen Australia atau yang kemudian lebih dikenal dengan nama "hepatitis B surface antigen" (HBsAg) oleh Blumberg dkk. pada permulaan tahun enam puluhan perkembangan pengetahuan mengenai hepatitis B telah berlangsung dengan sangat cepat (6). Dalam waktu yang relatif amat singkat, bermula dari satu antigen yang tidak diketahui asal serta arti pentingnya, ternyata telah menguak tabir virus hepatitis B mulai dari struktur, mekanisme pembentukan, cara penyebaran sampai kepada cara pembuatan vaksinnya.

Atas dasar penemuan yang sangat bersejarah tersebut dr.Blumberg mendapat hadiah Nobel pada tahun 1976. Sejak itu, publikasi mengenai hepatitis meningkat dengan pesat. Berbagai penemuan yang merupakan peristiwa penting dan menjadi tonggak sejarah dalam perkembangan hepatitis, bermunculan.

"
Jakarta: UI-Press, 1992
PGB 0116
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Sjaifoellah Noer
"Pada akhir Maret 1978 telah diadakan Simposium Nasional Penyakit Hati Menahun di Jakarta. Hal-hal yang per1u mendapat perhatian adalah yang berikut ini.
Dari Manado Pangallla dkk, melaporkan bahwa selama 4 tahun telah dirawat 8168 penderita di Bagian Penyakit Dalam RS. Gunung Wenang sebagai rumah sakit rujukan untuk Propinsi Sulawesi Utara dan sekitarnya. Diantaranya ditemukan 280 orang yaitu 3,4% dengan penyakit hati. Dalam perincian selanjutnya disebutkan bahwa hepatitis virus adalah 55%, sirosis hati 20%, hepatitis yang bertendensi kronis 6%, tumor hati 2,5%, hepatitis yang berkaitan dengan malaria 6,7%, hepatitis bakterial 5,7%, hepatitis amebik 3,5%.
Julius dkk melaporkan bahwa di RSUP Padang selama periode 1973- 1977 ditemukan 1139 dari 7863 penderita yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam yaitu 14,5% penderita dengan penyakit hati dengan perincian hepatitis 46,9%, sirosis hepatitis 37%, karsinoma hati 13,2% dan abses hati 2,9%.
Saeful Muluk melaporkan bahwa di tiga RSU. di Pontianak selama periode Januari 1975 sampai dengan Desember 1977 telah dirawat 73 penderita dengan sirosis hati dan 9 orang dengan karsinoma hati yaitu masing-masing 0,8% dan 0,1% dari 9322 orang yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam. Dalam periode yang same telah dirawat pula 486 orang yaitu 5,2% dengan hepatitis yaitu 5,9 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sirosis hati dan karsinoma hati. Menurut laporannya 42,7% mengenai Suku Cina dan 28,1% pada Suku Melayu dari penyakit hati menahun itu.
Haryono Adenan-dkk telah melaporkan selama 3 tahun dari 1975 sampai 1977 ada '400 orang..diantara 5758 orang yang dirawat di RS.Dr.Sardjito UGM yaitu 6,94% dengan penyakit hati yang terdiri dari sirosis hati 211 orang, 52,57% hepatitis 102 orang 25% dan hepatoma 57 orang, 14,2%. Jumlah penderita penyakit hati menduduki urutan kedua setelah penyakit infeksi yang dirawat. Sedangkan di rumah sakit lain didaerah Yogyakarta sirosis hati 37,4%, hepatitis virus 44,4%, hepatoma 14,0% dan Penyakit hati--lain 5,02%. Menurut keadaan sosial ekonomi ternyata yang tergolong tidak mampu ada 60,8% yang cukup 37,2% dan yang mampu 1,96%. Menurut SJabani dkk dari 102 orang penderita hepatitis dari RS.Dr.Sardjito UGM Yogyakarta itu ada 18 orang terdiri dari 12 pria dan 6 wanita adalah penderita hepatitis kronik aktif yaitu 17,6% dari kelompok hepatitis dan diagnosis ditegakkan dengan biopsi hati membuta yang diulang kembali setelah 2-3 bulan untuk evaluasi pengobatannya."
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB 0106
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>