Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177249 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nina Fitriana
"Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan utama karena prevalensinya yang terus meningkat, terutama kasus TB resisten obat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respons adaptasi makrofag terhadap hipoksia dan kemampuan fagositosis makrofag pada penderita TB resisten obat dibandingkan dengan kontak erat yang terinfeksi laten dan sehat. Enam pasien TBRO dan 18 kasus kontak erat (8 TB laten; 10 sehat) di RS Universitas Indonesia direkrut sebagai subjek penelitian. Makrofag berasal dari hasil isolasi sel mononukleus darah tepi (SMDT) subjek yang dikultur selama 7 hari. Pemeriksaan ekspresi mRNA dan protein HIF-1α dilakukan menggunakan qRT-PCR dan ELISA. Hasil menunjukkan bahwa aktivitas fagositosis kelompok infeksi laten lebih tinggi dibandingkan kelompok sehat dan TB RO (p<0,05). Ekspresi mRNA dan protein HIF-1α lebih tinggi pada kelompok TB RO dibandingkan kelompok lainnya (p<0,05). Terdapat korelasi negatif sedang antara kemampuan fagositosis dengan ekspresi protein HIF-1α (r = -0,612; p<0,05). Perbedaan respons adaptasi hipoksia dan fungsi sel makrofag diharapkan dapat menjadi referensi selanjutnya dalam membuka penelitian yang lebih spesifik, untuk menelusuri lebih lanjut dari aspek lain mengenai respons imun makrofag pada penderita TB resisten obat dibandingkan dengan kontak erat terdiagnosis laten TB, dan kontak erat yang sehat.

Tuberculosis remains a major health problem due to its increasing prevalence, especially in cases of drug-resistant TB. This research aims to analyze the macrophage adaptive response to hypoxia and the phagocytic ability of macrophages in patients with drug-resistant TB compared to close contact with latent infection and healthy individuals. Six drug-resistant TB patients and 18 close contact cases (8 latent TB; 10 healthy) at the University of Indonesia Hospital were recruited as research subjects. Macrophages were derived from the PBMC of the subjects and cultured for 7 days. Examination of HIF-1α mRNA and protein expression was conducted using qRT-PCR and ELISA. The results showed that the phagocytic activity of the latent infection group was higher compared to the healthy and drug-resistant TB groups (p<0,05). HIF-1α mRNA and protein expression were higher in the drug-resistant TB group compared to the other groups (p<0,05). However, there was a moderate negative correlation between phagocytic ability and HIF-1α protein expression (r = -0,612; p<0,05). The differences in hypoxia adaptive responses and macrophage cell function are expected to serve as a reference for further, more specific research to explore other aspects of macrophage immune responses in drug-resistant TB patients compared to close contacts diagnosed with latent TB and healthy close contacts."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoana Anandita
"Tesis ini mengeksplorasi tentang pemberian dukungan sosial kepada pasien Tuberkulosis Resistan Obat (TBC RO) oleh penyintas di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo (RSPG), salah satu pusat rujukan pelayanan TBC RO. Penelitian ini mengkaji program dukungan pasien yang diinisiasi oleh kelompok penyintas TB Terjang sejak 2019. Menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif, data dikumpulkan pada Mei 2023 melalui wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian ini melibatkan 14 (empat belas) informan, meliputi Patient Supporter (PS), Manajer Kasus (MK), Perawat, dan pasien TB Resistan Obat. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa mekanisme dukungan sosial yang diberikan PS sebagai penyintas kepada pasien TBC RO di RSPG sudah berjalan, dirasakan manfaatnya baik bagi pasien maupun penyedia layanan kesehatan. Namun, penguatan dalam koordinasi dan forum evaluasi formal diperlukan untuk implementasi yang optimal. Anggaran kegiatan pendampingan bergantung sepenuhnya pada dukungan donor. Peran PS dalam pendampingan pasien berfokus pada pemberian dukungan sosial kepada pasien dan keluarganya. Berbagai bentuk dukungan sosial diidentifikasi, termasuk dukungan emosional, instrumental, informasi, penilaian (appraisal), penghargaan, jaringan, tenaga kerja dan waktu, pengurangan stigma dan diskriminasi, pemantauan pengobatan, bantuan paralegal, dan dukungan kesehatan mental. Penelitian ini menyoroti pentingnya dukungan sosial yang digerakkan oleh penyintas TBC RO untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengalaman baik bagi pasien. Peningkatan mekanisme koordinasi dan evaluasi akan semakin meningkatkan efektivitas program. Dengan mengenali peran para penyintas dan menangani kebutuhan dukungan mereka, fasilitas layanan kesehatan dapat mengembangkan pendekatan komprehensif untuk perawatan dan pengelolaan TBC RO.

This thesis, review the provision of social support to drug-resistant tuberculosis (DRTB) patients by survivors at Dr. M. Goenawan Partowidigdo Lung Hospital (RSPG), a referral center for DRTB service. The study examines patient support programs initiated by a TB survivors’ group Terjang since 2019. Employing a qualitative case study approach, data was collected in May 2023 through in-depth interviews, observations, and document reviews. The research involved 14 informants, including Patient Supporters (PS), Case Managers (MK), Nurses, and Drug Resistant TB patients. The study findings reveal that the mechanism of social support provided by PS as survivor to TB patients at RSPG has been implemented, benefiting both patients and healthcare providers. However, improvements in coordination and formal evaluation forums are necessary for optimal implementation. The program's budget relies entirely on donor support. PS's role in patient accompaniment focuses on providing social support to patients and their families. Various forms of social support were identified, including emotional, instrumental, informational, appraisal, appreciation, network, labor and time support, stigma and discrimination reduction, treatment monitoring, paralegal assistance, and mental health support. This research highlights the importance of survivor-driven social support in improving the well-being and experiences of drug-resistant TB patients. Enhancing coordination and evaluation mechanisms will further enhance the program's effectiveness. By recognizing the role of survivors and addressing their support needs, healthcare institutions can develop comprehensive approaches to TB care and management."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Eviriana Romauli Harapan
"Latar belakang: Infeksi TB (TB) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi masalah penyakit menular terbanyak di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens nasional koinfeksi TB-HIV sebanyak 36% dan angka kematian koinfeksi TB-HIV 9,3%. Insidens nasional TB resistan obat yang masih menjadi ancaman saat ini sebesar 23% dan semakin mempersulit keadaan tersebut. Keberhasilan pengobatan koinfeksi TB resistan obat-HIV di Indonesia sejauh ini masih belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi keberhasilan pengobatan pasien koinfeksi TB resistan obat HIV serta faktor yang mempengaruhi.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian retrospektif potong lintang menggunakan data rekam medis, eTB manager dan data penunjang pasien koinfeksi TB resistan obat-HIV yang berobat di Rumah Sakit Pusat Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan Jakarta, Indonesia sejak tahun 2013-2019 untuk evaluasi keberhasilan pengobatan dan faktor yang mempengaruhi.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 63 pasien koinfeksi TB resistan obat HIV. Paisen terbanyak laki-laki (77,8%) dengan median usia 32 tahun. Pada akhir pengobatan didapatkan sebanyak 16 pasien (25,4%) berhasil menyelesaikan pengobatan. Faktor yang berkaitan terhadap keberhasilan pengobatan adalah status pekerjaan (p=0,000), status pernikahan (p=0,035), gejala akhir pengobatan (p=0,000), waktu konversi dan total lama pengobatan (p=0,013).
Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan bahwa keberhasilan pengobatan pasien koinfeksi TB resistan obat HIV masih rendah (25,4%) yang dipengaruhi oleh faktor status pekerjaan, status pernikahan, gejala akhir pengobatan, waktu konversi dan total lama pengobatan.
.....Background: Tuberculosis (TB) and Human Immunodeficiency Virus (HIV) infections remain the largest communicable disease problem in developing countries, including Indonesia. The national incidence of TB-HIV co-infection is 36% and the mortality rate of TB-HIV coinfections is 9,3%. The threat of drug resistance TB which it national incidence is 23%, further complicate this situation. The success rate of drug resistant TB-HIV coinfection treatment in Indonesia, to our extent, is yet to be known.
Aim: This study aims to estimate the treatment success rate of drug resistance TB- HIV coinfection and realted factors influencing its outcomes.
Method: This retrospective cross sectional study used hospital medical records, eTB manager and additional data of TB-HIV coinfected patients treated at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia, between 2013 and 2019, to observe the treatment success and its related factors.
Result: Sixty-three patients were drug resistance TB-HIV coinfected. Patients mostly men (77,8%) and were of median age of 32 years old. By the end of their treatments. 16 patients (25,4%) were completing their treatment. Factor correlated to the treatment success were employement status (p=0,046), marital status (p=0,035), final symptoms by the end of their treatment (p=0.000), convertion time and treatment total duration (p=0,013).
Conclusion: This study found that the treatment success rate of drug resistance TB-HIV coinfection was 25,4%. Its contributing factors included employment status, marital status, final symptoms by the end of their treatment, convertion time and treatment total duration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apriantika Sari
"Adanya penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan adanya resistensi obat, mengaharuskan untuk penemuan obat baru selain obat sintetis, yaitu obat tradisional. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa fraksi-fraksi ekstrak etil asetat daun dari Garcinia latissima Miq mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Aktivitas antibakteri ini diuji dengan menggunakan metode zona hambat metode cakram kertas , dan metode bioautografi bioautografi kontak terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633. Berdasarkan uji dengan metode zona hambat, dihasilkan bahwa 6 fraksi etil asetat daun Garcinia latissima Miq menunjukkan penghambatan pada pertumbuhan Bacillus subtilis dengan konsentrasi 20 mg/mL.
Pada uji bioautografi dengan bioautografi kontak, dari keenam fraksi, menunjukkan 4 fraksi aktif yang menimbulkan zona hambat pada konsentrasi 200 mg/mL dengan menggunakan eluen optimum n-heksana, etil asetat pada perbandingan yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan fraksi etil asetat daun Garcinia latissima Miq yang cenderung bersifat semipolar mempunyai aktivitas antibakteri sebagai agen terapeutik yang signifikan dari Garcinia latissima Miq. terutama terhadap bakteri Bacillus subtilis.

Infection diseases caused by bacterial and drug resistances have lead to new drug discovery attempts besides synthetic drug, that is traditional medicine. The aim of this research is to prove that fractions of ethyl acetat from leaf Garcinia latissima Miq possess anti bacterial agents factor. This anti bacterial factor was tested by using zone inhibition by performing assay method disc diffusion , and bioautography method bioautography contact against Bacillus subtilis ATCC 6633. According to the zone inhibition method 6 fractions of etyhl acetat extract of Garcinia latissima Miq showed growth inhibition on Bacillus subtilis at concetration of 20 mg mL.
Result of bioautography contact showed that four out of six fractions were active and show inhibiton againts tested bacteria by 200 mg mL employing optimum n hexane as mobile phase. This research result showed that fractions of ethyl acetat Garcinia latissima Miq leaf which tend to be semi polar possesses anti bacterial factors which can be developed as significant terapeutic agent from Garcinia latissima Miq, mainly to bacterial Bacillus subtilis.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melya Puspitasari
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang masih menjadi masalah utama kesehatan bagi masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Global TB Report 2021, Asia Tenggara merupakan wilayah dengan beban Tb paling tinggi dan Indonesia menyumbang sekitar 8% dari keseluruhan beban Tb didunia. Namun pasien Tb yang berhasil ditemukan, diobati dan dilaporkan kedalam sistem informasi nasional hanya sekitar 48%. Tb yang resisten terhadap obat terus menjadi ancaman kesehatan manusia. Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis bisa terjadi akibat infeksi primer dengan bakteri Tb resisten atau bisa disebabkan oleh pengobatan yang tidak adekuat, sehingga muncul strain yang resisten akibat adanya perubahan atau mutasi pada gen-gen tertentu dalam genom Mycobacterium tuberculosis. Saat ini sudah banyak teknologi dan metode yang digunakan untuk mendeteksi resistensi terhadap obat anti tuberculosis. Salah satunya adalah Next Generation Sequencing. Next Generation Sequencing merupakan teknologi sekuensing akurat, hemat biaya dan throughput tinggi yang memungkinkan penyelidikan genom termasuk Whole Genome Sequencing untuk studi epidemiologi dan untuk mendeteksi penanda resistensi obat dan keragaman strain. Analisis Whole Genome Sequencing dapat digunakan untuk mendeteksi resistensi terhadap obat anti tuberkulosis lini pertama y a n g sangat menjanjikan sebagai pengganti uji kepekaan obat konvensional. Hasil dari analisis Whole Genome Sequencing pada Mycobacterium tuberculosis yang resisten rifampisin menunjukkan adanya mutasi-mutasi yang ada pada wilayah operon Rpo terutama pada gen RpoB dan RpoC. Mutasi yang paling dominan pada gen RpoB adalah perubahan S450L (36,45%) dan pada gen RpoC adalah G594E (30,95%). Dan analisis whole genome sequencing juga menunjukkan adanya mutasi baru yang berbeda dengan mutasi-mutasi yang ada berdasarkan penelitian sebelumnya.

Tuberculosis is a disease that is still a major health problem for people in Indonesia. Based on the Global TB Report 2021, Southeast Asia is the region with the highest burden of TB and Indonesia produces around 8% of the total burden of TB in the world. However, only about 48% of TB patients who have been found, treated and reported to the national information system. Drugresistant TB continues to be a threat to human health. Resistance to anti-tuberculosis drugs can occur as a result of primary infection with resistant TB bacteria or can be caused by inadequate treatment, resulting in the emergence of resistant strains due to the presence or mutations in certain genes in the genome of Mycobacterium tuberculosis. Currently there are many technologies and methods used to detect resistance to anti-tuberculosis drugs. One of them is Next Generation Sequencing. Next Generation Sequencing is an accurate, cost-effective and highthroughput sequencing technology that enables genomic investigations including Whole Genome Sequencing to study epidemiology and to detect markers of drug resistance and strain diversity. Whole Genome Sequencing analysis can be used to detect resistance to first-line anti-tuberculosis drugs which are very promising as a substitute for conventional drug sensitivity tests. The results of Whole Genome Sequencing analysis on rifampicin-resistant Mycobacterium tuberculosis showed that there were mutations in the Rpo operon region, especially in the RpoB and RpoC genes. The most dominant mutation in the RpoB gene was the change in S450L (36.45%) and in the RpoC gene was G594E (30.95%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pungguri Ayu Nega Sarsanti
"ABSTRAK
Respon imun makrofag merupakan proses alamiah yang terjadi di dalam tubuh sebagai adaptasi terhadap benda asing/antigen. Makrofag merupakan komponen penting pada respon imun bawaan maupun adaptif, karena berperan pada proses fagositosis serta sebagai antigen presenting cell APC . Pada proses fagositosis makrofag memerlukan O2 dan energi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan membuktikan bahwa pada makrofag peritoneum yang diimunisasi terjadi hipoksia relatif dan peningkatan biogenesis mitokondria dalam usaha meningkatkan keperluan energi. Untuk membuktikan terjadi hipoksia diukur ekspresi mRNA dan protein HIF-1? serta HIF-2? yang merupakan protein yang berperan pada respons terhadap hipoksia. Juga diukur ekspresi mRNA dan protein sitoglobin yang merupakan protein pengikat O2. Untuk menilai biogenesis mitokondria diukur kadar protein PGC-1?. 24 ekor mencit BALB/c dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan imunisasi dan 1 kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi hipoksia yang ditunjukkan oleh peningkatan bermakna kadar protein HIF-1? p=0.000, ANOVA dan HIF-2? p=0.035, ANOVA mulai dari 24 jam dan terus meningkat sampai 72 jam setelah imunisasi. Ekspresi protein sitoglobin meningkat mulai 24 jam sampai 72 jam setelah imunisasi p=0.01, ANOVA , sedangkan ekspresi protein PGC-1? meningkat bermakna pada 72 jam setelah imunisasi p=0.047, Kruskal-Wallis . Disimpulkan pada makrofag peritoneum mencit yang diimunisasi terjadi hipoksia dan biogenesis mitokondria. Kata kunci: Sitoglobin; HIF-1?; HIF-2?; Makrofag; PGC-1?

ABSTRACT
Macrophages rsquo s immune response is natural process that occurs in the body. Macrophages is important in innate and adaptive immunity, due to their role in phagocytosis as well as antigen presenting cell APC . Phagocytosis itself requires O2 and high energy. This study aims to investigate that immunized peritoneal macrophages were in relative hypoxia condition and its mitochondrial biogenesis increased in efforts to provide energy. To confirm hypoxia were calculated by mRNA and protein expression of HIF 1 and HIF 2 . mRNA and protein Cygb expression were also measured as the protein considered binds O2. To assess mitochondrial biogenesis, PGC 1 protein level were measured. 24 male BALB c mice were used and divided into three immunized treatment groups and one control group. The results showed that hypoxia occur, affirm by a significant increase in protein levels of HIF 1 p 0.000, ANOVA and HIF 2 p 0.035, ANOVA ranging from 24 hours and continued to increase until 72 hours. Cygb protein expression also increased from 24 hours to 72 hours p 0.01, ANOVA , whereas the expression of PGC 1 alpha protein increased significantly at 72 hours p 0.047, Kruskal Wallis . In conclusion in immunized mice peritoneal macrophages present itself hypoxia and mitochondrial biogenesis. Keyword Cytoglobin HIF 1 HIF 2 Macrophages PGC 1 "
2017
T55612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Maidarmi Handayani
"Pendekatan sistem imun pada pejamu M. tuberculosismerupakan salah satu pilihan dalam pengembangan terapi tuberkulosis, terutama pada kasus tuberkulosis (TB)  resisten obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan fungsi makrofag pada penderita TB resisten obat dibandingkan dengan kontak erat yang terinfeksi laten dan sehat. Sel Monosit Darah Tepi (SMDT) diisolasi dan dikultur selama 7 hari. Fagositosis dinyatakan jika terdapat minimal satu sel darah merah domba tampak melekat pada membran makrofag. Kemampuan lisosom diperiksa dengan uji aktivitas enzim fosfatase asam. Enam pasien TB-RO dan 18 kasus kontak erat (8 TB laten;10 sehat) di RS Universitas Indonesia direkrut sebagai subjek penelitian. Hasil menunjukkan bahwa aktivitas fagositosis kelompok infeksi laten lebih tinggi dibandingkan kelompok sehat dan TB RO (one-way ANOVA, p<0,05). Aktivitas enzim fosfatase asam lebih tinggi pada kelompok TB RO. Perbedaan fungsi makrofag ini diharapkan dapat menjadi referensi selanjutnya dalam terapi TB RO ataupun terapi pencegahan. 

The immune system approach to the host of M. tuberculosis is an option in developing tuberculosis therapy, especially in drug-resistant tuberculosis (DR-TB) cases. This study aimed to analyze the differences in macrophage function in drug-resistant TB patients compared to close contacts who were latently infected and healthy. Peripheral Blood Mononuclear Cell (PMBC) was isolated and cultured for seven days. Phagocytosis is expressed when at least one sheep red blood cell appears attached to the macrophage membrane. The ability of lysosomes was examined by testing the activity of the acid phosphatase enzymes. Six DR-TB patients and 18 close contact cases (8 LTBI; 10 healthy) at Universitas Indonesia Hospital were recruited as research subjects. The results showed that the phagocytosis activity of the latent infection group was higher than that of the healthy and TB RO groups (one-way ANOVA, p<0.05). Acid phosphatase activity was higher in the DR-TB group. The difference in macrophage function is expected to be a further reference in DR-TB treatment or preventive therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Agustina
"Kasus TB RO menyebabkan beban pengendalian penyakit TB menjadi bertambah. Adanya penurunan angka keberhasilan pengobatan dari tahun 2010 (67,9%) menjadi 51,1% tahun 2013 dan peningkatan kasus pasien putus berobat mendorong Indonesia menerapkan pengobatan jangka pendek untuk meningkatkan angka keberhasilan pengobatan TB RO dan menurunkan kasus pasien putus berobat. Penelitian ini melihat hasil pengobatan TB RO dan faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan regimen pendek di Indonesia tahun 2017 menggunakan desain penelitian kohort retrospektif. Menggunakan data pasien TB RO yang tercatat dalam e-TB manager berusia ≥15 tahun yang telah menyelesaikan pengobatan regimen pendek maksimal pada bulan November 2018. Didapatkan 223 kasus dengan 46,6% sembuh, 26,5 % putus berobat, 4,9% pengobatan lengkap, 14,2 meninggal, 6,3% gagal dan 1,3% lainnya. Usia, jenis kelamin, riwayat pengobatan sebelumnya, jenis resistensi, status HIV, status diabetes mellitus dan status kavitas paru secara statistik tidak berhubungan dengan hasil pengobatan regimen pendek. Faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan regimen pendek ialah resisten terhadap amikasin (RR 7.4; 95% CI 4.68-17.29), ofloksasin (RR 28; 95% CI 2.8-279.5), dan kanamisin (RR 9; 95% CI 4.68-17.29), dan interval inisiasi pengobatan > 7 hari (RR 0.307; CI 0.09-0.98).

The case of drug-resistant tuberculosis causes the burden of controlling TB disease to increase. The decline in treatment success rates from 2010 (67.9%) to 51.1% in 2013 and an increase in cases of patients dropped out encouraged Indonesia to apply short-term treatment to increase the success rate of DR-TB treatment and reduce cases of patients dropped out. This study aims to look the results of DR-TB treatment and factors related to treatment outcomes for short regimens in Indonesia in 2017 using a retrospective cohort study design. Using data on DR-TB patients recorded in the e-TB manager aged ≥15 years who have completed treatment for the maximum short regimen in November 2018. There were 223 cases with 46.6% cured, 26.5% dropped out, 4.9% completed, 14.2 died, 6.3% failed and 1.3% others. Age, gender, previous treatment history, type of resistance, HIV status, DM status and lung cavity status were not statistically related to the results of treatment of short regimens. Factors related to the results of treatment of short regimens were resistant to amikacin (RR 7.4; 95% CI 4.68-17.29), ofloxacin (RR 28; 95% CI 2.8-279.5), kanamycin (RR 9; 95% CI 4.68-17.29), and treatment initiation interval >7 days (RR 0.307; CI 0.09-0.98).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana
"Tuberkulosis resisten obat (TBRO) merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat serius di dunia. TBRO adalah keadaan dimana bakteri tuberkulosis sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Untuk memastikan terapi obat yang diberikan aman, efektif, dan rasional diperlukan pemantauan terapi obat (PTO) pada pasien TBRO. Studi retrospektif ini dilakukan pada pasien TBRO yang mendapatkan terapi di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) antara April hingga Agustus 2022. Kriteria inklusi pada PTO ini adalah pasien yang tertulis diagnosis TBRO di rekam medik dengan data riwayat pengobatan lengkap. Dari 26 pasien TBRO, didapatkan 20 pasien dengan paduan terapi jangka panjang dan 6 pasien dengan paduan terapi jangka pendek. Dari 20 pasien yang mendapatkan paduan terapi jangka panjang, 3 pasien diantaranya meninggal dunia. Dari 23 pasien yang dilakukan pemantauan terapi obat di Poli TBRO RSUI, sebanyak 87% pasien sudah tepat dosis, 60,9% pasien sudah mendapatkan terapi efek samping obat yang sesuai, dan 87% pasien mendapatkan paduan pengobatan yang sesuai.

Drug-resistant tuberculosis (TBRO) is a very serious health problem in the world. TBRO is a condition where the tuberculosis bacteria can no longer be killed with anti-tuberculosis drugs (OAT). To ensure that drug therapy is safe, effective, and rational, it is necessary to monitor drug therapy (PTO) in TBRO patients. This retrospective study was conducted on TBRO patients receiving therapy at the University of Indonesia Hospital (RSUI) between April and August 2022. The inclusion criteria for this PTO were patients who had a TBRO diagnosis written in the medical record with complete medical history data. Of the 26 TBRO patients, 20 patients received long/individual regiment and 6 patients with short treatment regiment (STR). Of the 20 patients who received long-term therapy, 3 of them died. Of the 23 patients who were monitored for drug therapy at the RSUI TBRO Polyclinic, as many as 87% of patients received the right dose, 60.9% of patients received appropriate drug side effect therapy, and 87% of patients received appropriate treatment regimens."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Mudjihartini
"Hipoksia berperan penting pada patofisiologi berbagai penyakit utama penyebab kematian seperti, penyakit jantung iskemia, strok, kanker, penyakit paru kronik, dan gagal jantung kongestif. Kedua protein golongan globin di otak, yaitu neuroglobin (Ngb) dan sitoglobin (Cygb) diduga berperan dalam suplai oksigen ke mitokondria dan melindungi jaringan otak dari kerusakan akibat hipoksia (neuroprotektan). Perubahan ekspresi protein merupakan salah satu bentuk adaptasi biokimia yang penting terhadap perubahan homeostasis. Oleh karena itu timbul pertanyaan bagaimana pola ekspresi Ngb dan Cygb serta peran neuroprotektan kedua protein tersebut di otak pada keadaan hipoksia sistemik kronik (HSK).
Penelitian bertujuan manganalisis perbedaan pola ekspresi Ngb dan Cygb serta kaitannya dengan apoptosis pada HSK. Parameter yang diukur adalah Ngb, Cygb, sitokrom c, MDA, GSH dan HIF-lα. Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi eksperimental in vivo model HSK pada tikus. Tikus sebagai hewan coba dibagi secara acak dalam 6 kelompok perlakuan, yaitu kelompok I adalah kelompok kontrol atau tanpa perlakuan hipoksia, sedangkan kelompok II, III, IV, V, dan VI mendapat perlakuan hipoksia dengan lama waktu hipoksia selama 1, 3, 5, 7, dan 14 hari.
Parameter yang diperiksa meliputi ekspresi Ngb dan Cygb dengan teknik real time-RT PCR, ELISA dan imunofluoresen FITC, stres oksidatif, HIF-1α sebagai penanda hipoksia, dan sitokrom c sebagai penanda apoptosis. Hasil yang diperoleh HSK meningkatkan ekspresi mRNA Ngb pada hipoksia 3, 5, dan 7 hari, namun ekspresi proteinnya menurun pada hipoksia 1, 3, 5, 7, dan 14 hari dibanding dengan kontrol. Berbeda dengan ekspresi mRNA Cygb yang menurun selama hipoksia 1, 3, 5, 7, dan 14 hari, namun protein Cygb meningkat pada hipoksia 1, 3, 5, 7, dan 14 hari dibandingkan dengan kontrol.
Korelasi Ngb dengan sitokrom c lemah tidak signifikan, sedangkan Cygb sangat lemah dan tidak signifikan. HSK menginduksi ekspresi HIF-lα yang meningkat tertinggi pada hipoksia 7 hari, dan menyebabkan stres oksidatif yang ditandai dengan meningkatnya MDA pada hipoksia 1, 3 dan 5 hari, serta menurunnya GSH pada hipoksia 1, 3, dan 5 hari. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan pola ekspresi Ngb dan Cygb pada HSK. Ekspresi Ngb sebagai respons adaptasi terjadi lebih awal dan lebih dipengaruhi oleh lama waktu hipoksia dibandingkan dengan ekspresi Cygb. Meskipun lemah, Ngb cenderung mempunyai peran menghambat apoptosis dibandingkan dengan protein Cygb.

Hypoxia has an important role in the pathophysiology of high mortality diseases, such as ischemic cardiovascular disease, stroke, cancer, chronic lung disease, and congestive heart failure. The proteins belonged to globin protein group, included neuroglobin (Ngb) and cytoglobin (Cygb), have been presumed to play a role in regulating the oxygen supply into the mitochondria and protecting the brain tissues from damage due to hypoxia (neuroprotectant). An alteration in protein expression due to a homeostatic shift is an important adaptation process in biochemistry. Therefore, the expression pattern of Ngb and Cygb as well as their protein roles in brain during a chronic systemic hypoxia condition (CSH) remain unclear.
This study aim to analyse the differences of the Ngb and Cygb expression patterns, and correlation of both protein to apoptosis in chronic systemic hypoxic condition. Ngb, Cygb, Cytochrome c, MDA, GSH, and HIF-1 α. were examined. An in vivo experimental model of CSH was carried out using rat. The experimental rats were randomly divided into 6 treatment groups, i.e. group I was a control group or without hypoxic condition, groups II, III, IV, V, and VI were treated by hypoxic condition for 1, 3, 5, 7, and 14 days, respectively.
The Ngb and Cygb expressions were analysed using real time-RTPCR, ELISA, immunofluorescence with FITC, and the measurement of stress oxidative biomarkers, included HIF-1α as a biomarker of hypoxic condition and cytochrome c as a biomarker of apoptosis. The CSH was increased the mRNA expression of Ngb at 3, 5, and 7 days hypoxic groups, while the protein expression was decreased at 1, 3, 5, 7, and 14 days hypoxic groups compared to control group. The mRNA expression of Cygb was decreased at 1, 3, 5, 7, and 14 days hypoxic groups, whereas the Cygb protein expression was increased at 1, 3, 5, 7, and 14 days hypoxic groups compared to control group.
The correlation between Ngb with cytochrome c was weakly statistically insignificant, and Cygb with cytochrome c was statistically insignificant. The CSH induced the HIFlα, which was shown by a high increase at 7 days hypoxic group, as well as stress oxidative which was represented by MDA at 1, 3, and 5 days hypoxic groups, and decreased GSH at 1, 3, and 5 days hypoxic groups. There are differences in expression pattern of Ngb and Cygb in CSH. The expression of Ngb, as an adaptive response, occurs earlier and is more influenced by the duration of hypoxic condition compared to Cygb. Although the correlation is weak, the Ngb seems more likely to inhibit apoptosis compared to Cygb protein.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>