Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159413 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rangga Buwana
"Penyakit mata kering adalah suatu kondisi yang bersifat multifaktorial kronis yang sering terjadi pada permukaan mata. Mata kering diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mata kering defisiensi aqueous dan mata kering evaporatif. Penyakit mata kering evaporatif yang disebabkan oleh disfungsi kelenjar meibom sudah terjadi pada lebih dari 85% kasus penyakit mata kering. Disfungsi kelenjar meibom adalah kelainan difus dan kronis dari kelenjar meibom yang umumnya ditandai dengan adanya perubahan kualitatif atau kuantitatif dalam sekresi kelenjar. Area kerusakan pada kelenjar meibom dibagi menjadi 4 tingkat atau skala, yaitu normal (meiboscore 0), meiboscore 1, meiboscore 2, dan meiboscore 3. Proses dalam mendiagnosis penyakit mata kering masih dilakukan secara subjektif oleh tenaga medis, hal tersebut dapat mengakibatkan perbedaan dalam menilai tingkat disfungsi kelenjar meibom. Penulis menggunakan data science untuk mendiagnosis penyakit mata kering dengan melakukan pendekatan Artificial Intelligence (AI) yang di dalamnya terdapat metode deep learning. Pada penelitian ini, penulis melakukan klasifikasi pada data citra yang merupakan hasil segmentasi model U-Net dengan 4 kelas skala meiboscore menggunakan metode Convolutional Neural Network (CNN) dengan arsitektur ResNet50. Data citra yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 417 data citra yang dilatih menggunakan ResNet50 dengan epoch sebanyak 30 dan learning rate sebesar 0,001. Pembagian data dilakukan dengan masing-masing data training, data testing, dan data validation sebanyak 80%, 20%, dan 10% dari data training. Dari hasil simulasi, diperoleh masing-masing nilai rata-rata akurasi dan AUC adalah 92,62% dan 0,99 dengan running time yang didapat selama 1,8 detik.

Dry eye disease is a chronic multifactorial condition that often occurs on the ocular surface. Dry eye is classified into two, namely aqueous deficiency dry eye and evaporative dry eye. Evaporative dry eye disease caused by meibomian gland dysfunction already occurs in more than 85% of dry eye disease cases. Meibomian gland dysfunction is a diffuse and chronic disorder of the meibomian glands that is generally characterized by qualitative or quantitative changes in glandular secretions. The area of damage to the meibomian glands is divided into 4 levels or scales, namely normal (meiboscore 0), meiboscore 1, meiboscore 2, and meiboscore 3. The process of diagnosing dry eye disease is still done subjectively by medical personnel, which can lead to differences in assessing the level of meibomian gland dysfunction. The author uses data science to diagnose dry eye disease by taking an Artificial Intelligence (AI) approach in which there is a deep learning method. In this research, the author classifies image data which is the result of segmentation of the U-Net model with 4 classes of meiboscore scale using the Convolutional Neural Network (CNN) method with ResNet50 architecture. The image data used in this research is 417 image data trained using ResNet50 with 30 epochs and a learning rate of 0.001. Data division is done with each training data, testing data, and validation data as much as 80%, 20%, and 10% of the training data. From the simulation results, the average accuracy and AUC values are 92.62% and 0.99 respectively with a running time of 1.8 seconds."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Priyambodo
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S38437
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Zakaria
"Perkembangan jaman menyebabkan plant modern memiliki struktur yang lebih kompleks dengan sistem yang non-linier, yang terdiri dari banyak masukan dan keluaran. Dalam struktur yang lebih kompleks tersebut, memungkinkan juga terjadinya disturbance pada sistem. Maka dari itu, diperlukan sistem pengendali yang mampu mengatasi perubahan karakteristik secara otomatis yang disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan kerja.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan performa antara pengendali backpropagation dan elman neural network terhadap suatu sistem. Data yang digunakan pada percobaan ini,menggunakan model matematis, data PPR, dan data helikopter. Kemudian juga dilakukan pengujian sistem Backpropagation dan Elman neural network terhadap reference input yang diberikan disturbance dengan metode online learning dan feedforward.
Hasil dari percobaan, menunjukkan karakteristik Elman lebih baik dibandingkan backpropagation dalam pengujian offline dan online dengan sistem yang diberikan gangguan. Hasil respon transient dari Elman adalah %OS sebesar 5,43% pada pengujian online dan selisih satu data lebih cepat pada settling time dibanding backpropagation pada pengujian offline.
Hasil pengujian online memiliki hasil yang baik pada kedua metode jika dibandingkan dengan pengujian offline dari segi persentase kesalahan tunak, karena mencapai nilai 0%.

Complexcity, there would be a probability of disturbance presences Therefore, we need a control system that able to automatically adapt with the characteristic changes that correspond to the environment conditions.
The purpose of this study was about to compare performances between backpropagation and elman neural network controller within the system. This experiment using mathematical model, data PPR, and data helicopter UAV. Trained backpropagation and Elman neural network will be tested by giving reference input and disturbance and also using method of feedforward and online learning.
The result of the experiment, shows the characteristics of Elman that is better than backpropagation in offline and online testing. The results %OS of Elman when using online learning is about 5.43% and there one a gap of single data, that shows elman faster on settling time than backpropagation when using offline system.
Online test outputs have good results on both algorithm than offline testing in terms of percentage of steady state error, because it reaches a value of 0%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Setyoko
"Berbagai metode pengembangan roket telah dilakukan, namun tidak semua orang bisa mengikuti perkembangannya karena teknologi roket merupakan teknologi rahasia yang pada akhirnya menyebabkan tidak adanya referensi. Kendali roket merupakan tahapan yang paling penting dari pengembangan teknologi roket yang pengembangannya hanya bisa dilakukan jika mempunyai data atau model. Penelitian ini mencoba untuk mendapatkan data penerbangan roket dari simulator pesawat X-Plane kemudian mengembangkan kendali roket menggunakan Neural Network. Konsekuensi yang ditimbulkan karena pemakaian simulator pesawat untuk menerbangkan roket akan dijadikan bahan analisis apakah data yang dihasilkan dari penerbangan roket mempunyai mekanisme fisika layaknya roket.
Pengujian terhadap sistem kendali Neural Network berbasis Direct Inverse Control Open-Loop dilakukan untuk mengetahui keandalan sistem kendali yang dirancang. Sistem kendali roket yang dibuat menggunakan metode backpropagation dengan pembatasan pengendalian yaitu hover, sebuah trajectory terbang roket yang mempunyai pengaruh paling besar dalam jangkauan dan arahnya. Dari hasil pengujian ini diketahui bahwa data yang dihasilkan mempunyai dinamika gerak layaknya roket dan sistem kendali hover roket yang dibuat mempunyai kemampuan yang baik.

Various methods of rocket development have been done, but not everyone can follow its development because rocket technology is a secret technology that ultimately leads to no reference Rocket control is the most important stage of development of rocket technology whose development can only be done if it has data or models. In this study trying to get rocket flight data from the X Plane aircraft simulator then develop rocket control using Neural Network. The consequences of using the aircraft simulator to fly the rocket will be used as an analysis material whether the data generated from the rocket flight has a rocket physics mechanism.
Testing of Neural Network control system based on Direct Inverse Control Open Loop is done to know the reliability of control system designed. The rocket control system created using backpropagation method with control limitation is hover, a rocket flying trajectory that has the greatest influence in its range and direction. From the results of this test is known that the resulting data has the dynamics of motion like a rocket and rocket hover control system is made to have good ability.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fathi Fadlian
"Pengendalian pesawat terbang merupakan suatu tahap terpenting dalam pengembangan teknologi aviasi yang hanya dapat dilakukan jika memiliki data penerbangan dan model pesawat. Pengambilan data penerbangan dilakukan menggunakan simulator penerbangan ultra-realistis, X-Plane. Algoritma Neural Networks dipilih sebagai metode untuk memodelkan dan mengidentifikasi sistem pesawat terbang juga sebagai pengendali sistem tersebut yang akan terbentuk dalam sebuah kesatuan Direct Inverse Control. Pengujian dan pembelajaran open loop pada sistem Direct Inverse Control dilakukan untuk mengetahui keandalan sistem kendali yang dirancang. Batasan pada penelitian ini adalah kondisi cruising ideal dimana merupakan kondisi terbang pesawat yang memakan hampir 90% dari total penerbangan. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa data yang dihasilkan simulator sesuai dengan dinamika pergerakan pesawat terbang pada kondisi cruising dan sistem kendali yang dibuat memiliki keandalan yang baik.

Flight control is the most important stage in the development of aviation technology which can only be done if flight data and aircraft models have been acquired. Flight data acquisition is carried out using an ultra-realistic flight simulator, X-Plane. Neural Networks algorithm is chosen as a method for modeling and identifying aircraft systems as well as controlling the system which will be formed in a Direct Inverse Control unit. Open loop testing and learning in the Direct Inverse Control system is carried out to determine the reliability of the designed control system. The limit of this study is in the ideal cruising conditions which consume almost 90% of total flights time. From the test results, it can be seen that the data generated by the simulator is in accordance with the dynamics of aircraft movements in cruising conditions and the designed control system has good reliability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Rejoel Mangasa
"Latar belakang: Prevalensi meibomian gland dysfunction (MGD) dilaporkan bervariasi pada rentang 3,6-69,3% karena modalitas diagnostik yang tersedia saat ini masih belum terstandar secara baku. Penilaian meibomian gland (MG) dropout secara manual masih terbatas oleh subjektivitas penilai dalam identifikasi MG, kurang akurat dalam menilai perubahan longitudinal, serta memerlukan waktu dan biaya yang lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah performa diagnostik dari penilaian MGD melalui meibografi dengan bantuan AI setara dengan penilaian MG dropout oleh klinisi menggunakan ImageJ. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain cross-sectional dari pasien rawat jalan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kirana, Jakarta Pusat. Pengolahan data citra meibografi dilakukan dengan dua tahap preprocessing dan pengembangan model artificial intelligence (AI). Pengembangan model AI yang dilakukan menggunakan image embedding VGG16 dan model multilayer perceptron (MLP) pada Orange v3.32.0. 
Hasil: Dari 35 subjek penelitian dengan rerata usia 60,29±2,28 tahun, terdapat 136 data citra meibografi yang dianalisis. Nilai cut-off MG dropout yang terbaik pada nilai 33% yang mana terdapat 107 citra MGD dan 29 citra normal. Model AI menunjukkan performa AUC 83,2%, sensitivitas 89,7%, dan spesifisitas 58,6%. 
Kesimpulan: Penilaian meibografi dengan bantuan AI memiliki performa diagnostik yang baik dalam deteksi MGD. Pendekatan dengan AI dapat digunakan sebagai alat skrining potensial yang efektif dan efesien dalam praktik klinis.

Introduction: The prevalence of meibomian gland dysfunction (MGD) is reported to vary in the range of 3.6-69.3% because the currently available diagnostic modalities have not been standardized. Manual assessment through meibomian gland (MG) dropout is still has many limitations, such as the subjectivity of the assessor in identifying MG, less accuracy in assessing longitudinal abnormalities and requires more time and costs. This study aims to determine whether the diagnostic performance of MGD assessment through AI-assisted meibography is equivalent to MG dropout assessment by the clinician using ImageJ. 
Methods: The study was conducted with a cross-sectional design from outpatients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) Kirana, Central Jakarta. The meibography image processing is conducted in two stages preprocessing and the development of artificial intelligence (AI) models. AI model development uses Orange v3.32.0 with VGG16 as image embedding and a multilayer perceptron (MLP) model. 
Results: From 35 subjects with a mean age of 60.29±2.28 years, a meibography dataset was built from 136 eyelid images. Using the MG dropout cut-off value of 33%, there are 107 MGD images and 29 normal images. The AI model showed an AUC performance of 83.2%, a sensitivity of 89.7%, and a specificity of 58.6%. 
Conclusion: AI-assisted meibography assessment has good diagnostic performance in MGD detection. The AI approach has promising potential as an effective and efficient screening tool in clinical practice.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taqiyuddin
"Penggunaan analisis sentimen semakin umum digunakan. Dalam pengembangan analisis sentimen ini banyak tantangan yang perlu dihadapi. Karena analisis ini termasuk Natural Language Processing NLP, hal yang perlu dimengerti adalah kompleksitas bahasa. Dengan berkembangnya teknologi Artificial Neural Network, ANN semakin banyak permasalahan yang bisa diselesaikan.
Ada banyak contoh struktur ANN dan untuk penelitian ini yang digunakan adalah Convolutional Neural Network CNN dan Recurrent Neural Network RNN. Kedua jenis ANN tersebut sudah menunjukkan performa yang baik untuk beberapa tugas NLP. Maka akan dilakukan analisis sentimen dengan menggunakan kedua jenis ANN tersebut dan dibandingkan kedua performa ANN tersebut. Untuk data yang akan digunakan diambil dari publikasi stanford dan untuk mengubah data tersebut bisa digunakan pada ANN digunakan word2vec.
Hasil dari analisis menunjukkan bahwa RNN menunjukkan hasil yang lebih baik dari CNN. Walaupun akurasi tidak terlalu terlihat perbedaan yaitu pada RNN yang mencapai 88.35 0.07 dan CNN 87.11 0.50, tetapi waktu pelatihan RNN hanya membutuhkan waktu 8.256 detik sedangkan CNN membutuhkan waktu 544.366 detik.

Term of sentiment analysis become popular lately. There are many challenges developing sentiment analysis that need to be addressed. Because this kind analysis is including Natural Language Processing, the thing need to understand is the complexity of the language. With the current development of Artificial Neural Network ANN, more problems can be solved.
There are many type of ANN and for this research Convolutional Neural Network CNN and Recurrent Neural Network will be used. Both already showing great result for several NLP tasks. Data taken from stanford publication and transform it with word2vec so could be used for ANN.
The result shows that RNN is better than CNN. Even the difference of accuracy is not significant with 88.35 0.07 for RNN and 87.11 0.50 for CNN, the training time for RNN only need 8.256 secods while CNN need 544.366 seconds.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raven Ginola Imanuel
"Mata merupakan salah satu dari panca indra yang digunakan untuk melihat dan menjadi aset terpenting dalam hidup manusia. Salah satu bagian terpenting dari mata ialah kelopak mata di mana terdapat sebuah kelenjar yang disebut kelenjar meibom. Kelenjar ini berada pada lapisan air mata yang berguna untuk menyekresikan komponen minyak atau lipid dan berperan penting dalam memperlambat proses evaporasi yang menyebabkan terjaganya kelembapan pada mata. Kekurangan kelenjar meibom yang dikenal sebagai Disfungsi Kelenjar Meibom (DKM) merupakan penyebab utama dari penyakit mata kering. Karena proses diagnosis yang dikerjakan oleh tenaga medis terbilang subjektif, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deep learning untuk melakukan klasifikasi pada tingkat keparahan dari DKM. Klasifikasi dilakukan dengan membagi tingkat keparahan atau kehilangan kelenjar meibom berdasarkan hasil meiboscore-nya menjadi 4 kelas, yaitu kelas 0 untuk meiboscore ≤ 25%, kelas 1 untuk 25% < meiboscore ≤ 50%, kelas 2 untuk 50% < meiboscore ≤ 75%, dan kelas 3 untuk meiboscore  > 75%. Metode deep learning yang digunakan adalah Convolutional Neural Network (CNN) dengan arsitektur AlexNet. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah 139 citra meibography yang bersumber dari Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Departemen Kirana dari 35 pasien mata kering yang sudah mengalami augmentasi dan segmentasi, sehingga data akhir yang digunakan yaitu sebanyak 417 citra segmentasi. Pada tahap pre-processing, dilakukan perhitungan meiboscore dengan bantuan software dan membaginya ke dalam 4 kelas sesuai dengan nilai meiboscore­-nya. Citra yang sudah dilabel ini kemudian dibagi menjadi 80% data training dan 20% data testing. Dari 80% data training, diambil 10% untuk dijadikan data validation, sehingga 417 data tersebut terbagi menjadi 299 data training, 84 data testing, serta 34 data validation. Training model dilakukan menggunakan arsitekur AlexNet dengan hyperparameter berupa epoch sebanyak 100, batch size 32, dan learning rate 0,0001. Pada arsitektur ini juga diterapkan fungsi optimasi yaitu Adam (Adaptive moment estimation) dan fungsi loss categorical cross entropy. Proses modelling dilakukan sebanyak 5 kali percobaan dan memperoleh nilai rata-rata akurasi training dan validation sebesar 99,59% dan 99,41% dan nilai dari loss training dan loss validation sebesar 0,1259 dan 0,0524. Sedangkan rata-rata kinerja testing model berhasil memperoleh akurasi testing sebesar 87,38%; testing loss sebesar 0,5151; dan Area Under Curve (AUC) sebesar 0,9715.

The eye is one of the five senses used to see and is the most important asset in human life. One of the most important parts of the eye is the eyelid where there is a gland called meibomian gland. This gland is located in the tear film which is useful for secreting oil or lipid components and plays an important role in slowing down the evaporation process which leads to maintaining moisture in the eye. Meibomian gland deficiency, known as Meibomian Gland Dysfunction (MGD), is a major cause of dry eye disease. Since the diagnosis process carried out by medical personnel is subjective, this study uses a deep learning approach to classify the severity of MGD. Classification is done by dividing the severity or loss of meibomian glands based on meiboscore results into 4 classes, namely class 0 for meiboscore ≤ 25%, class 1 for 25% < meiboscore ≤ 50%, class 2 for 50% < meiboscore ≤ 75%, and class 3 for meiboscore > 75%. The deep learning method used is Convolutional Neural Network (CNN) with AlexNet architecture. The data used in this study are 139 meibography images sourced from Ciptomangunkusumo Hospital (RSCM) Kirana Department from 35 dry eye patients that have undergone augmentation and segmentation, so that the final data used is 417 segmentation images. In the pre-processing stage, meiboscore was calculated with the help of software and divided into 4 classes according to the meiboscore value. The labeled images were then divided into 80% training data and 20% testing data. From 80% of the training data, 10% is taken to be used as validation data, so that the 417 data is divided into 299 training data, 84 testing data, and 34 validation data. The training model is carried out using the AlexNet architecture with hyperparameters in the form of epochs of 100, batch size 32, and learning rate 0,0001. In this architecture, the optimization function Adam (Adaptive moment estimation) and categorical cross entropy loss function are also applied. The modeling process was carried out 5 times and obtained an average training and validation accuracy value of 99,59% and 99,41% and the value of training loss and validation loss of 0,1259 and 0,0524. While the average performance of the testing model successfully obtained a testing accuracy of 87,38%; testing loss of 0,5151; and Area Under Curve (AUC) of 0,9715.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfina Azaria
"Pandemi COVID-19 mendorong adanya transformasi kesehatan, terutama dalam praktik kedokteran gigi. Respon terhadap risiko penularan menggiring masyarakat menuju layanan telemedicine, khususnya teledentistry. Fenomena ini menciptakan paradigma baru dalam ortodonti, mendorong perkembangan teleorthodontic. Dukungan teknologi machine learning di bidang ortodonti menawarkan solusi inovatif untuk diagnosis dini dan peningkatan aksesibilitas layanan ortodontik. Penelitian ini akan membandingkan 3 model computer vision yaitu EfficientNet, MobileNet, dan ShuffleNet disertai dengan adanya penambahan model tabular yaitu TabNet. Implementasi model computer vision ini bertujuan untuk dapat memberikan analisis awal bagi pasien ortodonti dan akan dievaluasi menggunakan metrik F1-score dan interpretability ahli dengan bantuan LIME. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa model computer vision ShuffleNet memiliki rata-rata hasil nilai F1-score terbaik diikuti dengan EfficientNet dan terakhir MobileNet. Perbedaan nilai tersebut berkisar antara 1-5% antara EfficientNet dan ShuffleNet namun perbedaan melebar untuk MobileNet dan ShuffleNet yang berkisar antara 3-8%. Selain itu, penambahan TabNet dalam framework memberikan peningkatan rata-rata nilai F1-score sebesar 2.7% hingga 5% dibandingkan model yang tidak menggunakan TabNet.

The COVID-19 pandemic has driven health transformation, especially in dental practice. The response to the risk of transmission leads the public towards telemedicine services, especially teledentistry. This phenomenon creates a new paradigm in orthodontics, encouraging the development of teleorthodontics. The support of machine learning technology in orthodontics offers innovative solutions for early diagnosis and increased accessibility to orthodontic services. This study will compare 3 computer vision models, which are EfficientNet, MobileNet, and ShuffleNet, accompanied by adding a tabular model, which is TabNet. The implementation of this computer vision model aims to provide an initial analysis for orthodontic patients and will be evaluated using the F1-score metric and expert interpretability with the help of LIME. This study found that the ShuffleNet computer vision model has the best average F1-score, followed by EfficientNet, and finally MobileNet. The difference in value ranges between 1-5% between EfficientNet and ShuffleNet, but the difference widens for MobileNet and ShuffleNet, which ranges between 3-8%. In addition, adding TabNet to the framework provides an average increase in F1-score by 2.7% to 5% compared to models that do not use TabNet."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhani Dzaky
"Pandemi COVID-19 mendorong adanya transformasi kesehatan, terutama dalam praktik kedokteran gigi. Respon terhadap risiko penularan menggiring masyarakat menuju layanan telemedicine, khususnya teledentistry. Fenomena ini menciptakan paradigma baru dalam ortodonti, mendorong perkembangan teleorthodontic. Dukungan teknologi machine learning di bidang ortodonti menawarkan solusi inovatif untuk diagnosis dini dan peningkatan aksesibilitas layanan ortodontik. Penelitian ini akan membandingkan 3 model computer vision yaitu EfficientNet, MobileNet, dan ShuffleNet disertai dengan adanya penambahan model tabular yaitu TabNet. Implementasi model computer vision ini bertujuan untuk dapat memberikan analisis awal bagi pasien ortodonti dan akan dievaluasi menggunakan metrik F1-score dan interpretability ahli dengan bantuan LIME. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa model computer vision ShuffleNet memiliki rata-rata hasil nilai F1-score terbaik diikuti dengan EfficientNet dan terakhir MobileNet. Perbedaan nilai tersebut berkisar antara 1-5% antara EfficientNet dan ShuffleNet namun perbedaan melebar untuk MobileNet dan ShuffleNet yang berkisar antara 3-8%. Selain itu, penambahan TabNet dalam framework memberikan peningkatan rata-rata nilai F1-score sebesar 2.7% hingga 5% dibandingkan model yang tidak menggunakan TabNet.

The COVID-19 pandemic has driven health transformation, especially in dental practice. The response to the risk of transmission leads the public towards telemedicine services, especially teledentistry. This phenomenon creates a new paradigm in orthodontics, encouraging the development of teleorthodontics. The support of machine learning technology in orthodontics offers innovative solutions for early diagnosis and increased accessibility to orthodontic services. This study will compare 3 computer vision models, which are EfficientNet, MobileNet, and ShuffleNet, accompanied by adding a tabular model, which is TabNet. The implementation of this computer vision model aims to provide an initial analysis for orthodontic patients and will be evaluated using the F1-score metric and expert interpretability with the help of LIME. This study found that the ShuffleNet computer vision model has the best average F1-score, followed by EfficientNet, and finally MobileNet. The difference in value ranges between 1-5% between EfficientNet and ShuffleNet, but the difference widens for MobileNet and ShuffleNet, which ranges between 3-8%. In addition, adding TabNet to the framework provides an average increase in F1-score by 2.7% to 5% compared to models that do not use TabNet."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>