Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3745 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosyani
Depok: UI Publishing, 2019
304.2 ROS e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
D. Dwidjoseputro
Jakarta: Erlangga , 1994
304.2 DWI e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
D. Dwidjoseputro
Jakarta: Erlangga, 1994
577 DWI e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Iskandar
"ndonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi di dunia, termasuk keanekaragaman binatang/satwa liar atau fauna. Misalnya, Indonesia menempati peringkat pertama di dunia dengan memiliki keanekaragaman jenis mamalia (515 jenis); dengan memiliki keanekarahaman jenis burung (1.539 jenis), Indonesia menempati peringkat ke-4 di dunia—di bawah Kolumbia, Peru dan Brazil; serta memiliki keanekaan jenis reptilia (600 jenis) sehingga Indonesia berada di peringkat ke-3, setelah Meksiko dan Australia. Namun dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, keanekaragaman binatang di Indonesia yang berperan penting bagi fungsi ekologi, sosial ekonomi dan budaya manusia malah banyak diperlakukan tidak wajar oleh manusia, seperti diburu, dibunuh, dan dirusak atau dimusnahkan habitatnya. Akibatnya, beberapa jenis binatang terancam punah.
Buku ini membahas tentang berbagai jenis binatang yang berperan penting bagi ekologi di alam atau di ekosistem, seperti penyebar biji-bijian, penyerbuk tumbuhan, pengendali hama tumbuhan/tanaman, indikator kualitas lingkungan perairan, indikator perubahan musim, indikator timbul bencana alam, dan penghasil sarang walet yang sangat menguntungkan bagi kepentingan bisnis. Oleh karena itu, buku ini sangat penting untuk dibaca oleh berbagai kalangan untuk mengenal jenis-jenis binatang di Indonesia, yang menguntungkan bagi alam sehingga"
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015
574 JOH k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Koesnadi Hardjasoemantri
Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2006
344.046 KOE e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Zelvita T.
"Kecemasan beberapa kalangan atas krisis ekologi pada dasawarsa terakhir ternyata membawa dampak yang signifikan secara teoritis. Karena ternyata terdapat permasalahan yang lebih fundamental di balik fakta krisis ekologi yaitu, krisis persepsi. Paradigma antroposentris-instrumental yang digunakan ternyata merupakan biang masalah, karena di dalam model berpikir ini terdapat kerangka konseptual opresif yang mengabaikan relasi manusia dengan alam. Paradigma ini hanya memandang alam sebagai sumberdaya dan bernilai sebatas kemanfaatannya bagi manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan paradigma. Permasalahan seputar Mengapa terjadi pergeseran paradigma ? Apa alternatifnya? Apa kelebihan konsep tersebut dan apa relevansinya secara teoritis ? adalah pertanyaan yang coba dijawab dalam skripsi ini. Penulisan skripsi ini difokuskan pada konsep dan gerakan deep ecology yang muncul sebagai kepedulian etis dengan mempertanyakan asumsi di balik permasalahan. Deep ecology merupakan usaha untuk merubah cara pandang antroposentris. Ide deep ecology, menurut penggagasnya, Arne Naess, lahir dari kepedulian atas relasi dominan yang eksploitatif. Perubahan paradigma ini dimulai dari kesadaran psikologis manusia akan posisi ontologis alam. Relasi yang terjalin memberikan konsekuensi etis yang berdampak besar dalam objektivitas ilmu pengetahuan. Sementara gerakan deep ecology sendiri merupakan aktualisasi komitmen dari konsekuensi etis dalam kehidupan sehari-hari. Metode dari penulisan skripsi ini adalah deskripsi interpretatif dari analisis atas literatur karya Naess tentang deep ecology. Dalam pembahasan ini ditemukan bahwa Deep ecology sendiri yang menolak paradigma antroposentris, tak terelakkan merupakan ekstensifikasi dari etika antroposentris. Deep ecology dianggap sebagai gerakan radikal karena memperluas cakupan moralnya tidak terbatas pada manusia tapi pada keseluruhan komunitas ekologis. Relevansi teoritis dari konsep deep ecology adalah tidak berkutat di tataran teoritis tapi diaktualisasikan pada komitrnen etis dalam gaya hidup seseorang. Agar fondasi etikanya otonom, deep ecology menganggap bahwa tiap anggota komunitas ekologis memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik yang dimaksud adalah nilai yang terdapat pada entitas, tidak tergantung pada fungsi entitas tersebut bagi manusia. Konsep mengenai nilai.intrinsik disuntikan oleh deep ecology karena nilai fungsional dari alam merupakan alasan sikap dominasi manusia terhadap alam. Perluasan nilai kemanusiaan yang tidak terpisahkan dari alam oleh Naess dituangkan dalam ecosophy Tnya. Dan kerangka filsafat personal ini, Naess menganjurkan perubahan paradigma dilandaskan pada ecosophy personal yang sesuai dengan logika derivasi. Tujuan dilakukan penulisan skripsi ini adalah mengangkat konsep deep ecology Arne Naess sebagai alternatif dari paradigma antroposentris yang sarat dengan dominasi.

Abstract
Public anxiety of environmental crisis in late decade, brings significant impact in realm of theoritics. Appearently it is because the underlying assumptions behind environmental problem, a crisis of perception. Instrumental-antropocentric view, which is used by science is the source of problems, because in this way of thingking exists opresif conceptual framework which neglect the man and nature relations. These paradigm viewing nature as resources and valued according its used for human purposes. The emergence of deep ecology idea and its movement as ethical concern which is questioning the underlying assumption behind the problem. Deep ecology is an effort to change the antropocentric way of thingking with non antopocentric approach. The deep ecology idea, according to the founder, Arne Naess, is born because the concerning of exploitative dominance relations. Formerly, this change of paradigm begin from human self-awareness for nature ontological position. The interconnectedness between man and nature produce ethical consequences which also give a big impact in science objectivity. While, the deep ecology movement itself commited for actualization in our daily life. Unavoidable, deep ecology is an ethical extension of antropocentric ethics. Deep ecology viewed as radical movement because extent the moral consideration not only in human but also to entire enviromental community. Deep ecology not ceased in theoritical realm but also derived its idea in ethical commitment in personal lifestyle. So, in order that the ethical foundation autonomous, deep ecology consider that natural world has intrinsic value. Intrinsic value mean valuing nature in and of itself. These value is independent and not depend on the function of the entity for human purposes. The intrinsic value concept incited by deep ecology because the instrumental value of nature was the reason of human domination. The extension of humanity is unseparable from nature. These idea is translating in Naess Ecosophy T . From this personal philosophical framework, Naess propose the change of paradigm based in personal ecosophy which suitable with derivational logic. Keywords : Ethical extension, interconnectedness, web of life, deep ecology, ecosophy T, gestalts, self-realisation, intrinsic value, community, contextual identity, biospheric egalitarianism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S16078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gore, Al
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994
304.2 GOR et
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soedjiran Resosoedarmo
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990
574 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soedjiran Resosoedarmo
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992
574.5 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Laksmi Gondokusumo
Jakarta: Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
577 SIR e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>