Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
David Rici Ricardo
"Penelitian ini berjudul “Dekonstruksi dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika”. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk dekonstruksi yang terdapat di dalam novel Dadaisme dan menginformasikan tokoh-tokoh di dalam novel Dadaisme yang memunculkan adanya bentuk dekonstruksi. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah dekonstruksi. Dekonstruksi menjelaskan bentuk penyimpangan cara pandang yang dilakukan tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Dadaisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode heuristik dan hermeneutik. Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah benar bahwa di dalam novel Dadaisme menunjukkan adanya bentuk-bentuk dekonstruksi. Bentuk dekonstruksi Nedena terdiri atasdekonstruksi warna langit, dekonstruksi warna matahari, dekonstruksi melindungi, dekonstruksi gambaran surga, dekonstruksi gambaran neraka, dan dekonstruksi warna air laut. Bentuk dekonstruksi dr. Aleda terdiri atasdekonstruksi alat pernapasan manusia, dekonstruksi perasaan romantis, dan dekonstruksi suara. Bentuk dekonstruksi Isabella adalah dekonstruksi malam pertama. Bentuk dekonstruksi Rendi adalah dekonstruksi tawa anak-anak. Bentuk dekonstruki Jo adalah dekonstruksi pakaian iblis. Bentuk dekonstruksi Flo adalah dekonstruksi membunuh. Bentuk dekonstruksi Michail adalah dekonstruksi malaikat, dekonstruksi malaikat terdiri atasdekonstruksi warna sayap dan dekonstruksi jumlah sayap"
ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2020
400 JIKKT 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rohmah Soekarba
"Dewasa ini kajian Islam mengalami perkembangan yang pesat. Di pelbagai universitas di Barat, banyak yang telah membuka semacam departemen yang secara khusus mengkaji Islam (Islamic Studies). Fenomena ini salah satunya adalah disebabkan maraknya intelektual muslim yang memiliki kemmpuan handal. Di antara mereka adalah Mohammed Arkoun. Mohammed Arkoun yang lahir di Aljazair, sebuah negeri jajahan Perancis, beberapa tahun yang lalu sempat meramaikan wacana intelektual Islam di negeri kita. Ia disebut-sebut sebagai seorang intelektual muslim yang memiliki tradisi yang cukup luas yaitu: Berber, mewakili sinkretisme Islam dan budaya setempat Timur Tengah, kemudian Arab, mewakili tradisi Islam secara umum, dan Barat, dalam hal ini yang sangat dominan mempengaruhinya adalah Perancis.
Keluasan inilah yang menyebabkan pandangan keislaman Arkoun kaya akan nuansa teori. Sebagai seorang intelektual Islam, Arkoun memiliki keperdulian yang tinggi untuk menghidupkan khazanah keilmuan Islam dengan cara membaca (memikirkan) kembali Islam. Ia mengemukakan alasan-alasan mengapa perlu memikirkan kembali Islam, di antaranya adalah Islam pada masa kini yang sudah diwarnai oleh ketertutupan ijtihad. Akibatnya, Islam tidak mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan.
Salah satu metode yang digunakan Arkoun dalam memikirkan kembali Islam adalah melalui dekonstruksi wacana Islam. Dekonstruksi adalah sebuah teori yang diperkenalkan Jacques Derrida, seorang filsuf Perancis yang beraliran post strukturalis. Dalam teori ini dikemukakan perlunya pembongkaran atas bangunan wacana ilmu pengetahuan yang telah menjadi mapan untuk mancari hal-hal yang tidak dipikirkan (1'impense) dan tak mungkin dipikirkan (1'impensable). Dalam pandangan teori ini wacana ilmu pengetahuan sudah mengalami pelapisan-pelapisan yang menyebabkan ilmu pengetahuan tersebut menjadi bangunan ortodoksi yang tidak bisa diganggu gugat. Akibatnya, di sana terjadi kemandegan dan dogmatisme ilmu pengetahuan. Sifat ilmu pengetahuan yang dinamis menjadi statis. Untuk membongkar dogmatisme wacana ilmu pengetahuan tersebut perlu dirumuskan sebuah metodologi pembongkaran yang mampu membedah lapisan-lapisan ortodoksi di atas atau dalam perspektif Derrida disebut dengan istilah dekonstruksi.
Mohammed Arkoun memandang bahwa hal yang terjadi diatas juga terjadi dalam Islam. Menurutnya, semenjak proses pembentukan wacana pengetahuan Islam yang dimulai dari Allah disampaikan kepada Nabi Muhammad hingga sekarang mengalami pelapisan-pelapisan. Pelapisan-pelapisan tersebut adalah dari Allah disampaikan kepada Nabi Muhammad, dari Muhammad ditransmisikan kepada para sahabat, dan dari para sahabat kepada tabi'in, kemudian dari tabi'in kepada tabi'in hingga sampai kepada kita semua. Dalam proses transmisi wacana pengetahuan ini tidak mustahil terjadi distorsi, penambahan dan pembekuan ajaran. Akhirnya, kita sudah tidak dapat lagi membedakan apakah itu unsur Islam, budaya, atau politik. Baik budaya, politik, agama, dan bahkan ideologi bercampur baur menjadi satu semacam lapisan arkeologis Islam. Melihat kondisi demikian, maka Arkoun mengusulkan untuk memikirkan kembali Islam (rethinking Islam) dengan menggunakan metode dekonstruksi Derrida.
Tetapi di sini terdapat perbedaan antara dekonstruksi Derrida dengan dekonstruksi yang diterapkan Arkoun. Apabila Derrida menggunakan dekonstruksi untuk membongkar wacana pengetahuan dan metafisika sehingga semuanya terbuka dan terbongkar secara bebas sehingga tidak ada lagi pihak yang menentukan (penanda transendental), maka Arkoun menggunakan dekonstruksi untuk membongkar lapisan-lapisan arkeologis Islam dan masih mengakui adanya penanda transendental (Tuhan).
Dengan menggunakan teori dekonstruksi teks ini diharapkan akan terkuak dan terbongkar kerangka Islam. Setelah terlihat kerangka Islam, kita dapat melihat dan membedakan mana yang Islam dan mana yang bukan unsur Islam. Selain itu, dengan dekonstruksi teks kita juga dapat memasukkan hal-hal yang belum dipikirkan dan hal-hal yang tidak mungkin atau dilarang dipikirkan ke dalam Islam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Celine Abigail Batumali
"Selain sebagai sarana industri yang berkaitan dengan masyarakat, media massa seperti iklan sering menjadi wadah yang digunakan untuk menunjukkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat secara mendunia. Penelitian ini menganalisis dua iklan Amazon Prime Jerman yang berjudul Rapunzel braucht keinen Prinzen dan Kleopatra hat einen Sinneswandel yang menggunakan cerita berdasarkan dongeng legendaris Grimm bersaudara dan profil Ratu Mesir, Cleopatra. Kedua iklan ini memperlihatkan isu feminisme yang dilihat melalui pergeseran penggambaran tokoh Rapunzel dan Cleopatra. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis tekstual dengan pendekatan semiotika Peirce untuk menganalisis bentuk konstruksi dari cerita ditampilkan dalam kedua iklan tersebut. Selain itu, penulis menggunakan teori dekonstruksi Derrida untuk memahami dekonstruksi citra tokoh perempuan yang ditampilkan dalam kedua iklan tersebut, serta menunjukkan bagaimana pemaknaan kedua tokoh dalam iklan dapat memengaruhi citra perempuan dalam kehidupan nyata. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kedua iklan tersebut membuktikan citra perempuan dalam media adalah sebuah konstruksi yang bersifat kontekstual.

Besides being a means of industry related to society, mass media, such as advertisements, are often used to show events that occur in society worldwide. This research analyzes two advertisements from German Amazon Prime entitled Rapunzel braucht keinen Prinzen and Kleopatra hat einen Sinneswandel, which are based on the legendary fairy tales of the Grimm brothers and the historical story of the Queen of Egypt. These two advertisements portrayed deconstructive images of the characters Rapunzel and Cleopatra. This research uses textual analyses and semiotics methods to analyze how Prime’s advertisements deconstruct the image of Rapunzel and Cleopatra. This research finding shows that the women’s images constructed by the media are contextual."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"Genre Western telah terbukti sebagai genre film yang sangat berpengaruh sepanjang sejarah Hollywood, meninggalkan bekasnya di industri perfilman selama bertahun-tahun sejak awal kemunculannya. Akan tetapi, seiring berjalannya zaman genre tersebut mengalami penurunan pamor sehingga tidak lagi memegang posisi di industri perfilman seperti dahulu kala. Kini, berbagai bentuk baru dari genre tersebut telah lahir sebagai perwujudan refleksi untuk mengkilas balik ke masa-masa keemasan-nya dan untuk mengomentari akar perwujudannya. Riset ini membahas bagaimana metode-metode storytelling baru tersebut bertingkah sebagai dasar bagi film-film kontemporer untuk mengomentari genre Western, terutama Western klasik dan Western Revisionis, melalui beberapa perspektif yang terkandung di dalam lingkup sinematik. Analisis ini mengargumenkan bahwa sangat memungkinkan untuk menggali interpretasi-interpretasi yang terdapat di dalam cara pembuat-pembuat film memberi opini mereka tentang kondisi genre Western di masa kini dengan menganalisa utilisasi konsep Western Pasca-Kejayaan di dalam film No Country for Old Men (2007) dan Logan (2017), juga bagaimana konsep tersebut berhubungan dengan diskusi tematik mengenai tema penuaan.

The Western has proven itself to be a massively influential film genre within the history of Hollywood, leaving its mark on the industry for decades since its first arrival. However, the genre has found itself to be in such a declining state over the years that it no longer holds a position in the industry. Nowadays, new forms of this genre have introduced themselves as a reflective vessel to look back upon the golden years and to comment on its original roots. This research examines the way these new storytelling approaches serve as the foundation for contemporary films to make remarks on the Western, primarily Classic and Revisionist Western, from several perspectives found within the cinematic frame. Through this analysis, it is argued that it is possible to obtain interpretations on how different filmmakers voice their opinion on the state of the genre in contemporary times by analyzing their utilization of the Post-Heyday Western concept in No Country for Old Men (2007) and Logan (2017), as well as how it correlates to certain thematic discussions revolving around aging."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lisnada Kusumawati
"Gender merupakan produksi konstruksi sosial dengan determinasi identitas antara perempuan dan laki laki. Hal ini menciptakan stereotip gender yang membentuk kategorisasi maskulin dan feminine dan mempengaruhi metafisika bahasa. Dalam hal ini, perempuan diketahui dalam stereotip yang ada membuat perbandingan dengan laki laki menjadikan stigma kuat-lemah, rasional-emosinal, publik-domestik dan seterusnya, mendatangkan berbagai isu ketidak adilan gender bermunculan sehingga perempuan masuk dalam simbolis laki-laki. Untuk itu, salah satu upaya seorang tokoh feminis bernama Helene Cixous mencetuskan Ecriture Feminine, suatu gerakan perempuan untuk mengungkap kepentingan tulisan perempuan melalui bahasa dan menulis. Upaya melahirkan makna baru berdasarkan pengalaman dan hasrat sebagai seorang perempuan. Di pengujung tahun 2015, seorang bintang acara reality show Keeping Up with the Kardashians, yang juga aktris, pengusaha sekaligus model ternama Kim Kardashian meluncurkan aplikasi Kimoji yang mengusung ketubuhannya. Data penelitian artikel menggunakan aplikasi Kimoji sebagai perspektif Ecriture Feminine dapat dianalogikan sebagai usaha untuk menuliskan, dalam hal ini menciptakan emoji khas bahasa tubuh perempuan yang tidak lagi-lagi mengikuti stereotip gender. Penulisan artikel ini menggunakan metode kualitatif dengan melalui pendekatan poststrukturalis, dimana gambar juga merupakan teks dapat dimaknai seperti bahasa. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan Kimoji berguna untuk mendekonstruksi stereotip gender melalui makna teks, seperti bahasa visual didalam Kimoji tersebut.

Gender is the production of social construction with the determination of identity between women and men. This creates gender stereotypes that form masculine and feminine categorizations and influence language metaphysics. In this case, women are known in the existing stereotypes to make comparisons with men making the stigma of strong-weak, rationalemotional, public-domestic and so on, bringing various issues of gender injustice to appear so that women are included in male symbolism. For this reason, one of the efforts of a feminist figure named Helene Cixous sparked Ecriture Feminine, a womens movement to uncover the interests of womens writing through language and writing. Efforts to give birth to new meanings based on experience and desire as a woman. At the end of 2015, a starring actress of reality show Keeping Up with the Kardashians, who is also an actress, well-known business woman and model Kim Kardashian launched the Kimoji application that carries her body. Data from article research using the Kimoji application as a Ecriture Feminine perspective can be analogized as an attempt to write, in this case creating a typical emoji of female body language that no longer follows gender stereotypes. Writing this article uses qualitative methods through a poststructuralist approach, where images are also texts that can be interpreted as language. The results show that the use of Kimoji is useful for deconstructing gender stereotypes through the meaning of the text, such as visual language in the Kimoji."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Literary work is man's creative work that expresses the beauty of human being and becomes tools to deliver ideas that has been thought and felt by author about human life...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"This study aimed to decontruct, elaborate, expres, doing signification, eksplorate, and to transfigurate the pregnancy speaking at myth Padang Pariaman Regency. There is five significant problems, namely (1) to elaborat the form of pregnancy myth speaking, (2) to represent the function of the pregnancy myth speaking, (3) to signify the pregnancy myth speaking, (4) to eksplore the pregnancy myth speaking, and (5) to transfigurate the pregnancy myth speaking. Relate to myth narrative decontruction, the writer uses two methods: (1) the field research; and (2) doing intervieu with Padang Pariaman Regency society, that is Sintoga District, Nan Sabaris District, 2x11 VI Lingkuang District, and Lubuak Alung District. To support the analysis the writer needs some theoried they are speech act, semiotic, hypersemiotic, and desire philosophy. The elaboration form is projected by the meaning which is squarely at the text of pregnancy speaking myth. The step of representation function projected with analyzing function philosophy pregnancy myth speaking for society who produces the myth. Both of significations are called with form is the referred as with form projection and function of pregnancy myth speech. At signification form is the primary step of meaning which is closed to the theory about sign, that is semiotic. For the eksploration step is related to define the secondary stpe, which is closed to the hyersemiotic theory. Eksploration step is related to intertext study. It is aimed to describe ‘’the other meaning’’ of language sign which resulted in the myth speech The transfiguration step is described as the evaluation values which closed to the willingness philosophy."
899 WE 1:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Sri Lorani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas deskripsi mengenai salah satu nilai yang dijunjung tinggi di
Jepang yang bernama omoiyari. Nilai omoiyari menjadi landasan bagi orang
Jepang dalam bertindak. Omoiyari diperlukan untuk membentuk manusia yang
matang secara moral. Menurut teori omoiyari yang dikemukakan oleh Takie
Sugiyama Lebra, nilai omoiyari memiliki lima bentuk yang wujudnya dapat
dilihat dalam novel berjudul Madogiwa no Totto-chan. Dari hasil analisis dapat
diketahui bahwa omoiyari tercermin menjadi empat tingkah laku seperti
memelihara konsensus, mengoptimalkan kenyamanan, bersifat timbal balik, dan
merasa bersalah.

ABSTRACT
This thesis discusses the description of one of the values upheld in Japan named
omoiyari. Omoiyari value becomes the basis for the Japanese people in the way
they act. Omoiyari is required to establish a morally mature human. According to
the theory of omoiyari by Takie Sugiyama Lebra, omoiyari value has five forms
that can be seen in the Madogiwa no Totto-chan novel. From the analysis, it can
be seen that omoiyari reflected in four behaviors such as maintaining consensus,
optimizing comfort, reciprocal, and feel guilty"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Putri Tarmono
"Karya sastra merupakan produk yang dapat mencerminkan kehidupan masyarakat. Salah satu isu sosialnya adalah mengenai wanita. Citra wanita dapat tergambar dari alur kehidupannya, oleh karenanya jika alur kehidupannya berbeda tentu akan menimbulkan karakter yang berbeda pula. Penggambaran citra wanita methakil merupakan sosok wanita yang tidak seperti wanita Jawa pada umumnya. Permasalahan dalam penelitian ini terdiri atas dua, yaitu 1. Bagaimana penggambaran citra wanita methakil dalam novel Wanita Methakil, dan 2. Bagaimana relevansi dan implikasi bagi wanita masa kini. Tujuan dalam penelitian ini yaitu memberikan gambaran mengenai citra wanita methakil dan memberikan suatu pendidikan karakter pada wanita masa kini. Deskriptif kualitatif di gunakan sebagai metode penelitian dengan pendekatan objektif sebagai cara untuk menganalisis citra di dalam novel. Hasil dari penelitian ini terdiri dari: 1. Citra wanita methakil terbagi atas karakter kurangnya kontrol diri dan bertanggung jawab, dan 2. Implikasi didapatkan melalui pendidikan karakter yang tergambar dalam citra wanita di Serat Candrarini sebagai pembelajaran bagi wanita masa kini agar tidak mengarah pada karakter wanita methakil yang buruk. Didapatkan kesimpulan bahwa citra wanita methakil adalah contoh karakter yang buruk sehingga dapat dijadikan sebagai batasan dalam berperilaku khususnya bagi wanita.

Literary works are products that can reflect the life of society. One of the social issues is about women. The image of a woman can be depicted from the flow of her life; therefore, if the flow of life is different, it will certainly lead to different characters. The depiction of Methakil's female image is of a female figure who is not like Javanese women in general. The problems in this study consist of two: 1. How is the depiction of the image of methakil women in the novel Wanita Methakil, and 2. what are the relevance and implications for women today? The purpose of this study is to provide an overview of the image of methakil women and provide character education for women today. Descriptive qualitative is used as a research method with an objective approach as a way to analyze the image in the novel. The results of this study consist of: 1. The image of a methakil woman is divided into characters with lack of self-control and responsibility; and 2. The implication is obtained through character education depicted in the image of women in Serat Candrarini as a lesson for women today so as not to lead to the bad character of methakil women. It is concluded that the image of a methakil woman is an example of a bad character, so that it can be used as a limitation in behavior, especially for women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>