Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166007 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rusnanda Farhan
"Penilaian citra embrio manusia memiliki peran yang penting dalam proses Fertilisasi In Vitro (FIV) atau yang dikenal juga sebagai proses bayi tabung. Penilaian citra embrio ini dilakukan secara manual oleh ahli embriologi. Hal ini tentunya membutuhkan waktu yang lama dan konsentrasi yang tinggi dari ahli embriologi sehingga perlu ada sistem yang dapat membantu ahli embriologi dalam melakukan penilaian dengan lebih efisien. Salah satu waktu penilaian embrio yang paling penting yaitu ketika embrio berusia lima hari, dimana ini merupakan tahap penilaian akhir sebelum proses implantasi ke rahim. Penilaian embrio pada hari kelima didasarkan pada tiga aspek yaitu derajat ekspansi, Inner Cell Mass, dan Trophoectoderm, yang menjadi tantangan tersendiri dalam penelitian di bidang ini. Permasalahan lain yang muncul yaitu ketersediaan data yang terbatas dan ketidakseimbangan proporsi kelas atau target pada dataset. Penelitian ini mengusulkan penggunaan augmentasi data berbasis Generative Adversarial Network seperti VanillaGAN, InfoGAN, DCGAN, dan Adversarial Autoencoder sehagai solusi permasalahan ketidakseimbangan data. Penelitian ini juga mengembangkan model klasifikasi berbasis Convolutional Neural Network sebagai klasifikator untuk menilai citra embrio. Penelititan ini menggunakan 10-fold cross validation untuk mengukur kinerja model. Untuk kategori derajat ekspansi, penelitian ini memperoleh hasil terbaik dengan model Convolutional Neural Network yang dikombinasikan dengan Adversarial Autoencoder sebagai augmentasi data dengan nilai f1-score sebesar 0.92. Untuk kategori Inner Cell Mass, penelitian ini memperoleh hasil terbaik dengan model Convolutional Neural Network yang dikombinasikan dengan VanillaGAN sebagai augmentasi data dengan nilai f1-score sebesar 0.92. Serta untuk kategori Trophoectoderm, model Convolutional Neural Network yang dikombinasikan dengan Adversarial Autoencoder memperoleh hasil terbaik dengan nilai f1-score sebesar 0.89.

Assessment of human embryo images has an important role in the process of In Vitro Fertilization (IVF). Evaluation of this embryo image is done manually by the embryologist. This requires a long time and high concentration of embryologists, so it is necessary to create a system that can assist embryologists in making assessments more efficiently. One of the most important parts of human embryo assessment is the embryo on the fifth day after fertilization. Evaluation of embryos on the fifth day is based on three aspects, namely the degree of expansion, Inner Cell Mass, and Trophoectoderm, which is a particular challenge in research in this field. Another problem for this case is the limited availability of data and an imbalanced dataset. This study proposes the use of Generative Adversarial Network-based for data augmentation such as VanillaGAN, InfoGAN, DCGAN, and Adversarial Autoencoder as a solution to imbalanced data problems. This study also developed a classification model based on the Convolutional Neural Network as a classifier for assessing embryo images. This research uses 10-fold cross validation to measure model performance. This study obtained the best results for the degree of expansion category with the Convolutional Neural Network model combined with the Adversarial Autoencoder as a data augmentation with an f1-score of 0.92. This study obtained the best results for the Inner Cell Mass category with the Convolutional Neural Network model combined with VanillaGAN as a data augmentation with an f1-score of 0.92. The best result for Trophoectoderm category is Convolutional Neural Network model combined with the Adversarial Autoencoder as a data augmentation with an f1-score of 0.89."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Nur Farahiyah
"Retinopati hipertensi merupakan penyakit yang timbul pada retina akibat komplikasi dari hipertensi atau tekanan darah tinggi. Pemeriksaan gejala retinopati hipertensi penting untuk dilakukan supaya penanganan yang tepat dapat diberikan. Gejala retinopati hipertensi terdapat pada pembuluh darah di retina sehingga diagnosis dapat dilakukan melalui citra fundus retina. Penelitian ini memanfaatkan model Data-Efficient Image Transformer (DeiT) untuk mengklasifikasikan citra fundus retina menjadi dua kelas, yaitu kelas retinopati hipertensi dan kelas normal. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari empat database open-source, yaitu DRIVE, JSIEC, ODIR, dan STARE. Preprocessing berupa resize dan Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) diterapkan untuk menyeragamkan ukuran citra dan meningkatkan kontras citra. Generative Adversarial Network (GAN) digunakan untuk menghasilkan citra sintetis guna mengatasi masalah keterbatasan jumlah data serta meningkatkan variasi data yang dapat dipelajari oleh model DeiT. Penelitian ini menganalisis pengaruh metode GAN terhadap kinerja model DeiT dengan menggunakan metrik evaluasi accuracy, sensitivity, dan specificity. Analisis dilakukan dengan membandingkan tiga skenario: skenario A menggunakan data asli, skenario B menggunakan data hasil augmentasi GAN, dan skenario C menggunakan preprocessing CLAHE dan data hasil augmentasi GAN. Skenario A menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan nilai rata-rata accuracy, sensitivitiy, dan specificity sebesar 94%, 97,7%, dan 84,6% untuk rasio pembagian data 70:30, serta 95,7%, 97%, dan 92,8% untuk rasio pembagian data 80:20. Skenario B mengungguli skenario sebelumnya dengan nilai rata-rata accuracy, sensitivitiy, dan specificity sebesar 96,4%, 97,2%, dan 95,7% untuk rasio pembagian data 70:30, serta 97,5%, 97,9%, dan 97,1% untuk rasio pembagian data 80:20. Pada skenario C, diperoleh nilai rata-rata accuracy, sensitivitiy, dan specificity sebesar 95,7%, 95%, dan 96,2% untuk rasio pembagian data 70:30, serta 95,5%, 94,9%, dan 96,4% untuk rasio pembagian data 80:20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode GAN berhasil meningkatkan kinerja model DeiT, khususnya pada nilai specificity. Dari ketiga skenario yang diuji, skenario B yang memanfaatkan data sintetis hasil augmentasi GAN tanpa preprocessing CLAHE memberikan hasil yang paling unggul.

Hypertensive retinopathy is a disease that occurs in the retina due to complications from hypertension or high blood pressure. Examination of hypertensive retinopathy symptoms is important to ensure appropriate treatment can be performed. The symptoms of hypertensive retinopathy are found in the blood vessels of the retina, allowing diagnosis to be performed through retinal fundus images. This study uses the Data-Efficient Image Transformer (DeiT) model to classify retinal fundus images into two classes: hypertensive retinopathy and normal. The data used in this study were obtained from four different open-source databases: DRIVE, JSIEC, ODIR, and STARE. Preprocessing in the form of resizing and Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) was applied to standardize the image size and enhance the image contrast. Generative Adversarial Network (GAN) was used to generate synthetic images to address the problem of limited data availability and increase the variety of data that can be learned by the DeiT model. This study analyzes the impact of the GAN method on the performance of the DeiT model using evaluation metrics of accuracy, sensitivity, and specificity. The analysis was conducted by comparing three scenarios: scenario A using the original data, scenario B using GAN-augmented data, and scenario C using CLAHE preprocessing and GAN-augmented data. Scenario A showed fairly good performance with average accuracy, sensitivity, and specificity values of 94%, 97.7%, and 84.6% for a 70:30 data split ratio, and 95.7%, 97%, and 92.8% for an 80:20 data split ratio. Scenario B outperformed the previous scenario with average accuracy, sensitivity, and specificity values of 96.4%, 97.2%, and 95.7% for a 70:30 data split ratio, and 97.5%, 97.9%, and 97.1% for an 80:20 data split ratio. In scenario C, the average accuracy, sensitivity, and specificity values were 95.7%, 95%, and 96.2% for a 70:30 data split ratio, and 95.5%, 94.9%, and 96.4% for an 80:20 data split ratio. The results of the study indicate that the application of the GAN method successfully improved the performance of the DeiT model, particularly in terms of specificity. Out of the three scenarios tested, scenario B, which utilized GAN-augmented synthetic data without CLAHE preprocessing, yielded the best results."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Marshell Kevin
"Dalam sistem industri modern, dengan majunya teknologi Internet of Things (IoT), pelaku industri dapat merekam data mesin dan sistem untuk kemudian dianalisa secara lebih komprehensif. Salah satu bentuk analisa yang dapat dilakukan adalah mendeteksi apakah ada anomali dari mesin atau sistem tsb. Aktivitas ini kemudian menjadi krusial bagi pelaku industri karena berdasarkan analisa ini, jika ditemukan anomali, maka secara dini dapat diambil tindakan yang diperlukan untuk melakukan pemeliharaan. Tetapi, sangat umum bagi pelaku industri tidak memiliki atau kekurangan data anomali, terutama pada sistem yang baru beroperasi. Dalam tesis ini, kami mengembangkan sebuah model untuk mendeteksi anomali pada data yang tidak berimbang dari sistem Secure Water Treatment (SWaT). Performa dari model ini kemudian dibandingkan dengan metode lain dari riset sebelumnya, mendemonstrasikan peningkatan dalam kapabilitas mendeteksi anomali.

In modern industrial systems, particularly with the advancement of the Internet of Things (IoT), industry players can record machine and system data for comprehensive analysis. One such analysis involves detecting anomalies in machines or systems. This activity becomes crucial because, if an anomaly is found in the data, corrective actions can be taken promptly. However, it is common for manufacturers to lack recorded anomaly datasets, especially for newly operational systems. In this paper, we develop a model to detect anomalies in an imbalanced dataset from the Secure Water Treatment (SWaT) system. The performance of the proposed model is compared with previous works, demonstrating significant improvements in anomaly detection capabilities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herardita Cahyaning Wulan
"Age-related macular degeneration (AMD) adalah penyakit degeneratif pada makula yang menyebabkan gangguan penglihatan sentral pada orang lanjut usia. Secara global, orang yang didiagnosis mengalami AMD mencapai 170 juta orang. Pada 2018, AMD menjadi penyebab kebutaan terbesar ketiga di Indonesia, setelah katarak dan gangguan refraksi. Salah satu pendekatan teknologi dalam bidang kedokteran adalah menggunakan sains data dan deep learning untuk mendeteksi dan mendiagnosis penyakit mata. Salah satu metode deep learning yang paling efektif untuk memahami data berbasis citra adalah Convolutionl Neural Network (CNN). Di antara arsitektur CNN yang dikembangkan, arsitektur EfficientNet merupakan salah satu yang paling efektif untuk mencapai akurasi terbaik pada tugas klasifikasi gambar serta efisien secara komputasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra fundus retina yang bersumber dari empat open source database. Terdapat dua kelas yang akan diklasifikasi yaitu Normal dan AMD. Dengan penggabungan beberapa dataset muncul beberapa masalah yaitu terdapat perbedaan dimensi dan kontras pada citra. Sebelum dataset digunakan untuk melatih model, dilakukan preprocessing dengan centered crop, resize, dan Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE). Masalah lain yang muncul adalah ukuran dataset yang kecil karena sulitnya mendapatkan data medis pasien. Salah satu metode yang dapat menjadi solusi adalah Generative Adversarial Network (GAN) yang digunakan untuk menghasilkan data citra sintetis. Penelitian ini diajukan untuk menerapkan metode GAN guna meningkatkan kinerja model EfficientNet dalam mendeteksi AMD. Untuk melakukan hal tersebut dibuat tiga skenario untuk membandingkan kinerja EfficientNet. Skenario A yaitu melakukan klasifikasi dengan dataset asli, tanpa preprocessing CLAHE dan tanpa augmentasi GAN. Skenario B melakukan klasifikasi dengan dataset yang sudah diaugmentasi dengan GAN. Sedangkan, skenario C melakukan klasifikasi dengan dataset yang diaugmentasi dengan GAN dan melalui preprocessing CLAHE. Metrik evaluasi yang digunakan untuk mengukukur kinerja adalah akurasi, sensitivity, dan specifity. Pada skenario A dengan rasio splitting data 70:15:15 dan 80:10:10 didapat rata-rata akurasi sebesar 89,01% dan 88,52%. Sedangkan, pada skenario B dengan rasio 70:15:15 dan 80:10:10 didapat rata-rata akurasi sebesar 87,10% dan 89,86%. Pada Skenario C dengan rasio 70:15:15 dan 80:10:10 didapat rata-rata akurasi sebesar 88,97% dan 91,27%. Skenario terbaik adalah skenario C dengan rasio 80:10:10 dengan nilai akurasi tertinggi 92,96%, sensitivity tertinggi mencapai 93,55%, dan specifity tertinggi mencapai 95,00%.

Age-related macular degeneration (AMD) is a degenerative disease of the macula that causes central vision impairment in the elderly. Globally, the number of people diagnosed with AMD reaches 170 million. In 2018, AMD became the third leading cause of blindness in Indonesia, following cataracts and refractive errors. One technological approach in the field of medicine is utilizing data science and deep learning to detect and diagnose eye diseases. One of the most effective deep learning methods for understanding image-based data is the Convolutional Neural Network (CNN). Among the developed CNN architectures, EfficientNet is one of the most effective in achieving the best accuracy in image classification tasks while being computationally efficient. The data used in this research consists of fundus retinal images sourced from four open source databases. There are two classes: Normal and AMD. Combining multiple datasets presents several issues, such as differences in image dimensions and contrast. Before the dataset is used to train the model, preprocessing is conducted using centered crop, resize, and Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE). Another emerging issue is the small dataset size due to the difficulty of obtaining patient medical data. One method that can provide a solution is the Generative Adversarial Network (GAN), which is used to generate synthetic image data. This study proposes to implement GAN to enhance the performance of the EfficientNet model in detecting AMD. To achieve this, three scenarios were created to compare the performance of EfficientNet. Scenario A involves classification with the original dataset, without CLAHE preprocessing and without GAN augmentation. Scenario B involves classification with the dataset augmented by GAN. Scenario C involves classification with the dataset augmented by GAN and processed through CLAHE preprocessing. The evaluation metrics used to measure performance are accuracy, sensitivity, and specificity. In Scenario A, with data splitting ratios of 70:15:15 and 80:10:10, the average accuracy obtained was 89.01% and 88.52%, respectively. In Scenario B, with the same data splitting ratios, the average accuracy obtained was 87.10% and 89.86%, respectively. In Scenario C, with data splitting ratios of 70:15:15 and 80:10:10, the average accuracy obtained was 88.97% and 91.27%, respectively. The best scenario is Scenario C with a ratio of 80:10:10, achieving the highest accuracy of 92.96%, the highest sensitivity of 93.55%, and the highest specificity of 95.00%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Rofi Laeli
"Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit menular yang sebagian besar menyerang paru-paru manusia. Penularan penyakit ini terjadi ketika pasien tuberkulosis paru mengeluarkan percikan dahak yang mengandung kuman tuberkulosis ke udara. Penularannya yang mudah menjadikan tuberkulosis sebagai masalah kesehatan masyarakat, baik di Indonesia maupun internasional. Deteksi dini tuberkulosis paru dapat mencegah penularan serta menyembuhkan pasien. Namun, adanya pandemi COVID-19 saat ini dapat menurunkan angka kasus tuberkulosis yang berhasil terdeteksi. Hal ini menunjukkan perlu adanya kemajuan dalam metode pendeteksian penyakit tuberkulosis paru. Kini, perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan untuk membantu bidang kesehatan, salah satunya dengan machine learning. Machine learning dapat digunakan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit berdasarkan data citra. Dalam penelitian ini, model machine learning, Convolutional Neural Network-Random Forest (CNN-Random Forest) dan Convolutional Neural Network-XGBoost (CNN-XGBoost), diimplementasikan untuk mendeteksi tuberkulosis paru berdasarkan citra radiografi toraks. Selanjutnya, kedua model tersebut dievaluasi dan dibandingkan kinerjanya berdasarkan nilai akurasi dan nilai luas wilayah di bawah kurva ROC, atau biasa disebut dengan area under the curve (AUC). Data yang digunakan sebanyak 6000 yang terdiri dari 3000 citra radiografi toraks tuberkulosis paru dan 3000 citra radiografi toraks normal. Berdasarkan hasil yang diperoleh, model CNN-Random Forest dan CNN-XGBoost memberikan kinerja yang baik dan dapat diterapkan untuk mendeteksi tuberkulosis paru, dimana CNN digunakan untuk mengekstraksi fitur pada citra, kemudian hasil ekstraksi fitur tersebut menjadi input bagi pengklasifikasi Random Forest dan XGBoost. Evaluasi kinerja berdasarkan rata-rata nilai akurasi dan rata-rata nilai AUC pada model CNN-Random Forest memberikan hasil terbaik masing-masing sebesar 98.667% dan 99.933%, sementara pada model CNN-XGBoost memberikan hasil terbaik masing-masing sebesar 98.367% dan 99.866%. Kemudian berdasarkan perbandingan kinerja yang dilakukan, model CNN-Random Forest memberikan kinerja yang lebih baik dalam mendeteksi tuberkulosis paru dibandingkan dengan model CNN-XGBoost.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease that in most cases attacks the human lungs. Transmission of this disease occurs when a patient with pulmonary tuberculosis expels phlegm containing tuberculosis germs into the air. Its easy transmission makes tuberculosis a public health problem, both in Indonesia and internationally. Early detection of pulmonary tuberculosis can prevent transmission and cure patients. However, the current COVID-19 pandemic can reduce the number of successfully detected tuberculosis cases. This shows the need for progress in the detection method of pulmonary tuberculosis. Now, technological developments can be used to help the health sector, one of which is machine learning. Machine learning can be used to detect the presence of a disease based on image data. In this study, machine learning models, Convolutional Neural Network-Random Forest (CNN-Random Forest) and Convolutional Neural Network-XGBoost (CNN-XGBoost), were implemented to detect pulmonary tuberculosis based on thorax radiography images. Furthermore, the performances of the two models were evaluated and compared based on the values of accuracy and area under the ROC curve, or commonly called the area under the curve (AUC). The data used were 6000 consisting of 3000 thorax radiography images of pulmonary tuberculosis and 3000 normal thorax radiography images. Based on the results obtained, the CNN-Random Forest and CNN-XGBoost models provided good performances and can be applied to detect pulmonary tuberculosis, where CNN was used to extract features in the image, then the results of the feature extraction became input for the Random Forest and XGBoost classifiers. Performance evaluation based on the average values of accuracy and AUC in the CNN-Random Forest model gave the best results of 98.667% and 99.933%, respectively, while the CNN-XGBoost model gave the best results of 98.367% and 99.866, respectively. Then based on the performance comparison, the CNN-Random Forest model provided a better performance in detecting pulmonary tuberculosis compared to the CNN-XGBoost model."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hada Melino Muhammad
"Anomaly-Based Network Intrusion Detection System (ANIDS) memegang peranan yang sangat penting dengan berkembangnya teknologi internet. ANIDS digunakan untuk mendeteksi trafik jaringan yang membahayakan pengguna internet. Metode tradisional yang digunakan untuk membuat ANIDS masih sulit untuk mengekstrak fitur dari trafik yang banyak dan berdimensi tinggi. Selain itu, jumlah sampel yang sedikit pada beberapa jenis trafik menyebabkan ketidakseimbangan dataset dan mempengaruhi performa deteksi ANIDS. Ketidakseimbangan dataset dapat diatasi dengan oversampling dan atau undersampling. Penulis mengusulkan metode oversampling menggunakan modifikasi dari Deep Convolutional Generative Adversarial Network (DCGAN) yang dapat mengekstrak fitur trafik data secara langsung dan menghasilkan sampel baru untuk menyeimbangkan dataset. Modifikasi DCGAN bertujuan untuk menghindari adanya pemetaan data tabular menjadi data gambar sebelum masuk ke DCGAN. Selain itu, modifikasi DCGAN bertujuan untuk menstabilkan pelatihan model untuk data tabular sehingga data yang dihasilkan lebih berkualitas. Pengujian efek modifikasi DCGAN dilakukan dengan melatih model ANIDS yang terdiri dari model Deep Neural Network (DNN) dan Convolutional Neural Network (CNN). Evaluasi performa deteksi dilakukan dengan confusion matrix serta metrik accuracy, precision, recall, dan F1-Score. Hasil yang didapatkan adalah oversampling menggunakan modifikasi DCGAN meningkatkan validation accuracy dari 75.77% menjadi 81.41% pada model DNN dan 73.94% menjadi 80.76% pada model CNN. Peningkatan metrik lain juga terjadi akibat dari peningkatan validation accuracy.

Anomaly-Based Network Intrusion Detection System (ANIDS) plays a very important role with the development of internet technology. ANIDS is used for detecting network traffic that endangers internet users. The traditional methods used to create ANIDS are still difficult to extract features from high-dimensional traffic. In addition, the small number of samples in some types of traffic causes imbalanced dataset and affects ANIDS detection performance. Imbalanced dataset can be overcome by oversampling and or undersampling. The author proposes an oversampling method using a modification of the Deep Convolutional Generative Adversarial Network (DCGAN) which can extract data traffic features directly and generate new samples to balance the dataset. DCGAN modification aims to avoid mapping tabular data into image data before entering DCGAN. In addition, the DCGAN modification aims to stabilize the training model for tabular data so that the resulting data is of higher quality. Testing the effects of the DCGAN modification was carried out by training the ANIDS model consisting of the Deep Neural Network (DNN) and Convolutional Neural Network (CNN) models. Evaluation of detection performance is carried out using a confusion matrix and the metrics of accuracy, precision, recall, and F1-Score. The results obtained are oversampling using the DCGAN modification increases the validation accuracy from 75.77% to 81.41% in the DNN model and 73.94% to 80.76% in the CNN model. Improvements in other metrics also occurred as a result of the increase in validation accuracy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezika Damayanti
"Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman serelia atau tanaman biji-bijian yang menjadi bahan pangan utama terpenting setelah padi dan gandum di dunia. Komoditas jagung dinilai sangat penting karena memiliki fungsi multiguna sebagai bahan pangan, bahan baku industri, bahan pakan ternak dan bahan bakar nabati. Seiring dengan kebutuhan jagung yang kian naik dari tahun ke tahunnya, kekurangan produksi dalam pasokan jagung global dan kenaikan harga input jagung menjadi hal yang harus diperhatikan karena memiliki dampak yang serius. Salah satu ancaman utama bagi produksi jagung adalah penyakit daun jagung yang disebabkan oleh jamur, beberapa diantaranya adalah Gray leaf spot, Northern leaf blight, dan Common rust. Gray leaf spot, Northern leaf blight, dan Common rust dapat menyebabkan hilangnya hasil panen sekitar 50%-70% di beberapa daerah penghasil jagung di dunia. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko kegagalan produksi jagung adalah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan pendeteksian dini pada penyakit daun jagung melalui citra digital. Pada penelitian ini, digunakan pendekatan deep learning dengan metode Convolutional Neural Network (CNN) arsitektur ResNet-50 yang merupakan salah satu metode yang paling baik dalam mengolah citra digital. Data yang digunakan adalah Maize or Corn Dataset oleh Smaranjit Ghose dan diambil dari Kaggle yang merupakan online database. Setelah itu, dilakukan tahapan mengolah data citra dengan melakukan preprocessing data yang bertujuan agar meningkatkan akurasi seperti mengubah ukuran dan melakukan flip horizontal kemudian rotasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Convolutional Neural Network ResNet-50 dengan menggunakan fungsi optimasi Adam dapat mendeteksi penyakit daun jagung dengan sangat baik. Hasil tersebut diperoleh dari 5 kali percobaan simulasi pada setiap skenario kasus yang menghasilkan rata-rata nilai training dan validation accuracy sebesar 98,68% dan 97,86%. Kemudian, rata-rata hasil accuracy testing, recall macro, recall micro, precision macro dan precision micro terbaik diperoleh dengan hasil masing-masing sebesar sebesar 97,49%, 97,13%, 97,53%, 96,69% dan 97,87%.

Maize (Zea Mays L.) is one of the cereal plants or grain crops that become an important food ingredient after rice and wheat in the world. Maize is also considered very important because it has a multi-purpose function as food, industrial raw materials, animal feed ingredients, and biofuels. Along with increasing demand for maize from year to year, lack of production for global maize supply and increase of maize price is one thing that needs more attention because it has a serious impact. One of the main threats to maize production is maize leaf disease that is caused by fungi, some of them are Gray leaf spot, Northern leaf blight, and Common rust. Gray leaf spot, Northern leaf blight, and Common rust can lead to reduced yields of about 50%-70% in some maize-producing areas. Therefore, one method that can be done to reduce the failure of maize production is taking preventive measures by detecting disease using digital images. This study uses deep learning methods by Convolutional Neural Network (CNN) ResNet-50 architecture, which is one of the best methods in processing digital images. The data used in this study is Maize or Corn Dataset by Smaranjit Ghose and taken from Kaggle which is an online database. After that, the stages of processing image data are carried out by preprocessing data to increase accuracies such as resizing and doing horizontal flips and rotations. The results showed that the Convolutional Neural Network ResNet-50 using the Adam optimization function could detect maize leaf disease very well. These results were obtained from 5 simulations experiments in each case scenario which resulted in an average value of training and validation accuracy of 98.68% and 97.86. Then, the average results of the best accuracy testing, recall macro, recall micro, precision macro, and precision micro were obtained with results of 97.49%, 97.13%, 97.53%, 96.69%, and 97,87%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Dhafin Rukmanda
"ABSTRAK
PATCHY-SAN adalah sebuah framework untuk sembarang graf yang diajukan oleh Niepert pada tahun 2016. Pada penelitian ini diajukan modifikasi arsitektur dari convolutional neural network CNNs pada PATCHY-SAN menggunakan beberapa representasi dari graf seperti B^i,L^i,N^i dengan B,L,N, berturut-turut adalah matriks betweeness, matriks Laplacian and matriks normalisasi Laplacian dengan i=1,2,3,4,5. Dilakukan beberapa percobaan dari model CNNs dengan 3 layer dan 2 layer. Penelitian ini menggunakan dropout atau batch normalization untuk mengurangi permasalahan internal covariate shift sebagai regularisasi. Berdasarkan percobaan tersebut disimpulkan, penambahan layer, penggunaan dropout dan batch normalization dapat meningkatkan dan juga menurunkan prediksi akurasi, hal ini tergantung dari dataset dan arsitektur CNNs. Representasi graf yang digunakan dalam penelitian ini masih belum bagus untuk membuat PATCHY-SAN learning, karena peningkatan akurasi hanya sebesar - 9 dari benchmark 50 .

ABSTRACT
PATCHY SAN is a framework for learning Convolutional Neural Network CNNs for arbitrary graph proposed by Niepert in 2016. In this paper we propose to modified architecture of Convolutional Neural Network in PATCHY SAN by using some representation of graph such as B i,L i,N i, with B, L, N, is betweeness matrix, Laplacian matrix and normalize Laplacian matrix with i 1,2,3,4,5. We do some experiment of model with 3 convolutional layer and 2 convolutional layer. This research use dropout and batch normalization to reduce internal covariate shift problem as regularizer. In conclusion adding more convolution layer, and use dropout and batch normalization can increase and reduce accuracy, it depend on the architecture of CNNs. Graph representation used in this research still not good to make PATCHY SAN learning, because the accuration increase by 9 from benchmark 50 ."
2017
S70160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yumna Pratista Tastaftian
"Speech Emotion Recognition adalah teknologi yang mampu bisa mendeteksi emosi lewat data suara yang diproses oleh sebuah mesin. Media yang sering digunakan untuk menjadi media interaksi antara 2 orang atau lebih yang saat ini sedang digunakan oleh banyak orang adalah Podcast, dan Talkshow. Seiring berkembangya SER, penelitian terakhir menunjukkan bahwa penggunaan metode Deep Learning dapat memberikan hasil yang memuaskan terhadap sistem SER. Pada penelitian ini akan diimplementasikan model Deep Learning yaitu dengan Recurrent Neural Network (RNN) variasi Long Short Term Memory (LSTM) untuk mengenali 4 kelas emosi (marah, netral, sedih, senang). Penelitian ini menguji model yang digunakan untuk mengenali emosi dari fitur akustik pada data secara sekuensial. Skenario training dan testing dilakukan dengan metode one-against-all dan mendapatkan hasil (1) Dataset talkshow mengungguli dataset podcast untuk tipe 1 dan 2 dan untuk semua emosi yang dibandingkan; (2) Untuk dataset podcast pada emosi marah, senang, dan sedih didapatkan akurasi optimal pada dataset tipe 1 yaitu 67.67%, 71.43%, dan 68,29%, sedangkan untuk emosi netral didapatkan akurasi terbaik pada dataset tipe 2 dengan 77.91%; (3) Untuk dataset talkshow pada emosi marah, netral, dan sedih didapatkan akurasi terbaik pada dataset tipe 2 yaitu 78.13%, 92.0%, dan 100%. Dapat disimpulkan bahwa dataset talkshow secara garis besar memberikan hasil yang lebih optimal namun memiliki variasi data yang lebih sedikit dari dataset podcast. Dari sisi panjang data, pada penelitian ini didapatkan akurasi yang lebih optimum pada dataset dengan tipe 2.

Speech Emotion Recognition is a technology that is able to detect emotions through voice data that is processed by a machine. Media that is often used to be a medium of interaction between two or more people who are currently being used by many people are Podcasts, and Talkshows. As SER develops, recent research shows that the use of the Deep Learning method can provide satisfactory results on the SER system. In this study a Deep Learning model will be implemented, this study uses Long Short Term Memory (LSTM) as one of the variation of Recurrent Neural Network (RNN) to recognize 4 classes of emotions (angry, neutral, sad, happy). This study examines the model used to recognize emotions from acoustic features in sequential data. Training and testing scenarios are conducted using the one-against-all method and get results (1) The talkshow dataset outperforms the podcast dataset for types 1 and 2 and for all emotions compared; (2) For the podcast dataset on angry, happy, and sad emotions, the optimal accuracy in type 1 dataset is 67.67%, 71.43%, and 68.29%, while for neutral emotions the best accuracy is obtained in type 2 dataset with 77.91%; (3) For the talkshow dataset on angry, neutral, and sad emotions the best accuracy is obtained for type 2 datasets, namely 78.13%, 92.0%, and 100%. It can be concluded that the talkshow dataset in general gives more optimal results but has fewer data variations than the podcast dataset. In terms of data length, this study found more optimum accuracy in dataset with type 2."
Depok: Fakultas Ilmu Kompter Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taqiyuddin
"Penggunaan analisis sentimen semakin umum digunakan. Dalam pengembangan analisis sentimen ini banyak tantangan yang perlu dihadapi. Karena analisis ini termasuk Natural Language Processing NLP, hal yang perlu dimengerti adalah kompleksitas bahasa. Dengan berkembangnya teknologi Artificial Neural Network, ANN semakin banyak permasalahan yang bisa diselesaikan.
Ada banyak contoh struktur ANN dan untuk penelitian ini yang digunakan adalah Convolutional Neural Network CNN dan Recurrent Neural Network RNN. Kedua jenis ANN tersebut sudah menunjukkan performa yang baik untuk beberapa tugas NLP. Maka akan dilakukan analisis sentimen dengan menggunakan kedua jenis ANN tersebut dan dibandingkan kedua performa ANN tersebut. Untuk data yang akan digunakan diambil dari publikasi stanford dan untuk mengubah data tersebut bisa digunakan pada ANN digunakan word2vec.
Hasil dari analisis menunjukkan bahwa RNN menunjukkan hasil yang lebih baik dari CNN. Walaupun akurasi tidak terlalu terlihat perbedaan yaitu pada RNN yang mencapai 88.35 0.07 dan CNN 87.11 0.50, tetapi waktu pelatihan RNN hanya membutuhkan waktu 8.256 detik sedangkan CNN membutuhkan waktu 544.366 detik.

Term of sentiment analysis become popular lately. There are many challenges developing sentiment analysis that need to be addressed. Because this kind analysis is including Natural Language Processing, the thing need to understand is the complexity of the language. With the current development of Artificial Neural Network ANN, more problems can be solved.
There are many type of ANN and for this research Convolutional Neural Network CNN and Recurrent Neural Network will be used. Both already showing great result for several NLP tasks. Data taken from stanford publication and transform it with word2vec so could be used for ANN.
The result shows that RNN is better than CNN. Even the difference of accuracy is not significant with 88.35 0.07 for RNN and 87.11 0.50 for CNN, the training time for RNN only need 8.256 secods while CNN need 544.366 seconds.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>